PENURUNAN KERUSAKAN HEPAR AKIBAT INFEKSI Toxoplasma gondii DENGAN PEMBERIAN IMUNOGLOBULIN Y (IGY) ANTI-MEMBRAN Toxoplasma gondii Heni Puspitasari1, Lucia Tri Suwanti12, Mufasirin12 1Kelompok Studi Toxoplasma, Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga, Surabaya 60115, Indonesia; 2Departemen Parasitologi, Fakultas kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya 60115, Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kerusakan hepar akibat infeksi T. gondii dengan pemberian IgY anti-membran T.gondiidan efektivitas waktu pemberian antibodi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium, dengan 5 perlakuan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan menggunakan mencit betina (Mus musculus) sebagai hewan coba. Perlakuan terdiri dari kelompok P0 (tidak diinfeksi dan tidak diberi IgY), P1 (diinfeksi tanpa diberikan IgY), P2 (pemberian IgY anti-membran T. gondii satu hari sebelum infeksi), P3 (pemberian IgY anti-membran T. gondii bersamaan dengan infeksi) dan P4 (pemberian IgY anti-membran T. gondii dua hari setelah infeksi), dengan dosis pemberian IgY anti-membran T. gondii sebesar 75 ug/ekor dan dosis infeksi sebesar 10 takizoit/ekor, empat hari setelah infeksi mencit dikorbankan, kemudian dilakukan pengamatan dan perhitungan indeks apoptosis pada histopatologi hepar mencit menggunakan apoptosis kit ApopTag ® Plus Peroksidase In Situ (Chemicon ® International, S7101) dan indeks nekrosis menggunakan pewarnaa HE. Persentase indeks apoptosis hepar pada kelompok P0 adalah 1,00%; P1 adalah 4,14%; 1,58% untuk P2; 2,16% untuk P3 dan 2,66% untuk P4 sedangkan prsentase indeks nekrosis masing-masing perlakuan P0 adalah 3,64%; P1 adalah 12,98%; 6,06% untuk P2; 7,73% untuk P3 dan 10,49% untuk P4. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penurunan kerusakan hepar dilihat dari indeks apoptosis dan indeks nekrosis adalah disebabkan oleh pemberian IgY anti-membran T. gondii dan penurunan yang paling besar bila diberikan sebelum dan bersama infeksi. Kata kunci: Toxoplasma gondii, imunoglobulin Y, kerusakan hepar. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 1 PENDAHULUAN Toxoplasmosis pada manusia terutama wanita hamil berakibat pada janin berupa: resorbsi, abortus, lahir mati (stillbirth), kematian bayi (neonatal motality), lahir lemah dan kelainan kogenital berupa retardasi mental, kelainan mata ringan sampai buta dan hidrocefalus (Suwanti, 2005). Pada sakala ekperimental infeksi T. gondii strain RH pada mencit (Mus musculus) dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan kerusakan terparah adalah hepar (Mordue et al., 2001). Infeksi oleh takizoit strain RH dapat menyebabkan nekrosis pada sel hepar (Mordue; 2001 dan Sukthana; 2003). Sasmita (2006) juga berpendapat mencit yang diifeksi dengan ookista T. gondii juga menyebabkan nekrosis pada hepar. Begum-Haque et al. (2009) juga menyatakan bahwa infeksi T.gondii dapat menyebabkan apoptosis pada hepar. Infeksi akut Toxolasma gondii dapat menyerang jaringan dan pada infeksi buatan secara intraperitoneal takizoit dapat menyebabkan nekrosis hepar, lien, dan pankreas (Riganti et al., 2003). Bagian terbesar kerusakan jaringan pada toxoplasmosis adalah hepar. Kerusakan hepar berhubungan dengan kejadian apoptosis dan nekrosis sel hepar (Mordue et al., 2001) Pengendalian meliputi pencegahan dan pengobatan selama ini dipandang belum efektif. Menurut Hokelek (2003) Pengobatan dengan pyrimethamine dan sulfadiazine dapat menghambat sintesa asam folat yang diperlukan untuk replikasi parasit. Mufasirin (2013) menyatakan imunisasi dengan protein ESA antigenik dapat membangkitkan respon imun tetapi masih belum bisa memberikan perlindungan sebab masih terjadi kematian mencit pada hari ke delapan. Hal tersebut membuktikan bahwa pengobatan dan pencegahan masih perlu dievaluasi. Pemanfaatan Immunoglobulin Y (IgY) sebagai bahan imunisasi pasif pada beberapa penyakit telah banyak diteliti. Praptiwi (2011) telah berhasil memproduksi antibodi anti protein membran T. gondii. Imunoglobulin Y yang dikaitkan mampu berikatan dengan protein membran dengan berat molekul sekitar 30-35 kDa. Penelitian yang dilakukan Suwanti dkk (2012) melaporkan bahwa pemberian IgY dapat menurunkan tingkat kerusakan plasenta pada mencit yang diinfeksi T.gondii. Menguatkan temuan tersebut Fajarwati (2013) membuktikan bahwa Imunoglobulin Y anti-ESA juga dapat menurunkan indeks apoptosis trofoblas pada mencit yang diinfeksi T.gondii stadium takizoit. Melihat penemuan-penemuan tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan imunoglobulin Y anti-membran apakah dapat menekan kejadian apoptosis pada sel hepar akibat infeksi Toxoplasma gondii. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 2 Pemberian immunoglobulin Y anti-membran akan berikatan dengan protein P30 (SAG-1) pada takizoit. Protein P30 (SAG-1) memiliki fungsi untuk penempelan pada saat terjadinya invasi oleh T.gondii pada sel hospes (Praptiwi, 2011). Ikatan antara IgY anti-membran dengan protein P30 (SAG1) akan menghalangi takizoit untuk melakukan penempelan pada sel hospes, akibatnya sel tidak dapat terinfeksi. Sel yang terinfeksi akan merangsang produksi berlebih sitokin proinflamasi, dengan adanya ikatan antara IgY antimambran dengan protein P30 (SAG-1) maka tidak akan terjadi produksi sitokin proinfalamasi. Infeksi Toxoplasma gondii dapat merangsang reaksi imunologis seperti adanya induksi sitokin yang berlebih yaitu IFN γ, IL-18 dan TNF α (Mordue el al., 2001). Induksi berlebih dari sitokin-sitokin ini dapat menyebabkan kerusakan sel hepar termasuk apoptosis. Jalur intrinsik adalah jalur yang berasal dari mitokondria, sedangkan ekstrinsik melalui reaksi ligan dengan reseptornya. Menurut Canedes and Davies, (2000) mitokondria akan melepaskan ROS (reactive oxygen spesies). Pada jalur intrinsik infeksi T. gondii menyebabkan mitokondria memproduksi ROS melalui pelepasan sitokrom C (Nomura et al., 2000). Guacciardi et al (2005) menyatakan bahwa bagian dari efek citotoksik secara langsung pada hepatosis adalah TNF-α atau TNFR-1. Interaksi antara TNF dan TNFR-1 dapat memicu terjadinya apoptosis pada hepar (Yoon et al., 2002). Selain ikatan TNF- α dan TNFR-1 apoptosisi juga dipicu adanya ikatan antara FAS-L yang dihasilkan oleh sel T citolitic (CTL)dan sel NK dengan FAS yang dimiliki sel hepar (Mordue et al., 2001). METODE PENELITIAN Hewan coba dalam penelitian ini adalah 25 ekor mencit betina strain BALB/C yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram yang dikawinkan dengan 25 ekor mencit jantan umur 4-5 bulan dengan berat badan 30-35 gram secara monogami. Mencit bunting sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Pembagian kelompok tersebut antara lain P0 (mencit bunting yang tidak diinfeksi T. gondii), P1 (mencit bunting yang diinfeksi T. gondii), P2 (mencit bunting yang diberi IgY anti-membran T. gondii satu hari sebelum diinfeksi T. gondii), P3 (mencit bunting yang diberi IgY antimembran T. gondii bersamaan dengan infeksi T. gondii) dan P4 (mencit bunting yang diberi IgY anti-membran T. gondii dua hari setelah diinfeksi T. gondii). Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 3 Dosis infeksi adalah 10 takizoit (Mufasirin, 2011) setiap ekor mencit yang dilarutkan dalam 200 µl NaCl fisiologis dan diberikan secara intraperitoneal. Infeksi dilakukan bersamaan untuk semua kelompok kecuali kelompok perlakuan nol (P0) yaitu pada umur kebuntingan 9,5 hari. Pemberian IgY anti-membran T. gondii adalah 75 µg/ekor mencit yang diberikan secara peroral. Empat hari setelah infeksi mencit dikorbankan dan diperiksa adanya takizoit dalam cairan intraperitoneal kemudian dilakukan pemeriksaan secara natif. Mencit dikatakan positif terinfeksi T. gondii, apabila dalam cairan intraperitoneal didapatkan stadium takizoit T. gondii. Hepar disimpan dalam buffer formalin 10% dan selanjutnya dilakukan proses untuk histopatologi hepar dengan p e n g e c a t a n H E ( H e m a t o x i l i n E o s i n ) d a n uji apoptosis (uji TUNEL). HASIL DAN PEMBAHASAN Infeksi Toxoplasma gondii Hasil pemeriksaan natif dari cairan intraperitoneal, semua mencit dari kelompok P1, P2, P3, dan P4 yang diinfeksi takizoit T. gondii pada umur kebuntingan 9,5 hari, positif terinfeksi takizoit T. gondii. Gambar takizoit dari cairan intraperitoneal disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Pemeriksaan natif stadium takizoit T. gondii dari cairan intraperitoneal dilihat di mikroskop cahaya perbesaran 400X. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 4 Indeks Apoptosis Hasil perhitungan menunjukkan terjadi penurunan indeks apoptosis sel hepar data disajikan pada Tabel 1.1. Pemberian IgY anti-membran T. gondii ternyata mampu menurunkan indeks apoptosis sel hepar hal tersebut terlihat dari persentase antara kelompok yang diberi IgY anti-membran T. gondii lebih rendah dibandingkan dengan kelompok P1 (keompok yang diinfeksi dan tidak diberi IgY. Kelompok yang diberikan IgY anti-membran T. gondii yaitu kelompok P2, P3 dan P4 memiliki perbedaan indeks apoptosis yang berbeda nyata (p<0,05), dimana kelompok P2 dan P3 memiliki persentase indeks apoptosis yang lebih rendah dibanding dengan kelompok P4. Tabel1.1 Rata-rata dan simpangan baku kerusakan hepar mencit akibat infeksi Toxoplasma gondii dan pemberian antibodi IgY anti-membran. PERLAKUAN Mencit yang tidak diinfeksi dan tidak diberi IgY (P0) INDEKS APOPTOSIS 3,64a ± 0,58 12,98d ± 0,43 Mencit yang diinfeksi dan tidak diberi IgY (P1) 6,06b ± 0,73 Mencit diberi IgY anti membrane T.gondii satu hari sebelum infeksi (P2). 7,73b ± 0,79 Mencit diberi IgY anti membrane T.gondii satu hari bersama infeksi (P3). 10,49c ± 1,73 Mencit diberi IgY anti membrane T.gondii satu hari setelah infeksi (P4). Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Pada penelitian ini indeks apoptosis tertinggi didapatkan pada hepar yang diinfeksi takizoit T. gondii dan tidak diterapi IgY anti-membran (kelompok P1) dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini menyatakan bahwa infeksi T. gondii meningkatkan apoptosis sel hepar. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 5 Infeksi T.gondii dapat menyebabkan apoptosis pada sel hepar (Mordue et al., 2001; Begum-Haque et al., 2009). Penelitian Sarjono (2005) mengungkapkan bahwa infeksi T.gondii dapat meningkatkan indeks apoptosis sel desidua. Suwanti (2005) menyatakan infeksi T.gondii menyebabkan peningkatan indeks apoptosis pada trofoblas. Dalam penelitian ini tidak dilakukan penelitian mengenai mekanisme apoptosis dari sel hepar. Apoptosis sel hepar dapat melalui dua jalur yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Apoptosis melalui jalur intrinsik pada sel hepar disebabkan oleh faktor soluble dari parasit yang dapat menginduksi sel hospes sehingga bersifat sangat toksik terhadap sel lain (Mordue et al., 2001). Faktor soluble parasit ini menyebabkan mitokondria melepaskan ROS. Infeksi T. gondii menyebabkan mitokondria memproduksi ROS memicu pelepasan sitokrom C (Nomura et al., 2000). Sitokrom C akan memicu caspase 9 untuk berikatan dengan efektor caspase sehingga terjadi apoptosis (Yoon et al., 2002). Apoptosis sel hepar terjadi karena produksi berlebih dari sitokin-sitokin proinflamasi Mordue et al. (2001). Aktivasi sitokin-sitokin tersebut yaitu IL18 dan IL-2 akan menghasilkan IFN γ. Mordue et al (2001) juga mengatakan bahwa IL-10 juga mempunyai peranan mestimulasi IFN γ pada kasus endotoxemia. Interferon gamma (IFN γ) akan memicu makrofag memproduksi TNF-α . Denkers and Gazzinalli (1998) menyatakan bahwa makrofag yang teraktivasi oleh IFN-γ akan menghasilkan TNF-α. Seperti yang dikemukakan oleh Gaucciardi et al (2005) bahwa bagian dari efek sitotoksik secara langsung pada hepatosit adalah TNF-α atau TNFR-1. Interaksi antara TNF dan TNFR-1 dapat memicu terjadinya apoptosis pada hepar (Yoon et al., 2002). Selain ikatan TNF dan TNFR-1 apoptosisi juga dipicu adanya ikatan antara FAS-L yang dihasilkan oleh sel T sitolitik (CTL) dan sel NK dengan FAS yang dimiliki sel hepar (Mordue et al., 2001). Tumor nekrosis factor alfa (TNF-α) yang merupakan mediator apoptosis juga dapat memicu sel untuk mengekspresikan FAS sehingga menyebabkan apoptosis (Guicciardi et al., 2005). Pada kelompok yang mendapatkan IgY anti-membran T. gondii (P2, P3 dan P4) terjadi penurunan indeks apoptosis dibandingkan dengan mencit kelompok perlakuan satu (P1) yaitu diinfeksi tetapi tidak diberi IgY antimembran. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian IgY anti-membran dapat menekan indeks apoptosis sel hepar. Penurunan ini mungkin disebabkan IgY anti-membran dapat mengikat protein membran SAG-1 (P30) dari takizoit T.gondii yang berperan dalam penempelan pada saat invasi sehingga takizoit tidak dapat menempel dan menginfeksi sel hospes. Praptiwi (2011) mengungkapkan bahwa protein membran SAG-1 (P30) dapat bereaksi dengan IgY anti-membran. Reaksi Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 6 ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-membran dapat menghambat penempelan takizoit pada sel hospes, sehingga proses apoptosis yang melalui mitokondria pada sel yang terinfeksi tidak terjadi akibatnya infeksi terhadap sel tetangga juga tidak terjadi. Ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-membran juga dapat menghambat penempelan takizoit pada sel hospes, sehingga apoptosis yang melalui APC tidak terjadi. Diantara kelompok perlakuan mencit yang diberikan IgY antimembran (P2, P3, dan P4) ternyata P2 dan P3 memiliki indeks apoptosis yang lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan empat (P4). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian IgY anti-membran sebelum dan bersama infeksi merupakan cara pemberian yang efektif. Fakta tersebut dimungkinkan karena sebelum takizoit mampu menginfeksi sel hospes, takizoit dapat dihambat oleh IgY anti-membran melalui ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-membran T. gondii sehingga takizoit tidak dapat melekat pada sel hospes. Suebekti (2006) Takizoit mampu mencapai sel target 4 (empat) hari pasca infeksi. Pemberian IgY anti-membran dua hari setelah infeksi (P4) kurang efektif karena kemungkinan takizoit sudah ada yang mampu masuk dan menginfeksi sel hospes sebelum terjadi ikatan antara SAG-1 dengan IgY antimembran, disamping itu waktu yang diperlukan takizoit untuk melakukan invasi lebih cepat dibandingkan waktu yang dibutuhkan makrofag untuk melakukan fagositosis. Masuknya takizoit kedalam sel target membutuhkan 15-30 detik sedangkan waktu yang diperlukan untuk fagositosis yang dilakukan sel fagositik memerlukan 2-4 menit Subekti (2006). Hasil ini sesuai dengan Fajarwati (2013) bahwa pemberian IgY anti-membran T. gondii mampu menekan indeks apoptosis trofoblas, dan pemberian IgY anti-membran T. gondii satu hari sebelum infeksi lebih efektif dalam menekan indeks apoptosis sel hepar dibandingkan dengan IgY anti-membran pada saat bersamaan dengan infeksi dan dua hari setelah infeksi. Kelompok P2, P3 dan P4 masih memiliki indeks apoptosis lebih tinggi dibandingkan dengan P0, hal ini dimungkinkan karena pemberian dosis yang kurang besar dan faktor ulangan dari pemberian IgY anti-membran T. gondii, disamping itu selain SAG-1 terdapat protein lain yang berperan dalam invasi takizoit pada sel hospes. Protein yang berperanan dalam perlekatan takizoit pada sel hospes adalah SAG (surface antigen) dan MIC (Subekti dan Arrasyid, 2006). Protein SAG-1 mampu dihambat oleh IgY anti-membran tetapi protein MIC tidak mampu dihambat, sehingga masih ada takizoit yang berhasil menginfeksi sel hospes. Kelompok perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 7 P3, hal ini kemungkinan disebabkan karena durasi waktu pemberian IgY anti-membran yang tidak terpaut jauh. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 8 A B D Gambar 2 C E Gambaran histologi hepar mencit dengan pewarnaan apoptag dilihat di mikroskop cahaya perbesaran 400X. Tanda panah hijau menunjukkan sel apoptosis dan tanda panah biru menunjukkan sel normal. 6.3. Indeks Nekrosis Sel Hepar Pada hasil statistik menyatakan bahwa faktor perlakuan yaitu pemberian IgY anti-membran juga berpengaruh terhadap indeks nekrosis sel hepar. Nilai yang ditunjukkan p= 0,000 (p<0,05), kemudian dilanjutkan dengan uji Turkey HSD diperoleh hasil terdapat perbedaan antar perlakuan lihat table Hasil perhitungan indeks nekrosis disajikan pada Tabel 5.2 Perlakuan Rata-rata dan Simpangan Baku indeks apoptosis Hepar Mencit Kontrol Negatif (P0) 3,64a ± 058 Kontrol Positif (P1) 12,98d ± 0,43 Pemberian IgY anti-membran 6,06b ± 0,73 T.gondii satu hari sebelum infeksi (P2) Pemberian IgY anti-membran 7,73b ± 0,79 T.gondii bersama dengan infeksi (P3) Pemberian IgY anti-membran 10,49c ± 1,73 T.gondii dua hari setelah infeksi (P4) Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 9 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P< 0,05) Indeks nekrosis tertinggi terdapat pada kelompok kontrol positif yaitu kelompok yang diinfeksi oleh T.gondii tetapi tidak diberi IgY anti-membran T. gondii dan terendah pada kelompok mencit kontrol negatif. Hal ini menyatakan bahwa infeksi T. gondii dapat menyebabkan nekrosis pada hepar. Sejalan dengan penelitian Mordue et al. (2001) dan Sukthana et al (2003) yang menyatakan bahwa infeksi oleh takizoit strai RH dapat menyebabkan nekrosis pada sel hepar. Mencit yang diifeksi dengan ookista T. gondii juga menyebabkan nekrosis pada hepar Sasmita (2006). Menurut mordue et al. (2001) nekrosis pada hepar oleh infeksi takizoit T. gondii disebabkan adanya produksi berlebih dari sitokin proinflamasi. Produksi sitokin-sitokin proinflamasi tersebut dapat menyebabkan nekrosis dengan merangsang makrofag untuk memproduksi TNF-α .Indeks nekrosis dari kelompok yang mendapatkan IgY anti-membran (kelompok P1, P2, dan P3) menunjukkan penurunan indek nekrosis bila dibandingkan kelompok kontrol positif. Ini menunjukkan bahwa IgY dapat menekan nekrosis hepar. Penurunan indeks nekrosis ini mungkin disebabkan IgY anti-membran dapat mengikat protein membran SAG-1 (P30) takizoit yang berperan dalam proses perlekatan pada saat invasi kedalam sel hospes. Seperti yang dikemukakan Praptiwi (2011) bahwa protein membran SAG-1 (P30) berperan dalam proses penempelan saat invasi takizoit pada sel hospes. Ikatan antara IgY anti-membran dengan protein menbran takizoit menyebabkan takizoit tidak dapat melekat pada sel hospes, sehingga takizoit tidak dapat menginfeksi hospes dan reaksi imunologis yang menyebabkan terjadinya nekrosis tidak akan terjadi akibatnya nekrosis akan menurun. Sependapat dengan penelitian Takano et al. (2010) dan Zhen et al. (2011) yang menyatakan bahwa IgY dapat menurunkan nekrosis hepar. Zhen et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian IgY anti-Escherichia coli O111 mampu menekan kejadian nekrosis pada hepar melalui penekanan produksi TNF-α oleh IgY. Tumor Nekrosis Faktor α (TNF-α) adalah sitokin proinfalamasi yang berperan dalam penyebab nekrosis Mordue et al. (2001). Penurunan TNF α akan menyebabkan penurunan terhadap kejadian nekrosis. Diantara kelompok perlakuan indek nekrosis terendah adalah kelompok perlakuan 1 (P1). Hal ini menyatakan bahwa pemberian IgY antimembran T.gondii sebelum infeksi adalah cara yang paling efektif. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya ikatan oleh IgY anti-membran terhadap protein SAG-1 (P30) takizoit sehingga tidak dapat melekat pada sel hospes sebelum takizoit mencapai sel target, selain itu pemberian IgY anti-membran Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 10 sebelum infeksi akan membantu proses opsonisasi sehingga dapat meningkatkan proses fagositosis yang berakibat infeksi pada sel baru akan dihambat. Kelompok perlakuan 1 (P1) tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan 2 sedangkan dengan Perlakuan 3 (P3) berbeda nyata, hal ini dimungkinkan faktor pemberian IgY anti-membran yang tidak terlalu jauh waktunya bila disbanding dengan pemberian pada perlakuan 3. Pada Perlakuan 3 (P3) nilai indeks nekrosis lebih tinggi dibanding perlakuan yang lain, hal ini disebabkan mungkin karena takizoit lebih dulu dapat mecapai target lebih banyak sebelum berikatan dengan IgY anti-membran. Suebekti (2006) takizoit dapat mencapai sel target empat hari pascainfeksi. Pemberian IgY anti-membran pada saat dan sesudah infeksi kurang efektif karena waktu yang diperlukan untuk invasi lebih cepat dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk fagositosis oleh makrofag. Subekti (2006) masuknya takizoit kedalam sel target membutuhkan 15-30 detik sedangkan waktu yang diperlukan untuk fagositosis yang dilakukan sel fagositik memerlukan 2-4 menit. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 11 B A P0 P1 D C P2 P3 E P3 Figure1. Histopatologi hepar dengan pewarnaan, dibawah mikroskup dengan perbesaran 400X. Tanda panah yang berwarna hijau menunjukkan sel yang mengalami nekrosis dan yang berwarna biru adalah sel normal.. A. Kontrol Negatif. B. Kontrol Positif. C. Pemberian IgY sehari sebelum infeksi. D. Pemberian IgY anti-membrane T.gondii bersamaan dengan infection. E. Pemberian IgY anti membrane T.gondii dua hari setelah infeksi.. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 12 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penurunan kerusakan hepar mencit akibat infeksi T o x o p l a s m a g o n d i i d i s e b a b k a n o l e h pemberian IgY anti-membran T. gondii dan p a l i n g e f e k t i f d i b e r i k a n s e b e l u m a t a u b e r s a m a i n f e k s i oleh sebab itu imunoglobilin Y anti-membran ini dapat digunakan sebagai alternatif pencegahan pada Toxoplasmosis. DAFTAR PUSTAKA Begum-Haque, S., A. Haque and L.H. Kasper. 2009. Apoptosis in Toxoplasma gondii Activated T cells: The Role of IFNγ in Enhanced Alteration of Bcl-2 Expression and Mitochondrial Membrane Potential. Microb Pathog. 47 (5): 281-288. Denkers, E.Y. and R.T. Gazzinelli. 1988. Regulation and Function of TCell-mediated Immunity during Toxoplasma gondii Infection. Clinical Microbiology Review. 11 (4): 569-588. Fajarwati, D. 2013. Toxoplasmosis: Perubahan Indeks Apoptosis Trofoblas Mencit (Mus musculus) yang Diberi Immunoglobulin Y anti-ESA (Excretory Secretory Antigen) Toxoplasma gondii. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Guacciardi, M., E. Gores, G., J. 2005. Apoptosis: A Mechanism of Acute Chronic Liver Injury . Recent Advance in Basic Science 54:1024–1033. Hokelek, M. 2003. Toxoplasmosis. http://www.emedicine.com. [2 Maret 2013]. Mordue, D.G., F. Monroy., M.L. Regina.,C.A. Dinarello and L.D. Sibley. 2001.Acute Toxoplasmosis Leads to Lethal Overproduction of Th1 Cytokines. The American Association of Immunologists. 167: 45744584. Mufasirin. 2013. Vaksininasi Protein Ekskretori-Sekretori Toxoplasma gondii Hasil Biakan in vivo Membangkitkan Respons Imun Non Protektif. Jurnal Veteriner Universitas Airlangga. Surabaya. 14 : (72-77). Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 13 Nomura, K.,H. Imai,T. Koumura, T.Koebayashi, and Y. Nakagawa. 2000. Mithochondrial Phospholipid hydroperoxide glutathione peroxidase inhibists the release of cytocrome c from mithichondrial by suppressing the peroxidation of cardiolipin in hypoglycaemia induced apoptosis. Biochem J. 351: 183-193. Praptiwi, Y. 2012. Karakterisasi dan Produksi Imunoglobulin Y Anti Antigen Membran Toxoplasma gondii [Tesis]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Sardjono T.W. 2005. Pengaruh infeksi Toxoplasma pada hasil kehamilan melalui Interferin gamma (IFN-γ), caspase-3 dan Apoptosis sel-sel plasenta [Disertasi]. Program pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya. Subekti, D.K dan N.K Arrasyid. 2006. Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur. Wartazoa. Balai Penelitian Veteriner. Universitas Sumatera Utara. Medan.16 : 3. 128-145. Suwanti, L.T. 2005. Mekanisme Peningkatan Apoptosis Trofoblas Mencit Terinfeksi Toxoplasma gondii Melalui Peningkatan Ekspresi IFN-γ, Suwanti, L.T., Suwarno dan H. Plummeriastuti. 2011. Produksi dan Karakterisasi Imunoglobulin Y Anti-Toxoplasma gondii Sebagai Bahan Imunoplofilaksis dan Imunoterapi Toxoplasmosis Kongenital. Laporan Penelitian Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP) Universitas Airlangga Surabaya. Yoon, J.H. and G.J. Gores. 2002. Death Receptor-mediated apoptosis and the liver .Journal of Hepatology. 37: 400-410. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 14