Perencanaan Tata

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut Prof. Dr. Ir. Sumbangan Baja, M. Phil., dalam bukunya berjudul
“Perencanaan Tata Guna Lahan Dalam Pengembangan Wilayah” mengatakan bahwa
lahan merupakan suatu sistem yang kompleks, sehingga membutuhkan penataan
yang baik. Lahan sebagai sumber daya menyediakan sebagian besar kebutuhan
manusia, baik rumah tinggal, pangan, sandang, hutan, dan semacamnya.Namun
seiring terjadinya peningkatan populasi yang terjadi secara terus-menerus
menyebabkan penurunan rasio lahan terhadap manusia dan mengakibatkan tingginya
penggunaan lahan dan penurunan ketersediaan lahan.
Mengutip dari United Nation.(1996). The Habitat Agenda: Chapter IV: C.
Sustainable human settlements development in an urbanizing world, banyak
perkotaan yang menggunakan lahan tanah untuk kepentingan kotanya secara boros,
sedangkan
ketersediaan
lahan
dan
infrastruktur
tidak
dikembangkan
dan
dimanfaatkan dengan baik. Untuk menghindari lingkungan permukiman yang tidak
berkelanjutan,
mempromosikan
tidak
pola
seimbang
dan
penggunaan
lingkungan
lahan
yang
yang
tidak
meminimalisir
sehat
perlu
penggunaan
transportasi serta melindungi area terbuka dan area hijau. Mempromosikan lahan
yang efisien dan mudah diakses, yang responsif terhadap permintaan dan kebutuhan
masyarakat.
Land Use berhubungan erat dengan aspek pencapaian terhadap setiap fungsi
bangunan atau fungsi ruang, sehingga perlu diperhatikan bagaimana cara
menghubungkan keberagaman fungsi-fungsi ruang atau bangunan didalam kawasan
tersebut dan bagaimana sirkulasinya. Sesuai dengan pendapat Peter (1975:307)
dimana dia mengatakan konsep dasar dari interaksi atau hubungan antara tata guna
lahan dengan transportasi adalah aksesibilitas. Pola sirkulasi akan menentukan
bentuk dan mengontrol pola kegiatan dari penggunanya, berdasarkan penjelasan pada
United Nation dimana pola penggunaan lahan yang efisien dan mudah diakses perlu
dilakukan, maka pola sirkulasi dalam suatu kawasan harus diperhatikan. Dengan
melihat tingkat aksesibilitas sebagai hal yang mempengaruhi pola pergerakan
transportasi manusia, sehingga sarana dan prasarana transportasi juga harus
direncanakan baik untuk pejalan kaki, sepeda, transportas umum, dan lainnya.
1
2
Menjelang Asian Games pada tahun 2018 yang akan diselenggarakan di
Indonesia dan Jakarta sebagai salah satu tuan rumah, pemerintah berencana
membangun Athlete Village (kampung atlet) untuk menyambut Asian Games 2018.
Pelaksanaan Asian Games 2018 di Indonesia merupakan momentum yang tidak
hanya penting bagi kota penyelenggara Asian Games (Pemprov DKI Jakarta), tetapi
juga bagi pemerintah Indonesia untuk membuktikan bahwa sebagai negara
berkembang Indonesia layak untuk mengadakan acara olahraga multi event,
sekaligus sebagai ajang promosi pariwisata yang nantinya dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai dengan harapan pemerintah. Mengingat
bahwa Asian Games merupakan ajang 4 tahun sekali, maka perancangan kampung
atlet juga perlu diperhatikan sehingga pasca Asian Games 2018 kampung atlet masih
dapat digunakan dengan maksimal.
Pemprov DKI Jakarta berencana akan membangun Kampung Atlet yang
merupakan salah satu syarat sebagai tuan rumah Asian Games tersebut dikawasan
Kemayoran. Tempat yang dipilih sebagai kampung atlet berlokasi dikawasan Bandar
Kemayoran Jakarta Utara, salah satunya adalah pada blok C3 Bandar Kemayoran.
Dipilihnya lokasi tersebut dikarenakan lahan tersebut merupakan milik pemerintah
dan masih berupa lahan kosong. Lokasi juga berada tepat di depan Jalan Benyamin
Sueb, serta berdekatan dengan pintu tol Kemayoran yang memiliki akses langsung ke
Bandara Soekarno Hatta dan berdekatan dengan komplek Jakarta International Expo.
Lapangan Golf yang berada tepat didekat lahan juga akan dijadikan sebagai area
kegiatan Asian Games 2018 yang kemudian akan dijadikan sebagai Taman
Kemayoran untuk masyarakat umum. Kampung atlet itu sendiri nantinya akan
menjadi tempat tinggal sementara bagi atlet-atlet dari berbagai cabang olahraga dan
berbagai Negara, kemudian Pemprov DKI Jakarta berencana setelah kegiatan Asian
Games berlangsung kampung atlet akan dialih fungsikan menjadi Rumah Susun.
Permasalahan yang coba diangkat oleh peneliti adalah perbedaan antara
perilaku pada hunian vertikal dan hunian horizontal. Haryadi dan Setiawan (2010)
mengungkapkan bahwa perubahan pola permukiman dari menyebar kesamping
menjadi menumpuk keatas akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi tertentu.
Salah satunya adalah perilaku sosial di rumah susun cenderung terbatas, karena di
rumah susun warga lebih sering berhubungan dengan tetangga terdekatnya yang satu
lantai, sementara hubungan dengan warga yang berbeda lantai cenderung berkurang.
3
Untuk tetap dapat menciptakan interaksi sosial pada lingkungan rumah susun
yaitu dapat dengan menciptakan lingkungan yang menarik penghuninya untuk
beraktivitas di lingkungannya agar tercipta suatu interaksi tatap muka. Hal ini
didukung oleh pendapat para ahli, menurut Fruin (1979) berjalan kaki merupakan
alat untuk pergerakan internal kota, satu–satunya alat untuk memenuhi kebutuhan
interaksi tatap muka yang ada didalam lingkungan kehidupan kota. Maka dari itu
perencanaan tata guna lahan yang dapat mengoptimalkan aksesibilitas berupa bejalan
kaki akan dapat meningkatkan minat untuk berjalan kaki, sehingga dapat pula
meningkatkan interaksi sosial atau tatap muka. Kemudian Giovanny (1977),
mengatakan bahwa berjalan merupakan salah satu sarana transportasi yang dapat
menghubungkan antara satu fungsi disuatu kawasan dengan fungsi lainnya.
Sama halnya dengan penjelasan sebelumnya dimana mempromosikan lahan
yang efisien dan mudah diakses serta responsif dengan kebutuhan dan permintaan
harus dilakukan untuk menciptakan tata guna lahan yang berkelanjutan, maka dalam
perancangan kampung atlet diperlukan optimalisi aksesibilitas pada kawasan,
sehingga dengan menciptakan lingkungan yang memudahkan dalam akses setiap
fungsi-fungsi ruang dapat menarik minat untuk berjalan kaki akan memicu suatu
interaksi tatap muka dan menghasilkan interaksi sosial antar penghuni kemudian
menciptakan penggunaan lahan yang efisien dan berkelanjutan baik saat digunakan
oleh atlet maupun masyarakat umum. Oleh karena itu pendekatan konsep Walkability
pada kawasan akan diterapkan dalam perancangan kampung atlet untuk menciptakan
lingkungan yang ramah terhadap para pejalan kaki dan meningkatkan minat untuk
berjalan kaki.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang yang dibahas sebelumya, maka
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
•
Bagaimana penerapan konsep Walkability pada kawasan Kampung Atlet
Kemayoran?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat merancang kawasan
kampung atlet yang Walkable, agar mudah dalam aksesibilitas terhadap setiap fungsi
4
bangunan oleh atlet dan menciptakan budaya berjalan kaki pada masyarakat umum,
sehingga dapat tercipta interaksi tatap muka dan interaksi sosial antar penghuni.
1.4
Ruang Lingkup
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, ruang lingkup penelitian akan dibatasi
pada perancangan Kampung Atlet penataan lahan didalam kawasan seperti kemudian
bagaimana konektifitas dari setiap fungsi-fungsi bangunan dan ruang berdasarkan
penerapan konsep Walkability dalam kawasan untuk menciptakan suatu Sustainable
Land Use, sehingga setelah penggunaannya untuk Asian Games kampung atlet dapat
digunakan oleh masyarakat umum.
1.5
Lokasi
Secara administratif lokasi tapak berada dalam wilayah Jakarta Timur,
Kecamatan Pademangan, Kelurahan Pademangan Timur dan terletak di kawasan
Bandar Kemayoran yang bersebelahan langsung dengan rumah susun Bandar
Kemayoran. Luasan lahan berukuran ± 4.9 Ha, namun yang akan difokuskan oleh
peneliti adalah sebagiannya.
Alamat
: Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran
Luas
: ± 2,9 Ha
Peraturan
: KDB 40, KLB 5, KB 40, KDH 30
Gambar 1. Lokasi tapak
Sumber: www.map.google.com, Peraturan RDTR DKI Jakarta, diakses 5 Oktober 2015
5
1.6
State Of The Art
Menurut jurnal yang berjudul “Penataan Ruang Publik Yang Memadukan
Pola Aktivitas Dengan Perubahan Fisik Kawasan” oleh Rony Gunawan Sunaryo,
S.T., M.T. Pada jurnal tersebut dijelaskan bahwa Perubahan pola aktivitas pada
kawasan yang tidak dapat berasimilasi terhadap perubahan elemen fisik yang
mengakomodasinya cenderung menghasilkan ketimpangan adaptasi antara pola
aktivitas/perilaku (sebagai aspek tatanan sosial) dengan tatanan fisik. Ruang publik
pada kawasan sebagai wadah fungsi sosial menjadi komponen signifikan dalam
usaha memadukan pola aktivitas dengan tatanan fisik yang sedang berubah pada
kawasan.
Berdasarkan jurnal ilmiah karya I. Wayan Suweda berjudul “Penataan Ruang
Perkotaan Yang Berkelanjutan, Berdaya Saing Dan Berotonomi”.Pembangunan
perkotaan harus mengedepankan rasa keadilan dankeberlanjutan ekonomi lokal
dengan meningkatkan keberadaan sektor informalsebagai jaring sosial, serta
pelestarian kawasan lama untuk menyediakan memori kolektif bagi masyarakat. Jadi,
penciptaan kota berkelanjutan, berdaya saing danberotonomi melalui perencanaan
dan pengelolaan baru akan efektif jikaterintegrasi dengan strategi pengelolaan
penggunaan lahan dan lingkungan.
Jurnal yang berjudul “Spatial Planning, Urban Form and Sustainable
Transport” yang disusun oleh Katie Williams. Menyebutkan bahwa masalah yang
paling menarik perhatian baik secara akademis dan dalam praktek merupakan
dampak dari bentuk kota pada transportasi dan mobilitas. Penelitian tersebut
berkonsentrasi pada bentuk kota yang 'terbaik' untuk memfasilitasi solusi transportasi
yang berkelanjutan, umumnya dilihat sebagai mengurangi perjalanan panjang dan
waktu, mengurangi ketergantungan pada mobil, memungkinkan transportasi umum
yang efisien, mendorong berjalan dan bersepeda dan mengurangi emisi transportasi
terkait, polusi dan kecelakaan.
Selain itu berdasarkan jurnal “Mixed Land Use And Walkability: Variations
in land use measures and relationships with BMI, overweight, and obesity” oleh
Barbara B. Brown dan kawan-kawan. Dalam penelitiannya mereka mengatakan
bahwa pengolahan tata guna lahan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk
mendukung berjalan kaki, penelitian lain juga menunjukkan bahwa berjalan kaki
sangat penting untuk menjaga kesehatan dan berat badan.
6
Sama halnya dengan jurnal yang dibuat oleh Un-Ha Choi yang berjudul
“Walkability”. Ia mengatakan bahwa Walkability sangat penting bagi masyarakat
untuk bergerak menuju suatu ‘Keberlanjutan’. Suatu lingkungan yang Walkable akan
menciptakan perasaan yang baik terhadap tempat tersebut, serta dapat menciptakan
interaksi soasial yang kemudian juga memberikan kontribusi untuk membentuk
masyarakat yang dinamis dan sehat.
Kesimpulan yang diambil dari jurnal tersebut adalah perubahan pola aktivitas
yang tidak dapat beradaptasi terhadap elemen fisik yang mengakomodirnya akan
menyebabkan ketimpangan antara pola aktivitas dan tatanan fisiknya, sehingga tata
guna lahan perlu diperhatikan agar pengguna dapat beradaptasi secepat mungkin
dengan pola tatanan fisik. Selain itu tata guna lahan yang dapat memfasilitasi solusi
transportasi yang berkelanjutan juga perlu dilakukan, dimana salah satunya yaitu
dengan mengoptimalisasikan mobilitas dengan berjalan kaki. Berjalan kaki sendiri
sangat berperan dalam kesehatan dan suatu kawasan yang walkable akan
menciptakan citra/perasaan yang baik terhadap kawasan tersebut serta dapat
menciptakan interaksi sosial didalamnya, dimana akan mempercepat proses adaptasi
penggunanya terhadap lingkungannya.
7
1.7
Kerangka Berfikir
Sustainable Land Use
Judul :Perancangan Kampung Atlet Dengan Penerapan Konsep
Walkability Di Kemayoran Jakarta Utara
Latar Belakang :
-
Pembangunan Kampung Atlet untuk Asean Games 2018
Menata penggunaan lahan dengan mengoptimalisasi
aksesibilitas pada kawasan melalui pendekatan Walkability
Rumusan Masalah : Bagaimana menerapkan
konsep Walkability pada Kawasan Kampung
Atlet
Landasan Teori :
-
TinjauanUmum : Wisma Atlet, Rumah Susun, Land Use
TinjauanKhusus : Konfigurasi Sirkulasi, Walkability
Studi Banding : Pan-Am Athlete Village, Sentra Timur
Residence, Rumah Susun Tebet
Analisadan Pembahasan :
-
Analisa Manusia
Analisa Lingkungan
Analisa Aspek Walkability
Analisa Bangunan
Konsep Perancangan
Perancangan
Skematik Desain
Gambar 2.Kerangka Berfikir
8
Download