Nestapa Guru Teladan Guru adalah profesi yang amat mulya, yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Namun predikat prestisius itu tidak mesti dibarengi dengan “kemulyaan” hidup secara material. Tidak seperti di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, perhatian aka nasib ekonomi guru di Indonesia masih sangat jauh dari yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari alokasi anggaran pemeintah yang hanya memasok 22 persen dari seluruh anggaran pendapatan dan belanja negara. Untuk bisa survive, -apalagi di Jakarta- tak jarang seorang guru harus berprofesi ganda.Tidak peduli beprestasi atau tidak, guna memenuhi kebutuhan kesehariannya, kerapkali seorang guru harus nyambi Misalnya menjadi tukang ojek. Hal itu belum cukup jika kemudian ia harus menjalani ujian dari sang khalik seperti fakta di bawah ini. Adalah Siti Afifah, 34 tahun, ibu 1 anak dan yang berprofesi sebagai guru TK Aisyiyah Garuda Kemayoran Jakarta Pusat.Kini, akaibat penyakit kanker nashopharin yang dideritanya, ia harus terbaring tak berdaya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Ibu dari A .Hamidah (8 th), siswa kelas 4 SD Muhammadiyah itu tengah digerogoti kanker ganas yang sudah memasuki stadium empat. Bersama suaminya, Nurdin Abbas, seorang karyawan swasta ia tinggal di sebuah kontrakan yang terbuat dari bahan semi permanen di kawasan Kemayoran Jakarta Pusat. Sebelum meraih predikat Guru Teladan Tingkat Nasional 2000, profesi sebagai guru TK telah Afifah jalani selama 10 tahun. Berbekal niat dan pengalamannya, ia mencoba mengikuti seleksi calon Guru Teladan yang digelar Departemen Pendidikan Nasional. Ternyata , niatnya membuahkan hasil .Prestasi sebagai Guru Teladan Tingkat Nasional pun berhasil ia genggam dan dikukuhkan di Jakarta. Tetapi, kegembiraan itu seakan sirna seiring dengan tumbuhnya benih benih kanker di tubuhnya. Saat ini, sang Guru Teladan Tingkat Nasional ini sangat membutuhkan uluran tangan kita untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Praktis, dengan gaji Rp 700.000/bulan plus Rp 750.000 dari penghasilan suaminya, sudah barang tentu tidak mencukupi untuk therapy penyakit kronisnya yang ditaksir memerlukan Rp 33 juta yang meliputi biaya penyinaran, rawat inap selama satu bulan, chemoterapy, obat, dan lain lain. Penggalan kisah di atas merupakan suatu gambaran betapa kurang mencukupinya salary yang didapatnya. Padahal ia ikut menentukan nasib masa depan bangsa ini. Karena itu, menjadi kewajiban kita, yang diberi kecukupan rizki untuk meringankan beban saudara kita. Siapa lagi kalau bukan kita untuk membantunya (N/Imam) Sumber: SM-19-2002