peningkatan keterampilan berbicara dalam

advertisement
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
DENGAN DISKUSI KELOMPOK
KELAS V
Sri Darmawati, Rosnita dan Rustiyarso
PGSD, FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak
Email : [email protected]
Abstrak : Peningkatan Keterampilan Berbicara dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia dengan Diskusi Kelompok Kelas V bertujuan
untuk perbaikan pembelajaran bahasa Indonesia dalam
meningkatkan keterampilan berbicara dengan menggunakan metode
diskusi kelompok di kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu
Kabupaten Landak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif. Bentuk penelitian deskriftif yang
digunakan adalah penelitian survey. Jenis penelitian ini adalah
Penelitian Tindakan Kelas. Rerata aktivitas Pra-Tindakan adalah
33,4 dan rerata setelah siklus III adalah 71,4. Maka dapat
disimpulkan terdapat peningkatan keterampilan berbicara dalam
pembelajaran bahasa indonesia dengan metode diskusi kelompok
pada siswa kelas V SDN 12 Sembatu.
Abstract : Speaking at the Learning Skills Improvement Indonesian
with Class V Group Discussion SDN 12 Sembatu aims to improve
the learning of Indonesian in improving speaking skills by using
group discussion in class V 12 Sembatu Elementary School, Landak
Regency. The method used in this research is descriptive method.
The form used is descriptive research survey research. This research
was classroom action research. The mean pre-action activities was
33.4 and the mean after the third cycle was 71.4. So we can conclude
there is a growing skills in learning to speak Indonesian with the
method of group discussion in class V SDN 12 Sembatu.
Kata Kunci : Keterampilan Berbicara, Penelitian Tindakan Kelas,
pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
PENDAHULUAN
Sumantri dan Permana (1998:145) menyatakan “Pembelajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar bertujuan untuk melatih dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi siswa baik secara lisan maupun tulisan. Satu diantara
usaha yang dapat dilakukan untuk melatih kemampuan berkomunikasi siswa di
sekolah khususnya di Sekolah Dasar adalah dengan meningkatkan keterampilan
berbicara siswa”. Nuraeni (2002 : 121), menyatakan bahwa “berbicara merupakan
suatu pekerjaan yang mudah dan tidak perlu dipelajari, karena berbicara
merupakan kebiasaan yang kita lakukan setiap hari di lingkungan sekolah”.
Hasil refleksi peneliti sebagai guru selama masa mengajar bahasa
Indonesia pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu menemukan
kesulitan dalam berbicara siswa dari segi kebahasaan yaitu 20,8% dan
nonkebahasaan 8,8% untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun pertanyaan
dengan Bahasa yang runtut, baik, dan benar. Karena mereka di kelas pada
umumnya menggunakan bahasa ibu, sehingga siswa belum bisa menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik. Selain itu perbendaharaan kata yang dimiliki siswa
masih minim, hal ini menyebabkan daya tangkap siswa terhadap materi masih
kurang.
Hal ini disebabkan karena, guru mendoninasi proses pembelajaran dengan
ceramah saja, sehingga masih belum munculnya keberanian siswa untuk
melakukan diskusi. Disebabkan siswa lebih terbiasa dengan pembelajaran yang
bersifat diberikan penjelasan selanjutnya mengerjakan tugas, serta guru kurang
mengaktifkan siswa dengan membiasakan melatih keterampilan berbicara
siswanya, karena saat proses pembelajaran guru lebih banyak menjelaskan, siswa
hanya mendengarkan dan mengerjakan tugas dari materi yang telah diberikan.
Selain itu, kurangnya penggunaan metode-metode oleh guru dalam melaksanakan
pembelajaran bahasa Indonesia khusunya dalam peningkatkan keterampilan
berbicara siswa.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan
metode yang dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbicara, diantara
adalah dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Sumantri dan Permana
(1998:145), berpendapat bahwa “tujuan diskusi kelompok yaitu melatih peserta
didik mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan
menampilkan bahasan, serta melatih peserta didik untuk berani berpendapat
tentang suatu masalah sampai pada pemecahan suatu masalah”. Sejalan dengan
pendapat tersebut, peneliti meyakini dengan menggunakan metode diskusi dapat
peningkatkan keterapilan berbicara siswa khususnya dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu. Penelitian akan dikatakan
berhasil apabila, terjadi peningkatan antara hasil yang didapat dari observasi awal
dengan hasil yang didapat setelah diberikan tindakan yang dilihat dari tiap
siklusnya hingga pada titik jenuh.
Maka dari itu, peneliti tertarik untuk merancang dan melaksanakan
perbaikan pembelajaran melalui refleksi diri atau yang lebih dikenal dengan
penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode diskusi kelompok proses
yang diharapkan mampu meningkatkan berbicara siswa, dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia agar siswa tertarik beraktifitas serta memiliki
perhatian dan kegembiraan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia untuk
mengatasi rendahnya keterampilan berbicara dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1) perbaikan pembelajaran
bahasa Indonesia dalam meningkatkan keterampilan berbicara dengan
menggunakan metode diskusi kelompok di kelas V Sekolah Dasar Negeri 12
Sembatu Kabupaten Landak, (2) Mendeskripsikan peningkatan keterampilan
berbicara dari segi kebahasaan dalam pembelajaran bahasa dan sasra Indonesia
dengan digunakannya metode diskusi kelompok pada siswa kelas V Sekolah
Dasar Negeri 12 Sembatu landak, dan (3) Mendeskripsikan peningkatan
keterampilan berbicara dari segi non kebahasaan dalam pembelajaran bahasa dan
sasra Indonesia dengan digunakannya metode diskusi kelompok pada siswa kelas
V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu, landak.
Dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara merupakan kegiatan
komunikasi lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami pesan, sedangkan
berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Brown
dan Yule, 1983 (dalam Puji Santoso, 2009: 6.33) menyatakan bahwa“berbicara
dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk
mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara
lisan”. Berbicara sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi
kontrol sosial karena berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang
memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologist, dan linguistik secara
luas. Banyaknya faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan
berbicara. Jadi, tingkat kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak hanya
ditentukan dengan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja, tetapi
mengukur penguasaan semua faktor tersebut secara menyeluruh.
Seseorang dapat membaca atau menulis secara mandiri, dapat menyimak
siaran radio sendiri. Tetapi, sangatlah jarang, orang melakukan kegiatan berbicara
tanpa hadirnya orang kedua sebagai pemerhati atau penyimak. Oleh sebab itu,
Valette (dalam Puji Santoso, 2009: 6.34) “berpendapat bahwa berbicara
merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat sosial”.
Berbicara merupakan kegiatan berbahasa lisan yang dilakukan oleh
manusia. Tarigan (dalam Haryadi, 1996: 54) menjelaskan bahwa “berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaan”. Sedangkan Solehan (2008:
11.9) mengatakan bahwa “berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan
pikiran sesorang dalam bunyi-bunyi bahasa”.
Haryadi (1996: 54) mengungkapkan “berbicara pada hakikatnya
merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab didalamnya terjadi pesan dari
suatu sumber ketempat lain. Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh para
ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi - bunyi atau kata-kata untuk menyatakan, menyampaikan pikiran dan
perasaan”.
Menurut Tarigan (solehan, 2008: 11.19) bahwa pada umumnya “tujuan
orang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi,
meyakinkan, atau
menggerakkan
pendengar”. Solehan (2008: 11.21)
berpendapat bahwa “pembelajaran keterampilan berbicara khususnya di kelas
tinggi bertujuan untuk: (1) memupuk keberanian siswa, (2) mengungkapkan
pengetahuan dan wawasan siswa, (3) melatih menyanggah/menolak pendapat
orang lain, (4) melatih siswa berpikir logis dan kritis dan (5) melatih siswa
menghargai pendapat orang lain”.
Jadi tujuan pembelajaran keterampilan berbicara adalah untuk melatih dan
mengembangkan kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa secara lisan
untuk mengemukakan pendapat, perasaan, menjalin komunikasi dan melakukan
interaksi sosial dengan anggota masyarakat yang lain.
Tarigan (1985:11–13) mengemukaan ada dua faktor penunjang keefektifan
berbicara yaitu dari segi kebahasaan dan nonkebahasaan. Segi kebahasaan
mencakup : (1) Ketepaatan ucapan, (2) Penempatan tekanan, nada, sendi dan
durasi yang sesuai, (3) Pilihan kata, dan (4) Ketepatan sasaran pembicaraan.
Sedangkan segi nonkebahasaan mencakup : (1) Sikap yang tenang, jujur dan tidak
kaku, (2) Pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, (3) Kesediaan
menghargai pendapat orang lain, (4) Gerak-gerik dan mimik yang tepat, (5)
Kenyaringan suara, (6) Kelancaran, (7) Relevansi/ Penalaran, dan (8) Penguasaan
topik.
Haryadi (1996:69), menyatakan bahwaa “diskusi kelompok adalah
interaksi secara verbal dan tatap muka yang terdiri lebih dari satu orang dengan
menggunakan bahasa lisan dalam pelaksanaannya untuk mencapai tujuan
bersama yang dilakukan melalui tukar-menukar informasi dan tanya jawab”.
Diskusi sebagai suatu bentuk pembelajaran umum adalah suatu cara pembelajaran
di mana siswa mendiskusikan (membicarakan, mencari jawaban bersama) dengan
cara saling memberikan pendapatnya, kemudian disaring untuk ditemukan
kesimpulan.
Sejalan dengan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan diskusi
kelompok adalah untuk melatih, membimbing menuntun, serta mengarahkan
siswa dalam keterampilan berbicara untuk menyampaikan pendapat atau
informasi, sehingga siswa terlatih untuk berbicara
Syahwani dan Syambasril (2009:124), menjelaskan langkah-langkah
dalam penggunaan metode diskusi kelompok adalah sebagai berikut: (1) Memilih
topik atau masalah yang didiskusikan sesuai minat, kemampuan serta jenis topik
yang bermakna bagi siswa, (2) Menyiapkan berbagai informasi yang dapat
menunjang kelancaran jalannya diskusi seperti buku-buku penunjang, dan (3)
Menetapkan jumlah anggota dan tempat duduk. Jumlah anggota tidak ada
keharusan mutlak, tergantung berbagai faktor seperti : pengalaman, kematangan,
keterampilan anggota, pengetahuan anggota terhadap topik, tingkat kekompakan
serta kepemimpinan guru
Berdasarkan dua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, sebelum
melakukan diskusi kelompok, guru sebagai fasilisator dalam pembelajaran harus
terlebih dahulu menentukan permasalahan atau topik yang akan dibahas dalam
diskusi. Menentukan permasalahan yang akan didiskusikan harus sesuai dengan
kemampuan peserta didik dalam memahami masalah dan minatnya, sehingga
siswa lebih memahami apa yang akan didiskusikan.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat
yakni, sistematik, mana suka, ujaran, manusiawi dan komunikatif (Santosa,
2003:1.2). Bahasa disebut sistematik, karena bahasa terdiri atas dua sistem yaitu
sistem bunyi yang merupakan sesuatu bersifat fisik yang dapat ditangkap oleh
panca indra kita, dan sistem makna yang merupakan gabungan dari bunyi yang
membentuk kata-kata. Bahasa disebut mana suka, karena dalam pengungkapan
kata-katanya diucapkan secara acak. Bahasa disebut ujaran, karena sesuai dengan
keberadaan masyarakat pada suatu tempat yang sudah terstruktur. Bahasa disebut
manusiawi, karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia yang
memanfaatkannya. Bahasa disebut komunikatif, karena bahasa sebagai penyatu
keluarga, masyarakat dan bangsa dalam segala kegiatannya.
Pembelajaran bahasa seharusnya didasarkan bagaimana siswa belajar dan
bagaimana mereka belajar bahasa. Menurut Solehan (2007:1.37), cara pandang
pembelajaran bahasa di sekolah dasar adalah sebagai berikut : (1) Imersi, yaitu
pembelajaran bahasa dengan ‘menerjunkan’ siswa secara langsung dalam kegiatan
berbahasa yang dipelajarinya, (2) Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran
bahasa dilakukan dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif
dalam kegiatan berbagai berbahasa, (3) Demontrasi, yaitu siswa belajar bahasa
melalui demontrasi dengan permodelan dan dukungan yang disediakan oleh guru,
(4) Tanggung Jawab (Responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih aktivitas berbahasanya
yang menjadikan siswa lebih percaya diri dan bertanggung jawab atas tugas dan
kegiatan yang dipilih dan dilakukannya, (5) Uji coba, yaitu pembelajaran bahasa
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan dari sudut
pandang siswa, dan (6) Pengharapan, yaitu siswa akan berupaya untuk sukses
dalam belajar jika dia merasa bahwa gurunya mengharapkan dia menjadi sukses.
Berdasarkan cara pandang pembelajaran bahasa tersebut, guru dapat
mengembangkan strategi pembelajaran bahasa Indonesia. Materi yang akan
diberikan atau disajikan kepada siswa harus relevan dengan metode pembelajaran
yang dirancang oleh guru, sehingga kegiatan belajar-mengajar lebih efektif dan
sesuai dengan tujuan pembelajaran, serta siswa dapat berpartisipasi secara aktif
dalam pembelajaran itu sendiri.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:317), pelajaran
bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut : (1) Bekomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis, (2) Mengharagai dan bangga menggunkan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (3) Memahami
bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan, (4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intektul, serta kematangan emosional dan sosial, (5) Menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperluas budi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, dan (6) Menghargai
dan membanggkan sastra Indonesia sbgai khazanah budaya intektual manusia
Indonesia
Jadi dari penjelasan di atas tujuan pembelaajaran bahasa Indonesia sangat
penting dalam membentuk kemampuan komunikatif siswa. Selain itu siswa
diharapkan juga mampu menguasai berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik
secara lisan maupun tulisan dengan baik dan benar.
Menurut Puji Santoso ( 2003:314), Untuk mencapai kompetensi hasil
belajar bahasa Indonesia dikembangkan melalui empat aspek keterampilan utama
bahasa Indonesia dan dua aspek keterampilan penunjang yaitu sebagai berikut:
(1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, (4) menulis, (5) kebahasaan, dan (6)
sastra
METODE
Nawawi (1983:62) menyatakan bahwa “metode penelitian pada dasarnya
berarti cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Didalam penelitian pada
dasarnya terdapat 4 macam metode penelitian yaitu : (1) Metode Filosofis, (2)
Metode Deskriptif, (3) Metode Historis dan (4) Metode Eksperimen”.Dari
keempat metode penelitian tersebut peneliti menggunakan metode deskriptif.
Bentuk penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
survei. Survei sering digunakan untuk menyusun suatu perencanaan yang sudah
ada.Penggunaannya sebagai data perencanaan dimungkinkan karena melalui
survei suatu obyek penelitian diungkapkan secara menyeluruh.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (classroom action research). Iskandar (2008:20) Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) merupakan “bagian dari penelitian tindakan (action
research) yang dilakukan oleh guru dan dosen di kelas (sekolah dan peguruan
tinggi) tempat ia mengajar yang bertujuan memperbaiki dan meningkatkan
kualitas dan kuantitas proses pemeblajaran di kelas”.
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu pada
kelas V semester I tahun ajaran 2012/2013., dan dilaksanakan selama dua bulan
yaitu dari bulan September sampai dengan Oktober 2012. Subjek penelitian ini
adalah guru dan siswa kelas V yang berjumlah 25 orang siswa terdiri dari 15
orang perempuan dan 10 orang laki-laki.
Dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode penelitian.Untuk
memperoleh data yang akurat diperlukan teknik dan alat pengumpul data yang
tepat pula. Nawawi (1983:94) mengungkapkan ada beberapa teknik penelitian
sebagai cara yang dapat dipakai untuk mengumpulkan data yaitu. (a) teknik
observasi langsung, (b) teknik observasi tidak langsung, (c) teknik komunikasi
langsung, (d) teknik komunikasi tidak langsung, (e) teknik pengukuran dan (f)
teknik studi dokumenter/bibliographis. Berdasarkan teknik-teknik yang
dikemukakan oleh Hadari Nawawi maka teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut : (1) Teknik observasi langsung, melakukan
pengamatan dan pencatatan langsung terhadap kegiatan belajar mengajar siswa
kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu Kabupaten Landak pada mata
pelajaran bahasa Indonesia, baik secara observasi awal maupun penelitian yang
akan dilaksanakan. Pada teknik observasi langsung alat pengumpulan data yang
digunakan adalah lembar observasi. dan (2) Teknik komunikasi langsung,
mengadakan wawancara langsung baik kepada guru maupun beberapa orang
siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu Kabupaten Landak sesuai
dengan kemampuan yang akan diukur pada penelitian yang akan dilaksanakan
baik saat observasi awal maupun wawancara penelitian yang akan dilaksanakan.
Pada teknik komunikasi langsung alat yang digunakan adalah panduan wawancara
untuk memperoleh keterangan-keterangan baik dari guru maupun siswa.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan kelas
dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besarnya semua ini tidak lepas
dari empat tahapan pokok yang harus dilalui.Keempat tahapan tersebut saling
berhubungan dan tidak dapat dipisahkan dalam penelitian tindakan kelas. Menurut
Iskandar (2008:48) tahapannya meliputi yaitu : (1) Perencanaan (Planning), (2)
Pelaksanaan (acting), (3) Pengamatan (observing), dan (4) Refleksi (Reflecting)
Indikator kinerja adalah “Suatu kriteria yang digunakan untuk melihat
tingkat keberhasilan dari kegiatan penelitian tindakan kelas dalam meningkatkan
atau memperbaiki mutu proses belajar mengajar di kelas” (Kunandar, 2008:126).
Bogdan dan Taylor (dalam Iskandar 2008:74) menyatakan analisis data
adalah “sebagai proses yang mencari usaha secara formal untuk menemukan tema
dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk
memberikan bantuan pada tema dan ide itu”.
Dalam penelitian tindakan kelas, analisis dilakukan peneliti sejak awal,
pada setiap aspek kegiatan penelitian. Pada saat dilakukan pencatatan di lapangan
melalui observasi atau pengamatan tentang kegiatan pembelajaran di kelas,
peneliti dapat langsung menganalisis apa yang diamatinya, situasi dan suasana
kelas, cara guru mengajar, hubungan guru dengan siswa, interaksi antara siswa
dengan siswa yang lain. Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi
dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam
kegiatan pembelajaran. Sumarni (dalam Sudjana 1994:27) rumus persentase yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah kemunculan keterampilan berbicara siswa
Persentase (%) =
X 100
Jumlah siswa kelas V
Catatan lapangan dengan teknik observasi langsung yang dianalisis
dengan melihat dan mencatat situasi kelas saat proses pembelajaran. Catatan
lapangan hanya bersifat pendukung lembar observasi yang digunakan untuk
memperbaiki kinerja guru siklus selanjutnya.
HASIL
Penelitian ini dilakukan di kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu pada
mata pelajaran bahasa Indonesia dengan guru kolaborator bapak Gandot.
Penelitian ini dilaksanakan berangkat dari permasalahan–permasalahan yang ada
di kelas tersebut. Permasalahan umumnya adalah belum meningkatnya
keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Penelitian
ini merupakan suatu kolaborasi antara peneliti dengan guru kolaborator dalam
menerapkan metode diskusi kelompok. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga
siklus. Setiap siklus dilaksanakan satu kali pertemuan dengan materi
menyesuaikan pada kondisi pembelajaran.
Data yang diperoleh dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah data
tentang keterampilan berbicara siswa yang terdiri dari aspek kebahasaan yang
meliputi (1) Ketepaatan ucapan, (2 ) Penempatan tekanan dan nada,(3) Pilihan
kata yang tepat, (4) Ketepatan sasaran pembicaraan dan aspek non kebahasaan yang
meliputi: (1) Sikap yang tenang, (2) Pandangan harus diarahkan pada lawan bicara,
(3) Kesediaan menghargai pendapat orang lain, (4) Gerak-gerik dan mimik yang
tepat, (5 ) Kenyaringan suara, (6 Kelancaran, (7) Relevansi/ Penalaran (8)
Penguasaan topik. Semua aspek tersebut terdapat dalam indikator kinerja aktivitas
belajar yang diperoleh dari observasi awal, siklus I siklus II dan siklus III. Data-data
yang diperoleh kemudian di analisis menggunakan perhitungan persentase.
Sebelum melakukan siklus I, peneliti terlebih dahulu berkoordinasi
bersama guru Mata Pelajaran bahasa Indonesia untuk menentukan waktu
pengamatan awal
Adapun hasil kegiatan Pra-Tindakan dan setelah tindakan silkus I, siklus
II, dan siklus III di kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu dengan kehadiran
seluruh siswa yang berjumlah 25 orang dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
Tabel 1
Rekapitulasi Rerata Keterampilan Berbicara Pra-Tindakan, Siklus I,
Siklus II dan Siklus III
Capaian
Pra
No.
Indikator
Siklus I Siklus II Siklus III
Tindakan
(%)
(%)
(%)
(%)
A. Kebahasaan
24
68
1. Ketepatan ucapan
72
92
2. Penempatan tekanan
24
40
60
80
32
60
3. Pilihan kata
84
100
4. Pemilihan bahasa
12
52
84
100
5. Ketepatan sasaran
12
44
68
80
pembicaraan
20,8
52,8
Rerata
73,6
90.4
B. Non Kebahasaan
1. Sikap yang wajar/tenang
8
40
72
100
2. Pandangan diarahkan
12
36
64
80
kepada lawan bicara
3. Gerak-gerik dan mimik
8
40
92
100
yang tepat
4. Relevansi
8
40
72
100
8
32
5. Penguasaan topik
80
92
Rerata
8,8
37,6
76
94.4
Rerata total A+B =
29,2
45.2
74,8
92,4
C
56,2
Hasil Belajar
33,4
44,6
71,4
Kreteria rerata presentasi
Sangat tinggi = 81-100%
Tinggi =61-80%
Cukup =41-60%
Rendah =21-40%
Sangat rendah =1-20%
Sumber Data: Panduan Pelaksanaan PPL Mahasiswa FKIP Untan lembar IPKG 2
(2011:57)
Setelah melakukan siklus 3 ternyata terjadi peningkatan keterampilan
berbicara siswa baik dari segi kebahasaan maupun nonkebahasaan meskipun
belum mencapai 100% tetapi sudah dianggap sampai pada titik jenuh, maka
peneliti bersama guru kolaborator sepakat untuk menghentikan proses penelitian
sampai pada siklus ke-3.
PEMBAHASAN
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data hasil
observasi baik terhadap keterampilan berbicara siswa maupun cara guru dalam
mengajar yang bagi menjadi beberapa indikator sebagai berikut.
1. Aspek kebahasaan
Aspek kebahasaan dijabarkan menjadi 5 indikator kinerja yang meliputi
ketepatan ucapan siswa, penempatan tekanan, pilihan kata, pemilihan bahasa dan
ketepatan sasaran pembicaraan. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan terdapat peningkatan yang besar dari Pra-Tindakan terhadap siklus yang
telah dilaksanakan, yaitu 20,8 % pada Pra-Tindakan menjadi 52,8% pada siklus 1
dengan katagori “cukup. Kemudian pada siklus 2 mengalami peningkatan 73,6%
dengan katagori “tinggi”, selanjutnya pada siklus 3 sebesar 90,4% dengan
katagori “sangat tinggi”.
2. Aspek non kebahasaan
Aspek non kebahasaan dijabarkan menjadi 5 indikator kinerja yang terdiri
dari sikap yang wajar/tenang, pandangan diarahkan kepada lawan bicara, gerakgerik dan mimik, relevansi dan penguasaan topik. Berdasarkan hasil pengamatan
yang telah dilakukan terdapat peningkatan yang besar dari Pra-Tindakan terhadap
siklus yang telah dilaksanakan, yaitu 8,8 % pada Pra-Tindakan menjadi 37,6%
pada siklus I dengan katagori “rendah”, pada siklus 2 mengalami peningkatan
yaitu 76% dengan katagori “tinggi”, selanjutnya pada siklus 3 mengalami
peningkatan yaitu 94,4% dengan katagori “sangat tinggi”
Selain dari data rerata keterampilan berbicara siswa, diperoleh juga rerata
hasil belajar siswa dapat dilihat pada table 2 dibawah ini :
Tabel 2
Rerata Hasil Belajar Siswa
Capaian
No
Nama Siswa
PraSiklus I Siklus II
Tidakan
55
1
Eka Putri F.
30
45
50
2
Cahyo Purjianto
20
30
Siklus III
75
65
Capaian
No
Nama Siswa
PraSiklus I Siklus II Siklus III
Tidakan
45
3
Nindi Yunitasari
10
30
60
55
4
M.Risky Khalid. R
20
40
75
45
5
Hilda Risky Haji
30
35
60
60
6
Adriyansyah
50
55
75
55
7
Viola Veronika V
20
40
70
50
8
Allya Szaszabillah
20
40
75
45
9
Resti
20
30
60
45
10
Hilda
30
40
65
50
11
Anto
40
45
60
55
12
Elviana
30
40
70
65
13
Anastasia
30
50
80
70
14
Agung. S
60
65
85
75
15
Jaka
50
60
90
75
16
Novi
50
65
90
60
17
Budi
40
50
70
45
18
Danus
20
35
60
60
19
Liskawati
40
55
70
60
20
Randi Putrama
40
50
75
65
21
Jati
40
50
80
60
22
Domi
40
55
70
65
23
Lia
40
50
80
45
24
Ida
30
40
60
50
25
Ani
35
40
65
56,2
Rerata
33,4
44,6
71,4
a. Nilai 8,00 – 10,00 katagori A ( Sangat Baik)
b. Nilai 7,00 – 7,99 katagori B ( Baik)
c. Nilai 6,00 – 6,99 katagori C ( Cukup Baik)
d. Nilai 5,00 – 5,99 katagori D ( Kurang Baik)
e. Nilai 0,00 – 4,99 katagori E ( Tidak Baik)
Standar Nilai BSNP (2011:28).
Dari gambar tersebut, tampak hasil belajar siswa dari Pra-Tindakan 33,4
kemudian siklus I menjadi 44,6 siklus II 56,2 dan pada siklus III menjadi 71,4
dengan demikian terdapat peningkatan hasil belajar siswa dari Pra-Tindakan
hingga siklus III.
SIMPULAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat penulis kemukakan berdasarkan uraian pada bab
sebelumnya adalah sebagai berikut : (1) Terdapat peningkatan keterampilan
berbicara siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu dengan menggunakan
metode diskusi kelompok baik dari segi kebahasaan yaitu 59,4% maupun non
kebahasaan yaitu 54,2%, (2) Terdapat peningkatan keterampilan berbicara siswa
kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Sembatu dengan metode diskusi kelompok pada
aspek kebahasaan pada Pra-Tindakan sebesar 20,8% dengan katagori “sangat
rendah “, pada siklus I menjadi 52,8% dengan katagori “cukup “kemudian pada
siklus II 73,6% dengan katagori “tinggi” dan pada siklus III 90.4% dengan
katagori “sangat tinggi “, dan (3) Terdapat peningkatan keterampilan berbicara
siswa kelas V Sekolah Dasar Dasar Negeri 12 Sembatu pada aspek non
kebahasaan dengan menggunakan dengan metode diskusi kelompok pada PraTindakan sebesar 8,8% dengan katagori “sangat rendah “pada siklus I menjadi
37,6% dengan katagori “rendah “, kemudian pada siklus II menjadi 76% dengan
katagori “tinggi “ dan pada siklus III 94.4% dengan katagori “sangat tinggi “.
Saran
Saran yang dapat penulis kemukakan berdasarkan hasil penelitian sebagai
berikut : (1) Kepada dinas pendidikan, supaya memberikan reword kepada guru
yang kreatif dalam proses pembelajaran, (2) Kepada kepala sekolah, agar
memonitor proses pembelajaran serta memberikan bimbingan kepada guru-guru
yang masih belum tergerak untuk menggunakan media pada proses pembelajaran,
dan (3) Kepada guru bahasa Indonesia khususnya agar dalam proses belajar
mengajar seyogyanya menggunakan berbagai metode dan media supaya siswa
merasa lebih tertantang dalam belajar.
DAFTAR PUSTAKA
BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia.
Haryadi, Zamzani. (1996). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia.
Nawawi, Hadari. (1983). Metode Penelitian Bidang Sosial. Pontianak: Gadjah
Mada University Press.
Iskandar. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jambi: Gunung Persada (GP) Press.
Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru. Jagakarsa: PT. Rajagrafindo Persada.
Puji Santosa. (2009). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Santosa, Puji. (1983). Materi Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas
Terbuka
Syahwani Umar, Syam Basri. (2008). Buku Ajar Program Pengalaman Lapangan
Micro Teaching (implementasi Keterampilan Dasar Mengajar).
Pontianak: FKIP-UNTAN
Solehan T.W. (2007). Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Download