BUDIDAYA ANEMONE LAUT

advertisement
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
BUDIDAYA ANEMONE LAUT (Stichodactyla gigantean) UNTUK PENINGKATAN
PRODUKSI MASSAL DENGAN METODA FRAGMENTASI
Istiyanto Samidjan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang
Abstrak
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan Juli sampai September 2005 di laboratorium
Pengembangan Wilayah Pantai Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk peningkatan produksi massal karang lunak anemone laut
(Stichodactyla gigantean) dengan metoda fragmentasi dan mengukur pertumbuhan (panjang) dan
kelulushidupan anemone laut yang di fragmentasi di laboratorium. Metoda penelitian dengan
menggunakan Rancangan Dasar Acak Lengkap dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan.
Perlakuan tersebut adalah T1 (dipotong 1 bagian), T2 (dipotong 2 bagian), T3 (dipotong 3 bagian),
T4 (dipotong 4 bagian). Perlakuan fragmentasi anemone laut (T1,T2,T3,T4) dibesarkan dalam bak
dengan system resirkulasi dengan menggunakan filtrasi biologi dan diberi pakan Tubifex sp. 5%
per biomass per hari. Pengumpulan data laju pertumbuhan, produksi masal, kelulushidupan, dan
parameter kualitas air meliputi: suhu, salinitas, oksigen terlarut, nitrit, ammonia, posfat, BOD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan (panjang),
kelulushidupan dan produksi massal anemone laut (S. gigantea) (P <0,05). Perlakuan terbaik untuk
peningkatan produksi massal anemone laut adalah perlakuan anemone laut dipotong dua bagian
(pertumbuhan panjang 6,62 ± 0,112 cm dan kelulus hidupan 100 ± 0%). Pengolahan kualitas air
dengan biofiltrasi biologi sesuai untuk pemeliharaan anemone laut yang difragmentasi.
Kata kunci: metode fragmentasi, anemone laut (Stichodactyla gigantean), Tubifex sp., biofiltrasi
biologi.
KERAGAAN BENIH UDANG GALAH GIMARCO
PADA WADAH BERBEDA
Ikhsan Khasani
Abstrak
Salah satu tahapan dalam budidaya udang galah adalah pendederan (nursery) yang bertujuan untuk
menyediakan benih dengan ukuran 3-5 cm. Kegiatan pembesaran udang galah dengan benih hasil
pendederan akan memberikan derajat sintasan yang lebih baik dibandingkan penggunaan benih
ukuran pasca larva (PL). Kegiatan pendederan juga sangat diperlukan dalam sistem budidaya udang
galah monosek jantan yang membutuhkan benih ukuran minimal 6 cm. Oleh karena itu kegiatan
pendederan pasca larva untuk menyediakan benih merupakan peluang usaha yang cukup
menjajikan. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh wadah
pemeliharaan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih udang galah pada fase
pendederan. Benih yang digunakan adalah udang galah stadia pasca larva (PL) umur 10 hari.
Pemeliharaan dilakukan menggunakan tiga jenis wadah, yaitu bak beton ukuran 10 m3 secara
indoor dengan padat tebar 400 ekor/m3, Kolam tanah ukuran 5 x 5 m2 dengan kepadatan 200 ekor/
m2 dan waring ukuran 2 x 1 x 1 m dengan padat penebaran 500 ekor/ m2. Kegiatan pendederan
dilakukan selama 30 hari hingga diperoleh benih dengan ukuran 3-5 cm. Masing-masing perlakuan
diukang sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dalam bentuk grafik untuk
membandingkan efektifitas wadah pemeliharaan yang digunakan. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa pendederan dengan menggunakan waring yang ditempatkan di kolam
memberikan hasil yang terbaik, yang ditunjukkan dengan derajat sintasan yang cukup tinggi
Semnaskan_UGM/Teknik Budidaya
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
(78,6%) dengan ukuran benih yang lebih besar (PT = 4,11 cm; Bobot = 0,47 g). Sementara
pendederan di bak secara indoor walaupun memberikan derajat sintasan yang cukup tinggi (79,3%)
namun pertumbuhan benihnya agak lambat (PT = 2,97 cm; Bobot = 0,31 g). Sedangkan Pendederan
di kolam tanah walaupun pertumbuhan benihnya cukup bagus (PT = 3,88 cm; Bobot = 0,42 g)
namun sintasanya hanya mencapai 52,2%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
pendederan udang galah lebih baik dilakukan dengan menggunakan waring yang ditempatkan di
kolam dibandingkan menggunakan kolam tanah atau bak tembok secara indoor.
Kata kunci: pendederan, udang galah, wadah.
PERBAIKAN TEKNIK PRODUKSI BENIH KEPITING BAKAU
(Scylla paramamosain) DI BALAI BESAR RISET PERIKANAN BUDIDAYA LAUT,
GONDOL – BALI
Bambang Susanto, Ketut Suwirya, Irwan Setyadi dan Zafran
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol
PO BOX. 140 Singaraja – Bali
E-mail: [email protected]
Abstrak
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki teknik pemeliharaan zoea kepiting
bakau Scylla paramamosain sampai menghasilkan benih (crablet). Digunakan bak volume 300 L
dengan sistem air lift dan resirkulasi serta ditebar zoea dengan kepadatan awal 100 ekor/L. Pakan
alami rotifer dan pakan komersial diberikan selama stadia zoea dan mulai stadia Z-3 ditambahkan
nauplius artemia. Suhu air selama pemeliharaan zoea dipertahankan pada suhu 30±0,5°C dengan
alat pemanas otomatis. Setelah stadia megalopa, kemudian dipindahkan kedalam beberapa bak
volume 1.000-4.000 L dengan kepadatan 1-2 ekor/L dan diberi pakan komersial sampai menjadi
benih stadia crablet 3-4. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perkembangan stadia zoea lebih
cepat yang ditunjukkan dengan pertumbuhan dan pergantian stadia zoea-megalopa yang semakin
singkat sekitar 2 hari sekali dalam setiap stadianya. Stadia megalopa kepiting bakau dengan metoda
ini dapat dicapai dalam masa pemeliharaan 10-12 hari sebanyak 5.770 ekor, dengan prosentase
sintasan sebesar 19,23%. Keragaan megalopa dalam bak pemeliharaan terlihat bergerak aktif yang
menandakan kondisi megalopa tersebut sangat sehat. Stadia crablet-1 dicapai sekitar 4 hari (D-4)
dari stadia megalopa dengan sintasan 76,5±5%, dan crablet 3-4 dicapai sekitar 14 hari (D-14),
dengan sintasan 24,44-31,32 % atau rata-rata 28,38±2%.
Kata kunci: crablet, kepiting bakau (Scylla paramamosain), sistem resirkulasi, megalopa.
PENGAMATAN PROFIL STEROID HORMON PADA
SERUM DARAH INDUK KERAPU LUMPUR (Epinephelus coioides) YANG
DIIMPLAN DENGAN PELET HORMON LHRH-a DAN 17 α-MT,
SERTA PERKEMBANGAN GONADNYA
Agus Priyono, Titiek Aslianti, dan Tony Setiadharma
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut,
Po Box 141, Singaraja-Bali.
Telp. 0361-92278. E-mail: [email protected]
Semnaskan_UGM/Teknik Budidaya
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Abstrak
Pada proses perkembangan gonad umumnya diikuti oleh perubahan ukuran sel telur, stadium
sperma maupun perubahan steroid hormon dalam serum darah. Tujuan percobaan adalah untuk
mengamati kandungan steroid hormon dalam serum darah induk kerapu yang diimplan dengan
pellet hormon LHRH-a dan 17 α methyltestosterone selama proses pematangan gonad. Induk
dipelihara dalam dua buah bak beton volume 100 m3 kepadatan 15 ekor/bak. Untuk triger
perkembangan gonad, induk betina diimplan dengan LHRH-a dosis 50 µg dan induk jantan
dimplan dengan pellet hormon 17α-MT dosis berbeda yaitu (perlakuan A) dosis 50 µg/kg berat
ikan, (perlakuan B) dosis 100 µg/kg berat ikan. Peubah yang diamati a.l: kandungan steroid
hormon darah (diukur dengan ELISA pada panjang gelombang 492 nm), perkembangan gonad (sel
telur dan sperma). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serum darah (estradiol 17-beta) pada
induk betina yang diimplant dengan pelet hormon LHRH-a dosis 50 µg/kg berat ikan pada
perlakuan A antara 0,1 sampai 4 ng/ml dan perlakuan B lebih rendah dari perlakuan A yaitu antara
0,1 sampai 3 ng/ml dengan perkembangan sel telur pada perlakuan A dan B antara 275 sampai
lebih dari 500 µm (small vitelogenesis–large vitelogenesis). Kandungan steroid hormon 11-KT
induk jantan pada perlakuan A bervariasi antara 10-100 ng/ml dan pada perlakuan B antara 10-110
ng/ml dan dengan kategori sperma positip satu (1) pada perlakuan A dan positip satu (1) dan dua
(2) pada perlakuan B.
Kata kunci: serum darah, kerapu lumpur, perkembangan gonad, implan hormon, hormon steroid.
PENGARUH IMPALANTASI HORMON LHRH-a DALAM
MENINGKATKAN PEMIJAHAN DAN KUALITAS TELUR PADA INDUK BETINA
IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)
Tony Setiadharma, Agus Prijono, Nyoman Adiasmara Giri
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol
Po Box 140 Singaraja, Telp 0362 92278, Fax 0362 92272
Abstrak
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan hormon LHRH-a terhadap pemijahan dan
perkembangan gonad induk kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Induk kerapu macan
berukuran 4,46 –13,26 kg yang dipelihara dalam 2 tangki volume 30 m³, masing – masing diisi 9
ekor induk terdiri dari 6 ekor betina dan 3 ekor jantan. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah dan
cumi segar sebanyak 3% berat total/hari. Sebagai perlakuan dalam penelitian adalah yaitu A.
(Pakan + Vit E dan C) tanpa hormon, B. (Pakan + Vit E dan C) dan hormon LHRH-a. Percobaan
ini dilakukan selama 6 bulan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa hormon berpengaruh terhadap
pemijahan dan perkembangan gonad. Pada perlakuan B memperlihatkan hasil proses reproduksi
yang lebih baik dan terjadi pemijahan sebanyak 8 kali pada periode bulan Mei sampai Nopember
2003 dengan jumlah total telur yang dibuahi sebanyak 16.360.000 butir, kemudian pada perlakuan
A terjadi pemijahan sebanyak 4 kali dengan jumlah total telur 9.280.000 butir. Diameter telur untuk
kedua perlakuan sangat bervariasi antara 250-600µm, kemudian pengamatan SAI larva untuk
perlakuan B (dengan hormon) mencapai 2,80-4,96 sedang perlakuan A (tanpa hormon) 0,18-4,80
kemudian kandungan steroid hormon dalam darah lebih tinggi pada penggunaan LHRH-a sekitar
0,52-0,90 ng/ml
Kata kunci: LHRH-a, gonad, kematangan, kerapu macan.
Semnaskan_UGM/Teknik Budidaya
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
DOSIS EFEKTIF OVAPRIM UNTUK STIMULASI OVULASI-SPERMIASI
PADA IKAN SINODONTIS (Synodontis nigriventris)
Siti Subandiyah dan Darti Satyani
Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar, Depok
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar efektif dari ovaprim untuk ovulasi dan spermiasi
induk-induk ikan hias Synodontis nigriventris (Sinodontis). Sembilan pasang induk ikan sinodontis
berumur 18 bulan dengan berat badan induk betina sekitar 50 gram dan jantan 70 gram digunakan
dalam percobaan ini. Dosis atau kadar ovaprim sebagai perlakuan adalah 0,50 ml/kg dan 1,00
ml/kg berat badan, dengan 3 (tiga) kali ulangan. Pembuahan dilakukan secara buatan dengan cara
mencampurkan telur dan sperma hasil stripping induk tersebut. Telur yang sudah dibuahi
diinkubasikan dalam akuarium-akuarium berukuran 100x50x40 cm. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan kadar ovaprim 1,00 ml/kg memberikan waktu laten paling cepat (14,67 jam)
dibandingkan dengan perlakuan lain (23,67 jam untuk 0,50 ml/kg dan 19,00 untuk 0,75 ml/kg).
Namun demikian jumlah telur ovulasi dan sintasan larva tidak ada beda diantara perlakuan. Daya
tetas telur tampak paling tinggi juga pada ovaprim dengan kadar 0,75 ml/kg yaitu 69,34%
dibandingkan dengan 0,50 ml/kg dan 1,00 ml/kg yang hanya 65,32 dan 65,0%.
Kata kunci: Ovaprim, dosis efektif, ovulasi, telur.
PEMIJAHAN BUATAN, PERKEMBANGAN EMBRIO DAN LARVA
IKAN KERAPU KWE (LONG TOOTH), Epinephelus bruneus
Bejo Slamet
Balai Besar Research Perikanan Budidaya Laut Gondol,Gerogak, PO Box 140 Singaraja 81101,
Bali. E-mail, Gondol @singaraja.wasantara.net.id
Abstrak
Pengamatan pada pemijahan buatan serta perkembangan embrio dan larva ikan kerapu kwe (long
tooth) (Epinephelus bruneus) telah dilakukan di Mie Sea Farming Center Jepang. Induk yang
digunakan terdiri dari 10 ekor induk jantan dengan ukuran berat 9,5-26,1kg/ ekor, panjang total
80,4-114,8 cm dan 30 ekor betina ukuran dengan berat badan 3,1-19,1 kg/ekor, panjang total 56,3103,5 cm. Rangsangan pemijahan dilakukan melalui implantasi pellet hormon LHRH-a dengan
dosis 400 µg/kg berat badan (BB) dan 21 hari kemudian disuntik dengan hormon gonadotropin
dengan dosis 400 IU/kg BB. Pemijahan buatan dilakukan dengan pengurutan (striping) induk
jantan dan betina yang telah matang kemudian telur dan spermanya dicampur untuk pembuahan.
Pengamatan perkembangan embrio terhadap telur yang telah dibuahi dilakukan secara kontinyu di
bawah mikroskop sampai saat telur menetas. Larva yang menetas dipindahkan ke tangki
pemeliharaan larva dan selama pemeliharaan dilakukan pengamatan perkembangan larvanya. Hasil
pengamatan menunjukan bahwa hanya 3 ekor jantan (30%) dan 18 ekor betina (60%) yang berhasil
matang telur. Telur hasil pemijahan buatan menghasilkan rasio pembuahan 0-65% dan rasio
penetasan 0-51%. Waktu inkubasi telur adalah 27 jam pada suhu 25 oC. Larva mulai buka mulut
pada umur 3 hari (D-3) sore jam dan mulai makan pada D-4 pagi. Cadangan makanan berupa
kuning telur habis diserap pada D-5 pagi hari dan butir minyak habis terserap pada D-6 pagi. Pada
umur 9 hari larva mulai tumbuh duri sirip dada dan umur 10 hari mulai tumbuh duri sirip punggung.
Semnaskan_UGM/Teknik Budidaya
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Phase juvenil dicapai saat larva berumur 50-60 hari, dimana bentuknya sudah menyerupai tipe ikan
dewasa.
Kata kunci: kerapu kwe, pemijahan buatan, embrio, larva.
JANTANISASI BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SECARA
MASSAL DI KOLAM PEMBUDI DAYA
Eni Kusrini1), Bambang Priono1), dan Reza Samsudin2)
1)
Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta
2)
Balai Riset Budidaya Perikanan Air Tawar, Bogor
Abstrak
Ikan nila (Oreochromis niloticus) jantan mempunyai pertumbuhan lebih cepat dibanding dengan
ikan nila betina sehingga pemilihan nila jantan cenderung menjadi prioritas. Salah satu cara untuk
memproduksi benih ikan berkelamin tunggal jantan adalah dengan pemberian hormon androgen
atau sintetiknya secara oral atau perendaman. Suatu kajian produksi jantan secara massal melalui
hormonal telah dilakukan di daerah Kabupaten Cianjur. Induk ikan nila yang digunakan sebanyak
100 ekor yang terdiri atas 80 ekor betina dan 20 ekor jantan dipijahkan dalam waring.
Pengumpulan telur dilakukan dengan teknik pengocokan, kemudian diinkubasi dalam wadah
khusus sampai umur 9 hari. Benih direndam dalam larutan 17-α methyltestosteron dengan dosis 10
mg/L selama 12 jam. Setelah direndam benih dibesarkan dalam waring, pemberian pakan
menggunakan pakan terapung diberikan sekenyangnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
benih nila hasil perendaman dapat meningkatkan nisbah kelamin jantan menjadi 78,58%
dibandingkan tanpa perendaman yang hanya sebesar 47,48%. Hasil kajian ini menunjukkan
penggunaan 17-α methyltestosteron dengan dosis 10 mg/L cukup efektif dalam mencari imbangan
nila jantan pada fase benih.
Kata Kunci: ikan nila, jantanisasi, 17-α methyltestosteron.
PEMELIHARAAN JUVENIL KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)
PADA KUALITAS BERBEDA DALAM SATU SIKLUS PRODUKSI
Ketut Maha Setiawati, Wardoyo, Tony Setiadharma, Suko Ismi
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol-Bali
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan pada juvenile ikan kerapu macan yang
dihasilkan dalam satu siklus produksi (kualitas). Hewan uji yang digunakan adalah juvenil kerapu
macan. Kepadatan ikan pada masing-masing tangki 300 ekor/bak. Perlakuan yang diuji coba adalah
perbedaan ukuran ikan dalam satu siklus produksi: Kualitas A dengan ukuran panjang total ± 3
cm(A); Kualitas B dengan panjang total ± 2,5 cm (B); Kualitas C dengan panjang total ± 2 cm (C).
Tangki yang digunakan bervolume 400L sebanyak 9 tangki, dengan volume air pemeliharaan 150
L. Perlakuan dirancang dengan rancangan acak lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertumbuhan mutlak pada panjang total ikan tidak berbeda nyata antara masing-masing perlakuan.
Sedangkan pertumbuhan mutlak pada berat tubuh berbeda nyata. Kecepatan pertumbuhan mutlak
(berat) yang tertinggi yaitu pada perlakuan A = 8,04 g, perlakuan B = 5,37 dan pada perlakuan C =
Semnaskan_UGM/Teknik Budidaya
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
4,5 g, Sintasan yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata. Sintasan pada
perlakuan A, B dan C masing-masing adalah 78,66%, 72,33% dan 61,67%.
Kata kunci: pemeliharaan juvenile, kualitas, abnormalitas
UPAYA PENINGKATAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA
KERAPU LUMPUR, Epinephelus coioides DALAM MENUNJANG PRODUKSI
BENIH YANG BERKUALITAS, BERKESINAMBUNGAN DAN SESUAI
STANDAR NASIONAL INDONESIA
Titiek Aslianti
Abstrak
Produksi benih ikan kerapu selama periode tahun 2000-2006 terus dipacu dalam upaya
mengantisipasi kesenjangan pasok benih bagi berkembangnya kegiatan usaha budidaya. Satu
diantara jenis ikan kerapu yang mulai banyak diminati pembudidaya adalah kerapu Lumpur,
Epinephelus coioides. Berbagai penelitian yang mengarah pada peningkatan sintasan dan perbaikan
pertumbuhan serta keragaan benih sesuai SNI telah dilakukan. Permasalahan yang sering dihadapi
umumnya terjadi pada masa-masa perubahan fase yang merupakan masa kritis bagi perkembangan
larva menjadi juvenile hingga benih. Faktor lingkungan, pakan dan penyakit merupakan faktor
penentu keberhasilan produksi benih. Pada makalah ini akan diuraikan tingkat keberhasilan
produksi benih kerapu Lumpur melalui berbagai penelitian managemen pakan dan lingkungan serta
kendalanya.
Kata kunci: kelangsungan hidup, kerapu Lumpur, produksi benih, SNI.
Semnaskan_UGM/Teknik Budidaya
Download