dan buku diktat pengantar logika matematika dan

advertisement
RENCANA PROGRAM
KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)
DAN
BUKU DIKTAT
PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA
DAN HIMPUNAN
Budi Surodjo
Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Gadjah Mada
2012
RENCANA PROGRAM
KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)
DAN
BUKU DIKTAT
PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA
DAN HIMPUNAN
Disusun oleh
Budi Surodjo
Yogyakarta, 30 November 2012
Disetujui oleh:
Dekan FMIPA UGM
Ketua Jurusan Matematika
FMIPA UGM
Dr. Pekik Nurwantoro, MS
NIP.
Dr. Lina Aryati, MS
NIP
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas anugrah yang diberikan
sehingga penulisan Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS)
dan Modul mata kuliah Pengantar Logika Matematika dan Himpunan ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dikti, Rektor UGM,
Dekan FMIPA UGM dan Ketua Jurusan Matematika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut andil dalam pengembangkan mutu proses
pembelajaran, dengan kegiatan ini.
Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) dan Modul ini
ditulis dengan tujuan agar proses persiapan dan proses pembelajaran dalam bidang
Logika Matematika dan Himpunan sebagai dasar-dasar matematika bisa lebih optimal, y ang pada akhirnya dapat menghasilkan lulusan matematika yang lebih
bermutu dan mampu berpikir tajam analitis.
Untuk lebih menyempurnakan RPKPS dan Modul ini penulis sangat mengharapkan kritik dan masukan dari sesama tenaga pengajar matematika dan para
pembaca.
Yogyakarta, Desember 2012
Penulis
iii
MODUL
PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA
DAN HIMPUNAN
Budi Surodjo
Al. Sutjiana
Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Gadjah Mada
2012
TINJAUAN MATA KULIAH
1.1
Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah Pengantar Logika Matematika dan Himpunan (PLMH)
ini merupakan mata kuliah wajib dengan bobot 3 Sks. Setiap mahasiswa matematika dipandang memiliki kemampuan di bidang logika untuk mendukung mata
kuliah-mata kuliah pada jenjang berikutnya.
Isi mata kuliah PLMH merupakan alat sekaligus bahasa matematika dalam
mempelajari matematika. Materi kuliah meliputi logika matematika, metode pembuktian baik langsung maupun tidak lagsung serta aplikasinya baik di bidang
matematika, ilmu lain, dan kehidupan sehari-hari.
Pembahasan tentang logika matematika dimulai dari semesta pembicaraan,
jenis-jenis kalimat, dan kalimat deklaratif (pernyataan), baik pernyataan tunggal maupun pernyataan majemuk, dan ingkaran kalimat. Pernyataan majemuk
terdiri dari kalimat konjungsi, disjungsi, implikasi, konvers, invers, kontraposisi,
dan biimplikasi beserta tabel kebenaran untuk masing-masing kalimat majemuk.
Terhadap semesta pembicaraan berupa himpunan semua kalimat deklaratif,
selanjutnya dibicarakan tentang logika kalimat berupa tautologi dan kontradiksi.
Berdasarkan tautologi kalimat dibahas metode pembuktian melalui modus ponens, reductio ad absurdum, dan modus tolendo ponens. Metode pembuktian lain
yang dibahas adalah induksi matematika
Selain itu materi juga memuat teori himpunan, relasi dan fungsi (pemetaan).
Dalam teori himpunan dibahas mengenai pengertian himpunan dan subhimpunan,
operasi himpunan berupa irisan, gabungan, selisih, simetri dua himpunan, dan
beberapa jenis himpunan seperti himpunan kuasa, himpunan indeks, dan hasil
kali Kartesius dua atau lebih himpunan. Pembahasan tentang relasi dimulai dari
pengertian relasi sebagai subhimpunan dari hasil kali Kartesius himpunan domain
dan kodomain. Kemudian dibahas tentang komposisi relasi dan jenis-jenis relasi,
meliputi relasi refleksif (non refleksif, irrefleksif), simetris (non simetris, asimetris,
antisimetris), transitif (non transitif, intransitif), dan ekuivalen. Dari relasi ekuivalensi pada suatu himpunan dapat dibentuk partisi himpunan.
Sebagaimana relasi, pembahasan tentang fungsi dimulai dari pengertian fungsi
(pemetaan), domain, kodomain, dan range fungsi (peta fungsi). Selanjutnya fokus
pembicaraan diarahkan kepada prapeta fungsi, komposisi fungsi, dan invers fungsi.
Beberapa jenis fungsi yang dibahas beserta sifatnya di antaranya fungsi karakteristik, surjektif, injektif, dan bijektif.
1.2
Manfaat Mata Kuliah
Materi dalam mata kuliah ini memberi dasar bagi mahasiswa untuk berfikir
logis, sehingga mampu berkomunikasi dengan baik secara lesan maupun tulis. Hal
in akan memberikan bekal yang sangat baik untuk dapat beradaptasi secara cepat
dalam ilmu pengetahuan dan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan fundamental yang harus dimiliki oleh mahasiswa matematika. Dengan selesainya perkuliahan diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan berfikir logis, terstruktur, dan mampu beradaptasi
dengan cepat di bidangnya.
1.3
Tujuan Pembelajaran
Selain memberikan dasar-dasar matematika tentang himpunan dan fungsi,
mata kuliah ini juga mempunyai tujuan utama:
1. Memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mampu berfikir logis yang
kuat sehingga mampu menyelesaikan permasalahan di bidang matematika,
maupun di bidang-bidang lain
2. Memberikan daya nalar yang tajam, sehingga mudah beradaptasi dimanapun
dan dapat mengembangkan diri dengan baik
3. Memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mampu membuktikan secara sahih sifat-sifat dalam teori matematika
1.4
Susunan Bahan Ajar
Secara garis besar materi ajar terbagi menjadi 6 (enam) Bab, sesuai dengan
jumlah topik bahasan dalam perkuliahan. Setiap bab mencakup beberapa subpokok bahasan yang terdistribusika dalam beberapa minggu pertemuan. Bab-bab
tersebut adalah:
1. BAB I Kalimat Deklaratif, meliputi:
Semesta Pembicaraan, Kalimat Deklaratif, Ingkaran kalimat, Kalimat Majemuk, konjungsi, disjungsi, implikasi, biimplikasi, Tabel Kebenaran, Konvers,
Invers, Kontraposisi
2. BAB II Tautologi dan Prinsip-prinsip Pembuktian, meliputi:
Konstanta dan Varibel, tautologi, Metode Pembuktian, Pembuktian Langsung dan tak langsung, bukti kemustahilan,
3. BAB III Induksi Matematika. meliputi: Prinsip Induksi matematika dan
contoh pemakaian
4. BAB IV Kuantor, meliputi:
Definisi Kuantor, Universal dan Eksisitensial, Kuantor terbatas, dan penggunaan kuantor
5. BAB V Himpunan, meliputi:
Definisi himpunan, subhimpunan, Operasi himpunan dan sifat-sifatnya, himpunan kuasa dan himpunan hasil ganda Kartesius
6. BAB VI Relasi dan Fungsi, meliputi:
Relasi, jenis-jenis relasi seperti refleksif, simetris, transitif, dan Partisi, Fungsi
Injektif, surjektif, bijektif, Fungsi invers, fungsi karateristik, dan Fungsi restriksi
BAB I
KALIMAT DEKLARATIF
1.5
Pendahuluan
Sebagai pendahuluan dari keseluruhan materi perkuliahan Logika Matematika
dan Himpunan, bab ini memuat subtopik bahasan Minggu ke-1 meliputi semesta
pembicaraan, kalimat deklaratif, konstanta dan variabel dalam simbolisma kalimat. Tentu saja susunan kalimat deklaratif dapat berupa kalimat tunggal maupun
kalimat majemuk yang terdiri atas beberapa pernyataan tunggal.
Pada Minggu ke-2 dibahas ingkaran kalimat, tabel kebenaran dan sifat-sifat
kalimat majemuk: Konjungsi, disjungsi Tabel Kebenaran, sifat-sifat yang dimiliki.
Selanjutnya, pada Minggu ke-3 pokok bahasan yang dibahas tentang implikasi, konvers, invers, kontraposisi dan biimplikasi, serta tabel kebenaran dari
masing-masing bentuk kalimat majemuk.
Konsep-konsep ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk memahami suatu
masalah matematika secara benar, berdasarkan analisa kebenaran kalimat dari
setiap masalah yang disajikan. Selain itu dengan topik bahasan ini mahasiswa
juga dilatih untuk berkomunikasi baik lesan maupun tertulis dengan menggunakan
kalimat yang logis dan tidak multi tafsir, sebagai dasar untuk berfikir secara tajam.
Kemampuan ini sangat diperlukan untuk mempelajari matematika lebih lanjut dan
dalam membangun komunikasi yang baik dalam kehidupan nyata.
Dengan selesainya pembelajaran untuk pertemuan pada minggu ke-1, 2, dan
3 ini diharapkan para mahasiswa memiliki kemampuan learning outcomes sebagai
berikut:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian kalimat, kalimat lengkap, dan
terbuka
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kalimat deklaratif
3. Mahasiswa mampu membuat ingkaran kalimat
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian konjungsi, disjungsi beserta tabel
kebenarannya
5. Mahasiswa dapat membuktikan sifat-sifat sederhana kongjungsi dan disjungsi
6. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi implikasi beserta tabel kebenarannya
7. Mahasiswa mampu mengkontruksi konvers, invers, dan kontraposisi dari implikasi
8. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian biimplikasi
9. Mahasiswa mampu membuktikan sifat-sifat sederhana impikasi dan biimplikasi
1.6
Kalimat Deklaratif
Dalam suatu pernyataan (kalimat), baik verbal maupun dalam bentuk tulisan,
sering muncul ketidak mengertian, kesalah tafsiran dan bahkan kesalah pahaman
oleh karena beberapa aspek yang terkandung dalam kalimat. Perbedaan tersebut
terkait dengan pengertian kalimat yang dipicu dengan perbedaan ’definisi’ mengenai sebagian, maupun keseluruhan kalimat. Secara fungsional dalam banyak kasus, hal ini memang ’disengaja’, mengingat perbedaan kebutuhan masing-masing
pengguna bahasa. Kebutuhan tersebut disesuaikan dengan tujuan masing-masing
bidang ilmu terhadap konsep dan makna dasar pemakaian suatu kata dalam suatu
kalimat. Bahkan walaupun bahasa induknya sama, misalkan bahasa Indonesia,
dalam perkembangannya setiap bidang ilmu memiliki ciri-ciri tertentu terhadap
pemakaian suatu kata atau kalimat. Bahasa sastra, dalam hal ini kalimat sastra
berbeda dengan kalimat hukum maupun matematika. Sebagai contoh perhatikan
contoh-contoh berikut:
1. Senja resah terapung.
2. Dari masing-masing buku keluar akar.
3. Barang siapa meniru, memalsukan uang kertas dan/atau dengan sengaja menyimpan · · ·.
Kalimat pertama merupakan jenis kalimat yang sering kita jumpai dalam sastra,
khususnya puisi atau prosa. Secara sastra kalimat tersebut memuat beberapa ’gaya
bahasa’, yang menurut orang awam merupakan sesuatu yang sulit atau tidak bisa
dimengerti. Di antaranya, apa artinya ’senja resah’ ? Padahal senja bukan makhluk
hidup. Senja merupakan peralihan waktu antara sore dan malam hari. Bagaimana
’dia’ bisa mempunyai perasaan ? Di sisi lain, muncul pertanyaan bagaimana senja
bisa terapung, karena pengertian terapung adalah kondisi obyek di dalam cairan
dengan posisi tidak menyentuh dasar tempat cairan dan sebagian muncul di atas
permukaan cairan tersebut. Bagaimana senja bisa seperti itu ? Jika demikian,
apakah definisi ’senja’ dalam kalimat tersebut ?
Masing-masing kata dalam kalimat tersebut secara parsial maupun sebagai
bagian integral dari kalimat mempunyai arti ganda (konotasi) yang berbeda dengan
makna yang seharusnya. Senja bisa diartikan manusia lanjut usia, pemerintahan
yang sedang diambang kehancuran atau keadaan senja itu sendiri. Hal ini memang
disengaja oleh si pembuat kalimat, agar si pemerhati kalimat mengartikan kalimat
tersebut mengikuti imajinasi mereka masing-masing. Dari sinilah keindahan kata
atau kalimat dalam lingkup bidang sastra, akan muncul.
Pada kalimat kedua yang menjadi persoalan adalah arti kata ’buku’. Buku
mempunyai dua arti yaitu kitab, sesuatu yang terdiri dari lembaran-lembaran kertas, atau ruas, baik tebu atau persendian. Jika kita mengartikan buku dalam
kalimat tersebut sebagai kitab, maka kalimat tersebut menjadi tidak mempunyai
arti. Demikian juga jika ’ buku’ kita artikan sebagai persendian. Sangat aneh
jika dari buku tangan bisa keluar akar. Kalimat di atas akan mempunyai arti jika
’buku’ mempunyai arti sebagai ruas tebu.
Kalimat ketiga merupakan pernyataan yang dikutip dari lembaran uang kertas
dan merupakan bahasa hukum. Kalimat ”P dan/atau Q” dibaca ”P dan atau
atau Q” yang berarti bisa ”P dan Q” sekaligus dipenuhi atau ”P atau Q” dalam
arti hanya salah di antaranya yaitu ”P ” saja atau ”Q” saja yang dipenuhi. Hal
ini dilakukan dengan menekankan dari aspek ketepatan bahasa hukum. Sedangkan di bidang matematika dan bahasa percakapan secara umum, biasanya cukup
digunakan kalimat ”P atau Q”.
1.7
Semesta Pembicaraan
Di bidang matematika, khususnya logika kalimat setiap kata atau kalimat harus
mempunyai arti yang tunggal. Tidak boleh mempunyai konotasi yang berbeda
antara satu pihak dengan pihak lainnya, sehingga setiap kata atau kalimat secara
tepat dapat ditentukan apakah merupakan kalimat yang mempunyai arti, kalimat
terbuka atau kalimat yang bisa ditentukan nilai kebenarannya.
Walaupun suatu kalimat terdiri atas unsur-unsur subyek, predikat, obyek dan
keterangan, tetapi dalam logika kalimat, kalimat dipandang sebagai suatu kesatuan
utuh yang tidak dianalisa berdasarkan unsur-unsurnya.
Logika kalimat berperanan penting sebagai ’bahasa’ untuk memahami konsepkonsep matematika dan alat berpikir bagi para matematikawan.
Salah satu unsur penting di dalam logika kalimat adalah semesta pembicaraan
(universum/universe of discourse), yaitu himpunan semua obyek-obyek yang berada atau yang dibentangkan di dalam pembicaraan. Dalam percakapan seharihari biasanya semesta pembicaraan meliputi seluruh alam semesta, sehingga sangat
mungkin muncul ketidak mengertian atau salah penafsiran. Sebagai contoh pada
kalimat,
”Dari masing-masing buku keluar akar”.
Jika semesta pembicaraannya seluruh alam semesta dan buku diartikan dengan
kitab, kalimat tersebut bisa tidak memiliki arti, jika akar diartikan sebagai bagian
dari tumbuhan. Bisa juga memiliki arti, apabila yang dimaksud akar misalnya
adalah ringkasan-ringkasan penting yang diturunkan dari buku tersebut. Namun
jika semesta pembicaraan kita adalah tumbuhan, maka kalimat tersebut mempunyai arti dan tidak menutup kemungkinan sesuai dengan fakta yang terjadi. Tentu
saja dalam kasus ini kita lebih memilih semestanya adalah tumbuhan.
Untuk itu pada saat suatu ungkapan dinyatakan, sangat penting bagi kita untuk
menentukan semesta pembicaraannya. Namun dalam percakapan sehari-hari hal
ini seringkali tidak kita lakukan, walaupun dari kalimatnya sendiri seringkali dapat
diperkirakan semesta pembicaraannya. Sebagai contoh perhatikan kalimat,
”Amir lebih kecil daripada setiap anggota”.
Bisa diduga, bahwa semestanya terdiri dari orang-orang dan bukan bilangan atau
fungsi.
Oleh karena kondisi suatu kalimat mempunyai arti atau tidak, bernilai benar
atau salah dapat ditentukan oleh semesta pembicaraannya, maka di dalam bidang
matematika penentuan semesta pembicaraan harus kita lakukan pada saat suatu
ungkapan dikemukakan. Contohnya adalah kalimat:
”Ada anggota yang lebih kecil daripada 1”.
Jika semesta pembicaraan kalimat tersebut adalah R yaitu himpunan semua bilangan nyata, maka terhadap relasi ”lebih kecil” yang lazim kita jumpai pada bilangan
nyata, kalimat tersebut mempunyai arti. Tetapi jika semestanya himpunan semua
bilangan kompleks, maka kalimat tersebut tidak mempunyai arti, kecuali pengertian ”lebih kecil” telah didefinisikan. Selanjutnya jika semestanya R, pernyataan
tersebut bernilai benar; dan jika semesta pembicaraannya himpunan semua bilangan asli, maka ungkapan tersebut bernilai salah.
Latihan 1.1
1. Tentukan semesta pembicaraannya agar persamaan x2 −x−2 = 0 mempunyai
1.1 Tepat satu penyelesaian
1.2 Tepat dua penyelesaian
2. Tentukan semesta pembicaraannya agar persamaan x2 + 1 = 0 mempunyai
penyelesaian.
3. Semesta pembicaraan himpunan semua bilangan nyata. Didefinisikan
⌈x⌉ : bilangan bulat terbesar yang lebih kecil daripada x
⌊x⌋ : bilangan bulat terkecil yang lebih besar daripada x.
Tentukan apakah kalimat-kalimat berikut ini benar atau salah :
3.1 Ada ⌈x⌉ yang merupakan bilangan asli
3.2 Semua ⌊x⌋ merupakan bilangan bulat tidak positif
3.2 Semua x memenuhi
⌈x⌉+⌊x⌋
2
=x
3.3 Ada x yang memenuhi ⌈x⌉ − ⌊x⌋ = 0
1.8
Kalimat Deklaratif
Suatu kalimat yang mengandung nilai salah atau benar dikatakan kalimat
deklaratif. Benar pada kalimat artinya mempunyai persesuaian antara isi pernyataan dengan fakta yang sesungguhnya. Selanjutnya perhatikan ungkapan-ungkapan
berikut ini:
1. Sifat ujian: Buku Tertutup.
2. Astaga.
3. Bumi berputar pada porosnya.
4. Presiden Indonesia dipilih setiap empat tahun sekali.
5. Carilah fakta untuk membuktikan, bahwa kesaksiannya bohong.
6. Selama ini bilangan 2 selalu hidup rukun dengan bilangan 3.
7. Besok hujan atau tidak hujan.
Kalimat pertama merupakan kalimat perintah; sedangkan kalimat ke-2 meruapakan kalimat seru (kata seru) yang mempunyai arti tetapi tidak mengandung
nilai benar maupun salah; bahkan tidak memiliki struktur kalimat yang lengkap,
yang minimal terdiri dari subyek dan predikat. Ungkapan ke-3 merupakan kalimat
deklaratif yang bernilai benar, yaitu sesuai fakta yang terjadi dalam ilmu bumi.
Kalimat ke-4 merupakan kalimat deklaratif yang bernilai salah. Kalimat ke-3 dan
ke-4 dikatakan faktual, karena untuk menentukan benar atau salahnya kita harus
melihat fakta yang terjadi. Sedangkan kalimat ke-5 merupakan kalimat perintah
yang mempunyai arti tetapi tidak memiliki nilai benar maupun salah, sehingga
bukan merupakan kalimat deklaratif.
Pada kalimat ke-6, sampai saat ini tidak ada definisi tentang pengertian ”hidup
rukun” antara dua bilangan. Akibatnya kalimat tersebut tidak mempunyai arti.
Sedangkan kalimat ke-7 merupakan kalimat deklaratif yang selalu bernilai benar,
tanpa harus melihat fakta yang terjadi esok hari. Kebenaran kalimat tersebut
hanya didasarkan pada kesepakatan nilai kebenaran dari kalimat majemuk yang
merupakan penggabungan antara dua kalimat tunggal dengan menggunakan kata
penghubung ’atau’.
Latihan 1.2 Tetukan apakah kalimat-kalimat berikut ini merupakan kalimat yang
mempunyai arti atau kalimat tanpa arti atau kalimat deklaratif. Jika deklaratif,
tentukan merupakan kalimat faktual atau nonfaktual.
1. Semoga Tuhan mengabulkan permohonanmu.
2. Apanya yang salah ?
3. Tidak ada bilangan rasional yang lebih kecil dari semua bilangan bulat.
4. Bilangan 6 menghabiskan bilangan 72.
5. Bilangan asli p yang memenuhi p dan p + 2 merupakan bilangan prima
banyaknya tak berhingga.
6. Ada hari dimana manusia tidak membutuhkan air.
7. Setiap bilangan jika dikuadratkan hasilnya non-negatif.
8. Setiap bilangan pasti rasional atau irrasional
1.9
Konstanta Dan Variabel
Untuk memahami pengertian konstanta mari kita perhatikan kalimat, ”Soekarno
adalah salah seorang proklamator RI”. Kata ”Soekarno” dalam kalimat tersebut
adalah nama dari seseorang yang pernah menjadi presiden RI pertama dan yang
tercatat di buku sejarah. Dalam sejarah, dia merupakan salah satu (unsur tertentu)
dari semesta pembicaraan yang terdiri dari orang-orang di masa lalu. Pada kalimat tersebut kita membicarakan unsur tertentu dari semesta pembicaraan tanpa
menghadirkan, bahkan tidak mungkin menghadirkan unsur tersebut, tetapi menggunakan lambangnya, yaitu ”Soekarno”. Dalam hal ini ”Soekarno” merupakan
suatu konstanta.
Definisi 1.9.1 Lambang suatu anggota tertentu dari semesta pembicaraannya
disebut konstanta.
Sebagai contoh perhatikan kalimat-kalimat berikut ini:
1. Ani adalah mahasiswi angkatan 2004 yang paling pandai.
2. Lima puluh habis dibagi 5.
Pada kalimat pertama, dengan semesta pembicaraan himpunan semua manusia,
”Ani” merupakan lambang dari suatu unsur tertentu dari semestanya yang merupakan manusia dengan ciri-ciri tertentu. Jadi ”Ani” merupakan konstanta. Demikian
juga ”lima puluh” dan ”5” merupakan angka sebagai lambang dari bilanganbilangan tertentu dalam semesta pembicaraan berupa himpunan bilangan, sehingga
mereka merupakan konstanta.
Dalam kondisi tertentu sering kali kita juga membicarakan sebarang anggota
dari semesta pembicaraan. Misalkan dalam kalimat,
”Anak-anak memerlukan makanan dan pendidikan”.
Dengan semesta pembicaraan himpunan semua manusia, maka kata ”anak-anak”
dalam kalimat tersebut merupakan lambang dari sebarang anggota semestanya
yang memiliki rentang usia tertentu, yang sebenarnya bukan rangkaian huruf,
tetapi terdiri atas tangan, kaki, perasaan dan sebagainya.
Definisi 1.9.2 Lambang yang menjadi simbol dari sebarang anggota di dalam
semesta pembicaraannya disebut variabel. Lambang ini dapat berupa huruf ”x”,
”◦” atau ”•” dan sebagainya. Semestanya disebut daerah jelajah (range).
Contoh 1.9.3 Pernyataan,
”x merupakan bilangan negatif”,
bukan merupakan kalimat deklaratif. Kalimat ini disebut kalimat terbuka, karena
memuat varibel bebas dan baru mempunyai nilai benar atau salah (menjadi
deklaratif) jika ”x” diganti dengan suatu unsur tertentu dari semestanya. Misalnya ”x” diganti dengan ”5” atau ”−2”, sehingga diperoleh
1. Bilangan 5 merupakan bilangan negatif
2. Bilangan −2 merupakan bilangan negatif.
Kalimat pertama bernilai salah, sedangkan kalimat ke-2 bernilai benar.
Contoh 1.9.4 Jika semestanya himpunan semua bilangan nyata, maka kalimat:
1. ”x < z < y” merupakan kalimat terbuka.
2. ”Untuk setiap pasangan x dan y jika x < y, maka terdapat z yang memenuhi
x < z < y” merupakan kalimat deklaratif dan bukan kalimat terbuka.
Latihan 1.3 Tentukan apakah kalimat-kalimat berikut ini merupakan kalimat terbuka atau kalimat deklaratif. Jika kalimat deklaratif apakah bernilai benar atau
salah.
1. Kalimat berikut semestanya himpunan semua manusia:
1.1 Tono lebih tinggi daripada Tini
1.2 Balita lebih rentan terhadap penyakit daripada lansia
1.3 Si x lebih pandai daripada si y.
2. Kalimat berikut semestanya himpunan semua bilangan nyata
2.1 xy < x2
2.2 x2 − x − 2 = 0
2.3 x + (−x) = 0 = −x + x
2.4 x2 + 4x − 12 ≤ 0
1.10
Kata Penghubung Kalimat
Seperti layaknya penggunaan kalimat dalam bidang lain, pada logika kalimat
juga muncul penggabungan beberapa kalimat tunggal yang dirangkai dengan menggunakan kata penghubung.
1. Konjungsi:
menggunakan kata penghubung: ’dan’
2. Disjungsi:
menggunakan kata penghubung: ’atau’
3. Implikasi:
menggunakan kata penghubung: ’jika’ · · ·, ’maka’ · · ·
4. Biimplikasi:
menggunakan kata penghubung: ’jika dan hanya jika ’.
1.10.1
Negasi, konjungsi dan disjungsi
Suatu kalimat tidak jarang merupakan penyangkalan/ingkaran (negasi) dari
suatu pernyataan lain, sebagaimana kalimat-kalimat berikut ini:
Contoh 1.10.1
1. Tidak benar Amir mahasiswa tertinggi di angkatannya.
Negasi dari: Amir mahasiswa tertinggi di angkatannya.
2. Dia bukan mahasiswi terpandai.
Negasi dari: Dia mahasiswi terpandai.
3. Tidak ada bilangan nyata yang kuadratnya negatif.
Negasi dari: Ada bilangan nyata yang kuadratnya negatif.
Jika A merupakan suatu pernyataan, maka negasi dari A, dengan simbol ’Ā’
adalah kalimat ’tidak benar A’, ’tidaklah A’ atau ’non A’. Nilai kebenaran Ā
didefinisikan dengan tabel kebenaran:
A
Ā
T
F
F
T
dengan T berarti kalimat bernilai benar dan F berarti kalimat bernilai salah.
Dalam contoh 1.10.1 misalkan A adalah kalimat
’Amir mahasiswa tertinggi di angkatannya’,
dan faktanya dia memang yang tertinggi di angkatannya, berarti A bernilai T;
sehingga kalimat ingkarannya, Ā yaitu, ’Tidak benar Amir mahasiswa tertinggi di
angkatannya’, bernilai F.
Definisi 1.10.2 Kalimat yang terdiri dari beberapa kalimat tunggal yang dirangkai
dengan kata penghubung ’dan’ disebut konjungsi. Di dalam logika kalimat kata
’dan’ diberi notasi dengan ’∧’ atau ’&’.
Contoh 1.10.3 Toni mahasiswa pandai dan kaya.
Terdiri atas kalimat tunggal:
A := Toni mahasiswa pandai, dan B := Toni orang kaya.
Dalam logika kalimat dapat ditulis dengan ’A ∧ B’ atau ’A&B’.
Jika ”A” dan ”B” kalimat tunggal, maka nilai kebenaran ”A ∧ B” didefinisikan
sebagai berikut:
A
B
A∧B
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
F
F
Berdasarkan tabel tersebut suatu konjungsi bernilai benar jika setiap kalimat tunggalnya bernilai benar. Dalam Contoh 1.10.3, jika faktanya Toni mahasiswa kaya,
tetapi IPKnya kurang dari 2, yang berarti dia tidak pandai, maka kalimat tersebut
bernilai salah; atau si pembuat pernyataan dikatakan berbohong. Ungkapan yang
benar untuk fakta ini adalah ”Toni mahasiswa kaya, tetapi tidak pandai.”
Definisi 1.10.4 Kalimat yang terdiri dari beberapa kalimat tunggal yang dirangkai
dengan kata penghubung ’atau’ disebut disjungsi. Di dalam logika kalimat kata
’atau’ diberi notasi dengan ’∨’.
Contoh 1.10.5 13 adalah bilangan prima atau habis dibagi 2.
Terdiri atas kalimat tunggal:
A := 13 adalah bilangan prima, dan B := 13 adalah bilangan yang habis dibagi 2.
Dalam logika kalimat dapat ditulis dengan ’A ∨ B’.
Jika ”A” dan ”B” kalimat tunggal, maka nilai kebenaran ”A ∨ B” didefinisikan
sebagai berikut:
A
B
A∨B
T
T
F
F
T
F
T
F
T
T
T
F
Berdasarkan tabel tersebut suatu disjungsi bernilai benar jika salah satu kalimat
penyu- sunnya bernilai benar; atau dengan kata lain salah satu kalimat penyusunnya terjadi. Disjungsi akan bernilai salah jika masing-masing kalimat penyusunnya
bernilai salah.
Dalam Contoh 1.10.5 sesuai fakta, 13 adalah bilangan prima, berarti A bernilai
benar. Walaupun pernyataan B , yaitu 13 adalah bilangan yang habis dibagi 2,
merupakan pernyataan yang salah, tetapi sesuai tabel kalimat A∨B bernilai benar.
Selain disjungsi inklusif, yaitu jika ada kalimat penyusunnya yang bernilai
benar, maka kalimat majemuknya bernilai benar (seperti di tabel atas), dalam
bidang matematika juga dikenal adanya disjungsi eksklusif. Pernyataan ”A atau
B” yang merupakan disjungsi eksklusif diberi simbol dengan ”A∨B” dengan tabel
kebenaran
A
B
A∨B
T
T
F
F
T
F
T
F
F
T
T
F
Jadi disjungsi eksklusif bernilai benar jika hanya tepat satu dari kalimat penyusunnya yang bernilai benar. Sebagai contoh dalam kalimat,
x lebih besar daripada 1 atau x − 1 ≤ 0,
untuk setiap bilangan real x hanya dapat berlaku salah satu.
1.10.2
Implikasi dan biimplikasi
Implikasi (konsdisional) adalah kalimat yang terdiri dari anteseden dan konsekuen yang dirangkai dengan,
1. ”Jika · · ·, maka · · ·.
2. ”Bila · · ·, maka · · ·.
Kata ”bila” dapat juga diganti dengan ”apabila”.
Di dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai kalimat yang berbentuk
implikasi seperti berikut ini:
1. Jika kamu lolos UMPTN, maka kamu akan dibelikan motor.
2. Jika hari hujan, maka suhu udara akan turun.
3. Bila badannya panas, maka vaksin itu sedang bekerja.
Pada kalimat pertama, antesedennya adalah ”Kamu lolos UMPTN” dan konsekuennya adalah ”Kamu akan dibelikan motor”. Kalimat ini merupakan suatu bf
janji. Kalimat ke-2 antesedennya adalah ”Hari hujan” dan konsekuennya adalah
”Suhu udara akan turun”. Kalimat ini mempunyai hubungan sebab akibat.
Sedangkan kalimat ke-3 merupakan suatu tanda.
Dari contoh-contoh tersebut jelas terlihat, bahwa di dalam implikasi sehari-hari
biasanya ada hubungan antara anteseden dan konsekuen. Hal ini ’berbeda’ dengan
implikasi material yang digunakan di dalam logika kalimat, yaitu keharusan
adanya hubungan antara anteseden dan konsekuen ditiadakan.
Di dalam logika kalimat kebenaran implikasi ”Jika A, maka B” yang diberi
simbol dengan ”A ⇒ B” didefinisikan dengan tabel kebenaran:
A
B
A⇒B
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
T
T
Dari tabel terlihat, bahwa suatu implikasi bernilai benar jika
1. Anteseden bernilai salah atau 2. Konsekuen bernilai benar.
Contoh 1.10.6 Di dalam teori bilangan berlaku sifat: Jika a = b, maka ac = bc.
1.1 Substitusi a = −1, b = 2 − 3 dan c = 4, diperoleh kalimat:
Jika −1 = 2 − 3, maka −4 = (−1)4 = (2 − 3)4 = −4.
Karena sifat di dalam teori bilangan, maka implikasi ini bernilai benar dengan
anteseden dan konsekuen yang bernilai benar. Hal ini sesuai dengan baris ke1 tabel kebenaran.
1.2 Substitusi a = −1, b = 2 dan c = 0, diperoleh kalimat:
Jika −1 = 2, maka 0 = (−1)0 = 2(0) = 0.
Karena sifat di dalam teori bilangan, maka implikasi ini bernilai benar dengan
anteseden salah tetapi konsekuen bernilai benar. Hal ini sesuai dengan baris
ke-3 tabel kebenaran.
1.3 Substitusi a = −1, b = 2 dan c = 4, diperoleh kalimat:
Jika −1 = 2, maka −4 = (−1)4 = 2(4) = 8.
Karena sifat di dalam teori bilangan, maka implikasi ini bernilai benar dengan
anteseden dan konsekuen yang bernilai salah. Hal ini sesuai dengan baris ke-4
tabel kebenaran
Implikasi ”A ⇒ B” yang dinyatakan sesuai fakta (bernilai benar) dapat diucapkan:
1. Jika A, maka B, atau Bila A, maka B, atau B bila A,
2. A hanya jika B, atau A hanya bila B,
Karena jika tidak B, berarti B tidak terjadi atau dengan kata lain B salah,
maka pasti tidak A, yaitu ”A” bernilai salah.
3. A merupakan syarat cukup untuk B,
Karena jika A benar (terjadi), maka kondisi tersebut mencukupi untuk pasti
B terjadi. Dengan kata lain ”B” benar.
4. B merupakan syarat perlu untuk A.
Terjadinya B merupakan suatu keharusan yang diperlukan agar A terjadi.
Karena jika B tidak terjadi, maka A pun tidak terjadi, walaupun dengan
terjadinya B tidak menjadi jaminan pasti terjadinya A. Agar A pasti terjadi,
selain B terjadi mungkin diperlukan fakta lain.
Contoh 1.10.7
1. Jika −1 < x < 1, maka x2 > 1.
2. Syarat cukup agar dua buah sudut pada segitiga ABC mempunyai besar
yang sama adalah ABC sama sisi.
3. Syarat perlu agar segitiga ABC sama sisi adalah dua buah sudutnya sama
besar.
Ketiga implikasi tersebut merupakan sifat di kalkulus dan geometri. Pada contoh ke-2 terlihat, bahwa dengan dipenuhinya kondisi segitiga ABC sama sisi, berakibat ketiga sudutnya sama besar. Berarti keadaan dua sudutnya sama besar
pasti dipenuhi. Dengan kata lain kondisi ABC sama sisi sudah mencukupi terjadinya dua buah sudutnya sama besar, walaupun sesungguhnya untuk membuat
dua buah sudutnya sama tidak diperlukan ABC sama sisi.
Pada contoh ke-3, agar segitiga ABC sama sisi, salah satu keharusan yang perlu
dipenuhi adalah dua buah sudutnya sama besar, tetapi keadaan ini belum cukup
untuk membuat ABC sama sisi. Dengan kata lain diperlukan syarat tambahan,
misalnya sudut lainnya juga sama.
Selanjutnya di dalam tabel berikut dapat dilihat bahwa nilai kebenaran ”A ⇒
B” identik dengan ”Ā ∨ B”
A
Ā
B
A⇒B
Ā ∨ B
T
T
F
F
F
F
T
T
T
F
T
F
T
F
T
T
T
F
T
T
Definisi 1.10.8 Kalimat yang terdiri dari dua kalimat tunggal ”A” dan ”B”, yang
ditulis dengan ”A ⇔ B” disebut biimplikasi atau bikondisional. Tabel kebenaran biimplikasi adalah :
A
B
A⇔B
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
F
T
Dari tabel terlihat bahwa suatu biimplikasi bernilai benar jika kalimat-kalimat
penyusunnya mempunyai nilai kebenaran yang sama; dan bernilai salah jika kalimatkalimat penyusunnya mempunyai nilai kebenaran yang berbeda.
Biimplikasi ”A ⇔ B” dibaca
1. ”A jika dan hanya jika B”
2. ”A” menjadi syarat perlu dan cukup terjadinya ”B”.
Hal ini didasarkan pada fakta bahwa tabel kebenaran biimplikasi identik dengan
kolom terakhir tabel berikut
A
B
A⇒B
B⇒A
(A ⇒ B) ∧ (B ⇒ A)
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
T
T
T
T
F
T
T
F
F
T
Dengan kata lain nilai logika dari biimplikasi ”A ⇔ B” sama dengan kalimat
(A ⇒ B) ∧ (B ⇒ A).
Contoh 1.10.9
1. |x| ≤ 1 jika dan hanya jika x2 ≤ 1.
2. Sisi-sisi segitiga ABC sama panjang bila dan hanya bila sudut-sudutnya sama
besar.
Latihan 1.4
1. Tentukan negasi dari kalimat berikut ini.
1.1 Amir mahasiswa terpandai di angkatannya.
√
1.2 2 bukan merupakan bilangan rasional.
1.3 Ada mahasiswa yang kaya dan mempunyai IPK 3,80.
1.4 Setiap mahasiswa pernah bolos kuliah.
1.5 Ada bilangan nyata x yang memenuhi x + y = y untuk setiap bilangan
nyata y.
1.6 A mahasiswa terpandai atau bilangan negatif.
1.7 Bilangan x lebih besar daripada 1 dan lebih kecil daripada 10.
2. Dari soal no 1 untuk masing-masing kalimat tentukanlah apakah merupakan
terbuka atau kalimat deklaratif. Tentukan juga jenis kalimat negasinya. Jika
kalimat deklaratif, tentukan bernilai benar atau salah.
3. Tentukan apakah kalimat-kalimat berikut ini merupakan kalimat terbuka
atau kalimat deklaratif. Jika kalimat deklaratif tentukan apakah bernilai
benar atau salah.
3.1 Setiap hari manusia memerlukan makanan.
3.2 Sisi-sisi bujursangkar selalu sama panjang.
3.3 Bilangan nyata x selalu memenuhi x2 ≥ 1 atau | x1 | > 1.
3.4 Dia guru yang baik bagi teman-temannya.
3.5 Grafik fungsi dengan persamaan y = x2 − 3x + 2 memotong sumbu x di
dua titik yang berbeda dan mencapai minimum di x = 32 .
3.6 Bilangan x memenuhi x2 + 1 > 0.
4. Tentukan nilai kebenaran dari implikasi berikut ini.
4.1 x ≤ 1 =⇒ x2 ≤ 1.
4.2 x2 ≤ 1 =⇒ x ≤ 1.
4.3 Pada geometri bidang: Jika garis g1 ⊥ g2 dan g2 ⊥ g3 , maka g1 ∥ g3 .
4.4 Pada geometri ruang: Jika garis g1 ⊥ g2 dan g2 ⊥ g3 , maka g1 ∥ g3 .
4.5 Jika Amir lebih berat daripada Amin dan Ani lebih ringan daripada
Amin, maka Ani tidak sama berat dibanding Amir.
4.6 Jika limx→c− f (x) = limx→c+ f (x) = L, maka limx→c f (x) ada yaitu L.
4.7 Semestanya himpunan semua bilangan bulat: Jika m2 = 3c, maka m
habis dibagi 3.
8. Tentukan nilai kebenaran dari biimplikasi berikut ini.
8.1 |x| > a ⇐⇒ (x < −a ∨ a < x).
8.2 Garis g ⊥ h jika dan hanya g ̸ ∥ h.
8.3 x2 − x = y 2 − y ⇐⇒ (x = y ∨ x = 1 − y).
8.4 Fungsi f kontinu di x = c jika dan hanya jika
i. f (c) ada,
ii. limx→c f (x) ada dan
iii. f (c) = limx→c f (x).
1.11
Ingkaran dari konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi
1. Ingkaran konjungsi ”A∧B” adalah ”A ∧ B”, dengan tabel kebenaran sebagai
berikut:
A
B
A∧B
A∧B
Ā ∨ B̄
Ā
B̄
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
F
F
F
T
T
T
F
T
T
T
F
F
T
T
F
T
F
T
Terlihat bahwa nilai kebenaran dari ”A ∧ B” identik dengan Ā ∨ B̄.
2. Ingkaran disjungsi ”A ∨ B” adalah ”A ∨ B”, dengan tabel kebenaran sebagai
berikut:
A
B
A∨B
A∨B
Ā ∧ B̄
Ā
B̄
T
T
F
F
T
F
T
F
T
T
T
F
F
F
F
T
F
F
F
T
F
F
T
T
F
T
F
T
Terlihat bahwa nilai kebenaran dari ”A ∨ B” identik dengan Ā ∧ B̄.
3. Ingkaran implikasi ”A ⇒ B” adalah ”A ⇒ B”, dengan tabel kebenaran sebagai berikut:
A
B
A⇒B
A⇒B
A ∧ B̄
B̄
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
T
T
F
T
F
F
F
T
F
F
F
T
F
T
Terlihat bahwa nilai kebenaran dari ”A ⇒ B” identik dengan A ∧ B̄.
4. Ingkaran biimplikasi ”A ⇔ B” adalah ”A ⇔ B”, dengan tabel kebenaran
sebagai berikut:
A
B
Ā
B̄
A⇔B
A⇔B
(A ∧ B̄) ∨ (Ā ∧ B)
T
T
F
F
T
F
T
F
F
F
T
T
F
T
F
T
T
F
F
T
F
T
T
F
F
T
T
F
Terlihat bahwa nilai kebenaran dari ”A ⇔ B” identik dengan (A∧ B̄) ∨ (Ā∧
B).
Latihan 1.5 Tentukan ingkaran dari kalimat-kalimat di dalam Latihan 1.4, kemudian tentukan nilai kebenarannya.
1.12
Konvers, invers dan kontraposisi
Dari kalimat awal yang berbentuk implikasi ”A ⇒ B” dapat diturunkan bentukbentuk kalimat:
1. B ⇒ A yang disebut konvers dari ”A ⇒ B”
2. Ā ⇒ B̄ yang disebut invers dari ”A ⇒ B”
3. B̄ ⇒ Ā yang disebut kontraposisi dari ”A ⇒ B”
Nilai kebenaran kontraposisi sama dengan nilai kebenaran implikasi awalnya.
A
B
A⇒B
B̄ ⇒ Ā
B̄
Ā
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
T
T
T
F
T
T
F
T
F
T
F
F
T
T
Contoh 1.12.1
1. Kalimat : Jika hari hujan, maka jalanan basah
Kontraposisinya :
1.1 Jika tidak benar jalanan basah, maka tidak benar hari hujan
1.2 Jika jalanan tidak basah, maka hari tidak hujan.
2. Kalimat : |x| ≤ 1 ⇒ x2 ≤ 1
Kontraposisinya : x2 ≤/ 1 ⇒ |x|≤/ 1
Untuk semesta pembicaraan R ekuivalen dengan : x2 > 1 ⇒ |x| > 1
Sedangkan nilai kebenaran dari konvers dan invers tidak bisa ditentukan dari
nilai kebenaran implikasi awalnya.
Contoh 1.12.2
1. Kalimat : Jika besok hari Minggu, maka kemarin hari Jum’at.
1.1 Konversnya : Jika kemarin hari Jum’at, maka besok hari Minggu
1.2 Inversnya : Jika besok bukan hari Minggu, maka kemarin bukan hari
Jum’at.
Dalam kasus ini baik implikasi awal, konvers maupun inversnya semuanya
bernilai benar.
2. Diberikan semesta pembicaraannya R. Kalimat : x ≥ 1 ⇒ x2 ≥ 1
2.1 Konversnya : x2 ≥ 1 ⇒ x ≥ 1
2.2 Inversnya : x ̸≥ 1 ⇒ x2 ̸≥ 1.
Implikasi awal bernilai benar. Konvers dan inversnya bernilai salah sebab
untuk x = −2 berlaku x2 = 4 ≥ 1 tetapi x < 1.
Latihan 1.6 Tentukan konvers, invers dan kontraposisi dari kalimat-kalimat di
dalam Latihan 1.4 no. 3 kemudian tentukan nilai kebenarannya.
Tes Formatif I-1
PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA DAN HIMPUNAN
Topik Bahasan
Hari/tanggal
Waktu
Sifat
: KALIMAT DEKLARATIF
:
: 60 menit
: Buku Tertutup
Dosen : Budi S.
1. Tentukan konvers, invers dan kontraposisi dari kalimat-kalimat berikut ini.
1.1. p ∈ IR ⇒ (∃y ∈ R)(p < y ∧ p2 > y).
1.2. Jika dia terbukti bersalah, maka dia pasti dihukum.
Tanpa menggunakan tabel kebenaran tunjukkan/selidikilah kebenaran
pernyataan-pernyataan berikut ?
2. Dengan menggunakan tabel kebenaran selidikilah kebenaran dari
2.1. (p ⇒ q ⇒ r ⇒ p̄) ⇒ p̄
2.2. p ⇔ (p̄ ⇒ (q ∧ q̄))
Ingat: p ⇒ q ⇒ r yang dimaksud p ⇒ q dan q ⇒ r
Kunci Jawaban
1. No. 1.2.
Konvers: Jika dia pasti dihukum, maka dia terbukti bersalah
Invers: Jika dia tidak terbukti bersalah, maka dia tidak pasti dihukum
Perhatikan: Invers tersebut tidak mempunyai makna yang sama dengan:
1. Jika dia terbukti tidak bersalah, maka dia tidak pasti dihukum
2. Jika dia tidak terbukti bersalah, maka dia psti tidak dihukum
3. Jika dia terbukti tidak bersalah, maka dia pasti tidak dihukum
Kontraposisi: Jika dia tidak pasti dihukum, maka dia tidak terbukti bersalah
Pertanyaan: Apakah kontraposisi tersebut bermakna sama dengan:
1. Jika dia pasti tidak dihukum, maka dia tidak terbukti bersalah
2. Jika dia tidak pasti dihukum, maka dia terbukti tidak bersalah
3. Jika dia pasti tidak dihukum, maka dia terbukti tidak bersalah
2. No. 2.2
Jika tanpa tabel, pernyataan q ∧ q̄ pasti salah. Akibatnya p̄ ⇒ (q ∧ q̄)
bernilai salah jika p̄ benar (p salah). Akibatnya keseluruhan bernilai benar.
Namun jika p̄ salah, maka p̄ ⇒ (q ∧ q̄) benar. Yang berarti p benar, sehingga
keseluruhan benar.
Komentar dan Pengayaan
1. Meskipun latihan yang diberikan lebih menekankan pada logika di bidang
matematika, tetapi jika mahasiswa dapat mengerjakan 80% latihan di setiap
sub bab, maka kompetensi mahasiswa sudah baik untuk mempelajari topik
matematika lebih lanjut.
2. Penyelidikan kebenaran kalimat tanpa tabel akan sangat membantu mahasiswa dalam mempertajam daya nalar di kehidupan sehari-hari
3. Untuk memperluas pengetahuan silahkan membuka situs http://www.philosopie.uniosnabrueck.du
Download