HUKUM PERDATA DAN BISNIS Oleh : Bpk. Abdul Karim Wahid Pertemuan I 05 – 01 – 2011 Definisi hukum - Hukum tidak bisa didefiniskan secara lengkap atau sulit dijabarkan menjadi suatu definisi yang menyeluruh karena banyak segi dan luas cakupannya. Hukum mengatur segala aspek kehidupan manusia dan hubungannya dengan manusia lain. - Selain itu, hukum sulit didefinisikan juga karena sifatnya yang selalu berubah / dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia Perlukah hukum didefinisikan? - Menyangkut permasalahan ini, ada 2 pendapat ahli yaitu : 1. Perlu, agar setiap orang lebih mudah untuk memahami / mempelajari hukum 2. Tidak perlu, karena justru akan mempersulit / membingungkan bagi orang-orang yang akan mempelajarinya karena terlalu banyaknya definisi Karena sulitnya didefinisikan, hukum dapat diklasifikasikan / digolongkan menjadi berikut ini : - Menurut waktu berlakunya 1. Hukum positif : hukum yang saat ini berlaku di suatu wilayah negara / kedaulatan tertentu, disebut juga Ius Constitutum 2. Ius constituendum : hukum yang diharapkan berlaku di masa yang akan datang / belum berlaku di masa kini, misalnya : UU yang belum diundangkan dalam lembaran negara, RUU, dll - Menurut bentuknya 1. Hukum tertulis : hukum yang secara fisik tertulis / ada ketentuan tertulisnya 2. Hukum tidak tertulis : hukum yang tidak secara nyata atau fisik tertulis, namun tetap berlaku di tengah masyarakat misalnya hukum adat - Menurut lingkungan berlakunya 1. Hukum nasional : hukum yang berlaku di wilayah suatu negara tertentu sifatnya mengikat bagi penduduk negara tersebut 2. Hukum internasional : hukum yang mengatur kehidupan antar negara-negara dalam pergaulan internasional - Menurut fungsinya 1. Hukum materiil : hukum yang berisi aturan-aturan berupa perintah-perintah atau larangan-larangan 2. Hukum formil : hukum yang mengatur cara-cara melaksanakan / mempertahankan hukum materiil - Menurut isinya / kepentingannya 1. Hukum publik : hukum yang mengatur kepentingan hidup masyarakat luas misalnya hukum pidana 2. Hukum privat : hukum yang mengatur kepentingan hidup masing-masing individu misalnya hukum perdata HUKUM PERDATA - Menurut Prof Wiryono, adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan / individu, berbeda dengan hukum publik yang mengatur kepentingan masyarakat - Menurut Prof Subekti, adalah segala hukum pokok / materiil yang mengatur kepentingankepentingan perorangan yang berbeda dengan hukum pidana - Menurut Prof Sudewi S, adalah hukum yang mengatur kepentingan pribadi / warganegara yang satu dengan yang lain - KESIMPULAN Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lainnya di dalam masyarakat, yang menitikberatkan oada kepentingan pribadi / individu. (namun tidak semua aturan hukum perdata secara murni mengatur kepentingan individu, sesuai perkembangan masyarakat, beberapa bidang hukum perdata telah diresapi oleh hukum publik) Perbedaan Hukum Publik dan Hukum Privat 1. Di dalam hukum publik salah satu pihaknya adalah pemerintah / penguasa, sedangkan hukum privat adalah antar individu / perorangan 2. Hukum publik bertujuan melindungi kepentingan umum, sedangkan hukum privat melindungi kepentingan individu Macam-macam hukum perdata - Hukum perdata dalam arti luas : aturan-aturan hukum yang tercantum di dalam KUH Perdata dan KUH Dagang - Hukum perdata dalam arti sempit : aturan-aturan hukum yang terdapat dalam KUHP saja - Hukum perdata tertulis : aturan hukum perdata yang tertulis dalam KUHP dan KUHD - Hukum perdata tidak tertulis : aturan hukum perdata yang tidak tertulis secara fisik dalam KUHP maupun KUHD, hanya berupa kebiasaan-kebiasaan masyarakat - Hukum perdata materiil : aturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban perdata - Hukum perdata formil : aturan hukum yang mengatur cara melaksanakan dan mempertahankan hukum perdata materiil Hukum perdata yang berlaku di Indonesia merupakan warisan / peninggalan Belanda yang disebut dengan Burgerlijk Wetboek (BW) 3 azas hukum dalam KUHP / BW : 1. Individualistik terhadap hak milik (tercantum dalam pasal 570 KUHP) Artinya siapapun yang memiliki hak atas suatu barang, dia berkuasa penuh untuk menggunakan sepuas-puasnya tanpa campur tangan orang lain, termasuk hak atas tanah akan tetapi dengan dikeluarkannya UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960 yang merupakan UU nasional, hak milik atas tanah mempunyai kepentingan sosial, tidak sepenuhnya lagi pribadi 2. Monogami dalam perkawinan (tercantum dalam pasal 27 KUHP) Sesuai dengan UU Pokok Perkawinan UU no 1 Tahun 1974, perbedaannya adalah azas monogami dalam KUHP bersifat mutlak namun pada UU no 1 Tahun 2974 pada prinsipnya monogami namun ada penyesuaian diperbolehkan poligami dengan beberapa syarat pengecualian 3. Azas kebebasan berkontrak Artinya bahwa setiap orang berhak membuat perjanjian apapun asal tidak bertentangan dengan kepentingan dan ketertiban umum baik yang diatur maupun yang belum diatur dalam KUHP Aturan / pasal-pasal dalam KUHP ada 2 macam : 1. Aturan-aturan yang bersifat memaksa (dwingenrecht) : harus dilaksanakan / dipatuhi, tidak boleh ditambah-tambah terdapat dalam Buku II KUHP 2. Aturan-aturan yang bersifat pelengkap / pengatur (anvullenrecht) : hanya sebagai pedoman, tidak bersifat mengikat, boleh diikuti dan boleh tidak terdapat dalam buku III KUHP Pada zaman Hindia Belanda, hukum perdata di Indonesia bersifat beragam / pluralisme, artinya ada banyak jenis hukum perdata yang berlaku di dalam masyarakat, antara lain : hukum Belanda kuno, hukum romawi, hukum islam, hukum tionghoa, dll. Ini dikarenakan belum adanya hukum perdata khusus yang berlaku secara nasional. Keanekaragaman hukum perdata ini makin dipertegas karena adanya pembagian penduduk menjadi 3 menurut pasal 163 dan hukum yang berlaku bagi mereka menurut pasal 131 Indische Staatsregeling : 1. Golongan Eropa berlaku BW 2. Golongan Timur Asing berlaku BW dengan pengecualian pada hukum waris dan kewarganegaraan 3. Golongan Bumiputera berlaku hukum perdata adat Mengapa ketentuan hukum termasuk Hukum Perdata di Indonesia masih menggunakan hukum-hukum Belanda? - Menurut Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, dinyatakan bahwa : “semua peraturan UU yang masih ada, tetap berlaku sampai diganti / diubah dengan UU nasional yang baru”. Pada saat itu fungsinya adalah untuk menghindari adanya kekosongan hukum pada awal kemerdekaan Indonesia - Pernyataan ini dipertegas juga dalam peraturan-peraturan sebagai berikut : a. Pasal 192 Ketentuan Peralihan Konstitusi RIS Tahun 1949 b. Pasal 142 Ketentuan Peralihan UUD Sementara Tahun 1950 c. Pasal II Aturan Peralihan UUG 1945 sesuai dengan Dekrit Presiden 1959 d. Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945 amandemen Pertemuan II 12 – 01 – 2011 Posisi KUHP hanya dipandang sebagai buku peraturan hukum (rechtboek) bukan buku perundang-undangan (wetboek), mengandung pengertian bahwa pasal-pasal di dalamnya bisa diganti / tidak diberlakukan lagi kalau tidak sesuai dengan perkembangan zaman tercantum dalam SEMA no 3 tahun 1963 Isi KUHP yang sekarang ini sudah tidak utuh / tidak sama lagi sebagaimana asalnya karena sudah ada bagian-bagian tertentu yang telah dinyatakan tidak berlaku lagi sebab sudah dibuat / diganti dengan peraturan atau UU yang bersifat nasional yang dibuat oleh Pemerintah maupun karena disingkirkan oleh keputusan-keputusan hakim Misal : dengan adanya UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka pasal-pasal dalam KUHP tentang perkawinan tidak diberlakukan lagi Dua macam sistematika dalam KUHP : - Sistematika menurut UU Terbagi menjadi 4 buku yaitu : 1. Buku I (van persoonen) : memuat hukum tentang orang / diri pribadi dan hukum keluarga. Ini karena hubungan-hubungan keluarga berpengaruh terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki dan menggunakan hak-haknya 2. Buku II (van zaken) : memuat kebendaan serta hukum waris. Hukum waris dimasukkan karena dengan adanya pewarisan, maka seseorang akan mendapatkan hak atas benda 3. Buku III (van verbintenisen) : memuat aturan-aturan hukum kekayaan / perihal perikatan. Dengan kata lain, memuat hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang 4. Buku IV (van bewijs en verjaring) : memuat perihal pembuktian dan lewat waktu / kadaluarsa. Dengan kata lain, memuat alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum Akibat-akibat kadaluarsa antara lain : dapat menimbulkan hak pada seseorang atau menghilangkan / menghapuskan kewajiban dari seseorang Menurut ahli hukum, ada beberapa ketidaksesuaian dalam sistematika di atas yaitu : 1. Hukum waris tidak tepat dimasukkan dalam buku II karena hukum waris sangat erat kaitannya dalam hukum kekeluargaan 2. Buku IV tidak tepat jika dijadikan sistematika hukum perdata karena termasuk lapangan hukum formil / hukum acara perdata - Sistematika menurut ilmu pengetahuan umum Terbagi menjadi 4 yaitu : 1. Hukum tentang orang (personen recht) : mengatur tentang orang sebagai subjek hukum. Nama, domisili, dan catatan sipil 2. Hukum Keluarga (familie recht) : peraturan-peraturan yang timbul karena adanya hubungan antara orang-orang tertentu. Misal : hubungan hukum orang tua dengan anaknya 3. Hukum harta kekayaan (vermogen recht) : peraturan yang mengatur tentang hubungan hukum yang menyangkut hak-hak dan kewajiban yang dinilai dengan uang 4. Hukum waris (erf recht) : peraturan yang mengatur tentang hal ikhwal mengenai harta benda seseorang yang sudah meninggal dunia Hukum Perorangan - Yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum, yang memuat peraturan perihak kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu. Beberapa pengertian tentang subyek hukum disampaikan beberapa ahli hukum antara lain: - Menurut Subekti : pembawa hak / subyek utama dalam hukum - Menurut Riduan Syahrani : pendukung hak dan kewajiban - Menurut Prof Sudikno : segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum - KESIMPULAN Subyek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat mempunyai / memilki pendukung hak dan kewajiban sehingga berwenang untuk melakukan suatu tindakan hukum. Dalam hal ini adalan manusia, dari saat dia dilahirkan sampai meninggal dunia. Setiap manusia adalah subyek hukum, sifatnya melekat / kodrati, mempunyai kewenangan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban, maka setiap subyek hukum mempunyai kecakapan untuk bertindak hukum (dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum) Dipertegas dalam pasal 3 KUHP tidak ada jenis hukuman apapun yang mengakibatkan kematian perdata / menghapuskan hak-hak perdata seseorang (kalaupun ada, sifatnya hanya membatasi saja) Namun, tidak semua subyek hukum itu cakap hukum. Menurut UU, orang-orang yang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan tindakan hukum sendiri adalah : 1. Orang-orang yang belum dewasa menurut KUHP belum berumur 21 tahun / belum menikah 2. Orang-orang yang terganggu / tidak sehat akal pikirannya (2 golongan ini diletakkan dibawah pengampuan, dalam segala tindakan hukum diwakili kurator) 3. Orang-orang yang dilarang oleh UU untuk melakukan tindakan hukum (golongan ini diwakili oleh kurator atau hakim pengawas) Akibat-akibat yang timbul dari ketidakwenangan berhak dan ketidakcakapan adalah dapat dimintakan pembatalan pada Pengadilan Negeri. Ada 2 macam pembatalan hukum, yaitu : 1. Vernietegbaar : pembatalan lewat permohonan 2. Nieteg : pembatalan hukum secara otomatis Handlicting : lembaga yang bisa menghapuskan ketidakwenangan berhak dan ketidakcakapan bagi yang belum dewasa (melalui proses ‘pendewasaan’) bagi mereka yang belum berumur 21 tahun. Pertemuan IV 26 – 01 – 2011 Pencegahan perkawinan dalam UU no 1 Tahun 1974 diatur dalam pasal 13 – 21. Akan tetapi tidak ada pengertiannya secara jelas Pencegahan perkawinan / stuiting adalah usaha untuk menghindari adanya perkawinan yang bertentangan dengan aturan atau ketentuan yang ada. Suatu perkawinan dapat dicegah apabila ada salah satu pihak yang tidak memenuhi syarat perkawinan. Yang dapat melakukan pencegahan perkawinan adalah orang-orang yang mempunyai hubungan khusus / dekat dengan calon mempelai Dilakukan dengan cara mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama (muslim) atau Pengadilan Negeri (nonmuslim) Pembatalan perkawinan, dilakukan apabila perkawinan sudah terjadi. Menurut UU no 1 tahun 1974, pembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila : 1. Para pihak tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan (dalam pasal 6 s.d 12) 2. Pegawai pencatat perkawinan / wali nikahnya tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan perkawinan 3. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa dihadiri minimal 2 orang saksi dari pihak laki-laki dan perempuan. Pengajuan pembatalan perkawinan dilakukan oleh pihak yang mempunyai hubungan darah dekat dengan mempelai. Diajukan ke Pengadilan Agama (muslim) dan Pengadilan Negeri (nonmuslim) Akibat hukum sebuah perkawinan 1. Terhadap suami istri Dalam UU no 1 tahun 1974 diatur dalam pasal 30 – 34, sedangkan dalam KUHP diatur dalam pasal 103 – 118, garis besar pasal 30-34 adalah sebagai berikut : a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menhadi sendir dasar dari susunan masyarakat b. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain c. Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat d. Suami istri sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum e. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dnegan kemampuannya, dan istri wajib mengurus rumah tangga dengan sebaik-baiknya f. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, yang ditentukan secara bersama. Perbedaan utamanya adalah pada UU no 1 tahun 1974, suami dan istri mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum / dapat melakukan perbuatan hukum Sedangkan pada KUHP, seorang istri dianggap menjadi tidak cakap hukum sehingga dalam melakukan perbuatan hukum diwakili oleh suami 2. Terhadap harta kekayaan - Menurut UU no 1 Tahun 1974 ditentukan bahwa harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan tetap menjadi milik masingmasing - Menurut KUHP ditentukan bahwa jika tidak ada perjanjian kawin, terjadi persatuan / pencampuran harta benda, baik itu yang harta bawaan maupun harta yang diperoleh selama perkawinan atau juga warisan 3. Terhadap keturunan - Menurut UU no 1 Tahun 1974, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah. Anak tidak sah hanya memiliki ikatan hukum dengan ibunya saja - Menurut KUHP prinsipnya SAMA, sedikit perbedaan adalah anak tidak sah mempunyai hubungan hukum juga dengan pihak yang mengakuinya Adopsi tidak diatur baik dalam KUHP maupun UU no 1 Tahun 1974, namun adopsi sering dilakukan oleh masyarakat sehingga pemerintah Hindia Belanda saat itu mengeluarkan S.1917 no 129. Dalam S. 1917 adopsi adalah pengangkatan seseorang yang bukan anak dari suami istri bersangkutan, namun diangkay, diambil, dan diperlakukan seperti anak kandungnya sendiri Adopsi tidak diatur dalam KUHP karena tujuan perkawinan bukan semata-mata untuk memperoleh keturunan (tujuan perkawinan menurut KUHP) Di indonesia ada UU no 12 tahun 1976 yang mengatur adopsi, dijelaskan bahwa pengangkatan anak dilakukan agar anak tersebut sejahtera, dan hubungan dengan orangtua kandungnya tidak boleh terputus. Selain itu, tidak boleh memaksakan agama kepada anak yang diangkat. Adopsi tidak diatur dalam UU no 1 Tahun 1974 karena dalam UU no 1 Tahun 1974 sudah disediakan jalan keluar apabila tidak mempunyai keturunan yaitu suami diperbolehkan menikah lagi. Ketentuan-ketentuan adopsi dalam hukum islam dalam hukum islam tidak dikenal adanya lembaga adopsi. Ada ketentuan bahwa hubungan anak dengan orangtua tidak terputus. Di dalam hukum islam, anak angkat tidak punya hak mewarisi. Diatur dalam surat Al-Ahzab : 4-5 Putusnya perkawinan dan akibat-akibatnya : - Menurut UU no 1 Tahun 1974 perkawinan putus karena adanya : Kematian, Perceraian, dan Keputusan Pengadilan Putusnya perkawinan karena perceraian bagi muslim ada 2 macam : 1. Cerai talak dilakukan oleh suami dengan menjatuhkan talak 2. Cerai gugat dilakukan oleh istri Sedangkan bagi non muslim, perceraian terjadi karena adanya gugatan dan diproses di Pengadilan Negeri setempat. Perceraian diakui setelah adanya putusan dari hakim - Menurut KUHP, putusnya perkawinan disebabkan antara lain karena : 1. Karena kematian 2. Karena perceraian 3. Karena keadaan tidak hadir salah satu pihak selama 10 tahun, diikuti dengan perkawinan baru dengan pihak yang lain 4. Karena keputusan hakim setelah terjadi pisah meja dan ranjang selama 5 tahun UU no 1 tahun 1974 memakai istilah putusnya perkawinan, sedangkan KUHP memakai istilah bubarnya perkawinan karena menurut UU no 1 tahun 1974 perkawinan adalah suatu ikatan, sedangkan menurut KUHP pekawinan adalah sebuah persetujuan / kesepakatan. Perkawinan Campuran - diatur dalam pasal 57-61 UU no 1 tahun 1974 yaitu perkawinan antara 2 orang di Indonesia yang masing-masing pihak tunduk pada hukum yang berbeda karena adanya perbedaan kewarganegaraan, dimana salah satunya adalah WNI - sedangkan menurut KUHP mencakup pengertian lebih luas, yaitu perkawinan campuran tidak dipersyaratkan salah satunya adalah WNI, boleh antara WNA dengan WNA Menurut UU no 1 tahun 1974, tata cara perkawinan campuran dilakukan sesuai dengan tempat dilangsungkan. Sedangkan menurut KUHP dilangsungkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku pada suami. Perkawinan campuran berakibat pada suami / istri dan keturunannya - Menurut UU no 1 tahun 1974, suami / istri bebas memilih kewarganegaraannya. - Menurut KUHP, kewarganegaraan istri tunduk pada suami. - Sedangkan untuk keturunannya, sampai batas usia dewasa mengikuti kewarganegaraan orang tua (umumnya ayah), setelah itu bebas memilih. Perkawinan luar negeri menurut UU no 1 tahun 1974 adalah perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara 2 WNI atau antara WNI dan WNA, dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara ybs. Dengan catatan, bagi WNI tidak boleh melanggar UU no 1 tahun 1974 Hukum Benda Benda / zaak lazimnya disebut sebagai penghadapan dari subyek hak yaitu manusia Menurut pasal 499 KUHP, zaak adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki / yang dapat menjadi objek dari hak milik, tidak hanya meliputi barang-barang yang berwujud, tetapi juga barangbarang tidak berwujud, misalnya hak-hak yang timbul dari kepemilikan benda-benda berwujud. Macam-macam benda - Menurut KUHP, digolongkan menjadi : 1. Benda berwujud dan tidak berwujud 2. Benda bergerak dan tiak bergerak 3. Benda yang habis dipakai dan yang tidak habis dipakai 4. Benda yang sudah ada dan benda yang akan ada 5. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi Pertemuan V 02 – 02 – 2011 Pembagian macam-macam benda menurut Prof Subekti : 1. Benda yang dapat diganti (contoh : uang) dan yang tidak dapat diganti (contoh : kuda) 2. Benda yang dapat diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan (contoh : jalan dan lapangan umum) 3. Benda yang dapat dibagi (contoh : beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh : sapi) 4. Benda yang bergerak (contoh : alat perabot) dan yang tidak bergerak (contoh : tanah) Yang paling penting dan utama diantara macam-macam pembagian benda adalah barang bergerak dan barang tidak bergerak, karena mempunyai akibat-akibat yang penting dalam hukum berkaitan dengan ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku untuk benda tersebut, antara lain yaitu : 1. Dalam hal penyerahan (levering) Untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama Untuk benda bergerak dilakukan secara nyata dengan pemindahan barang 2. Dalam hal penyitaan (bezlag) Untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan sita concervatoir / pengamanan Untuk benda bergerak dilakukan dengan sita revindicatoir atau sita gadai atau sita marital langsung diambil barangnya 3. Dalam hal pembebanan / penjaminan (bezwaring) Untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan hipotek Untuk benda bergerak dilakukan dengan gadai (pand) Perbedaannya adalah : dalam gadai, barangnya diserahkan kepada si penjamin sedangkan pada hipotek barangnya tidak diserahkan kepada penjamin Dalam hal penjaminan dikenal istilah jaminan fiducia, yaitu jaminan atas dasar kepercayaan berupa benda bergerak akan tetapi benda-benda tersebut tidak diserahkan 4. Dalam hal kadaluwarsa (veerjaring) Untuk benda tidak bergerak berlaku kadaluwarsa Untuk benda bergerak tidak mengenal kadaluwarsa 5. Dalam hal hak menguasai (bezit) - Untuk benda bergerak berlaku pasal 1977 KUHP yaitu barangsiapa menguasai barang bergerak, maka dia dianggap seolah-olah memiliki benda tersebut. Penguasa atas barang (bezitter) dianggap seolah-olah sebagai pemilik (eigenaar) - Untuk benda tidak bergerak tidak berlaku pasal 1977 KUHP Hukum Benda - Menurut Riduan Syahrani : hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan benda, yang diatur dalam buku II KUHP. Hubungan tersebut akan menimbulkan hak atas benda atau disebut juga hak kebendaan (zaaklijk recht) Hak kebendaan adalah hak yang memberikan keleluasaan langsung kepada seseorang yang berhak untuk menguasai suatu benda di tangan siapapun benda itu berada Ciri-ciri hak kebendaan : 1. Merupakan hak mutlak / absolut 2. Mempunyai zak gevolg, artinya hak kebendaan mengikuti benda itu dumanapun berada 3. Bersistem, artinya hak kebendaan yang lebih dulu terjadi mempunyai kedudukan yang lebih tinggu daripada yang setelahnya 4. Mempunyai hak di-lebihdahulu-kan Didalam KUHP, hak kebendaan dibagi menjadi 2 : 1. Hak kebendaan yang memberi kenikmatan, misalnya hak menguasai, hak milik, hak pakai, hak menguasai atau menikmati hasil, dll. 2. Hak kebendaan yang memberi jaminan, misalnya hak gadai, hak kipotek, dan hak pertanggungan yang lainnya. Hak-hak kebendaan yang memberi kenikmatan berupa tanah dengan berlakunya UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku lagi dalam Buku II BW, diganti dengan hak sebagai berikut : 1. Hak milik 2. Hak guna usaha 3. Hak guna bangunan 4. Hak pakai 5. Hak sewa untuk bangunan 6. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan 7. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan 8. Hak guna ruang angkasa 9. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial Hak milik menurut UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960 : hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dimiliki oleh orang atas tanah dengan mengingat bahwa hak tersebut memiliki fungsi sosial. Yang dapat memiliki hak milik atas tanah hanyalah WNI dan badan hukum tertentu. Hak milik sifatnya tidak terbatas jangka waktunya karena dapat diwariskan. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah milik negara dalam jangka waktu max 25-35 tahun, guna mengusahakan pertanian, peternakan, perikanan dengan luas tanah min 5 hektar. Yang dapat memegang hak guna usaha adalah WNI Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jangka waktunya 20 tahun, dapat dieprpanjang menjadi 25 tahun. Yang dapat memegang hak guna bangunan adalah WNI Hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah milik negara atau tanah orang lain. Mengapa pemerintah menerbitkan UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960? untuk menciptakan keseragaman mengenai hukum tanah di Indonesia. Sebelum ada UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960, hukum tanah bersifat dualisme, ada yang tunduk pada hukum barat dan ada yang tunduk pada hukum adat. UU ini mulai berlaku tanggal 24 September 1960, mempunyai arti penting dalam Buku II KUHP karena menghapuskan pasal-pasal KUHP yang mengatur tentang tanah Buku II yang mengatur hukum waris dan hukum benda bersifat tertutup artinya orang tidak bisa menciptakan hak-hak lain kecuali yang sudah ditetapkan / diatur. Sedangkan Buku III sebaliknya bersifat anvullen recht, hanya bersifat pelengkap, terbuka, bebas untuk menentukan perjanjian-perjanjian lain. Ruang lingkup UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960 - Dalam arti luas mencakup bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan yang ada di dalamnya - Dalam arti sempit banya hak-hak atas tanah Pertemuan VI 09 – 02 – 2011 Buku ke II selain mengatur tentang hukum benda juga mengatur rengtang hukum waris dan piutang yang diutamakan (privelege) Privelege adalah hak yang diberikan oleh UU kepada kreditur yang satu diatas kreditur yang lainnya berdasarkan sifat piutangnya. Keistimewaan yang diberikan dalah dalam hal pelunasannya. Macam-macam privelege : 1. Privelege khusus piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu saja 2. Privelege umum piutang yang diistimewakan terhadap semua benda-benda milik kreditur Hak reklame adalah hak yang diberikan kepada penjual untuk meminta kemali barangnya dari pembeli setelah pembeli membayar tunai hanya berlaku paling lambat 2 hari setelah tanggal transaksi dan barang masih ada di tangan pembeli. Diatur dalam pasal 1145 KUHP Dalam pasal 230 KUHD juga mengatur tentang hak reklame. Perbedaannya adalah : 1. Jangka waktunya 60 hari 2. Pembeliannya bisa secara tunai dan kredit 3. Pembeliannya dalam partai besar / grosir Hak retensi adalah hak untuk menahan suatu benda sampai piutang yang berkaitan dengan benda tersebut dilunasi (menurut Prof. Sudewi) Hak reklame dan hak retensi masuk Buku II KUHP, karena hak-hak ini berkaitan dengan hak kebendaan, walaupun sebagian ahli hukum tidak sependapat Jaminan fiducia (jaminan atas dasar kepercayaan) diatur dalam UU no 42 tahun 1999 UU no 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dibuat untuk menggantikan ketentuan tentang hipotek dan sebagai tindak lanjut UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960 Objek dari hak tanggungan ini adalah : 1. Hak milik, hak guna bangunan, hak milik bangunan 2. Hak pakai atas tanah negara 3. Bangunan rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun yang berdiri diatas tanah hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai.