hukum perdata dan bisnis

advertisement
HUKUM PERDATA DAN BISNIS
Oleh : Bpk. Abdul Karim Wahid
Pertemuan I
05 – 01 – 2011
 Definisi hukum
- Hukum tidak bisa didefiniskan secara lengkap atau sulit dijabarkan menjadi suatu definisi
yang menyeluruh karena banyak segi dan luas cakupannya. Hukum mengatur segala aspek
kehidupan manusia dan hubungannya dengan manusia lain.
- Selain itu, hukum sulit didefinisikan juga karena sifatnya yang selalu berubah / dinamis
sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia
 Perlukah hukum didefinisikan?
- Menyangkut permasalahan ini, ada 2 pendapat ahli yaitu :
1. Perlu, agar setiap orang lebih mudah untuk memahami / mempelajari hukum
2. Tidak perlu, karena justru akan mempersulit / membingungkan bagi orang-orang yang
akan mempelajarinya  karena terlalu banyaknya definisi
 Karena sulitnya didefinisikan, hukum dapat diklasifikasikan / digolongkan menjadi berikut ini :
- Menurut waktu berlakunya
1. Hukum positif : hukum yang saat ini berlaku di suatu wilayah negara / kedaulatan
tertentu, disebut juga Ius Constitutum
2. Ius constituendum : hukum yang diharapkan berlaku di masa yang akan datang / belum
berlaku di masa kini, misalnya : UU yang belum diundangkan dalam lembaran negara,
RUU, dll
- Menurut bentuknya
1. Hukum tertulis : hukum yang secara fisik tertulis / ada ketentuan tertulisnya
2. Hukum tidak tertulis : hukum yang tidak secara nyata atau fisik tertulis, namun tetap
berlaku di tengah masyarakat misalnya hukum adat
- Menurut lingkungan berlakunya
1. Hukum nasional : hukum yang berlaku di wilayah suatu negara tertentu  sifatnya
mengikat bagi penduduk negara tersebut
2. Hukum internasional : hukum yang mengatur kehidupan antar negara-negara dalam
pergaulan internasional
- Menurut fungsinya
1. Hukum materiil : hukum yang berisi aturan-aturan berupa perintah-perintah atau
larangan-larangan
2. Hukum formil : hukum yang mengatur cara-cara melaksanakan / mempertahankan
hukum materiil
- Menurut isinya / kepentingannya
1. Hukum publik : hukum yang mengatur kepentingan hidup masyarakat luas misalnya
hukum pidana
2. Hukum privat : hukum yang mengatur kepentingan hidup masing-masing individu
misalnya hukum perdata
 HUKUM PERDATA
- Menurut Prof Wiryono, adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan /
individu, berbeda dengan hukum publik yang mengatur kepentingan masyarakat
- Menurut Prof Subekti, adalah segala hukum pokok / materiil yang mengatur kepentingankepentingan perorangan yang berbeda dengan hukum pidana
- Menurut Prof Sudewi S, adalah hukum yang mengatur kepentingan pribadi / warganegara
yang satu dengan yang lain




- KESIMPULAN  Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang yang satu dengan yang lainnya di dalam masyarakat, yang menitikberatkan oada
kepentingan pribadi / individu.
(namun tidak semua aturan hukum perdata secara murni mengatur kepentingan individu,
sesuai perkembangan masyarakat, beberapa bidang hukum perdata telah diresapi oleh
hukum publik)
Perbedaan Hukum Publik dan Hukum Privat
1. Di dalam hukum publik salah satu pihaknya adalah pemerintah / penguasa, sedangkan
hukum privat adalah antar individu / perorangan
2. Hukum publik bertujuan melindungi kepentingan umum, sedangkan hukum privat melindungi
kepentingan individu
Macam-macam hukum perdata
- Hukum perdata dalam arti luas : aturan-aturan hukum yang tercantum di dalam KUH Perdata
dan KUH Dagang
- Hukum perdata dalam arti sempit : aturan-aturan hukum yang terdapat dalam KUHP saja
- Hukum perdata tertulis : aturan hukum perdata yang tertulis dalam KUHP dan KUHD
- Hukum perdata tidak tertulis : aturan hukum perdata yang tidak tertulis secara fisik dalam
KUHP maupun KUHD, hanya berupa kebiasaan-kebiasaan masyarakat
- Hukum perdata materiil : aturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban perdata
- Hukum perdata formil : aturan hukum yang mengatur cara melaksanakan dan
mempertahankan hukum perdata materiil
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia merupakan warisan / peninggalan Belanda yang
disebut dengan Burgerlijk Wetboek (BW)
3 azas hukum dalam KUHP / BW :
1. Individualistik terhadap hak milik (tercantum dalam pasal 570 KUHP)
Artinya siapapun yang memiliki hak atas suatu barang, dia berkuasa penuh untuk
menggunakan sepuas-puasnya tanpa campur tangan orang lain, termasuk hak atas tanah
akan tetapi dengan dikeluarkannya UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960 yang merupakan
UU nasional, hak milik atas tanah mempunyai kepentingan sosial, tidak sepenuhnya lagi
pribadi
2. Monogami dalam perkawinan (tercantum dalam pasal 27 KUHP)
Sesuai dengan UU Pokok Perkawinan UU no 1 Tahun 1974, perbedaannya adalah azas
monogami dalam KUHP bersifat mutlak namun pada UU no 1 Tahun 2974 pada prinsipnya
monogami namun ada penyesuaian  diperbolehkan poligami dengan beberapa syarat
pengecualian
3. Azas kebebasan berkontrak
Artinya bahwa setiap orang berhak membuat perjanjian apapun asal tidak bertentangan
dengan kepentingan dan ketertiban umum baik yang diatur maupun yang belum diatur dalam
KUHP
 Aturan / pasal-pasal dalam KUHP ada 2 macam :
1. Aturan-aturan yang bersifat memaksa (dwingenrecht) : harus dilaksanakan / dipatuhi, tidak
boleh ditambah-tambah  terdapat dalam Buku II KUHP
2. Aturan-aturan yang bersifat pelengkap / pengatur (anvullenrecht) : hanya sebagai pedoman,
tidak bersifat mengikat, boleh diikuti dan boleh tidak  terdapat dalam buku III KUHP
 Pada zaman Hindia Belanda, hukum perdata di Indonesia bersifat beragam / pluralisme, artinya
ada banyak jenis hukum perdata yang berlaku di dalam masyarakat, antara lain : hukum
Belanda kuno, hukum romawi, hukum islam, hukum tionghoa, dll. Ini dikarenakan belum adanya
hukum perdata khusus yang berlaku secara nasional.
 Keanekaragaman hukum perdata ini makin dipertegas karena adanya pembagian penduduk
menjadi 3 menurut pasal 163 dan hukum yang berlaku bagi mereka menurut pasal 131 Indische
Staatsregeling :
1. Golongan Eropa  berlaku BW
2. Golongan Timur Asing  berlaku BW dengan pengecualian pada hukum waris dan
kewarganegaraan
3. Golongan Bumiputera  berlaku hukum perdata adat
 Mengapa ketentuan hukum termasuk Hukum Perdata di Indonesia masih menggunakan
hukum-hukum Belanda?
- Menurut Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, dinyatakan bahwa : “semua peraturan UU
yang masih ada, tetap berlaku sampai diganti / diubah dengan UU nasional yang baru”.
Pada saat itu fungsinya adalah untuk menghindari adanya kekosongan hukum pada awal
kemerdekaan Indonesia
- Pernyataan ini dipertegas juga dalam peraturan-peraturan sebagai berikut :
a. Pasal 192 Ketentuan Peralihan Konstitusi RIS Tahun 1949
b. Pasal 142 Ketentuan Peralihan UUD Sementara Tahun 1950
c. Pasal II Aturan Peralihan UUG 1945  sesuai dengan Dekrit Presiden 1959
d. Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945  amandemen
Pertemuan II
12 – 01 – 2011
 Posisi KUHP hanya dipandang sebagai buku peraturan hukum (rechtboek) bukan buku
perundang-undangan (wetboek), mengandung pengertian bahwa pasal-pasal di dalamnya bisa
diganti / tidak diberlakukan lagi kalau tidak sesuai dengan perkembangan zaman  tercantum
dalam SEMA no 3 tahun 1963
 Isi KUHP yang sekarang ini sudah tidak utuh / tidak sama lagi sebagaimana asalnya karena
sudah ada bagian-bagian tertentu yang telah dinyatakan tidak berlaku lagi sebab sudah dibuat /
diganti dengan peraturan atau UU yang bersifat nasional yang dibuat oleh Pemerintah maupun
karena disingkirkan oleh keputusan-keputusan hakim
Misal : dengan adanya UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka pasal-pasal dalam
KUHP tentang perkawinan tidak diberlakukan lagi
 Dua macam sistematika dalam KUHP :
- Sistematika menurut UU
Terbagi menjadi 4 buku yaitu :
1. Buku I (van persoonen) : memuat hukum tentang orang / diri pribadi dan hukum
keluarga. Ini karena hubungan-hubungan keluarga berpengaruh terhadap kecakapan
seseorang untuk memiliki dan menggunakan hak-haknya
2. Buku II (van zaken) : memuat kebendaan serta hukum waris. Hukum waris dimasukkan
karena dengan adanya pewarisan, maka seseorang akan mendapatkan hak atas benda
3. Buku III (van verbintenisen) : memuat aturan-aturan hukum kekayaan / perihal perikatan.
Dengan kata lain, memuat hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang
4. Buku IV (van bewijs en verjaring) : memuat perihal pembuktian dan lewat waktu /
kadaluarsa. Dengan kata lain, memuat alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat
waktu terhadap hubungan-hubungan hukum
 Akibat-akibat kadaluarsa antara lain : dapat menimbulkan hak pada seseorang atau
menghilangkan / menghapuskan kewajiban dari seseorang
 Menurut ahli hukum, ada beberapa ketidaksesuaian dalam sistematika di atas yaitu :
1. Hukum waris tidak tepat dimasukkan dalam buku II karena hukum waris sangat erat
kaitannya dalam hukum kekeluargaan
2. Buku IV tidak tepat jika dijadikan sistematika hukum perdata karena termasuk lapangan
hukum formil / hukum acara perdata
- Sistematika menurut ilmu pengetahuan umum
Terbagi menjadi 4 yaitu :
1. Hukum tentang orang (personen recht) : mengatur tentang orang sebagai subjek hukum.
Nama, domisili, dan catatan sipil
2. Hukum Keluarga (familie recht) : peraturan-peraturan yang timbul karena adanya
hubungan antara orang-orang tertentu. Misal : hubungan hukum orang tua dengan
anaknya
3. Hukum harta kekayaan (vermogen recht) : peraturan yang mengatur tentang hubungan
hukum yang menyangkut hak-hak dan kewajiban yang dinilai dengan uang
4. Hukum waris (erf recht) : peraturan yang mengatur tentang hal ikhwal mengenai harta
benda seseorang yang sudah meninggal dunia
 Hukum Perorangan
- Yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum,
yang memuat peraturan perihak kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
 Beberapa pengertian tentang subyek hukum disampaikan beberapa ahli hukum antara lain:
- Menurut Subekti : pembawa hak / subyek utama dalam hukum
- Menurut Riduan Syahrani : pendukung hak dan kewajiban
- Menurut Prof Sudikno : segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari
hukum





- KESIMPULAN  Subyek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat
mempunyai / memilki pendukung hak dan kewajiban sehingga berwenang untuk melakukan
suatu tindakan hukum. Dalam hal ini adalan manusia, dari saat dia dilahirkan sampai
meninggal dunia.
Setiap manusia adalah subyek hukum, sifatnya melekat / kodrati, mempunyai kewenangan
untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban, maka setiap subyek hukum mempunyai
kecakapan untuk bertindak hukum (dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum)
Dipertegas dalam pasal 3 KUHP  tidak ada jenis hukuman apapun yang mengakibatkan
kematian perdata / menghapuskan hak-hak perdata seseorang (kalaupun ada, sifatnya hanya
membatasi saja)
Namun, tidak semua subyek hukum itu cakap hukum. Menurut UU, orang-orang yang
dinyatakan tidak cakap untuk melakukan tindakan hukum sendiri adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa  menurut KUHP belum berumur 21 tahun / belum
menikah
2. Orang-orang yang terganggu / tidak sehat akal pikirannya
(2 golongan ini diletakkan dibawah pengampuan, dalam segala tindakan hukum diwakili
kurator)
3. Orang-orang yang dilarang oleh UU untuk melakukan tindakan hukum
(golongan ini diwakili oleh kurator atau hakim pengawas)
Akibat-akibat yang timbul dari ketidakwenangan berhak dan ketidakcakapan adalah dapat
dimintakan pembatalan pada Pengadilan Negeri. Ada 2 macam pembatalan hukum, yaitu :
1. Vernietegbaar : pembatalan lewat permohonan
2. Nieteg : pembatalan hukum secara otomatis
Handlicting : lembaga yang bisa menghapuskan ketidakwenangan berhak dan ketidakcakapan
bagi yang belum dewasa (melalui proses ‘pendewasaan’) bagi mereka yang belum berumur 21
tahun.
Pertemuan IV
26 – 01 – 2011
 Pencegahan perkawinan dalam UU no 1 Tahun 1974 diatur dalam pasal 13 – 21. Akan tetapi
tidak ada pengertiannya secara jelas
Pencegahan perkawinan / stuiting adalah usaha untuk menghindari adanya perkawinan yang
bertentangan dengan aturan atau ketentuan yang ada.
 Suatu perkawinan dapat dicegah apabila ada salah satu pihak yang tidak memenuhi syarat
perkawinan. Yang dapat melakukan pencegahan perkawinan adalah orang-orang yang
mempunyai hubungan khusus / dekat dengan calon mempelai
Dilakukan dengan cara mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama (muslim) atau
Pengadilan Negeri (nonmuslim)
 Pembatalan perkawinan, dilakukan apabila perkawinan sudah terjadi. Menurut UU no 1 tahun
1974, pembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila :
1. Para pihak tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan (dalam pasal 6 s.d 12)
2. Pegawai pencatat perkawinan / wali nikahnya tidak memiliki kewenangan untuk
melaksanakan perkawinan
3. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa dihadiri minimal 2 orang saksi dari pihak laki-laki dan
perempuan.
 Pengajuan pembatalan perkawinan dilakukan oleh pihak yang mempunyai hubungan darah
dekat dengan mempelai. Diajukan ke Pengadilan Agama (muslim) dan Pengadilan Negeri
(nonmuslim)
 Akibat hukum sebuah perkawinan
1. Terhadap suami istri
Dalam UU no 1 tahun 1974 diatur dalam pasal 30 – 34, sedangkan dalam KUHP diatur
dalam pasal 103 – 118, garis besar pasal 30-34 adalah sebagai berikut :
a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang
menhadi sendir dasar dari susunan masyarakat
b. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain
c. Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat
d. Suami istri sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum
e. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga. Suami wajib melindungi
istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
dnegan kemampuannya, dan istri wajib mengurus rumah tangga dengan sebaik-baiknya
f. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, yang ditentukan secara
bersama.
Perbedaan utamanya adalah pada UU no 1 tahun 1974, suami dan istri mempunyai
kedudukan yang sama dalam hukum / dapat melakukan perbuatan hukum
Sedangkan pada KUHP, seorang istri dianggap menjadi tidak cakap hukum sehingga
dalam melakukan perbuatan hukum diwakili oleh suami
2. Terhadap harta kekayaan
- Menurut UU no 1 Tahun 1974 ditentukan bahwa harta kekayaan yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan tetap menjadi milik masingmasing
- Menurut KUHP ditentukan bahwa jika tidak ada perjanjian kawin, terjadi persatuan /
pencampuran harta benda, baik itu yang harta bawaan maupun harta yang diperoleh
selama perkawinan atau juga warisan
3. Terhadap keturunan
- Menurut UU no 1 Tahun 1974, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam perkawinan
yang sah. Anak tidak sah hanya memiliki ikatan hukum dengan ibunya saja
- Menurut KUHP  prinsipnya SAMA, sedikit perbedaan adalah anak tidak sah
mempunyai hubungan hukum juga dengan pihak yang mengakuinya
 Adopsi tidak diatur baik dalam KUHP maupun UU no 1 Tahun 1974, namun adopsi sering
dilakukan oleh masyarakat sehingga pemerintah Hindia Belanda saat itu mengeluarkan S.1917
no 129. Dalam S. 1917 adopsi adalah pengangkatan seseorang yang bukan anak dari suami
istri bersangkutan, namun diangkay, diambil, dan diperlakukan seperti anak kandungnya sendiri
 Adopsi tidak diatur dalam KUHP karena tujuan perkawinan bukan semata-mata untuk
memperoleh keturunan (tujuan perkawinan menurut KUHP)
 Di indonesia ada UU no 12 tahun 1976 yang mengatur adopsi, dijelaskan bahwa pengangkatan
anak dilakukan agar anak tersebut sejahtera, dan hubungan dengan orangtua kandungnya
tidak boleh terputus. Selain itu, tidak boleh memaksakan agama kepada anak yang diangkat.
 Adopsi tidak diatur dalam UU no 1 Tahun 1974 karena dalam UU no 1 Tahun 1974 sudah
disediakan jalan keluar apabila tidak mempunyai keturunan yaitu suami diperbolehkan menikah
lagi.
 Ketentuan-ketentuan adopsi dalam hukum islam  dalam hukum islam tidak dikenal adanya
lembaga adopsi. Ada ketentuan bahwa hubungan anak dengan orangtua tidak terputus. Di
dalam hukum islam, anak angkat tidak punya hak mewarisi. Diatur dalam surat Al-Ahzab : 4-5
 Putusnya perkawinan dan akibat-akibatnya :
- Menurut UU no 1 Tahun 1974 perkawinan putus karena adanya : Kematian, Perceraian, dan
Keputusan Pengadilan
Putusnya perkawinan karena perceraian bagi muslim ada 2 macam :
1. Cerai talak  dilakukan oleh suami dengan menjatuhkan talak
2. Cerai gugat  dilakukan oleh istri
Sedangkan bagi non muslim, perceraian terjadi karena adanya gugatan dan diproses di
Pengadilan Negeri setempat.
Perceraian diakui setelah adanya putusan dari hakim
- Menurut KUHP, putusnya perkawinan disebabkan antara lain karena :
1. Karena kematian
2. Karena perceraian
3. Karena keadaan tidak hadir salah satu pihak selama 10 tahun, diikuti dengan perkawinan
baru dengan pihak yang lain
4. Karena keputusan hakim setelah terjadi pisah meja dan ranjang selama 5 tahun
 UU no 1 tahun 1974 memakai istilah putusnya perkawinan, sedangkan KUHP memakai istilah
bubarnya perkawinan  karena menurut UU no 1 tahun 1974 perkawinan adalah suatu ikatan,
sedangkan menurut KUHP pekawinan adalah sebuah persetujuan / kesepakatan.
 Perkawinan Campuran
- diatur dalam pasal 57-61 UU no 1 tahun 1974 yaitu perkawinan antara 2 orang di Indonesia
yang masing-masing pihak tunduk pada hukum yang berbeda karena adanya perbedaan
kewarganegaraan, dimana salah satunya adalah WNI
- sedangkan menurut KUHP mencakup pengertian lebih luas, yaitu perkawinan campuran
tidak dipersyaratkan salah satunya adalah WNI, boleh antara WNA dengan WNA
 Menurut UU no 1 tahun 1974, tata cara perkawinan campuran dilakukan sesuai dengan tempat
dilangsungkan. Sedangkan menurut KUHP dilangsungkan sesuai ketentuan hukum yang
berlaku pada suami.
 Perkawinan campuran berakibat pada suami / istri dan keturunannya
- Menurut UU no 1 tahun 1974, suami / istri bebas memilih kewarganegaraannya.
- Menurut KUHP, kewarganegaraan istri tunduk pada suami.
- Sedangkan untuk keturunannya, sampai batas usia dewasa mengikuti kewarganegaraan
orang tua (umumnya ayah), setelah itu bebas memilih.
 Perkawinan luar negeri menurut UU no 1 tahun 1974 adalah perkawinan yang dilangsungkan di
luar Indonesia antara 2 WNI atau antara WNI dan WNA, dilakukan menurut hukum yang
berlaku di negara ybs. Dengan catatan, bagi WNI tidak boleh melanggar UU no 1 tahun 1974
 Hukum Benda
Benda / zaak lazimnya disebut sebagai penghadapan dari subyek hak yaitu manusia
Menurut pasal 499 KUHP, zaak adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki / yang dapat menjadi
objek dari hak milik, tidak hanya meliputi barang-barang yang berwujud, tetapi juga barangbarang tidak berwujud, misalnya hak-hak yang timbul dari kepemilikan benda-benda berwujud.
 Macam-macam benda
- Menurut KUHP, digolongkan menjadi :
1. Benda berwujud dan tidak berwujud
2. Benda bergerak dan tiak bergerak
3. Benda yang habis dipakai dan yang tidak habis dipakai
4. Benda yang sudah ada dan benda yang akan ada
5. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
Pertemuan V
02 – 02 – 2011
 Pembagian macam-macam benda menurut Prof Subekti :
1. Benda yang dapat diganti (contoh : uang) dan yang tidak dapat diganti (contoh : kuda)
2. Benda yang dapat diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan (contoh : jalan
dan lapangan umum)
3. Benda yang dapat dibagi (contoh : beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh : sapi)
4. Benda yang bergerak (contoh : alat perabot) dan yang tidak bergerak (contoh : tanah)
 Yang paling penting dan utama diantara macam-macam pembagian benda adalah barang
bergerak dan barang tidak bergerak, karena mempunyai akibat-akibat yang penting dalam
hukum berkaitan dengan ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku untuk benda tersebut,
antara lain yaitu :
1. Dalam hal penyerahan (levering)
Untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama
Untuk benda bergerak dilakukan secara nyata dengan pemindahan barang
2. Dalam hal penyitaan (bezlag)
Untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan sita concervatoir / pengamanan
Untuk benda bergerak dilakukan dengan sita revindicatoir atau sita gadai atau sita marital
 langsung diambil barangnya
3. Dalam hal pembebanan / penjaminan (bezwaring)
Untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan hipotek
Untuk benda bergerak dilakukan dengan gadai (pand)
Perbedaannya adalah : dalam gadai, barangnya diserahkan kepada si penjamin sedangkan
pada hipotek barangnya tidak diserahkan kepada penjamin
Dalam hal penjaminan dikenal istilah jaminan fiducia, yaitu jaminan atas dasar kepercayaan
berupa benda bergerak akan tetapi benda-benda tersebut tidak diserahkan
4. Dalam hal kadaluwarsa (veerjaring)
Untuk benda tidak bergerak berlaku kadaluwarsa
Untuk benda bergerak tidak mengenal kadaluwarsa
5. Dalam hal hak menguasai (bezit)
- Untuk benda bergerak berlaku pasal 1977 KUHP yaitu barangsiapa menguasai barang
bergerak, maka dia dianggap seolah-olah memiliki benda tersebut. Penguasa atas barang
(bezitter) dianggap seolah-olah sebagai pemilik (eigenaar)
- Untuk benda tidak bergerak tidak berlaku pasal 1977 KUHP
 Hukum Benda
- Menurut Riduan Syahrani : hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang
dengan benda, yang diatur dalam buku II KUHP. Hubungan tersebut akan menimbulkan hak
atas benda atau disebut juga hak kebendaan (zaaklijk recht)
 Hak kebendaan adalah hak yang memberikan keleluasaan langsung kepada seseorang yang
berhak untuk menguasai suatu benda di tangan siapapun benda itu berada
 Ciri-ciri hak kebendaan :
1. Merupakan hak mutlak / absolut
2. Mempunyai zak gevolg, artinya hak kebendaan mengikuti benda itu dumanapun berada
3. Bersistem, artinya hak kebendaan yang lebih dulu terjadi mempunyai kedudukan yang lebih
tinggu daripada yang setelahnya
4. Mempunyai hak di-lebihdahulu-kan
 Didalam KUHP, hak kebendaan dibagi menjadi 2 :
1. Hak kebendaan yang memberi kenikmatan, misalnya hak menguasai, hak milik, hak pakai,
hak menguasai atau menikmati hasil, dll.
2. Hak kebendaan yang memberi jaminan, misalnya hak gadai, hak kipotek, dan hak
pertanggungan yang lainnya.
 Hak-hak kebendaan yang memberi kenikmatan berupa tanah dengan berlakunya UU Pokok
Agraria no 5 tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku lagi dalam Buku II BW, diganti dengan hak
sebagai berikut :
1. Hak milik
2. Hak guna usaha
3. Hak guna bangunan
4. Hak pakai
5. Hak sewa untuk bangunan
6. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
7. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
8. Hak guna ruang angkasa
9. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial
 Hak milik menurut UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960 : hak turun-temurun, terkuat, dan
terpenuh yang dapat dimiliki oleh orang atas tanah dengan mengingat bahwa hak tersebut
memiliki fungsi sosial. Yang dapat memiliki hak milik atas tanah hanyalah WNI dan badan
hukum tertentu. Hak milik sifatnya tidak terbatas jangka waktunya karena dapat diwariskan.
 Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah milik negara dalam jangka waktu max
25-35 tahun, guna mengusahakan pertanian, peternakan, perikanan dengan luas tanah min 5
hektar. Yang dapat memegang hak guna usaha adalah WNI
 Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah
yang bukan miliknya sendiri. Jangka waktunya 20 tahun, dapat dieprpanjang menjadi 25 tahun.
Yang dapat memegang hak guna bangunan adalah WNI
 Hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah milik negara atau
tanah orang lain.
 Mengapa pemerintah menerbitkan UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960?
 untuk menciptakan keseragaman mengenai hukum tanah di Indonesia. Sebelum ada UU
Pokok Agraria no 5 tahun 1960, hukum tanah bersifat dualisme, ada yang tunduk pada hukum
barat dan ada yang tunduk pada hukum adat.
UU ini mulai berlaku tanggal 24 September 1960, mempunyai arti penting dalam Buku II KUHP
karena menghapuskan pasal-pasal KUHP yang mengatur tentang tanah
 Buku II yang mengatur hukum waris dan hukum benda bersifat tertutup artinya orang tidak bisa
menciptakan hak-hak lain kecuali yang sudah ditetapkan / diatur. Sedangkan Buku III
sebaliknya bersifat anvullen recht, hanya bersifat pelengkap, terbuka, bebas untuk menentukan
perjanjian-perjanjian lain.
 Ruang lingkup UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960
- Dalam arti luas mencakup bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan yang ada di dalamnya
- Dalam arti sempit banya hak-hak atas tanah
Pertemuan VI
09 – 02 – 2011
 Buku ke II selain mengatur tentang hukum benda juga mengatur rengtang hukum waris dan
piutang yang diutamakan (privelege)
 Privelege adalah hak yang diberikan oleh UU kepada kreditur yang satu diatas kreditur yang
lainnya berdasarkan sifat piutangnya. Keistimewaan yang diberikan dalah dalam hal
pelunasannya.
 Macam-macam privelege :
1. Privelege khusus  piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu saja
2. Privelege umum  piutang yang diistimewakan terhadap semua benda-benda milik kreditur
 Hak reklame adalah hak yang diberikan kepada penjual untuk meminta kemali barangnya dari
pembeli setelah pembeli membayar tunai  hanya berlaku paling lambat 2 hari setelah tanggal
transaksi dan barang masih ada di tangan pembeli. Diatur dalam pasal 1145 KUHP
 Dalam pasal 230 KUHD juga mengatur tentang hak reklame. Perbedaannya adalah :
1. Jangka waktunya 60 hari
2. Pembeliannya bisa secara tunai dan kredit
3. Pembeliannya dalam partai besar / grosir
 Hak retensi adalah hak untuk menahan suatu benda sampai piutang yang berkaitan dengan
benda tersebut dilunasi (menurut Prof. Sudewi)
 Hak reklame dan hak retensi masuk Buku II KUHP, karena hak-hak ini berkaitan dengan hak
kebendaan, walaupun sebagian ahli hukum tidak sependapat
 Jaminan fiducia (jaminan atas dasar kepercayaan) diatur dalam UU no 42 tahun 1999
 UU no 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah dibuat untuk menggantikan ketentuan tentang hipotek dan sebagai tindak lanjut
UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960
Objek dari hak tanggungan ini adalah :
1. Hak milik, hak guna bangunan, hak milik bangunan
2. Hak pakai atas tanah negara
3. Bangunan rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun yang berdiri diatas tanah
hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai.
Download