prita mulyasari [OMITA 14-064 PTIK-10]

advertisement
TUGAS PTIK
PELANGGARAN UU ITE
OMITA RISKI
1412100064
PTIK-10
KASUS PRITA
MULYASARI DAN RS
OMNI
Kasus ini bermula dari pelaporan
RS Omni terhadap Prita Mulyani
dengan tuduhan pencemaran
nama baik
Pertanyaannya adalah…
Mengapa kasus ini dapat terjadi?
Apakah kasus ini termasuk dalam
pelanggaran UUD 1945 dan
tepatnya UU ITE?
Kasus ini bermula dari Prita Mulyasari yang
menjalani segenap proses perawatan di RS. Omni
atas beberapa keluhan penyakit. Dan diagnosa
dokter yang diperolehnya adalah demam
berdarah atau tifus.
Namun selama menjalani perawatan, prita
mengeluhkan minimnya penjelasan yang
diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi
medis yang diberikan, disamping kondisi
kesehatan yang semakin memburuk yang diduga
akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil
laboratorium awal menyebabkan kekeliruan
diagnosis oleh dokter pemeriksa.
Disebabkan karena pengaduan serta permintaan
tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta
hasil laboratorium awal yang tidak dapat
dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian
menulis email tentang tanggapan serta keluhan
atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis
Karena curhatan Prita menyebar di Milis, pihak RS.
Omni mengeluarkan bantahan dan melaporkan Prita ke
pihak berwajib
Berikut salah satu curhatan Prita, Keluhan:
laporan lab yang “direvisi” dengan trombosit
27.000 menjadi 181.000
“…Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan
tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga
pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr
H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi
hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil
lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus
memberikan instruksi ke suster perawat supaya
diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak
tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien…”
Pada persidangan, Prita dibidik 3 buah pelanggaran
pasal oleh jaksa penuntut umum. Ketiga pasal itu
adalah :
1.Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU ITE
2.Pasal 310 ayat (2) KUHP
3.pasal 311 ayat (1) KUHP
ketiga pasal tersebut dirancang untuk menjerat
pelaku yang diduga melakukan pencemaran nama
baik dan penghinaan.
Bunyi Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27
ayat (3) UU No 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan
atau mentransmisikan dan atau
membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan atau
Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan
dan atau pencemaran nama
baik.”
Bunyi Pasal 310 ayat (2) KUHP
“Jika hal itu dilakukan dengan
tulisan atau gambaran yang
disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum,
maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan atau
pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.”
Bunyi pasal 311 ayat (1) KUHP
“Barangsiapa melakukan
kejahatan menista atau
menista dengan tulisan, dalam
hal ia diizinkan untuk
membuktikan tuduhannya itu,
jika ia tidak dapat
membuktikan dan jika tuduhan
itu dilakukannya sedang
diketahuinya tidak benar,
dihukum karena salah
memfitnah dengan hukum
penjara selama-lamanya empat
tahun.”
Sebenarnya yang
dilakukan oleh
Prita Mulyasari
adalah curhat
mengenai apa
yang ia alami.
Namun judul
provokatif yang ia
tuliskan,
mengensankan
bahwa ia berniat
mencemarkan
nama RS. Omni.
Pada akhir dari kasus ini, secara
pidana, Prita bersalah dan
divonis penjara selama 6 bulan,
namun secara perdata Prita
Mulya sari dinyatakan bebas,
karena Prita menggunakan Pasal
310 ayat 3 KUHP yang
‘menyerang’ Pasal 310 ayat 2
KUHP yang diberikan JPU.
Kemudian pasal 4 d UU No. 8
Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen serta
Pasal 28 G UUD 1945 yang
keduanya berisi tentang Hak dan
berhasil ’mematahkan’ Pasal 27
ayat 3 UU ITE.
ANALISA KASUS
1. Apa yang dilakukan oleh Prita adalah haknya
sebagai konsumen, namun seharusnya yang
dilakukan adalah mengadukan apa yang
diterimanya kepada Majelis Kehormatan
Kedokteran, bukan curhat melalui milis, dan
berakhir pada penahanan dan pengadilan.
Walaupun dalam kasus ini Majelis
Kehormatan Kedokteran juga belum memberi
responnya.
2. (UU ITE, 27:3) dinilai bersifat lentur dan
multiinterpretasi. Karena persepsi tiap orang
berbeda maka akan mudah menimbulkan
konflik, serta dapat saling terbentur dengan
pasal-pasal lain bahkan pada UUD 1945,
yakni pasal mengenai hak asasi manusia pada
pasal 28, sehingga pasal ini kurang kuat.
Sehingga untuk menentukan apakah kasus ini
melanggar UUD 1945 atau UU ITE cukup sulit
SEKIAN
TERIMA KASIH
Download