Keberhasilan Penanganan DM Pragestasional

advertisement
Ariefandi dan Hermanto : Keberhasilan Penanganan DM Pragestasional dengan Komplikasi Berat
Keberhasilan Penanganan DM Pragestasional dengan Komplikasi Berat
Successful Management of Pregestational DM with Severe Complications
Ariefandi, Hermanto
Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
ABSTRACT
Pregestational diabetes mellitus is one of the most frequent medical complications in pregnancy. Compared with
gestational diabetes, there are and organs complications, easiness to get the complications and more difficulties in
glucose regulation . Team work, intensive monitoring and adequate facilities needed to manage this case
appropriately. Here we present two cases of pregestational diabetes with severe end organ complications i.e.
retinopathy, nephropathy and chronic hypertension. Even in literature study stated that there are infertility in women
with diabetes but only 1 case with difficulty to get pregnant. From laboratory examination, the glucose levels were
210–220 mg/dl and Hb A1C 8% and 7,5% – a little bit higher. Maintaining appropriate blood glucose level, managing
the complications and decided the timely delivery of the baby were the main problems. Diet, and some insulin
combinations were used accordingly. Termination of the pregnancy were done with maternal indications severe
preeclampsia; cesarean delivery were performed, 1 suffered from IUGR and 1 suffered from DKA. Intensive care by 1
team delivered to the mother and newborn and both cases discharged in good conditions. After two years the mothers
were still under controlled and there were no signs of obesity and DM in the babies. Lesson learned from this report is
team approach in pregestational diabetes with severe complications is mandatory due to the difficulties in maintaining
the appropriate blood glucose level and decided the timely delivery of the baby. And monitoring the adult
consequences of fetal programming should be done closely. As with Barker hypothesis, monitoring of both babies
would be continued because the probability of metabolic disorder in these two cases were very high.
Key words:
Pregestational diabetes mellitus, severe complication
Correspondency: Ariefandi, Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
PENDAHULUAN
KASUS
Diabetes
mellitus
(DM)
dalam
kehamilan
diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu DM yang
mendahului kehamilan, yaitu DM pragestasional dan
DM yang terjadi saat kehamilan, yaitu DM gestasional.
Dampak terbesar pada kondisi ini, meningkatnya
morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun janin. Di
RSU Dr. Soetomo, angka kejadian tahun 1991 hingga
2003 adalah 12 penderita dari 602 kehamilan. Data tahun
2003, cara persalinan seksio sesarea berkisar 47.1
Terdapat dua kasus kehamilan dengan DM
pragestasional yang dirawat di RSU Dr. Soetomo. Kasus
pertama adalah Ny. L, wanita berusia 35 tahun yang
hamil pertama, datang saat usia kehamilan 34/35 minggu
dan status gizi obesitas. Kasus kedua ialah Ny. N, wanita
20 tahun yang juga hamil pertama, datang saat usia
kehamilan 35/36 minggu dan status gizi kurus. Diagnosis
untuk keduanya ditegakkan dengan anamnesis, HbA1C,
GDP/2 jam PP, BUN/SK, dan USG.
Skrining pada wanita hamil sangat diperlukan,
mengingat insidensi diabetes dalam kehamilan makin
meningkat, terutama pada wanita risiko tinggi. TTGO di
RSU Dr. Soetomo berdasar workshop fetomaternal
terakhir (1998) tetap memakai beban 100 g dengan
DMG dikatakan positif bila dijumpai 2 angka sama atau
lebih. Nilai yang dianggap standar adalah kadar gula
puasa 105 mg/dl, 1 jam 190 mg/dl, 2 jam 165 mg/dl, dan
3 jam 145 mg/dl. Bila didapatkan hasil dua angka yang
meningkat maka DMG dapat ditegakkan. Tallarigo, dkk
menemukan bahwa kejadian makrosomia berkaitan
dengan nilai 2 jam pp.1
TATALAKSANA KASUS
Kasus I. Riwayat penyakit dahulu Ny. L. Penderita
diketahui menderita diabetes sejak 20 tahun yang lalu,
penderita sering mengeluh lemah dan lesu, kemudian
oleh orang tua diminta untuk check-up gula darah di
Puskesmas dan dikatakan gula darah tinggi yaitu ± 200.
Riwayat kedua orang tua menderita diabetes. Minum
obat Glibenklamid 1-0-1 selama 3 tahun. Selama ini
tidak pernah lagi mengontrol kadar gula darah. Sejak 3
tahun yang lalu, mengeluh luka di kaki yang tidak
sembuh, hasil pemeriksaan gula darah saat itu 430,
kemudian berobat ke dokter bedah diberi daonil 1-1/2-0,
minum obat selama 3 bulan. Hingga saat ini, penderita
129
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 16 No. 3 September - Desember 2008 : 129 - 132
masih minum glibenklamid. Sejak usia 28 tahun,
penderita kontrol teratur di poli Diabetes menggunakan
insulin. Mendapat insulin Humulin 8 IU-0-0 dan diet KV.
Riwayat hipertensi kronis disangkal. Penderita
memeriksakan diri di poli Hamil I karena terlambat
menstruasi 3 bulan.
Riwayat
pemeriksaan
USG
di
Fetomaternal,
janin/tunggal/hidup, CRL = 8 mgg, DJJ+. TD 150/90, N
80 x/mnt, RR 20 x/mnt. Cor/pulmo dalam batas normal,
Edema –/–, albuminuria +l. Hasil konsul mata: ODS
proliferatif diabetik retinopati. Hasil konsul kardio:
Hipertensi stage I, terapi Nifedipin 3 x 5 mg, Metyldopa
2 x 250 mg. Hasil konsul poli Diabetes: Inj Humulin 10
IU-0-0 dan tidak perlu regulasi cepat. Hasil pemeriksaan
laboratorium dapat disimak pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium Ny. L
GDP = 220
Asam urat = 3,5 Albumin = 3,9
GD 2 j PP = 276 K+ = 2,7
HbA 1C = 8,6
BUN = 7,4
Na2+ = 133
Hb = 13,5
SK = 0,5
SGOT = 12
Lekosit = 11,1
UL = lekosit banyak SGPT = 12
Trombosit = 358
Pada kasus Ny. L/34 th, kami lakukan perawatan secara
poliklinis dengan mengontrol dan memonitor kadar gula
secara ketat. Meski demikian penderita kerap kali MRS
karena gula darah meningkat dari target yang ditentukan,
sehingga insulin yang dipakai diganti dengan aktrapid
serta pemberian edukasi ulang saat MRS. Selama kami
merawat penderita tersebut kesulitan yang timbul adalah
kadar gula yang tidak stabil meski dosis insulin
ditingkatkan serta timbulnya komplikasi yang tidak
dapat dicegah. Komplikasi yang timbul adalah vitreous
bleeding dan
hipertensi
kronik superimposed
preeklamsia. Akhirnya kehamilan diterminasi dengan
seksio sesarea.
Kasus II. Penderita, Ny. ND, kiriman poli Kandungan
dengan gravida muda + DM tipe 1 + nefropati diabetik.
Tes urine pertama bulan Desember 2004 di poli
Kandungan. Gerak anak pertama kali (–). Pemeriksaan
antenatal dilakukan penderita di poli Kandungan.
Penderita menikah 1 tahun, riwayat KB (–).
Riwayat penyakit dahulu. Penderita diketahui menderita
DM sejak kelas 3 SD. Awalnya dengan keluhan banyak
makan, minum, sering kencing, dan penurunan berat
badan, hingga kemaluan penderita lecet. Oleh orang tua
diperiksakan ke poli Anak, diperiksakan gula darah,
didapatkan hasil GDA 750. Penderita sempat MRS di
bagian anak untuk regulasi gula darah dan pengaturan
diet. Kemudian penderita berobat teratur di poli
Endokrin Anak, mendapat terapi mixtard. Setelah
diterapi, hasil gula darah berkisar antara 94–104.
Tanggal 23 April 2001, penderita. dikonsulkan ke bagian
Mata dengan keluhan penglihatan berkurang. Oleh
bagian mata didiagnosis early nonproliferatif diabetic
retinopathy, dikonsulkan ke supervisor mata disarankan
terapi konservatif, kontrol tiap 2 bulan. Kemudian
penderita kontrol tidak teratur oleh karena keluhan
berkurang. Sejak tahun 2002, penderita pindah rawat
jalan ke poli Endokrin (IPD). Hingga saat ini mendapat
terapi mixtard 20 IU (pagi), 15 IU (sore) serta diet B2
puasa. Pada bulan Februari 2003, merasa bila kencing
nyeri dan kencing seperti air beras (keruh). Dilakukan
pemeriksaan di poli Endokrin dan didapatkan hasil: UL
leuko (+) 6–7, silinder (+) dan mikroalbuminuria 820,1
mg/l. Saat itu TD berkisar 130/100. Kemudian penderita
dikonsulkan ke poli Nefrologi dan mendapat terapi
captopril 3 x 12,5 mg serta Nifedipin 3 x 5 mg.
Didiagnosis nefropati diabetik. Penderita kontrol hingga
saat ini. Pada tanggal 23 Desember 2004, penderita
kontrol pertama kali ke poli Kandungan dengan keluhan
terlambat haid sejak 1 bulan, dilakukan pemeriksaan tes
kehamilan (+) kemudian kontrol tiap bulan. Tanggal 20
Januari 2005, penderita memeriksakan diri ke poli Mata
dengan keluhan mata kabur. Pada tanggal 24 Januari
2005, penderita mengeluh keluar flek-flek dari kemaluan.
Saat itu, hasil GDA 75 dan mendapat terapi mixtard 10
IU (pagi) dan 6 IU (sore). Hasil pemeriksaan USG di
fetomaternal GS (+) intrauterin, janin/tunggal/DJJ (+),
CRL = 32,8 mm sesuai 10–11 minggu. Diberikan terapi
duphaston dan roborantia, kontrol ke poli Hamil 1. TD
150/90, N 88 x/mnt, RR 20 x/mnt. Cor/pulmo dalam
batas normal, edema –/–, albuminuria +1. Hasil konsul
Mata: ODS early proliferatif diabetic retinopathy. Hasil
konsul poli Diabetes: hasil GD 2 jam PP 149 dan terapi
inj Humulin 20 IU (pagi), 15 IU (sore). Hasil konsul
Nefro: metyldopa 3 x 250 mg, cek laboratorium lengkap.
Hasil lab: Hb = 10,1, Lekosit = 11,8, Trombosit = 333,
GDA = 428, BUN = 25, SK = 1,5, asam urat = 4,6,
SGOT/SGPT = 22/13, K+ = 4,8, Na2+ = 132, UL:
Reduksi (++). Hasil konsul IPD: penderita dengan
gravida muda + DM belum teregulasi. Saran: Diet B
1500 kkal, regulasi cepat insulin 3 x 4 IU (i.v.)
Pada kasus kedua Ny. N/20 thn, diketahui telah
menderita diabetes sejak kecil. Penderita menggunakan
OHO cukup lama. Bahkan sempat MRS di bagian anak,
RSUD Dr. Soetomo karena kadar gula > 500. Saat usia
remaja, penderita mulai menggunakan insulin serta
didapatkan komplikasi diabetes nefropati. Pada saat
hamil, diperlukan pemantauan ketat kondisi ibu dan
janin, serta pemberian edukasi dan komunikasi terhadap
ibu dan keluarga. Selama perawatan penderita tersebut
kesulitan yang timbul adalah kadar gula yang tidak stabil
meski dosis insulin ditingkatkan serta timbulnya
komplikasi yang tidak dapat dicegah. Penderita beberapa
kali MRS, untuk regulasi kadar gula darah serta
pemantauan ketat di rumah sakit saat usia kehamilan 33
minggu. Meski demikian komplikasi tetap tidak dapat
dicegah. Komplikasi yang timbul adalah hipertensi
kronik superimposed preeklamsia, fetal takikardi,
retinopati dan hidramnion. Akhimya kehamilan
diterminasi dengan seksio sesarea.
130
Ariefandi dan Hermanto : Keberhasilan Penanganan DM Pragestasional dengan Komplikasi Berat
PEMBAHASAN
Pada kedua kasus tersebut, Ny. L/34 th dan Ny. N/20 th
merupakan kasus PGDM yang telah terdiagnosis serta
didapat komplikasi sebelum kehamilan. Kondisi yang
timbul pada kedua kasus diatas selama kehamilan adalah
preeklamsia, hidramnion, dan persalinan prematur.
Komplikasi yang kerap terjadi pada PGDM, yaitu
preeklamsia, persalinan prematur, infeksi saluran
kencing, kelainan kongenital, hidramnion, gangguan
pertumbuhan janin terhambat, serta meningkatnya
persalinan dengan seksio sesarea. Menurut Sibai,
kejadian persalinan prematur pada PGDM berkisar 9%,
preeklampsia 10–20%.2 Dilaporkan persalinan prematur
pada PGDM, didahului dengan preeklamsia. Menurut
Seely,3 insulin resisten atau hiperglikemi merupakan
salah satu penyebab preeklamsia. Hiperinsulin akan
meningkatkan absorbsi natrium di ginjal, merangsang
sistem saraf simpatis dan menyebabkan endothel
dysfunction, kesemuanya mengakibatkan vasokonstriksi
dan vasospasme pembuluh darah.
Pengaruh diabetes dalam kehamilan disimpulkan akibat
progresivitas diabetes menjadi nefropati diabetikum.
Pada kasus II, tahun 2005, keluhan bertambah menjadi
mata kabur, setelah dikonsulkan ke bagian Mata
didiagnosis retinopati diabetikum. Tidak berbeda dengan
kasus kedua, Ny. L/34 thn, yang juga menderita diabetes
sebelum kehamilan, lama diabetes yang diderita lebih
dari 5 tahun dan diagnosis hanya di tingkat Puskesmas.
Progresivitas penyakit berupa infertil, retinopati
diabetikum. Berdasar data di atas menegakkan diagnosis
diabetes berikut dengan komplikasi bukanlah hal yang
sulit, akan tetapi meskipun dengan pengobatan yang
adekuat progresivitas penyakit akibat mikro- dan
makroangiopati tetap berlanjut. Indikasi penggunaan
insulin sebagai salah satu terapi dalam mengontrol kadar
gula darah merupakan pilihan, disamping diet dan
olahraga.
Kesulitan dalam regulasi gula darah. Menurut Paust,
berdasar penelitian 157 penderita diabetes yang
mendapat stresor psikologis, pengendalian gula darah
akan mengalami gangguan. Dikaitkan stres psikologis
dan fisik, akan mempengaruhi proses apoptosis dan
autoimun sehingga berpengaruh pada metabolisme
kortisol dalam tubuh. Stres psikologis akan
meningkatkan produksi ACTH dan kortisol di kelenjar
adrenal yang berpengaruh pada apoptosis sel limfoid
hingga terjadi reaksi autoimun, proses autoimun ini akan
mempengaruhi sel β pankreas (reaksi autoimun)
sehingga produksi insulin akan menurun dan glukosa
darah akan meningkat.4
Edukasi dalam meningkatkan kepatuhan terapi. Menurut
ADA, salah satu dalam program terapi adalah edukasi.
PGDM merupakan penyakit yang bersifat kronis
sehingga diperlukan perawatan, dan penjelasan kepada
penderita dilakukan secara berulang, diharapkan
penderita dapat melakukan manajemen terapi dan
monitoring secara mandiri.5
Monitoring ibu dan pertumbuhan janin saat perawatan
antenatal dan pascapersalinan. Pada kedua kasus,
penderita memeriksakan kehamilan saat trimester I
dengan kondisi kadar gula darah yang belum teregulasi.
Hanya saja keduanya telah mendapat terapi di poli
Penyakit Dalam, bahkan Ny. N/20 thn, mendapat insulin
sejak remaja, hal ini dimungkinkan kondisi hiperglikemi
yang bersifat teratogenik dapat diminimalisiasi. Menurut
Inzucchi2 dalam menurunkan risiko kelainan kongenital
pada PGDM adalah regulasi gula darah, sebelum
konsepsi dan saat trimester pertama. Sebelum usia
kehamilan 8 minggu merupakan periode organogenesis,
kondisis hiperglikemi sebelum 8 minggu kehamilan
bersifat
teratogenik.
Dikatakan
menyebabkan
peningkatan radikal bebas dan deplesi dari
myoinositol.2,6
Menentukan kapan waktu yang tepat melakukan
terminasi kehamilan serta mode of delivery-nya.
Prosedur di RSU Dr. Soetomo, terminasi kehamilan pada
diabetes dalam kehamilan dilakukan atas indikasi ibu,
yaitu gula darah sulit dikendalikan, serta timbul
komplikasi yang memberat, indikasi janin yaitu bila
kesejahteraan janin menurun atau tafsiran berat janin
lebih dari 4 kg, sedang indikasi waktu bila > 38 minggu. 1
Sebelum dilakukan terminasi sebaiknya dilakukan
amniosentesis untuk mengetahui maturasi paru janin.
Dilakukan seksio secara elektif bila ditemukan
kecurigaan bayi besar.2
Apakah penderita dapat hamil lagi? Dikatakan
kehamilan merupakan kondisi diabetogenik sehingga
penderita dengan riwayat diabetes pada kehamilan
memiliki risiko diabetes yang menetap. Menurut
Inzucchi,2 penderita dapat hamil lagi, akan tetapi
diperlukan kejasama yang baik dengan penderita serta
monitor terhadap kondisi ibu maupun janin.
Pemilihan metode kontrasepsi. Kontrasepsi yang
mengandung progesteron sebagai alternatif pilihan atau
bila paritas cukup dapat dilakukan steril.2
KESIMPULAN
Diabetes dalam kehamilan merupakan masalah yang
penting. Pada kondisi saat ini angka kejadian diabetes
dalam kehamilan makin meningkat. Skrining atau
deteksi dini dengan pemeriksaan kadar gula darah amat
diperlukan. Pada kedua kasus ini meski telah dilakukan
monitoring serta terapi adekuat, kondisi kadar gula tetap
tidak stabil dan komplikasi tetap timbul.
131
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 16 No. 3 September - Desember 2008 : 129 - 132
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermanto HT, Pranoto A. Konsensus pedoman diagnosis
dan terapi diabetes melitus dalam kehamilan; 2004. h.1–35.
2. Inzucchi SE, Galerneau F. Diabetes mellitus in pregnancy.
Obstet Gynecol Clin N Am. 2004; 31:907–33.
3. Seely EW, Solomon CG. Insulin resistance and its potensial
role in pregnancy induced hypertension. 2003; 2393–8.
4. Putra TS. Paradigma psikoneuroimunologi pada penelitian
diabetes melitus; 2001. h.16–23.
5. Abbate LS. Expanded ABCs of diabetes. Clinical Diabetes.
2003; 21(3):128–33.
6. Tjokroprawiro A. Diabetes and Pregnancy. Diabetes and
Nutrition Center – Dr. Soetomo Teaching Hospital,
Airlangga University School of Medicine, Surabaya; 2004.
p.1–14.
132
Download