KADAR INTERFERON GAMMA (IFN-γ) CAIRAN PLEURA PADA EFUSI PLEURA TUBERKULOSIS DAN NON-TUBERKULOSIS TESIS Oleh : FAHMI NOFRIANDI 1250306201 BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS / RSUP.Dr.M.DJAMIL PADANG 2016 KADAR INTERFERON GAMMA (IFN-γ) CAIRAN PLEURA PADA EFUSI PLEURA TUBERKULOSIS DAN NON-TUBERKULOSIS TESIS Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Spesialis Paru Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Paru FK Unand / RSUP. Dr.M. Djamil Padang Oleh : FAHMI NOFRIANDI 1250306201 BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS / RSUP.Dr.M.DJAMIL PADANG 2016 KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul judul “KADAR INTERFERON GAMMA (IFN-γ) CAIRAN PLEURA PADA EFUSI PLEURA TUBERKULOSIS DAN NON-TUBERKULOSIS”. Tesis ini merupakan tugas penelitian akhir dalam menyelesaikan pendidikan PPDS bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Penyusunan tesis ini, merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang. Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mengalami kesulitan, namun berkat bimbingan, pengarahan dan bantuan berbagai pihak akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang setulus- tulusnya kepada : 1. Bapak dr. Oea Khairsyaf, SpP(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang sekaligus sebagai pembimbing dalam penelitian ini. 2. Bapak dr. Irvan Medison, SpP(K) selaku Ketua Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang sekaligus sebagai pembimbing dalam penelitian ini. 3. Bapak Prof. dr. Taufik, SpP(K) selaku Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang. 4. Bapak dr. Yusrizal Chan, SpP(K) selaku staf pengajar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang. 5. Bapak dr.Zailirin YZ SpP(K) selaku staf pengajar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang. 6. Bapak dr. Masrul Basyar, SpP(K) selaku Sekretaris Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang. 7. Ibu dr. Yessy S Sabri, SpP(K) selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang sekaligus sebagai pembimbing dalam penelitian ini. 8. Ibu dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P(K) selaku staf pengajar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang 9. Bapak dr.Deddy Herman, SpP(K),FCCP,FAPSR,MCH, selaku staf pengajar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang 10. Ibu dr. Russilawati, Sp.P selaku staf pengajar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang 11. dr. Dewi Wahyu Fitrina SpP, dr. Taufiq Hidayat, SpP, dr. Yenny Muchtar, SpP, dr. Sari Nikmawati, Sp.P, Dr. Herudian Ahmadin, Sp.P dan dr. Surya Hajar, SpP(K) , dr. Nofriyanda, Sp.P selaku staf pengajar Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. 12. Kepala dan seluruh staf medis dan paramedis RS Paru Lubuk Alung Padang-Pariaman 13. Kepala Ruangan dan seluruh staf Bangsal Paru RSUP. DR. M. Djamil Padang. 14. Kepala Instalasi dan seluruh staf Bagian Patologi Klinik RSUP. DR. M. Djamil Padang. 15. Kepala dan seluruh staf Laboratorium Klinik Prodia Padang 16. Ayah dan ibunda H. Kiwar dan Hj. Rahmawati, S.Sn, mertua H. Muharjon dan Hj. Yanti Rahma Gusti, istri tercinta Citra Harrya Yohanova,Amd.RM,SKM, ananda tersayang Syafiq Gian Rafandi, Al Khalifi Putra Rafandi. Terimakasih atas dukungannya. 17. Rekan-rekan peserta PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP. DR. M. Djamil Padang yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penelitian ini, terutama kepada Tim jaga 4 ( dr.Povi Pada Indarta, dr. Eka Irawan, dr. Suyastri), dr. Desi Susanti,Sp.P, dr. Nora Amalia,Sp.P, dr. Aleksis,Sp.P, dr.Hendresta,Sp.P. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan koreksinya. Semoga penelitian ini dapat bermamfaat, dengan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan juga dengan iringan doa semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak menjadi amal sholeh, Amin. Padang, Juni 2016 Penulis Kadar IFN-γ Cairan Pleura pada Efusi Pleura TB dan Non-TB ABSTRAK Latar Belakang: Diagnosis efusi pleura TB sampai saat ini masih jadi permasalahan, karena tingkat kepositifan M.Tb pada efusi pleura TB rendah pada beberapa pemeriksaan seperti pewarnaan BTA langsung cairan pleura,bahkan pemeriksaan molekular seperti GeneXpert. Kadar IFN-γ dalam cairan pleura tinggi sebagai respon tubuh terhadap adanya kuman M.tb sehingga bisa dijadikan sebagai biomarker dalam diagnosis TB. Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan nilai IFN-γ pada cairan pleura TB dan non-TB dengan nilai cut off point yang sudah ada di referensi (Light,kadar IFN-γ TB> 140pg/ml) Metode: Penelitian cross sectional menilai kadar IFN-γ pada efusi pleura TB dan non-TB di RSUP.Dr.M.Djamil Padang dan RS Paru Lubuk Alung sejak April 2015- Februari 2016. Hasil: Total subjek penelitian adalah 34 orang terdiri dari efusi pleura TB (17 orang) dan efusi pleura non-TB (17 orang) yaitu keganasan 15 orang dan parapneumoni 2 orang. Kadar rerata IFN-γ untuk kelompok efusi pleura TB secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok efusi pleura non-TB (651,72 ± 513,96 vs 3,93 ± 1,46 pg/ml [p=0,0001], CI:95%). Semua efusi pleura TB kadar IFN-γ diatas nilai cut off point Kesimpulan: Kadar IFN-γ cairan pleura pada pasien efusi pleura TB pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai cut off point referensi yang ada (lima kali lipat). Kata kunci: Efusi pleura tuberkulosis, Interferon gamma. Pleural Fluid IFN-γ Level in TB the Pleural Effusion and Non-TB ABSTRACK Background: Diagnosis of TB pleural effusion is still a problem, because of the the low positivity level in various examination of pleural effusion, such as pleural fluid AFB and even using molecular examination like GeneXpert. High level of IFN-γ in pleural fluid as body response to M.tb could be used as biomarker in TB diagnosis. The aim of this study is to compare the pelural effusion IFN-γ level in TB pleural effusion and non-TB with cut off point value based on the reference (Light, TB IFN-γ level > 140pg / ml) Methods: Cross sectional study assessing the IFN-γ level in TB pleural effusion TB and non-TB at Dr.M.Djamil Hospital Padang and Lubuk Alung Hospital since April 2015- February 2016. Results: Total study subjects were 34, divided in two groups of TB pleural effusion (17) and non-TB pleural effusion (17, 15 malignancy and 2 pneumoniea). The mean level of IFN-γ for TB pleural effusion group was significantly higher than non-TB pleural effusion (651,72 ± 513,96 vs 3,93 ± 1,46 pg/ml [p=0,0001], CI:95%). All TB pleural effusion IFN-γ level were above the cut-off point Conclusion: IFN-γ levels of pleural fluid in patient TB pleural effusion in this study was much higher than the cut off point value reference (five folds). Keywords: Tuberculosis pleural effusion, Interferon gamma. DAFTAR ISI Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Grafik ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… i ii iii iv BAB 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Pendahuluan…………………………………………. Latar Belakang………………………………………… Perumusan Masalah…………………………………… Hipotesis………………………………………………. Tujuan Penelitian……………………………………… Manfaat Penelitian…………………………………..… 1 3 3 3 3 4 BAB II 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 Tinjauan Pustaka……………………………………. Efusi Pleura…………………………………………… Efusi Pleura TB………………………………………. Efusi Pleura Keganasan………………………………. Efusi Pleura Pneumonia………………………………. IFN-γ…………………………………………………. 5 5 6 11 12 13 BAB III Kerangka Konsep…………………………………….. 19 BAB IV 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 Metode Penelitian…………….……………….…….. Desain Penelitian……………………………………… Tempat dan Waktu Penelitian…………………………. Populasi Penelitian dan Sampel………………………. Kriteria Inklusi dan Eksklusi………………………….. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………… Cara Kerja Penelitian………………………………… Pengukuran Kadar IFN-γ……………………………… Analisis Data………………………………………….. Alur Penelitian………………………………………… 20 20 20 20 22 22 24 24 28 29 BAB V BAB VI BAB VII Daftar Pustaka Lampiran Hasil Penelitian……………………………………… Pembahasan…………………………………………. Kesimpulan dan Saran……………………………… ………………………………………………………… ………………..……………………………………… 30 34 39 40 42 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tes baru dan biomarker untuk diagnosis efusi pleura TB…… Tabel 2.2 Karakteristik cairan pleura dan serum pada 220 pasien 10 dengan efusi pleura…………………….…………………… 17 Tabel 5.1 Karakteristik penderita efusi pleura TB dan non-TB………. 31 Tabel 5.2 Profil analisa cairan pleura pada efusi pleura TB dan non-TB 32 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Interaksi M. Tb dengan sistem imun tubuh ………………………… 8 Gambar 2.2 Efek biologik IFN-γ………………………………………………… 14 Gambar 2.3 Skema representasi dari jalur dan sistem yang terlibat dalam biomarker untuk TB pleura…………………………………………. 15 DAFTAR GRAFIK Grafik 5.1 Kadar IFN-γ pada Efusi Pleura TB dan Non-TB………………… 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global dengan perkiraan 1,4 juta kematian dan 8,7 juta kasus baru pertahun yang dilaporkan pada tahun 2011. TB paru sering bermanifestasi ke organ-organ lain selain paru. Manifestasi ke pleura berupa pleuritis TB atau efusi pleura TB merupakan salah satu manifestasi TB ekstra paru sekitar 15% kasus, angka kejadian meningkat sekitar 50% pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi. Mendiagnosis TB pleura masih sulit karena membutuhkan tindakan diagnosik yang invasif, mahal, dan waktu yang lama, seperti biopsi pleura, usg guiding biopsi pleura, dan operasi torakoskopi. 1 Efusi pleura TB hampir selalu eksudat. Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan dengan menemukan basil Microbacterium tuberculosis (M.Tb) pada cairan pleura dan gambaran granuloma pada spesimen biopsi pleura. Tetapi menemukan basil M.Tb pada cairan pleura untuk pemeriksaan basil tahan asam positif sekitar < 5% dari kasus pleuritis TB. Sedangkan kultur M.Tb cairan pleura juga memiliki sensitivitas yang rendah sekitar 24-58%, dan memerlukan waktu sampai 8 minggu untuk pertumbuhan M.Tb pada media. Pemeriksaan histologi pada spesimen biopsi pleura dilaporkan sensitivitas sekitar 71-80%, tetapi tindakan ini invasif, mempunyai komplikasi, dan membutuhkan keahlian untuk membuktikan TB pleura. Pada tes GeneXpert MTB/RIF menggunakan cairan pleura dengan sensitivitas sekitar 22,5% dan spesifisitas 98%. Beberapa tahun terakhir ini telah berkembang tes cepat dalam mendiagnosis TB dengan biomarker dalam diagnostik efusi pleura TB. Beberapa biomarker seperti ADA (Adenosin Deaminase), IL2, dan IFN-γ (interferon gamma) bisa digunakan untuk mendiagnosis TB. 1,2 IFN-γ spesifik ini merupakan suatu produk sitokin yang diaktifasi oleh sel T yang berperan pada sistem imun Beberapa tahun belakang ini, IFN-γ banyak digunakan untuk mendiagnosis TB yang memiliki sensitivitas tinggi baik melalui serum maupun cairan pleura. IFN-γ pada serum dengan pemeriksaan EnzymeLinked Immunospot Assay for Interferon-γ (ELISPOT) dapat mendiagnosis infeksi laten M. Tb dalam praktek klinis. Meskipun sensitivitas serum untuk diagnosis TB paru aktif secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan tes rutin seperti kultur sputum M. Tb, tetapi spesifisitas tidak memuaskan, terutama karena ketidakmampuan untuk membedakan infeksi TB aktif dan laten. Sedangkan pemeriksaan kadar IFN-γ pada cairan pleura TB cenderung mempunyai kadar IFN-γ yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan efusi pleura non-TB yang merupakan petanda TB aktif. 3 Pemeriksaan kadar IFN-γ merupakan pemeriksaan sensitif, spesifik, dan juga cepat dimana kita bisa mendapatkan hasilnya dalam waktu 1 hari, karena itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dalam membuktikan peningkatan kadar IFN-γ pada efusi pleura TB. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kadar IFN-γ pada efusi pleura TB yang belum banyak dilakukan penelitian di Indonesia dan membandingkan kadar IFN-γ dengan cut off point pada referensi yang ada. 1.2 Perumusan Masalah Diagnosis efusi pleura TB sampai saat ini masih jadi permasalahan, karena tingkat kepositifan M.Tb pada efusi pleura TB rendah pada beberapa pemeriksaan seperti pewarnaan BTA langsung cairan pleura, bahkan pemeriksaan molekuler seperti GeneXpert, maka perlu diteliti bagaimana IFN-γ cairan pleura sebagai biomarker diagnosis efusi pleura TB, sehingga dapat membedakan antara efusi pleura TB dan non-TB dengan cepat. 1.3 Hipotesis Terdapat perbedaan kadar IFN-γ cairan pleura pada efusi pleura TB dengan non-TB. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk melihat perbandingan kadar IFN-γ cairan pleura pada efusi pleura TB dengan non-TB yang ada di RSUP.DrM.Djamil Padang dan RS Paru Lubuk Alung 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mendapatkan perbandingan karakteristik penderita efusi pleura TB dengan non-TB. 2. Mendapatkan perbandingan profil analisa cairan pleura pada efusi pleura TB dengan non-TB. 3. Mendapatkan perbandingan kadar IFN-γ cairan pleura pada efusi pleura TB dengan non-TB. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Penelitian ini bisa menambah pengetahuan, pemahaman, wawasan, dan pengalaman dalam mendiagnosis cepat efusi pleura TB selain tes yang sudah ada. 15.2 Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang efusi pleura TB dan non-TB, dan menggenalkan pemeriksaan biomarker cairan pleura dalam mendiagnosis efusi pleura TB dan non-TB. 1.5.3 Bagi Institusi Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai data untuk penelitian selanjutnya dan penelitian serupa dalam skala yang lebih luas. 1.5.4 Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian dapat dijadikan rujukan untuk mendiagnosis cepat efusi pleura TB dan mengetahui batasan nilai IFN-γ cairan pleura untuk diagnosis efusi pleura TB. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efusi Pleura Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukkan pus atau darah. Efusi pleura bukanlah suatu penyakit melainkan manifestasi dari berbagai macam penyakit. Dalam keadaan normal cairan masuk ke dalam rongga pleura dari kapiler–kapiler di pleura parietal dan diserap melalui pembuluh limfe yang berada di pleura viseral. Cairan juga bisa masuk ke rongga pleura melalui rongga intersisial paru melalui pleura viseral atau dari rongga peritonium melalui celah sempit yang ada di diafragma. Berdasarkan jenis cairannya efusi pleura dibagi menjadi efusi pleura transudat dan efusi pleura eksudat. Efusi pleura transudat terjadi apabila faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan, sedangkan efusi pleura eksudat terjadi apabila faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan. Dari keduanya, efusi pleura eksudat lebih sering ditemukan, dan penyebab utama efusi pleura eksudat adalah infeksi bakteri, infeksi jamur, infeksi virus, keganasan dan emboli paru. Di Indonesia TB adalah penyebab utama efusi pleura, diikuti oleh keganasan 4,5 2.2 Efusi Pleura TB Efusi pleura TB adalah penumpukan cairan dalam rongga pleura karena infeksi M.Tb. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa setiap efusi pleura yang eksudatif harus dicurigai sebagai efusi pleura TB. Dalam penelitian Amerika Serikat tahun 2003, efusi pleura TB adalah penyebab ketiga terbanyak terjadinya efusi pleura masif (12%), setelah keganasan (55%), pneumonia (22%) dan merupakan salah satu manifestasi ekstra paru tersering pada pasien TB paru setelah limfadenitis.6,7,8,9 2.2.1 Epidemiologi Efusi Pleura TB Persentase pasien efusi pleura TB sangat bervariasi dari beberapa negara. Di Burundi lebih dari 25% pasien dengan TB memiliki efusi pleura TB, sementara di Afrika Selatan 20% dari pasien TB memiliki efusi pleura TB. Sebaliknya hanya 3-5% dari pasien di Amerika Serikat dilaporkan memiliki efusi pleura TB. Persentase rendah di Amerika Serikat karena kurangnya pelaporan penyakit ini, dan juga kultur cairan pleura yang sering negatif. Pleuritis TB karena reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Pasien dengan immunokompromais lebih mungkin untuk menderita TB dan efusi pleura TB dibandingkan dengan pasien dengan nonimmunokompromais. Persentase pasien dengan TB paru yang memiliki efusi pleura lebih tinggi pada pasien HIV-positif dibandingkan pasien HIV-negatif pada laporan dari Afrika Selatan (38% vs 20%), Uganda (23% vs 11%), dan Zimbabwe (27% vs 13%).9,10 2.2.2 Imumunopatogenesis TB Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Melalui inhalasi droplet nuclei yang mengandung kuman TB, kuman masuk saluran napas hingga mencapai paru. Saat terinhalasi kuman terperangkap dalam mukosa saluran napas, trakea dan bronkus, dan tubuh berusaha mengeliminasi kuman tersebut melalui sistem pertahanan mekanik. Akan tetapi oleh karena ukuran partikel droplet yang kecil, kurang dari 5µm. Partikel droplet dapat melewati sistem pertahanan ini dan mencapai saluran napas bawah, terutama di alveoli. Di alveoli, kuman TB akan difagositosis oleh neutrofil dan makrofag alveolar. Proses selanjutnya dipengaruhi oleh patogenesitas atau virulensi dari kuman TB serta kemampuan sel tubuh menggeliminasinya. Pada sebagian besar kasus, kuman TB berhasil dihancurkan oleh makrofag alveolar melalui proses fagositosis.11,12 Makrofag alveolar adalah lini pertahanan pertama melawan infeksi basil TB, pada sebagian kecil kasus makrofag alveolar tidak mampu menahan pertumbuhan bakteri, basil akan hidup dan bereplikasi didalam makrofag dan menyebabkan makrofag yang terinfeksi menjadi lisis. Makrofag yang terinfeksi akan melepaskan sitokin-sitokin inflamasi. Kemudian respon proinflamasi lokal terbentuk melalui Toll like receptor agonist yang mengelilingi permukaan bakteri. Sel Natural Killer (sel NK) merupakan sel yang penting yang tiba ditempat infeksi pertama sebelum kemudian disusul oleh populasi sel limfosit T yang memproduksi IFN-γ dan TNF-α dan kemokin inflamasi diproduksi oleh makrofag yang terinfeksi akan merekrut sel-sel darah putih dan melanjutkan serangkaian peristiwa imunologis ditempat tersebut. Sementara kuman TB dalam makrofag terus berkembang biak dan membentuk koloni ditempat tersebut. Secara bersama- sama, sel-sel ini memulai kaskade proses yang diperantai kemokin dan sitokin yang menarik makrofag dan sel T bergerak menuju ke tempat infeksi terjadi. Kemudian terjadi eksudat plasma dan pembentukan bekuan. agregasi makrofag membentuk formasi awal dari inti granuloma.13,14 Granuloma merupakan petanda dari penyakit TB, granuloma dibentuk oleh kumpulan fagosit mononuclear (MN) dan sel T pada tempat replikasi bakteri dengan makrofag yang terinfeksi berada ditengahnya. Makrofag yang terinfeksi berdifferensiasi ke dalam berbagai bentuk mulai dari makrofag jaringan, sel epiteloid dan sel raksasa yang dikenal sebagai sel datia Langhan’s. Sel T yang diaktivasi mengeluarkan berbagai macam sitokin untuk mengendalikan basil TB dan mengaktifkan sel limfosit T sitotoksik. Karakteristik granuloma TB adalah pada pusatnya terdapat jaringan nekrotik, sel-sel debris, dan basil TB yang telah mati. Basil TB ditemukan pada zona antara pusat nektorik dan dinding dari granuloma. Makrofag secara metabolik aktif mengkonsumsi oksigen yang ada sehingga daerah granuloma menjadi anoksik dan nekrotik.15,16,17 Gambar.2.1 Interaksi M. Tb dengan sistem imun tubuh Dikutip dari (15) 2.2.3 Patogenesis Efusi Pleura TB TB pleura terjadi akibat dari antigen TB memasuki rongga pleura, biasanya melalui pecahnya fokus subpleural dan terjadi interaksi dengan limfosit yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan cairan pleura. Sel T helper tipe 1 (Th 1) subset memperantarai limfosit dalam memberikan respon terhadap infeksi M.Tb. Efusi pleura ini dapat terjadi setelah infeksi primer atau reaktivasi TB yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imunitas rendah, dan juga tidak melibatkan basil yang masuk ke rongga pleura.2,18 2.2.4 Biomarker Diagnostik Efusi Pleura TB Biomarker merupakan karakteristik yang obyektif yang dapat diukur dan dievaluasi sebagai indikator normal proses fisiologis atau patologis untuk intervensi terapeutik. Biomarker TB spesifik memberikan informasi prognostik, baik untuk individu atau untuk penelitian, status kesehatan dan dapat memajukan pengetahuan tentang patogenesis penyakit dalam memprediksi reaktivasi dan kesembuhan. Sitokin dan kemokin, sebagai molekul kunci yang mengatur respon imun yang telah dipelajari secara ekstensif dalam kaitannya sebagai biomarker diagnostik dan prognostik tuberkulosis. 19 Sitokin dan kemokin adalah molekul protein kecil yang mengatur respon imun pada tingkat sel. Mereka merangsang dan merekrut berbagai sel yang terlibat dalam sistem imun dan inflamasi. Salah satu sitokin seperti IFN-γ berperan pada infeksi TB. Beberapa kemokin memiliki peran untuk merespon sinyal spesifik penting untuk pematangan sel dan penarik leukosit dari darah ke tempat infeksi.18,19,20 Beberapa tes yang telah dikembangkan berguna dalam mendiagnosis pleuritis TB, yaitu enzim Adenosin Deaminase (ADA), reseptor interleukin-2 (sIL-2R), Polimerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA mikrobakterium, dan sitokin interferon gamma (IFN-γ) yang dapat dilihat pada tabel 1.21 Tabel.2.1 Tes baru dan biomarker untuk diagnosis efusi pleura TB ADA: adenosine deaminase; IFN: interferon; IL: interleukin; TNF: tumour necrosis factor; secreted antigenic target; CFP: culture filtrate protein; NAAT: nucleic acid ESAT:early amplification test; TB: tuberculosis; TBGL: tuberculous glycolipid Dikutip dari (2) 2.3 Efusi Pleura Keganasan Ada beberapa mekanisme yang berbeda pembentukan efusi pleura pada pasien dengan keganasan. Penumpukan cairan di rongga pleura bisa terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal atau visceral. Ada mekanisme lain pembentukan efusi pleura seperti invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi cairan di rongga pleura.Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor-β (TGF-β) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Penulis lain mengaitkan efusi pleura ganas (EPG) dengan gangguan metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura. Efusi pleura ganas juga dapat terjadi karena obtruksi duktus torasikus, efusi pleura yang dihasilkan adalah chylothorax. Limfoma penyebab utama 75% dari chylothorax sekunder pada penyakit keganasan. Mekanisme lain dimana tumor ganas menghasilkan efusi pleura karena obstruksi bronkus. Tumor menyebabkan obtruksi bronkus utama atau bronkus lobaris, obtruksi distal paru menjadi atelektasis yang akan mengakibatkan tekanan pleura lebih negatif, dan mudah penumpukan cairan pleura. Insiden emboli paru lebih tinggi pada pasien dengan penyakit ganas, dan emboli dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif. Pasien dengan tumor intratoraks sering yang mendapatkan terapi radioterapi, dan pengobatan ini juga dapat mengakibatkan efusi pleura. 22,23 Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa mekanisme pembentukan efusi pleura pada penyakit keganasan sebagai berikut :23 1. Secara langsung - Metastasis pleura dengan peningkatan permeabilitas - Metastasis pleura dengan obstruksi pembuluh limfatik pleura - Keterlibatan kelenjer getah bening mediastinum dengan penurunan drainase limfatik pleura - Gangguan duktus torasikus (chylothorax) - Obstruksi bronkus (penurunan tekanan pleura) - Keterlibatan perikardial 2. Secara tidak langsung 2.4 - Hipoproteinemia - Pneumonitis post obstructive - Emboli paru - Terapi setelah radiasi Efusi Pleura karena Pneumonia Efusi pleura pneumonia dapat terjadi pada fase eksudat, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler pleura akibat respon inflamasi. Hal ini menyebabkan transfer cairan intersisial melewati pleura visceral. Sitokin proinflamasi termasuk interleukin (IL) 6, IL 8 dan tumor necrosis factor (TNF) ά menyebabkan perubahan bentuk anatomi sel mesotelial pleura yang membuat gaps interselular yang selanjutnya merubah permeabilitas dan menambah akumulasi cairan pleura. Efusi pleura pada pneumonia mempunyai karakteristik cairan pleura dengan glukosa >40 mg/dL dan pH >7,2, dan tanpa ditemukan bakteri pada pemeriksaan mikrobiologi, fase ini juga disebut sebagai simple parapneumonia efusi.23,24 2.5 Interferron- γ (IFN- γ) 2.5.1 Pengertian IFN- γ IFN-γ ditemukan oleh Isaacs dan Lindenmann tahun 1957 sebagai protein yang pembentukannya diinduksi oleh sel yang terinfeksi virus dan berperan mengganggu replikasi virus. Interferon mempunyai fungsi pengatur imun seperti penambahan produksi dan aktivasi sel NK serta berfungsi sebagai pengatur sel, misalnya penghambat pertumbuhan sel. Berdasarkan sumber selnya interferon diklasifikasikan sebagai interferon fibroblast dan interferon imun. Ada 3 jenis IFN yaitu alfa, beta dan gamma. IFN-α diproduksi oleh leukosit, IFN-β oleh sel fibroblast yang bukan limfosit dan IFN-γ yang dihasilkan oleh limfosit T.25,26,27 Sel T adalah mediator utama pertahanan imun melawan M.Tb. Sel T terdiri dari limfosit T helper, disebut juga clusters of differentiation 4 (CD4) karena mempunyai molekul CD4+ pada permukaannya, jumlahnya 65% dari limfosit T darah tepi. Sebagian kecil (35%) lainnya berupa limfosit T supresor atau sitotoksik, mempunyai molekul CD8+ pada permukaannya dan sering juga disebut CD8. Sel T helper (CD4) berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T helper 1 (Th1) dan sel T helper 2 (Th2). Subset sel T tidak dapat dibedakan secara morfologik tetapi dapat dibedakan dari perbedaan sitokin yang diproduksinya. Sel Th1 membuat dan membebaskan sitokin tipe 1 meliputi IL2,IL-12, IFN- γ dan tumor nekrosis faktor alfa (TNF-α). Sitokin yang dibebaskan oleh Th1 adalah aktivator yang efektif untuk membangkitkan respon imun seluler. Sel Th2 membuat dan membebaskan sitokin tipe 2 antara lain IL-4, IL-5,IL-6, IL9 dan IL-10. Sitokin tipe 2 menghambat proliferasi sel Th1, sebaliknya sitokin tipe 1 menghambat produksi dan pembebasan sitokin tipe 2. IFN- γ dapat juga disebarkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. IFN-γ yang diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan sitokin utama MAC (Macrophage Activating Cytokine) dan berperan terutama dalam imunitas yang tidak spesifik dan spesifik seluler. IFN-γ adalah sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk fagosit mikroba. IFN-γ merangsang ekspresi MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC. IFN-γ dapat mengalihkan sel B mengaktifkan komplemen yang berpartisipasi dalam eliminasi mikroba.25,26,27 Gambar 2.2 Efek biologik IFN-γ Dikutip dari (25) Adanya antigen M.Tb pada pleura memunculkan respon imun yang kuat. Respon imun awal yang berperan pada antigen M.Tb adalah neutrofil dan makrofag, limfosit, yang menghasilkan efusi eksudatif dan yang predominan yaitu limfosit. Perjalanan selular ini difasilitasi oleh penanda permukaan dan kemokin. Respon imun lokal ini intens namun kurang peka terhadap antigen TB. Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa sel-sel dari profil sel T, CD4+/CD25+/FoxP3+,T-sel regulator, diperbanyak pada efusi pleura TB dan dapat menekan beberapa respon efektor. Pada gambar 2.3 dibawah ini dapat dilihat sistem yang terlibat dalam biomarker pada TB pleura. 2 Gambar 2.3. Skema representasi dari jalur dan sistem yang terlibat dalam biomarker untuk TB pleura. IFN: interferon; ESAT: early secreted antigenic target; CFP: culture filtrate protein; ADA: adenosine deaminase; TNF: tumour necrosis factor; IL:interleukin Dikutip dari (2) Penelitian yang dilakukan oleh Richard Meldau dkk dari 93 pasien yang dievaluasi, 40 menderita TB dan 48 tidak menderita TB didapatkan kadar IFN-γ tinggi pada efusi pleura TB dengan sensitivitas 92,5%, spesifisitas 95,9% dengan cut of point 107,7 pg/ml.1 Penelitian oleh Baris Poyraz dkk mendapatkan efusi pleura TB kadar IFNγ diatas 12 pg/mL,sedangkan pada efusi pleura transudat kadar IFN-γ dibawah 12 pg/mL. pada kelompok efusi pleura keganasan hanya 1 dari 20 pasien dengan kadar IFN-γ diatas 12 pg/mL (cut of point 11,9 pg/mL). Kadar IFN-γ pada efusi pleura TB ini dengan sensitivitas 87% dan spesifisitas 95%. 28 Kim dan Sharma dkk menemukan signifikan secara statistik kadar IFN-γ tinggi pada pleuritis TB. Penelitian mereka melaporkan bahwa setelah ditindak lanjut 6-9 bulan, kadar IFN- γ signifikan tinggi pada pasien dengan penebalan pleura lebih dari 10 mm karena peran penting IFN- γ dari respon imun lokal.29,30 Penelitian lain yang dilaporkan oleh Fahmi yousef khan dkk di Qatar, mereka meneliti 103 pasien efusi pleura, kadar IFN-γ tinggi pada kelompok dengan efusi pleura TB dibandingkan dengan efusi pleura non-TB (efusi parapneumonik, efusi pleura keganasan, dan efusi lainnya) (1.98 ± 81 vs 0.26 ± 10 pg/mL [P<0.0001]) dengan sensitivitas dan spesifitas 100% (cut of point 0,50 pg/mL). Mereka juga menyatakan kinerja tes IFN-γ pada pasien immunokompromais (misalnya, pasien HIV) dan efek imunosupresi pada tes ini masih belum jelas, karena banyak penelitian telah menunjukkan tidak konsisten.31 Penelitian yang telah dilakukan oleh Villena dkk yang mengukur kada IFN- γ cairan pleura dari 595 pasien, dimana 82 kasus penyebabnya adalah TB, dan dilaporkan bahwa level cutt-of 3,7 IU/ml, dengan nilai sensitivitas 98% dan spesifisitas 98% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.32 Penelitian yang dilakukan oleh Koung-sun lee dkk mendapatkan hasil bahwa pleuritis TB melibatkan sitokin IFN-γ dan TNF lebih tinggi pada efusi pleura TB dibandingkan efusi pleura akibat penyakit yang lain (keganasan, parapneumonia, dan gangguan jantung). Penelitian mereka ini juga menemukan fakta bahwa ratio kosentrasi darah sirkulasi pasien efusi pleura TB memiliki kadar sitokin yang tinggi. Pada tabel 2 dibawah ini dijelaskan mengenai beberapa penyebab efusi pleura TB dan non-TB ( keganasan, pneumonia, dan efusi pleura kardiogenik) disertai dengan perbandingan pemeriksaan pada cairan pleura dan serum.33 Tabel 2.2 Karakteristik cairan pleura dan serum pada 220 pasien dengan efusi pleura. Dikutip dari (33) 2.5.2 IFN- γ pada HIV Pasien TB dengan HIV memiliki reaksi pleura lebih kuat daripada pasien TB tanpa HIV. Sel T yang ada dirongga pleura lebih aktif memproduksi IFN-γ daripada darah perifer pada pleuritis TB. Beberapa penelitian telah mengevaluasi hubungan antara jumlah sel CD4+ dan IFN-γ, 14 dari 16 studi yang membahas pengaruh jumlah CD4 pada IGRA (Interferon Gamma Release Assay) dengan melaporkan rendahnya IFN-γ sesuai dengan penurunan CD4+. Selama infeksi HIV, produksi IFN-γ menurun dengan pengurangan jumlah sel limfosit T CD4+, yang akhirnya meningkatkan risiko reaktivasi atau reinfeksi M.Tb. Sebaliknya, TB juga dapat mempengaruhi HIV. Produksi proinflamasi sitokin oleh granuloma tuberkulosis (khususnya TNFa) telah dikaitkan dengan peningkatan viral load HIV, yang mungkin mempercepat beratnya imunosupresi. Risiko kematian pasien dengan TB terinfeksi HIV dua kali lipat daripada pasien terinfeksi HIV tanpa TB 34,35,36 BAB III KERANGKA KONSEP Penyakit paru Non-TB Infeksi M. Tb Fagositosis Makrofag Proinflamasi sitokin (IFN-γ) Aktivasi sel Th1 Aktivasi sel Th2 Proinflamasi sitokin (IFN-γ) Antibodi Makrofag Aktif Produksi kemokin Eliminasi M.tb terhambat Migrasi sel radang Peningkatan permiabilitas membran pleura Aktivasi komplemen Inflamasi dinding pleura Peningkatan permiabilitas membran pleura Efusi pleura Efusi pleura IFN - γ IFN - γ Quantikine Human IFN-γ Immunoassay (R&D Systems BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional menilai kadar IFN-γ pada efusi pleura eksudatif yang telah jelas penyebabnya dibagi 2 kelompok menjadi efusi pleura TB dan non-TB. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dibangsal paru RSUP.Dr.M.Djamil Padang dan RS Paru Lubuk Alung. Penelitian dilakukan sejak April 2015 – Februari 2016. 4.3 Populasi Penelitian dan Sampel 4.3.1 Populasi Semua penderita efusi pleura eksudatif yang dirawat dibangsal paru RSUP.Dr.M.Djamil Padang dan RS Paru Lubuk Alung. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel adalah bagian populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara berurutan (consecutive sampling) 4.3.3 Perkiraan Besar Sampel Jumlah sampel yang dibutuhkan di hitung dengan rumus besar sampel untuk uji diagnostik dengan keluaran sensitivitas adalah sebagai berikut: n = Besar Sampel Zα = Tingkat kemaknaan= 1,96 dengan α = 95% Sen= Sensitivitas yang di inginkan dari nilai diagnostik (98 %) d = Presisi penelitian (10%) α = Tingkat keslahan (α = 5%) P = Proporsi hasil positif menderita penyakit pada pasien yang diduga menderita penyakit (50%) n = (1,96)2 * 0,98 (1-0,98) (0,1)2 0,5 n = 3,84 * 0,02 0,01 * 0,5 n = 0,076 0,005 n = 15 Jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 15. Untuk menghidari adanya drop out di perlukan adanya sampel cadangan sebanyak 10% dari jumlah sampel. Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 17. 4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi. 4.4.1 Kriteria inklusi Semua efusi pleura pleura TB dan non-TB dengan syarat yaitu : 1. Usia > 18 tahun. 2. Penderita efusi pleura TB dan efusi pleura non-TB yang etiologinya diketahui pasti infeksi TB dan non-TB 3. Bersedia mengikuti penelitian yang ditandai dengan persetujuan pada lembaran inform consent. 4.4.2 Kriteria eksklusi - Penderita HIV. 4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 4.5.1 Variabel Penelitian 1. Variabel dependen adalah IFN-γ cairan pleura 2. Variabel independen adalah efusi pleura TB dan non-TB 4.5.2 Definisi Operasional 1. Penderita efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi kuman M.Tb dengan ditemukan salah satu atau lebih metode pemeriksaan sebagai berikut: - M.Tb pada pewarnaan BTA sputum dan cairan pleura. - M.Tb pada kultur M.Tb sputum - Proses spesifik pada sitologi sputum dan cairan pleura, biopsi pleura dan TTNA. 2. Penderita efusi pleura non-TB yaitu efusi pleura yang disebabkan infeksi selain M.Tb yang tidak memenuhi kriteria pada poin 1 dan ditemukan sel keganasan berdasarkan pemeriksaan ditemukan salah satu atau lebih metode sebagai berikut : - Sel ganas pada sitologi sputum, cairan pleura biopsi pleura, TTNA, bilasan, sel ganas dari keganasan dari organ lain. 3. Penderita efusi pleura non-TB yaitu efusi pleura yang disebabkan infeksi selain M.Tb yang tidak memenuhi kriteria pada poin 1 dan 2 dan diberdasarkan pemeriksaan ditemukan salah satu atau lebih metode sebagai berikut: - Proses akut pada analisa cairan pleura. - Kuman non-TB pada kultur cairan pleura. 4. Pemeriksaan kadar IFN-γ pada pasien efusi pleura TB dan non-TB dengan metode Quantikine Human IFN-γ Immunoassay 5. Profil analisa cairan pleura pada efusi pleura TB dan non–TB : jumlah sel, sel PMN dan MN, protein, LDH dan glukosa. 6. Karakteristik dasar penelitian: a. Umur adalah usia pasien dalam tahun pada saat penelitian ini dilakukan. Pada penelitian ini hanya dibatasi pada pasien yang berusia lebih dari 18 tahun. b. Jenis kelamin terdiri atas laki-laki dan perempuan c. Status merokok pasien dikelompokan atas : Tidak merokok: orang yang tidak pernah merokok atau pernah menghisap rokok < 100 batang selama hidupnya. Perokok: orang yang merokok > 100 batang selama hidupnya, dan belum berhenti merokok Bekas perokok: orang pernah merokok >100 batang selama hidupnya dan sudah berhenti minimal satu tahun 4.6 Cara Kerja Penelitian 1. Penderita yang datang ke bangsal paru RSUP.Dr.M.Djamil dan RS Paru Lubuk Alung dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto toraks 2. Penderita efusi pleura diminta persetujuan untuk dilakukan tindakan torakosintesis. 3. Sebagian cairan pleura dikirim ke laboratorium mikrobiologi dan patologi RSUP.Dr.M.Djamil Padang dan RS Paru Lubuk Alung untuk dilakukan pemeriksan analisa cairan pleura, BTA sputum dan cairan pleura, sitologi sputum dan cairan pleura, kultur sputum. Dan sebagian spesimen cairan pleura dikirim ke laboratorium PRODIA untuk dilakukan pemeriksan IFN-γ 4. Setelah semua hasil pemeriksaan didapat maka dapat ditegakkan diagnosis penyebab efusi pleura. 4.7 Pengukuran kadar IFN –γ 4.7.1 Prinsip Pemeriksaan Pemeriksaan ini menggunakan teknik kuantitatif sandwich enzyme immuno-assay. Sebelumnya antibody Poliklonal spesifik untuk IFN-γ telah di- coated ke dalam microplate. Standar (duplo) dan sampel dipipet ke dalam well dan keberadaan IFN-γ akan disandwich (dipasangkan) oleh immobilized antibody dalam well. Setelah inkubasi, dilakukan pencucian untuk menghilangkan substansisubstansi yang tidak terikat (dengan wash buffer), kemudian ditambahkan enzymelinked polyclonal antibody yang spesifik terhadap IFN-γ. Kemudian setelah dilakukan pencucian kembali untuk menghilangkan reagen antibody-enzyme yang tidak berikatan, selanjutnya larutan substrat ditambahkan ke dalam well dan kemudian terbentuklah warna yang sebanding dengan jumlah IFN-γ yang terikat. Pembentukan warna dihentikan oleh stop solution dan kemudian intensitas warna diukur. 4.7.2 Penanganan Reagen 1. Wash Buffer Concentrate Encerkan 20 ml wash buffer concentrate dengan air deionized atau distilled hingga diperoleh 500 ml larutan Wash Buffer 2. Standard Larutkan IFN-γ standard dengan calibrator diluent RD6-21. Larutan ini merupakan larutan stok 1000 pg/mL. Sebelum dilarutkan standar dikocok perlahan selama minimal 15 menit. Pipet 500 ul calibrator diluent RD6-21 masukkan ke dalam tabung 500 pg/mL. Pipet 500 ul kemudian masukkan kedalam sisa tabung lainnya. Gunakan larutan stok untuk mendapatkan serial larutan seperti gambar di bawah ini. 3. Larutan Substrat Campurkan color reagent A dan B dalam jumlah yang sama dalam waktu 15 menit sebelum digunakan. Lindungi dari sinar matahari. 4.7.3 Prosedur Kerja 1. Siapkan semua reagen, working standard, sampel dan control 2. Tambahkan 100 ul Assay Diluent RD1-51 ke dalam well 3. Tambahkan 100 ul standar, control atau sampel ke dalam masingmasing well, campur dengan baik 4. Tutup plate dengan plate sealer yang tersedia dan inkubasi pada suhu kamar selama 2 jam 5. Buang isi dari tiap well dan cuci dengan menambahkan 400 ul wash buffer ke dalam masing-masing well. Ulangi proses tersebut sebanyak 3 kali (total pencucian sebanyak 4 kali). Setelah pencucian terakhir, buang isi dari well, buang sisa wash buffer dengan mengetukngetukkan plate secara terbalik pada lap kertas yang bersih 6. Segera tambahkan 200 ul conjugate ke dalam masing-masing well. Tutup plate dengan plate sealer baru, inkubasi pada suhu kamar selama 2 jam 7. Ulangi kembali proses pencucian seperti pada no. 5 8. Segera tambahkan 200 ul substrate solution ke dalam masing-masing well. Tutup plate dengan plate sealer baru, inkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Lindungi dari sinar matahari. 9. Tambahkan 50 ul stop solution ke dalam masing-masing well. Warna dalam well akan berubah dari biru ke kuning. Jika warna yang ditimbulkan pada well hijau atau perubahan warnanya tidak terlihat seragam, goyang perlahan-lahan untuk memastikan bahwa sudah tercampur sempurna. 10. Tentukan optical density dari tiap well dalam waktu 30 menit menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm 4.8 Analisis Data Analisis data dilakukan secara bertahap yaitu analisis univariat dan bivariat. Tahapan analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis univariat Analisis univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti yaitu distribusi frekuensi jenis kelamin, umur, riwayat merokok, riwayat DM, profil analisa cairan pleura (protein, LDH, sel, PMN dan MN) dan kadar IFN-γ. Uji yang digunakan adalah uji Fisher’s Exact, dan Uji-t. 2. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat perbedaan antara variabel independen dan variabel dependen. Untuk melihat perbedaan kedua variabel tersebut digunakan uji-t berpasangan dengan alternatif mean whitney u test dengan derajat kepercayaan 95% dan α = 0,05. Apabila nilai p < 0,05 berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara variabel yang diteliti. ALUR PENELITIAN Efusi Pleura - Anamnesis - Pemeriksaan fisik - Foto toraks - Darah lengkap - Analisa cairan pleura - Mikrobiologi sputum dan cairan pleura - Sitologi sputum dan cairan pleura - Kultur M. Tb cairan pleura - Biopsi pleura - GeneXpert Non TB TB IFN-γ : Quantikine Human IFN-γ Immunoassay (R&D Systems) HASIL BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan terhadap penderita efusi pleura eksudatif yang dikelompokkan berdasarkan etiologinya menjadi efusi pleura TB dan efusi pleura non-TB. Diagnosis efusi pleura TB didasarkan dengan ditemukannya BTA langsung pada pemeriksaan apusan cairan pleura dan sputum penderita (10 orang), pemeriksaan sitologi cairan pleura (4 orang), TTNA (1 orang) dan biopsi pleura (2 orang) yang memberikan gambaran suatu peradangan kearah spesifik. Diagnosis efusi pleura non-TB terdiri dari proses keganasan dan parapneumonia efusi. Dari keganasan didapatkan 15 orang dan parapneumonia efusi 2 orang. Efusi pleura non-TB didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan sitologi cairan (12 orang), biopsi pleura (1 orang), TTNA (3 orang), sitologi bilasan bronkus (1 orang). Efusi pleura keganasan ditemukan jenis sel berupa adenocarcinoma cell 7 orang (41,2%), squamous cell carcinoma 7 (41,2%) orang, dan large cell carcinoma 1 (5,9%) orang. Dari seluruh subjek penelitian didapatkan bahwa 23 orang (67,6%) penderita berjenis kelamin laki-laki. Kelompok efusi pleura TB didapatkan 11 orang (64,7%) penderita efusi pleura TB adalah laki-laki dan 6 orang (35,3%) perempuan. Sedangkan, pada kelompok efusi pleura non-TB didapatkan 12 orang (70,6%) laki-laki dan 5 orang (29,4%) perempuan. Hasil uji statistic chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin pada kelompok TB dan non-TB (p= 1,00) Semua data karakteristik subjek penelitian ini kemudian diamati dan dideskripsikan seperti yang tertera pada tabel dibawah ini: Tabel 5.1 Karakteristik Penderita Efusi Pleura TB dan Non-TB Karakteristik TB Non TB Pvalue Subjek (n) 17 17 11(64,7%) 12 (70,6%) 1,00 36,65 ± 17,78a 57,88 ± 10,07 a 0,0001 Jenis Kelamin (n, %) Laki-laki Umur 0,734 Riwayat Merokok (n, %) Bekas Perokok 4 (23,5%) 4 (23,5%) Perokok 6 (35,3%) 8 (47,1%) Bukan Perokok 7 (41,2%) 5 (29,4%) a. menyatakan mean ± standar deviasi b.menyatakan median (Q1-Q3), Q1=Nilai batas kuartil ke 1; Q3=Nilai batas kuartil ke 3 Berdasarkan tabel 5.1 terlihat banyak jenis kelamin laki-laki pada efusi pleura TB dan non-TB. Dari variabel umur terlihat bahwa umur rerata tertinggi pada efusi pleura non-TB, setelah di uji dengan chi–square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap variabel umur pada kelompok TB dan non-TB dengan nilai p=0,0001. Kelompok efusi pleura TB didapatkan 4 orang (23,5%) merupakan bekas perokok dan 6 orang (35,3%) perokok, dan 7 orang (41,2%) bukan perokok. Sedangkan, kelompok efusi pleura non-TB didapatkan 4 orang (23,5%) merupakan bekas perokok dan 8 orang (47,1%) perokok dan 5 orang (29,4%) bukan perokok. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara riwayat merokok pada kelompok TB dan non-TB (p= 0,734). 5.1 Profil Analisa Cairan Pleura pada Efusi Pleura TB dan Non-TB Konsentrasi protein, glukosa, jumlah sel, sel PMN, dan sel MN cairan pleura pada kedua kelompok ini tidak menunjukkan perbedaan seperti yang ditampilkan pada tabel dibawah ini: Tabel 5.2 Profil Analisa Cairan Pleura pada Efusi Pleura TB dan Non TB Variabel TB Non TB Pvalue 4,09 ± 1,70 a 4,40 ± 1,16 a 0,54 76,59 ± 49,88 a 110,71 ± 47,39 a 0,23 LDH 1247 ± (422-2582,5)b 431 ± (370,5-733) b 0,04 Sel 775 ± (117,5-1850) b 1350 ± (600-3000) b 0,06 PMN 20 ± (8-60) b 20 ± (10-30) b 0,60 MN 80 ± (40-94) b 80 ± (70-90) b 0,73 Protein (g/dl) Glukosa (mg/dl) a. menyatakan mean ± standar deviasi b. menyatakan median (Q1-Q3), Q1=Nilai batas kuartil ke 1; Q3=Nilai batas kuartil ke 3 Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa kadar LDH cairan pleura memiliki nilai yang sangat signifikan pada kelompok TB dan non-TB dengan nilai p= 0,04 5.2 Gambaran Kadar IFN-γ pada Penderita Efusi Pleura TB dan Non-TB Hasil pemeriksaan kadar IFN-γ cairan pleura pada semua penderita efusi pleura TB dan non-TB ditunjukkan pada grafik dibawah ini: Grafik 5.1 Kadar IFN-γ pada Efusi Pleura TB dan Efusi Pleura non-TB Berdasarkan grafik batang diatas menunjukkan bahwa rata-rata IFN-γ pada kelompok TB adalah 651,72 (pg/ml). Sedangkan, rata-rata IFN-γ pada kelompok non-TB adalah 3,93 (pg/ml). 5.3 Perbedaan Kadar IFN-γ Cairan Pleura pada Penderita Efusi Pleura TB dan Non-TB Perbedaan kadar IFN-γ cairan pleura pada kedua kelompok dengan rata- rata IFN-γ pada efusi pleura TB adalah 651,72 dengan standar deviasi 513,96, sedangkan rata-rata IFN-γ pada efusi pleura non-TB adalah 3,93 dengan standar deviasi 1,46. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan nilai IFN-γ pada kelompok TB dan Non TB dengan nilai Pvalue= 0,0001. BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini didapatakan sampel efusi pleura TB 17 orang dan efusi pleura non-TB 17 orang. Efusi pleura TB didiagnosis berdasarkan pemeriksaan BTA positif pada sputum dan cairan pleura, proses spesifik pada sitologi sputum dan cairan pleura dan biopsi pleura. Pemeriksaan apusan BTA cairan pleura secara Ziehl-Nielsen (ZN) cepat didapatkan hasil, tetapi sensitifitinya rendah sekitar 35%. Sedangkan pada kultur M.TB cairan pleura lebih sensitivitasnya 1150%, tetapi kultur M.TB memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 6 minggu untuk menumbuhkan kuman M.TB. Sementara pada efusi pleura non-TB penyebabnya terdiri dari keganasan 15 orang dan parapneumonia efusi sebanyak 2 orang. Keganasan didiagnosis berdasarkan setelah mendapatkan jenis sel dari hasil pemeriksaaan sitologi cairan pleura, biopsi pleura, TTNA, bilasan bronkus. Jenis sel keganasan yang ditemukan adalah adenocarcinoma cell 7 (41,2%) orang dan squamous cell carcinoma 7 (41,2%) orang, sedangkan large cell 1 orang (5,9%). Parapneumonia efusi ditegakkan berdasarkan dijumpai kuman pada pemeriksaan kultur cairan pleura dan dominan sel PMN dibandingkan MN pada analisa cairan pleura. Dari data karakteristik jenis kelamin didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok penelitian ini, dimana pada kedua kelompok ini ternyata efusi pleura cenderung lebih banyak didapatkan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penelitian yang dilakukan Akio dkk juga mendapatkan penderita laki-laki sebanyak 42 orang (76,36%) dan perempuan 13 orang (23,63%). Gerogianni dkk mendapatkan 24 orang laki-laki (77%) dan 7 orang perempuan (23,63%). Insidens efusi pleura TB terbanyak pada laki-laki sesuai dengan epidemiologi dan prevalens TB. Secara epidemiologi dibuktikan terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal penyakit infeksi, progresitivitas penyakit, insiden dan kematian akibat TB.37,38,39 Umur penderita yang terbanyak adalah diatas 30 tahun, dengan umur termuda 14 tahun dan tertua 76 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Akio dkk mendapatkn umur termuda 22 tahun dan tertua 97 tahun dengan median umur 67 tahun. Insiden efusi pleura TB meningkat dengan meningkatnya usia, biasanya terjadi pada usia 15-45 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Richard Meldau dkk juga mendapatkan perbedaan yang bermakna dari segi umur. Dominasi efusi pleura TB terbanyak terdapat pada kelompok usia 25-34 tahun secara sosial ekonomi merupakan kelompok usia produktif sesuai dengan buku Pedoman Nasional TB Indonesia menyatakan sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secaara ekonomi (15-50 tahun). 1,23,40,41 Dari kedua kelompok penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai-nilai kadar beberapa karakteristik cairan pleura seperti pada kadar protein, LDH, jumlah sel, PMN, MN walaupun nilainya bervariasi. Dari hasil penelitian ini didapatkan kadar protein cairan pleura minimal 2,3 g/dl, maksimal 7,5 g/dl dengan rerata 4,09 ± 1,70 g/dl untuk kelompok efusi pleura TB sedangkan rerata 4,40 ± 1,16 g/dl untuk kelompok efusi pleura non-TB. Saat kedua kelompok ini dianalisis dengan uji-t ternyata tidak tampak perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,54). Kadar LDH cairan pleura minimal 86 U/L, maksimal 22050 U/L dimana nilai rerata 1247 ± (422-2582,5U/L) pada kelompok efusi pleura TB dan nilai rerata 431 ± (370,5-733 U/L) pada kelompok efusi pleura non-TB. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dimana nilai p=0,04. Kadar LDH berkorelasi dengan derajat proses peradangan. Kadar LDH yang tinggi menunjukkan proses peradangan yang luas. Pada penelitian ini tidak ada membandingkan kadar LDH cairan pleura dengan serum. Kadar LDH yang rendah pada beberapa penderita yang berada pada level < 200, tidak berarti jenis cairan yang memiliki nilai tersebut bukan eksudat.40 Kadar glukosa cairan pleura yang paling rendah 5 mg/dl, paling tinggi 205 mg/dl dengan rerata 76,59 ± 49,88 mg/dl pada kelompok efusi pleura TB dan 110,71 ± 47,39 mg/dl pada kelompok efusi pleura non-TB. Setelah diuji keduanya menunjukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,23). Kadar glukosa pada efusi TB relatif lebih rendah pada kebanyakan kasus. Namun beberapa penelitian menunjukkan nilai bervariasi.7 Sel leukosit yang paling sedikit 25/mm3 , sedangkan jumlah paling tinggi 50200/mm3 dengan rerata 775 ± (117,5-1850) /mm3 untuk kelompok efusi pleura TB, sedangkan 1350 ± (600-3000)/mm3 pada kelompok efusi pleura non-TB. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara keduanya dan nilai p=0,69. Beberapa penderita dengan jumlah sel < 1000 bukan berarti cairan transudat tetapi rendahnya kadar ini disebabkan oleh teknik pengambilan sampel. Sel PMN minimal 2%, maksimal 93%, rerata 20 ± (8-60) % untuk kelompok efusi pleura TB, sementara untuk kelompok efusi pleura non-TB 20 ± (10-30) %. Sel MN minimal 32%, maksimal 96%, rerata 80 ± (40-94) % untuk kelompok efusi pleura TB, sementara untuk kelompok efusi pleura non-TB 80 ± (70-90)%. Namun jug tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Menurut kepustakaan karakteristik cairan pleura eksudatif profil sel > 1000, sedangkan pada efusi pleura TB sekitar 1000-6000 dengan 50-90% limfosit (MN), jarang eosinofil >5% dan beberapa mesotel. Jika hitung jenis sel cairan pleura dominan limfosit diagnosis tersering adalah keganasan dan TB, apabila limfositnya lebih dari 90-95% lebih mengindikasikan pleuritis TB. 5,42 Dari hasil pemeriksaan IFN-γ cairan pleura didapatkan kadar IFN-γ pada kelompok efusi pleura TB mempunyai nilai rerata 651,72 ± 513,96 pg/ml. Sementara pada kelompok efusi pleura non-TB mempunyai nilai rerata 3,93 ± 1,46 pg/ml. Setelah kedua kelompok ini diuji ternyata menunjukkan hasil yang bermakna dengan nilai p=0.0001, dimana pada penderita efusi pleura TB tampak peningkatan kadar IFN-γ yang cukup bermakna. Beberapa penelitian kadar IFN-γ pada efusi pleura TB bervariasi dengan alasan untuk variasi ini belum jelas dapat dipahami. Banyak pendapat, seperti respon variabel sitokin, beratnya infeksi, malnutrisi, perbedaan metode antara laboratorium, epidemiologi suatu daerah, dan infeksi.31 Dan penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya. Richard Meldau dkk mendapatkan hasil nilai IFN-γ dievaluasi dalam 93 pasien (40 penderita TB, 5 kemungkinan-TB dan 48 non-TB). Tingkat IFN-γ median yang kira-kira 100 kali lebih tinggi dibandingkan efusi pleura non-TB, penderita TB dengan nilai IFN-γ: 131,8 pg/ml (131,8-162,7) versus 0,57 pg/ml (0,0-5,71) dengan p<0,0001. Light menyatakan kadar IFN-γ pada efusi pleura TB jika > 140 pg/ml. Penelitian lain yang dilaporkan oleh Fahmi yousef khan dkk di Qatar nilai kadar IFN-γ tinggi pada kelompok dengan efusi pleura TB dibandingkan dengan efusi pleura non-TB (efusi parapneumonia, efusi pleura keganasan, dan efusi lainnya) (1.98 ± 81 vs 0.26 ± 10 pg/mL [P<0.0001]) dengan sensitivitas dan spesifitas 100% (cut of point 0,50 pg/mL). Penelitian yang dilakukan oleh Aoe dkk membandingkan kadar IFN-γ cairan pleura antara kelompok efusi pleura TB dan non-TB didapatkan perbedaan yang bermakna diantara keduanya (37±230 IU/ml vs 0,41 ± 0,05 IU/ml) (p<0,0001). 1,31,42 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Penderita efusi pleura TB dan non-TB tidak ada perbedaan yang bermakna dari jenis kelamin, riwayat merokok, sedangkan ada perbedaan yang bermakna pada segi umur. 2. Kadar LDH pada efusi pleura TB lebih tinggi dibandingkan efusi pleura non-TB, sedangkan konsentrasi protein, glukosa, jumlah sel, sel PMN, dan sel MN cairan pleura pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. 3. Kadar IFN-γ cairan pleura pada semua pasien efusi pleura TB pada penelitian ini jauh lebih tinggi dengan nilai reratanya mencapai 5x nilai cut off point pada referensi yang ada. 7.2 Saran 1. Penderita efusi pleura eksudatif bila ditemukan usia >36 tahun, glukosa rendah pada analisa cairan pleura, kadar LDH tinggi dan IFN-γ yang tinggi perlu dipikirkan efusi pleura TB. 2. Kadar IFN-γ pada efusi pleura TB lebih tinggi pada cut off point yang sudah ada sehingga perlu penelitian yang lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak dan membandingkan antara IFN-γ dengan biomarker lainnya. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. M Richard, P Jonny et al, Comparison of same day diagnostic tools including Gene Xpert and unstimulated IFN-γ for the evaluation of pleural tuberculosis: a prospective cohort study, BMC Pulmonary Medicine; p.2014: 1-10. A. Trajman, M. Pai et al, Novel tests for diagnosing tuberculous pleural effusion: what works and what does not?, Eur Respir Journal;2008; 31:p. 1098–1106. M Losi, A Bossink et al, Use of a T-cell interferon-c release assay for the diagnosis of tuberculous pleurisy, Eur Respir Journal 2007; 30: p.1173–79. S.Febrianti, ZS Priyanti. Diagnosis dan penata laksanaan Efusi pleura Tuberkulosis dalam Jurnal Respirologi Indonesia , Vol 17 no 4; 1997:p. 206-209. Light RW , Clinical manifestations and useful tests, Pleural Diseases, Ed 5th; 2007: 7: p.74-80. Hariadi S, Efusi pleura, dalam : Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S editors. Buku ajar ilmu penyakit paru FK Unair; 2010:hal.111-19 Light RW, Update on Tuberculous Pleural Effusion, Invited Review Series: Tuberculosis, Respirology; 2010.15; p. 451-8. G Arun, Sethu M et al, Diagnosis and Treatment of Tuberculous Pleural Effusion in 2006 ,Chest Journal; 2007;131; p.880-89. J Ferrer, Pleural Tuberculosis, Eur Respir Journal; 1997; 10:p.942–47 V Villena, A Lopez-Encuentra et al, Interferon-γ in 388 immunocompromised and immunocompetent patients for diagnosing pleural tuberculosis, Eur Respir J; 1996: 9:p.2635–39. Rahajoe NN,Setyanto DB, Patogenesis dan perjalanan alamiah infeksi tuberculosis, dalam : Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, eds. Buku ajar respirologi anak, Edisi I, Badan penerbit IDAI, Jakarta; 2008: hal.16977. Dheda K, Booth H, Hugget JF et al, Lung remodeling in Pulmonary Tuberculosis, The journal of infect dis, 2005; 192: p.1201-10. Pieters J, Mycobacterium tuberculosis and the macrophage: maintaining a balance. Cell Host and Microbe-Elsevier, 2008; 10: p.399-406. Zuniga J, Garcia DT et al, Cellular and humoral mechanim involved in the control of tuberculosis. Clinical and developmental immunology, 2012: p.1-18. Harding C. Regulation of antigen presentation by Mycobacterium tuberculosis : a role for Toll-like receptors. Nature reviews microbiology,2010 ; 8 (3):p.296-307. Rubin EJ, The granuloma in tuberculosis, Eng J Med; 2009: 360 (23):p.2471-73. Ramakrishnan L, Revisiting the role of the granuloma in tuberculosis. Nature Immunol J; 2012:12:p.352-66. F Wolfgang, Tuberculous Pleural Effusion, Intech Journal; 2013: 14: p.267-87. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. M Adane, A Markos, Cytokines and Chemokines as Biomarkers of Tuberculosis, J Mycobac Dis; 2013: p.1-4. M. Losi, A. Bossink et al, Use of a T-cell interferon-ᵧ release assay for the diagnosis of tuberculous pleurisy, Eur Respir J; 2007: 30: p.1173–1179. S Mohamed, L Abdel et al, Interferon gamma (IFN-γ) and soluble interleukin-2, International Journal of Immunology; 2013: 1(1): p.7-13. C Dong-sheng, R Michael, Vascular Endothelial Growth Factor in Pleural Fluid, Chest Journal; 1999: p.760-63. Light RW , Pleural Effusions Related to Metastatic Malignancies, Pleural Diseases, Ed 5th; 2007: 10: p.134-6. Light RW, Parapneumonic Effusions and Empyema, Proc Am Thorac Soc; 2006: Vol 3: p.75–80. Garna K.B., Reangganis I. Sitokin. Edisi ke-8. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2009: hal.217-47. Abbas AK, Licht man AH, Pober JS. Cellular and molecular immunology. Philadelphia:WB Saunders Company; 1994:p.325-6. Kauffman SHE. Immunity to intracellular bacteria. Ann Rev Immunol 1993;11:p.12963 P Baris, A Kaya, Diagnostic significance of gamaa-interferon in tuberculosis pleurisy, Tuberculosis of Thorax journal; 2004: 52(3): p.21117. Kim YK, Lee SY et al. Gamma-interferon and soluble interleukin 2 receptor in tuberculous pleural effusion.Lung 200;179:p.1759-84. Sharma SK,Mitra FK, Balamurugan A et al.cytokine polarization in military and pleural tuberculous. J clin Immunol 2002;22:p.345-52. Khan FY, H Maha et al, Diagnostic value of pleural fluid interferongamma and adenosine deaminase in patients with pleural tuberculosis in Qatar, International Journal of General Medicine; 2013: 6: p.13–18. Victoria V, Lopez A et al, Interferon gamma levels in pleural fuid for diagnosis of tuberculosis , Am J Med; 2003: 115: p.365-370 Lee KS, Kim HR, Association between Elevated Pleural Interleukin-33 Levels and Tuberculous Pleurisy, Ann Lab Med; 2013:33: p.45-51. B Kamaldeen, S Steinar et al, Evaluation of immune responses in HIV infected patients with pleural tuberculosis by the QuantiFERON® TBGold interferon-gamma assay, BMC Infectious Diseases; 2008: p.1-8. H Matthias, R Pernille et al, The Use of Interferon-gamma Release Assays in HIV-positive Individuals, European Infectious Disease; 2010: 4(1): p.23–29. L. Aaron, D Saadoun et al, Tuberculosis in HIV-infected patients: a comprehensive review, Clin Microbiol Infect; 2004: 10: p.388–98. Akio Y, Katoh O et al, A Comparison Study of IFN-γ, ADA and CA125 as The Diagnostic Parameters in Tuberculous Pleuritis, Respir Med 1994; 88:p.139-43. Gerogianni I,Papala M et al,Could IFN-γ PredictThe Development of Residual Pleural Thickening in Tuberculous Pleurisy?,Monaldi Arch Chest Dis 2008; 699:p.18-23. 39. 40. 41. 42. Losi M, Bossink et al, Use of a T-cell Interferon-c Release Assay For The Diagnostic of Tuberculous Pleurisy. Eur Respir J 2007; 30:p.1173-79. Khatami K, Pleural Tuberculosis, SEMJ 2002; 3: p.1-10. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Eds 2, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Aoe K, Hiraki A et al, Diagnostic Significance of IFN-γ in Tuberculous Pleural Effusions, Chest 2003; 123: p.740. PENJELASAN UNTUK PERSETUJUAN Judul penelitian: Perbandingan kadar IFN-γ cairan pleura pada efusi pleura TB dengan non-TB yang ada di RSUP.DrM.Djamil Padang dan RS Paru Lubuk Alung Nama peneliti : Dr. Fahmi Nofriandi Sebelum Bapak/Ibu/Saudara/i menyetujui untuk ikut serta pada penelitian ini, mohon untuk membaca dan memahami semua informasi yang ada dalam lembaran berikut ini. Bila ada sesuatu yang tidak dipahami atau bila Bapak/Ibu/Saudara/i memerlukan informasi tambahan baik sebelum dan sesudah penelitian berlangsung, dapat segera meminta penjelasan lebih lanjut kepada dokter peneliti. Perlu diketahui bahwa efusi pleura masih sulit dan keterbatasan sarana, metode, dan waktu dalam mendiagnosis efusi pleura TB pada kasus tertentu maka perlu diteliti bagaimana IFN-γ cairan pleura sebagai biomarker diagnosis TB, sehingga dapat membedakan antara efusi pleura TB dan non-TB dan mencari faktor yang paling berpengaruh pada efusi pleura TB Anda bebas mengikuti penelitian ini tanpa paksaan apapun dan bebas pula untuk mengundurkan diri. Semua data dalam penelitian ini akan dirahasiakan, sehingga tidak mungkin orang lain menghubungkannya dengan anda. Selama anda ikut dalam penelitian ini, segala informasi terbaru yang akan mempengaruhi pertimbangan anda untuk ikut serta dalam penelitian ini akan selalu disampaikan kepada anda. Bila anda tidak mengikuti instruksi yang telah ditetapkan oleh peneliti, maka anda dapat dikeluarkan kapan saja dari penelitian ini. Bila anda memutuskan untuk tidak ikut dalam penelitian ini, maka anda akan menerima pelayanan rutin sebagaimana biasanya. Bapak/Ibu/Sdr/i berhak mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan partisipasi dalam penelitian ini. Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi dokter yang memeriksa atau melalui nomor telepon yang tercantum di bawah ini. Nama : Dr. Fahmi Nofriandi Alamat kantor : Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK.UNAND, No Hp RS Dr. M. Djamil Padang. : 08128563414 Demikianlah keterangan ini diuraikan untuk dapat dipahami oleh bapak/ibu sebelum bapak/ibu menanda tangani surat persetujuan (Informed concent). PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tahun Alamat Lengkap : Telepon : Bukti diri / KTP : Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN untuk ikut penelitian dengan judul “Perbandingan kadar IFN-γ cairan pleura pada efusi pleura TB dengan non-TB yang ada di RSUP.DrM.Djamil Padang dan BP4 Lubuk Alung, terhadap diri saya sendiri dengan: Nama : Umur / Kelamin : Alamat Lengkap : Nomor rekam medis : Yang tujuan, sifat dan perlunya tindakan medis tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan. Padang, Saksi ( Saya yang menyatakan ) Peneliti (dr. Fahmi Nofriandi) ( )