0 KARYA TULIS ILMIAH LAPORAN KASUS PENGELOLAAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA Nn. A DENGAN KASUS EFUSI PLEURA DI RUANGAN FLAMBOYAN III RSUD SALATIGA Oleh JOAO GASPAR CRUZ NIM. 0131805 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 1 PENGELOLAAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA Nn. A DENGAN KASUS EFUSI PLEURA DI RUANGAN FLAMBOYAN III RSUD SALATIGA Joao Gaspar Cruz*, Ummu Muntammah**, Tri Susilo** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Email: Joao Gaspar [email protected] Abstrak Latar Belakang: Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan, dimana jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya. Metode: Pengelolaan berupa perawatan pasien untuk mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan napas. Pengelolaan infeksi dilakukan selama 2 hari pada Nn. A. teknik pengumpulan data menggunakan tehnik wawancara, pemeriksanaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang Hasil: Bersihan jalan napas menjadi efektif dan tidak menyebabkan komplikasi lain akibat efusi pleura yang dialami pasien Kesimpulan: Bersihan jalan napas menjadi efektif dan tidak menyebabkan komplikasi lain akibat efusi pleura yang dialami pasien. Faktor penghambat saat tindakan keperawatan adalah saat diminta melakukan batuk efektif klien terkadang terkesan kurang serius atau mengeluhkan sesak yang dialami dan faktor pendukungnya adalah saat diberikan intervensi mau mengikuti instruksi yang diberikan penulis. Saran: Perawat dirumah sakit agar lebih mengoptimalkan pemberian latihan batuk efektif sebagai penatalaksanaan komplementer untuk mendukung kesembuhan pasien Kata Kunci: ketidakefektifan bersihan jalan napas PENDAHULUAN Sejumlah klien gejala yang timbul tidak jelas sehinga diabaikan bahkan kadangkadang asimptomatik. Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi Tb berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosis kasus Tb oleh tenaga kesehatan. Penyakit Tb paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤ 1 tahun berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak, foto toraks atau keduanya. Hasil Riskesdas 2013 tersebut tidak berbeda dengan Riskesdas 2007 yang menghasilkan angka prevalensi TB paru 0,4% (Depkes RI, 2013). Prevalensi Tb paru berdasarkan gejala batuk ≥ 2 minggu secara nasional sebesar 3,9% dan prevalensi TB paru berdasarkan gejala batuk darah sebesar 2,8%. Provinsi dengan prevalensi Tb paru berdasarkan diagnosis tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar 0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6%. Sedangkan Provinsi Riau, Lampung, dan Bali merupakan provinsi dengan prevalensi Tb paru berdasarkan diagnosis terendah yaitu masing-masing sebesar 0,1% (Depkes RI, 2013). Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu keluhan sistemis meliputi demam, keluhan sistem lain serta keluhan respiratoris meliputi batuk, batuk darah, senak napas nyeri dada. Keluhan sesak napas ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal yang menyertai seperti pneumothoraks, anemia ataupun efusi pluura (Muttaqin, 2014). Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan 1 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 2 pleura viseralis. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan, dimana jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (Muttaqin, 2014). Efusi pleura merupakan cairan di dalam rongga pleura (hati) yang dapat disebabkan oleh penyakti pleura atau penyakit sistemik. Secara tradisuonal efusi pleura dibagi menjadi transudat dengan konsentrasi protein dibawah 30 g/l dan eksudat dimana konsentrasi protein lebih tinggi dari 30 g/l. semua efusi pleura harus diperiksa dengan aspirasi diagnostic dan cairan diperiksa untuk kandungan protein, bakteri dan tipe sel. Biopsi pleura bermanfaat dalam pemeriksaan eksudat pleura (Hayes & Mackay, 2007). Menurut Muttaqin (2014), permukaan rongga pleura dari segi anatomis berbatasan dengan paru-paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga yang lain. Seharusnya dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong diantara dua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan cairan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan ke dua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorpsi oleh pleura viseralis. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan (Hayes & Mackay, 2007). Masalah keperawatan yang muncul pada efusi pleura adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret (Nanda, 2009). Dahak merupakan secret yang dikeluarkan dari saluran nafas bawah oleh batuk. Batuk dengan dahak menunjukan adanya eksudat bebas dalam saluran pernapasan. Orang dewasa normal bisa memproduksi mucus sejumlah 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Pengeluaran dahak/sputum yang tidak lancar akan mengakibatkan dahak disaluran pernafasan akan menumpuk dan bersihan jalan nafas tidak efektif sehingga pasien mengalami kesulitan bernafas dan gangguan pertukaran gas didalam paru-paru yang mengakibatkan timbulnya sianosis, kelelahan, apatis, terdengar suara mengi, pusing dan lemas (Nugroho, 2011). Manifestasi klinik efusi pleura yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura. Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian (Muttaqin, 2014). Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 3 Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Faktor resiko terjadinya efusi pleurakarena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (Depkes RI, 2006). Berdasarkan data dari medical record di UPF ilmu penyakit paru RSUD Salatiga tahun 2016, didapatkan data bahwa kasus effusi pleura sebanyak 22 orang dan angka mortalitasnya mencapai 3 orang (13,6%) (RSUD Salatiga, 2016). Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperoleh data pasien efusi pleura di RSUD Salatiga dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu di tahun 2013 sebanyak 17 orang dengan jumlah pasien yang meninggal sebanyak 2 orang. Ditahun berikutnya jumlah pasien efusi pleura sebanyak 17 orang akan dan jumlah pasien yang meninggal sebanyak 1 orang. Jumlah pasien efusi pleura kembali meningkat di tahun 2015 yaitu sebanyak 22 orang dimana jumlah pasien yang meninggal sebanyak 3 orang. Hal tersebut menunjukan bahwa jumlah dan angka kematian pasien dalam tiga tahun terakhir meningkat. METODE Metode yang digunakan dengan cara wawancara, pemeriksanaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan informasi serta data yang selengkap-lengkapnya mengenai klien baik secara subyektif maupun obyektif. Dalam pengkajian hal yang dapat dilakukan yaitu : melakukan pengkajian bersihan jalan napas. ketidakefektifan HASIL Hasil pengelolaan didapatkan pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan napas dengan kasus efusi pleura adalah batuk dan sesak nafas berkurang setelah diberikan latihan batuk efektif dan mengatur posisi semi flower. PEMBAHASAN Nn A. mengalami ketidakefektifan bersihan jalan napas pada dengan kasus efusi pleura sehingga penulis melakukan pengkajian bersihan jalan napas. Hasil yang didapatkan ada 2 data yaitu : data subyektif: klien mengatakan melihat dan mendengar sosok wanita yang mengajak klien berbicara. Klien mengatakan melihat dan mendengar sosok tersebut saat kondisi sepi dan sendiri. Klien mengatakan mendengar dan melihat sosok tersebut dapat terjadi dimana saja jika tempat itu sepi dan sendiri. Data objektif : klien mengatakan mengalami batuk, kelihatan batuk ada ronchi paru dan batuk produktif tidak efektif RR 26 kali per menit. Data subyektif klien mengalami sesak napas. Dari hasil pengkajian yang didapatkan, penulis mengangkat masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas dengan kasus efusi pleura sebagai diagnosa utama. efusi pleura yaitu ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheallfaringeal (Muttaqin, 2014). Rencana keperawatan yang dilakukan penulis untuk mengatasi masalah yang dialami Nn A.n. yaitu mengefektifkan jalan napas dengan cara memberikan latihan batuk efektif dan mengatur posisi semi flower. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 4 Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dilakukan yaitu mengajarkan latihan batuk efektif. Prosedur yang telah dilakukan dilakukan dalam latihan batik efektif yaitu mendorong klien untuk menarik napas lewat hidung dan tahan napas untuk beberapa detik. Kemudian membatukkan 2 kali dimana pada saat batuk tekan dada dengan bantal dan tampung secret pada sputum pot. Hal tersebut dilakukan beberapa kali sesuai dengan kebutuhan dari klien. Penulis juga menganjurkan kepada klien untuk meminum air hangat serta mengajarkan posisi semi fowler, hasil yang diperoleh sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya proses perbaikan kondisi klien lebih cepat. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada tanggal 8 April 2016 keluhan utama yang dirasakan Nn. A adalah batuk, dengan pernafasan 26 kali per menit, hasil pemeriksaan BTA (+), hasil pemeriksaan rontgen : cordalam batas normal, pada paruparu terdapat gambaran TB paru di apekparu dan lobus medium paru. Diagfragma kanan dan kiri letal rendah, kedua sinus baik. Diagnosa atau masalah keperawatan utama pada Nn. A adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam bersihan jalan nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil pernafasan klien normal 16-24 kali per menit, pasien dapat bernafas spontan tanpa bantuan oksigen, suara nafas vesikuler, pasien dapat batuk efektif, tidak terdapat retraksi. Tindakan keperawatan pada tanggal 8-9 April 2016, dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat, yaitu mengajarkan cara batuk efektif. Hasil evaluasi pada tanggal 9 April 2016 yaitu masalah bersihan jalan napas sudah efektif dengan batuk dan sesak berkurang dan respirasi 22 X / menit. Pasien sudah dapat melakukan batuk efektif, pasien mengatakan batuk dan sesak berkurang, napasnya tidak sesak Sebaiknya rumah sakit meningkatkan pelayanan dengan seoptimal mungkin dengan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pada pasien bersihan jalan napas tidak efektif dengan kasus efusi pleura dengan memberikan fasilitas tempat tidur yang bisa untuk posisi fowler atau tempat duduk untuk klien mampu melakukan pernapasan abdomen serta menyediakan bantal untuk penyangga DAFTAR PUSTAKA Asih dan Effendy, (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC Aziz, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Munusia : Aplikasi Konsep dan. Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Bakta dan Swastika, (2009). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Brunner & Suddarth, (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC Carpenito, (2010). Buku saku Diagnosa Keperawatan, (Alih Bahasa). Monica Ester. Edisi 8. Jakarta : EGC. Depkes RI, (2006). Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2006. Jakarta Depkes RI, (2013). Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012. Jakarta Direja (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha. Medika Djojodibroto, (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC. Hayes & Mackay, (2007). Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 5 Herdman, (2011). NANDA Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC Muttaqin, (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Jakarta : Salemba Medika Nanda, (2009). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC. Nicnoc, (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto. Nugroho, (2011). Anatomi fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah, Jakarta : ECG Somantri, (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganggua Sistem pernapasan / Irman Somantri. Jakarta : Salemba Medika Widianoto (2011). Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Dan Pola Nafas Tidak Efektif. Jakarta : Salemba Medika. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo