Cedera Hamstring Hamstring Strain

advertisement
Cedera Hamstring
Hamstring Strain
Carole S. Vetter, MD, and Anne Z. Hoch, DO, PT
Tugas Membaca
Oleh:
Mohammad Adriansyah, S.Ked
04101401014
Tasya Beby Tiara, S.Ked
04101401017
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
1
Cedera otot hamstring adalah salah satu dari sekian banyak cedera otot
yang umum, khususnya pada atlet. Otot hamstring terdiri dari tiga yaitu: otot
semimembranosa dan semitendinosa di medial , dan kepala otot bisep femoris
yang panjang dan pendek di lateral. Istilah hamstring datang dari tempat
penyembelihan hewan, dimana babi digantung pada bagian otot tendinosa yang
kuat ini saat disembelih.
Cedera otot hamstring merupakan berbagai cedera mulai dari nyeri otot
dengan onset lambat sampai robek parsial sampai ruptur komplit dari unit otottendon. Cedera dapat terjadi karena paksaan langsung ataupun tidak langsung.
Yang termasuk langsung disini adalah luka goresan dan memar. Robekan komplit
dari ujung proksimal hamstring dari ischial tuberosity telah dijelaskan, umumnya
terjadi pada atlet ski air. Cedera ini terjadi ketika adanya fleksi panggul paksa saat
lutut masih dalam keadaan ekstensi komplit.
Kebanyakan cedera otot hamstring, akan tetapi, terjadi karena gerakan
paksa tidak langsung dengan penggunaan saat aktivitas dari otot, seperti berlari,
sprint, dan lari rintang. Kebanyakan cedera hamstring terjadi saat pertemuan otottendon (myotendinous junction) selama melakukan gerak berlebihan ketika otot
memanjang sembari melakukan gerakan, umumnya terjadi pada otot lateral
hamstring. Bisep femoris memiliki dua kepala dengan origo dan innervasi yang
berbeda dan oleh karena itu disebut sebagai otot hybrid. Kontraksi dis-sinergik
dari otot merupakan salah satu dari sekian banyak faktor etiologi yang
mempredisposisi cederanya otot hamstring. Etiologi lain yang diajukan termasuk
hamstring merupakan otot dengan dua sendi dengan insufisiensi fleksibilitas.
Pemanasan
dan
peregangan
yang
tidak
cukup
sebelum
aktivitas,
ketidakseimbangan kekuatan antara hamstring dan quadriceps, ketidakseimbangan
antara otot hamstring kiri dan kanan, adanya cedera otot hamstring sebelumnya,
kecepatan lari yang meningkat, dan kekuatan atau ketahanan dari otot hamstring
yang lemah. Cedera otot hamstring dapat terjadi pada beragam pasien mulai dari
2
yang berusia muda sampai tua dan berbagai level atlet, mulai dari yang biasa
sampai atlet elite.
Otot hamstring berfungsi diatas dua sendi. Seperti kelompok otot biartikular lainnya, seperti quadriceps femoris, gastrocnemius, dan biceps brachii,
hamstring lebih gampang terkena cedera. Otot hamstring menyebrangi sendi
panggul dan lutut (dengan pengecualian kepala pendek dari bisep femoris).
Selama bagian akhir dari ayunan langkah kaki, hamstring bekerja eksentris untuk
meng-ekstensi lutut guna mengurangi kecepatan, dan saat tumit menyentuh lantai,
hamstring bekerja secara konsentris untuk memanjangkan panggul. Saat berlari,
perubahan yang cepat dari fungsi memungkinkan otot cedera, semakin tinggi
kecepatan lari dan angular nya, semakin keras gaya yang diterima tumit.
Ketidakseimbangan apapun yang besar antara quadriceps yang lebih besar dan
kuat, dan hamstring, akan menyebabkan kerugian untuk hamstring. Jika sinergi
antagonis diubah, kontraksi yang kuat dari otot yang lebih lemah dapat berdampak
pada cedera. Faktor lain apapun yang mempengaruhi secara negatif dari
koordinasi neuromuscular selama lari, seperti tidak adanya pemanasan yang tepat,
latihan yang buruk, kelelahan otot, dapat berakibat pada cedera.
Cedera otot hamstring dapat terbagi atas tiga kelas (grade) berdasarkan
tingkat keparahannya:
1. Grade 1 atau Cedera Tingkat 1: cedera ringan dengan lesi otot minimal
(kurang dari 5% disrupsi serat otot). Terdapat nyeri asosiasi namun
hanya sedikit atau tanpa hilangnya kekuatan otot.
2. Grade 2 atau Cedera Tingkat 2: cedera sedang dengan robek otot
parsial yang lebih luas namun tanpa disrupsi komplit dari unit otottendon (myotendinous). Terdapat nyeri dengan hilangnya kekuatan
fleksi lutut.
3. Grade 3 atau Cedera Tingkat 3: cedera berat yang meliputi perobekan
komplit dari unit otot-tendon (myotendinous). Cedera ini disertai nyeri
hebat dan hilangnya kekuatan fleksi lutut.
3
Perobekan dari tendon hamstring dari origo nya di ischium atai secara
distal dari tibia atau fibula tidak dibagi kedalam grade seperti cedera otot-tendon
klasik. Cedera ini biasanya cedera robek parsial atau komplit seperti yang sudah
dijelaskan.
Gejala
Saat terjadi cedera, pasien biasanya mengeluh nyeri tiba-tiba yang tajam di
belakang paha. Beberapa mendeskripsikan adanya sensasi ‘ledakan’ atau robekan.
Ada pula nyeri yang general dan sensasi lembut pada tempat cedera. Pasien
mungkin mengeluh kencang, kelemahan, dan berbagai gangguan gerak.
Berdasarkan keparahan cedera, seorang individual dapat atau tidak dapat
meneruskan aktivitas, dan terkadang tidak mampu menahan beban pada tungkai
yang terkena cedera. Pembengkakan dan ekimosis bervariasi dan dapat terhambat
untuk beberapa hari. Ekimosis dapat turun ke daerah paha dan terdapat pada distal
paha, atau dibelakang lutut, betis, atau pergelangan kaki. Cedera dapat terjadi
pada tahap awal atau akhir dari aktivitas, dan pasien dapat memberikan riwayat
pemanasan yang tidak adekuat atau kelelahan.
Jarang, pasien mengeluk gejala mati rasa, kesemutan, dan kelemahan
ekstremitas distal. Apabila terdapat hal tersebut, investigasi lanjutan pada iritasi
nervus sciatic dibutuhkan. Robekan komplit dan cedera robek hamstring
proksimal dapat menyebabkan hematoma luas atau jaringan parut untuk terbentuk
disekitar nervus sciatic.
Secara alternatif, perubahan apapun pada pola latihan dan peningkatan
latihan eksentrik pada subyek yang belum terlatih sebelumnya dapat
menyebabkan cedera hamstring dengan nyeri otot dengan delayed-onset. Hal ini
dipercaya sebagai hasil dari kerusakan mikroskopik yang diikuti respon inflamasi
local.
4
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian abnormalitas cara berjalan.
Pasien dengan cedera hamstring biasanya memiliki cara berjalan yang
dipendekkan atau langkah lari menjadi lemas. Bengkak dan ekimosis bisa tidak
terdeteksi pada beberapa hari setelah cedera awal, dan jumlah perdarahan
berdasarkan pada keparahan cedera. Tidak seperti kontusi otot langsung, dimana
ekimosis tetap terbatas pada otot yang berkesesuaian, perdarahan pada cedera
hamstring dapat keluar melalui fascia yang ruptur dengan resultan berupa
ekimosis menuju rongga interfasial, menjelaskan temuan umum dari ekimosis
distal menuju tempat cedera.
Posterior paha dapat di inspeksi untuk defek dan deformitas yang terlihat,
asimetris, bengkak, dan ekimosis. Keseluruhan panjang hamstring sebaiknya di
palpasi, termasuk origo proksimal dekat tuberositas ischial dan insersi distal pada
posterior lutut. Defek yang teraba dalam posterior paha mengindikasi cedera yang
lebih besar dengan ruptur komplit dari otot.
Berbagai macam gerakan aktif dan pasif dari otot hamstring harus diuji
dan dibandingkan dengan sisi kontralateral. Berbagai macam gerak lutut dapat
diukur dengan mengangkat panggul pada ketinggian 90 derajat pada posisi
supinasi atau duduk. Defisit ragam gerak pada lutut atau panggul merupakan hal
yang umum terjadi, dan titik dimana nyeri membatasi ragam gerak harus dicatat.
Uji otot konsentrik dan eksentrik dari hamstring juga harus dilaksanakan dengan
posisi pasien duduk dan tengkurap. Kelemahan pada fleksi lutut dan ekstensi
panggul merupakan hal yang biasa. Asimetris dari hamsting terkadang dapat
teraksentuasi dengan kontraksi otot static yang aktif-menolak. Defek jaringan
lunak dengan penonjolan dari perut otot yang tertarik mengindikasi adanya
rupture parsial atau komplit.
Temuan pemeriksaan neurologis seharusnya normal kecuali untuk uji
kekuatan dari hamstring dan pada kasus yang lebih jarang, ketika terdapat asosiasi
5
dengan iritasi nervus sciatic. Pada kasus ini, dapat terjadi kelemahan, khususnya
jelas terlihat pada fleksi pantar, dan hilangnya reflex Achilles yang terkena.
Keterbatasan Fungsional
Kebanyakan pasien yang mengalami cedera otot hamstring memiliki
defisit non residual dan kembali pada level awal fungsi nya. Walaupun begitu,
beberapa mungkin mengalami kesulitan pada saat berjalan atau berlari, kehilangan
waktu dari pekerjaan, dan kembali berolahraga yang tertunda. Cedera hamstring
dapat sembuh perlahan dan ada di level tinggi pada kemungkinan cedera kembali
bila kembali beraktivitas terlalu cepat. Dengan cedera yang berat, membutuhkan
waktu sampai sekitar satu tahun bagi pasien untuk meneruskan aktivitas precedera; pada beberapa kasus dari rupture komplit, pasien tidak dapat kembali pada
tahap awal fungsionalnya.
Studi Diagnostik
Cederah hamstring pada umumnya tidak memerlukan uji tambahan karena
diagnosis dibuat berdasarkan riwayat dan pemeriksaan klinis. Namun, dalam
keadaan berat bisa diperlukan diagnostik pencitraan. Jika cedera terlokalisasi
dekat dengan asal hamstring, radiografi polos dapat membantu mengidentifikasi
penyimpangan dari tuberositas iskia, seperti avulsi tulang dari tuberositas iskia
(terutama pada remaja). Temuan radiografik lain mungkin termasuk kalsifikasi
ektopik konsisten dengan osifikasi miositis kronis.1,8
Magnetic Imaging
Resonance (MRI) sangat sering digunakan untuk menentukan derajat cedera dan
untuk mengidentifikasi cedera total avulsi proksimal.
Diagnosis Banding






S1 radikulopati
Piriformis sindrom
Nyeri alih dari sendi sakroiliaka atau vertebrae lumbalis
Avulsi tulang atau apoptisis tuberositas iskia
Ischial bursitis (weaver’s bottom)
Fraktur stress pada pelvis, leher femoral atau batang femoral
6
 Cedera aduktor magnus
Tatalaksana
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal cedera hamstring terdiri dari prinsip PRICE (Protection,
Rest, Ice, Compression, dan Elevation). Istirahat dan perlindungan relatif dapat
melibatkan beban berat sebagai tahanan atau, dengan tingkat cedera yang lebih
tinggi (cedera tingkat II atau tingkat III), tongkat atau penopang jalan. Bantuan
rawat jalan membantu mencegah iritasi jaringan dan menghasilkan inflamasi,
keduanya yang memperpanjang penyembuhan.
Alat bantu harus digunakan
hingga pasien dapat berjalan tanpa pincang dengan cara berjalan normal.
Penerapan es sesering setiap 2 atau 3 jam selama 20 menit beberapa hari pertama
diindikasikan untuk membatasi nyeri dan bengkak. Es memberikan efek anti
inflamasi dan membantu mengurangi bengkak.
Penggunaan es secara terus
menerus selama penyembuhan untuk mencegah inflamasi dan penyembuhan otot.
Kompresi dengan dengan menekan atau pembungkus elastik paha dikombinasikan
dengan elevasi mengurangi perdarahan, dengan demikian dapat membantu
mengontrol edema dan nyeri. Obat anti inflamasi non-steroid dan analgesik lain
paling sering digunakan untuk membatasi reaksi inflamasi dan mengendalikan
nyeri pada beberapa hari pertama. Mobilisasi jaringan lunak ke lokasi nyeri harus
dihindari paling tidak lima hari terakhir karena dapat mengeksaserbasi respon
inflamasi.
Rehabilitasi
Elemen dari program rehabilitasi hamstring melibatkan perkembangan dari
peregangan bebas nyeri, penguatan, dan aktivitas olah raga spesifik. Dalam fase
akut, jarak gerakan bebas nyeri harus dapat dicapai secepat mungkin untuk
mencegah perlekatan dan jaringan parut di jaringan otot. Pasien harus mulai
dengan tingkatan gerakan bebas nyeri aktif yang berkembang ke tingkatan
gerakan bebas nyeri pasif dan peregangan secara halus.
7
Untuk mencapai
peregangan penuh otot hamstring, pinggul harus difleksikan 90 derajat dan lutut
harus diregangkan penuh. Peregangan dapat tercapai dengan baik pada posisi
supinasi, handul dapat memfasilitasi pemanjangan otot hamstring.
Ini juga
penting untuk meningkatkan fleksibilitas tulang belakan dan ekstremitas bawah.
Penguatan dapat dimulai ketika pasien mencapai ekstensi aktif penuh tanpa rasa
nyeri. Ini saat terbaik untuk memulai dengan kontraksi statik, seperti latihan
beberapa sudut isometrik submaksimal.14 Sekali dilakukan pada usaha 100%
tanpa nyeri, pasien dapat maju pada latihan isotonik, seperti penguatan hamstring
pronasi dan latihan isokinetik. Latihan kekuatan konsentrik ini diikuti dengan
latihan kekuatan eksentrik dan aktivitas olah raga spesifik sebagai tahanan.
Olahraga kembali diperbolehkan ketika gerakan penuh sudah pulih, kekuatan
setidaknya 90% pada sisi yang tidak cedera, dan rasio kekuatan hamstringquadrisep simetris.6 Fleksibilitas hamstring harus di pertahankan selama proses
rehabilitasi untuk mencegah cedera berulang. Kondisi aerobik harus diteruskan
selama proses rehabilitasi. Direkomendasikan untuk bersepeda tanpa penjepit
kaki (penjepit kaki meningkatkan penggunaan hamstring), berenang atau jogging
di kolam renang, dan egometri tubuh bagian atas.
Program rehabilitasi
menggabungkan kelincahan progresif dan latihan kestabilan tubuh telah terbukti
menurunkan tingkat cedera berulang.15
Sangat penting untuk mendidik pasien mengenai cara mencegah
berulangnya cedera hamstring. Termasuk periode pemanasan yang baik sebelum
berolahraga. Untuk kembali bermain secara penuh harus bertahap karena risiko
berulangnya cedera cukup tinggi. Sebagai tambahan, kesalahan pelatihan, seperti
tiba-tiba memutar ke permukaan yang keras atau meningkatkan intensitas latihan,
harus dihindari.
Prosedur
Prosedur tidak biasanya dilakukan pada cedera hamstring.
Operasi
8
Cedera hamstring biasanya tidak memerlukan intervensi operasi dan
reponnya baik terhadap program rehabilitasi konservatif. Namun, pada kasus
avulsi hamstring penuh dari tuberositas iskia, direkomendasikan operasi perbaikan
karena hilangnya sisa kekuatan dan fungsi terjadi pada penyembuhan pasien
nonoperatif.3,4,16 Operasi neurolisis juga direkomendasikan untuk komplikasi yang
jarang dari jaringan parut simptomatis disekeliling saraf siatika.9,10
Potensial Penyakit Komplikasi
Komplikasi tersering dari cedera hamstring adalah cedera berulang.
Hilangnya fleksibilitas dan kekuatan hamstring serta koordinasi neuromuskular
menempatkan pasien pada risiko cedera berulang, terutama jika kembali
beraktivitas sebelum sembuh sepenuhnya.
Dua kasus sindrom kompartemen paha posterior telah dilaporkan dengan
robekan hamstring penuh, satu dihasilkan dari cedera itu sendiri dan satunya
merupakan komplikasi terapi antikoagulan. 17,18 Robekan hamstring penuh dapat
menghasilkan pembentukan luka substansial disekitar saraf siatika di paha
posterior. Gejala yang timbul pada pasien dapat berupa gejala tipe radikular mulai
dari paresthesia sensorik sampai footdrop.
Tatalaksana Komplikasi Potensial
Obat anti-inflamasi nonsteroid diketahui memberikan efek samping pada
pencernaan, ginjal, dan hati. Terapi ultrasound harus dihindari dalam tatalaksana
akut pada cedera tingkat tinggi, terutama jika diduga terdapat pembentukan
hematom, karena dapat memperluas hematom.18
Daftar Pustaka
9
1.
Morris AF. Sports Medicine: Prevention of Athletic Injuries. Dubuque,
2.
William C. Brown Publishers, 1984: 162-163.
Kujala UM, Otawa S, Jarvinen M, Hamstring injuries: current trends in
3.
treatment and prevention. Sports Med 1997; 23:397-404.
Brewer BJ. Athletic Injuries; musculotendinous unit. Clin Orthop 1962;
4.
23:30-38.
Blasier RB, Morawa LG. Complete rupture of the hamstring origin from a
5.
water skiing injuriy. Am J Sports Med 1990; 18 : 435-437.
Burkett LN. Investigation into hamstring strains: the case of the hybrid
6.
muscle. J. Sports Med 1976; 3:228-231.
Young JL, Laskoski ER, Rock M. Thigh injures in athletes. Mayo Clin Proc
7.
1993;68:1099-1106.
Agre JC. Hamstring injuries: proposed aetiological factors, prevention, and
8.
treatment. Sports Med 1985; 2:21-33.
Zarins B, Ciullo JV. Acute muscle and tendon injuries in athletes. Clin Spors
9.
Med 1983; 2:167-182.
Street CC, Burks RT, Chronic complete hamstring avulsion causing foot
10.
drop. Am J Sprots Med 2000; 28:1-3.
Hernesman SC, Hoch AZ, Vetter CS, Ypung CC, Foot drop in a marathon
runner from chronic complete hamstring tear. Clin J Sports Med 2003;
11.
13:365-368.
Brockett CL, Morgan DL, Proske U. Predicting hamstring strain injury in
12.
elite athletes. Med Sci Sports Exerc 2004; 36:379-387.
Best TM. Soft-tissue injuries and muscle tears. Clin Sports Med
13.
1997;16:419-434.
Salley PI, Friedman RL, Coogan PG, et al. Hamstring muscle injuries
among water skiers: functional outcome and prevention. Am J Sports Med
14.
1996; 24:130-136.
Worrel TW. Factors associated with hamstring injuries: an approach to
treatment of acute hamstring strains. J Orthop Sports Phys Ther 2004;
15.
34:116-125.
Sherry MA, Best TM. A comparison of 2 rehabilitation programs in the
treatment of acute hamstring strains. J Orthop Sports Phys Ther 2004;
34:116-125.
10
16.
Cross MG, Vandersluis R, Wood D, Banff M. Surgical repair of chronic
complete hamstring tendon rupture in the adult patient. Am J Sports Med
17.
1998; 26:785-788.
Osteo MC, Edwards JC, Acus RW. Posterior thigh compartement syndrome
associated with hamstring avulsion and chronic anti-coagulation therapy.
18.
Orthopedics 2004; 27:299-230.
Kwong Y, Patel J. Spontanous complete hamstring avulsion causing
posterior thigh compartement syndrome. Br J Sports Med 2006; 40:723-724.
11
Download