II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Hess dan Ross (2000), pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode waktu tertentu yang direpresentasikan oleh peningkatan output per kapita. Lebih jauh menurut Mankiw (2000), dalam terminologi fungsi produksi pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total output dalam proses produksi akibat peningkatan faktor produksi dan kemajuan teknologi pada periode waktu tertentu. Dornbush (1992) mengklasifikasikan pengukuran output suatu perekonomian melalui indikator PDB, dibagi dalam dua pendekatan yaitu pendekatan sisi penerimaan (income side) dan pendekatan sisi pengeluaran (expenditure side). PDB dari sisi penerimaan merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Sementara PDB dari sisi pengeluaran terdiri dari konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah, pengeluaran investasi dan ekspor bersih. 2.2. Sumber – Sumber Pertumbuhan Output merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan perekonomian suatu negara. Analisis terhadap pertumbuhan output, perlu didasarkan pada sumber-sumber yang menjadi pendorong pertumbuhan output itu sendiri. Hess dan Ross (2000), menjelaskan sumber pertumbuhan output dilihat dari sisi produksi terdiri dari tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan teknologi. Tenaga kerja yang dimaksud adalah jumlah angkatan kerja yang merupakan input 15 produksi. Stok barang modal merupakan input produksi yang akan mendorong pertumbuhan output nasional di masa yang akan datang. Menurut Dornbusch (1992) stok barang modal terdiri dari pabrik, mesin, kantor dan produk-produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Barang modal juga meliputi pembelian rumah tempat tinggal baru dan persediaan. Investasi adalah pengeluaran yang ditambahkan kepada komponen-komponen barang modal ini. Sedangkan sumberdaya alam seperti lahan, sumber energi, merupakan faktor produksi tetap (fix input) yang dapat digunakan dalam proses produksi. Sementara itu, teknologi direpresentasikan sebagai pengetahuan yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Kemajuan teknologi melalui penemuan baru (inventions) dan inovasi (innovations) akan menghasilkan output yang lebih besar dengan sejumlah input yang sama. Menurut Miller dan Blair (1985), output suatu negara dalam model inputoutput merupakan penjumlahan antara input antara (intermediate input) dan permintaan akhir (final demand). Permintaan akhir terdiri atas permintaan domestik (domestic final demand) dan permintaan luar negeri atau disebut sebagai ekspor. Selain itu, dalam proses perdagangan internasional, produksi barang dan jasa membutuhkan faktor input yang berasal dari impor. Dengan demikian, sumber pertumbuhan output suatu negara ditentukan oleh perubahan koefisien input antara yang merupakan bentuk kemajuan teknologi (technological change), ekspansi permintaan domestik (expansion of domestic final demand), ekspansi ekspor (exsport expansion) dan substitusi impor (import substitution). Empat faktor tersebut dapat menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan output sektoral dalam perekonomian suatu negara. 16 2.3. Kebijakan Pembangunan Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Menurunnya output sektor-sektor berbasis kehutanan dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan kontribusi sektor berbasis kehutanan terhadap output nasional terus berkurang. Oleh karena itu maka esensi pembangunan sektor-sektor berbasis kehutanan ke depan yaitu mendorong peningkatan produksi dan pemasaran produk kayu olahan terutama ke pasar ekspor untuk meningkatkan output sektor tersebut. Peningkatan output yang terjadi diharapkan mampu menyerap tenaga kerja, mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat dan dalam jangka panjang dapat kembali menyumbangkan perolehan devisa dan penerimaan negara lainnya secara lebih signifikan. Hasil evaluasi terhadap RPJMN 2004 – 2009 terhadap sektor-sektor berbasis kehutanan disebutkan bahwa salah satu kebijakan prioritas pembangunan sektor berbasis kehutanan adalah peningkatan produksi dengan mendorong adanya investasi baru secara proporsional antara pengusaha besar, menengah dan kecil khususnya di sektor hulu dan upaya pengembangan pasar di sektor hilir dalam rangka mendorong pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan. Peningkatan produksi di sektor hulu dilakukan melalui penguatan aspek legal sebagai landasan hukum untuk memberikan kepastian usaha melalui perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan beserta berbagai aturan turunannya. Untuk jaminan berusaha diberikan selama 65 tahun sesuai dengan Undang-Undang Penanaman Modal. Adapun untuk hutan tanaman, 17 PMA berbadan hukum Indonesia diberi kesempatan sebagai pemegang izin usaha (Departemen Kehutanan, 2008a). Berdasarkan publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 2009 disebutkan bahwa perkembangan investasi sektor berbasis kehutanan selama satu dekade terakhir sangat fluktuatif dan minat investor baik asing maupun domestik cenderung menanamkan modalnya di kegiatan industri kayu (hilir) dibanding sektor kehutanan (hulu). Kondisi ini lebih disebabkan karakteristik usaha sektor kehutanan yang memiliki risiko usaha tinggi dan bersifat jangka penjang dibandingkan dengan usaha di sektor industri kayu olahan. Selain itu, investasi sektor kehutanan saat ini diarahkan pada kegiatan pembukaan areal atau penanaman baru dibandingkan kegiatan penebangan (logging) yang memiliki minat investasi rendah. Tabel 3. Perkembangan Investasi Asing Pada Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Tahun 2001 - 2008 Kehutanan Industri Kayu Olahan Nilai Investasi Jumlah Nilai Investasi Jumlah Tahun Investasi (US$ 000) Investasi (US$ 000) 2001 9 44 688 2002 12 19 252 2003 24 158 646 2004 6 4 062 2005 2 118 768 18 75 498 2006 1 30 968 18 58 898 2007 17 127 853 2008 4 64 352 Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, 2009 Investasi asing (PMA) selama periode 2001 – 2008 untuk usaha kehutanan tercatat sebesar US$ 149 736 dengan jumlah investasi baru sejumlah 3 investasi lebih kecil dibandingkan nilai investasi di usaha industri kayu olahan sebesar 18 US$ 702 983 dengan jumlah investasi sejumlah 108 investor. Investasi baru untuk usaha kehutanan terjadi pada tahun 2005 dan 2006, sementara investasi masuk di industri kayu olahan terjadi sepanjang tahun. Tabel 4. Perkembangan Investasi Domestik Pada Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Tahun 2001 - 2008 Kehutanan Industri Kayu Olahan Jumlah ` Nilai Investasi Jumlah Nilai Investasi Investasi (Rp juta) Investasi (Rp juta) 2001 7 280 995 2002 2 150 398 2 232 876 2003 1 452 779 12 356 172 2004 4 888 882 2005 1 993 410 9 198 793 2006 9 709 012 2007 1 8 878 3 38 762 2008 1 17 754 Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, 2009 Tahun Sementara itu, nilai investasi domestik (PMDN) di sektor berbasis kehutanan dalam periode 2001 – 2008 tercatat sebesar Rp 4.32 trilyun dimana Rp 2.72 trilyun adalah investasi di sektor industri kayu olahan dan sisanya sebesar Rp 1.60 trilyun adalah investasi untuk sektor kehutanan. Adapun jumlah investasi baru di sektor kehutanan sejumlah 5 investasi dan ada 47 investasi baru di industri kayu olahan. Adapun strategi pengembangan pasar untuk sektor hilir (industri kayu olahan) adalah dengan mempertahankan pasar yang ada (pasar tradisional), dan menangkap pasar potensial (captive market) terutama untuk pasar ekspor perlu ditingkatkan. Perluasan pasar ekspor dilakukan melalui promosi, penetrasi dan ekspansi (Departemen Kehutanan, 2007b). 19 2.4. Kerangka Tabel Input-Output Miyazawa Tabel Input-Output (I-O) pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Wassily W. Leontief pada tahun 1951 sebagai instrumen yang digunakan untuk mengukur dampak ekonomi. Publikasi pertama dilakukan pada tahun 1965 hingga akhirnya mendapatkan nobel di bidang ekonomi pada tahun 1973. Review untuk penemuannya dilakukan pada maret 1999 melalui Survey of Current Business. Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statitstik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar satu satuan kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Dalam analisisnya Tabel I-O menggunakan prinsip keseimbangan umum (General Equilibrium), artinya jika terjadi keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di satu sektor berpengaruh terhadap keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di sektor-sektor lain. Hasil analisis dari Tabel I-O dapat menggambarkan seberapa besar kontribusi setiap sektor terhadap pembentukan output wilayah, penyerapan tenaga kerja, struktur permintaan akhir (PDRB dari sisi pengeluaran) dan komponen nilai tambah (PDRB dari sisi penerimaan). Selain itu analisis Input-Output dapat merekomendasikan sektor kunci dalam perekonomian wilayah tersebut melalui hasil analisis keterkaitan sektor baik ke belakang (backward linkage) maupun keterkaitan ke depan (forward linkage). Badan Pusat Statistik (BPS) mengembangkan Tabel Input-Output sebagai dasar pengembangan model Input-Output dengan tiga kuadran yaitu matriks input – output (kuadran I), matriks permintaan akhir (kuadran II) dan matriks input antara (kuadran III) seperti pada Gambar 1. 20 Xij Fik ( Kuadran I ) ( Kuadran II ) Vmj ( Kuadran III ) Gambar 1. Kuadran Matriks Tabel Input - Output Keterangan : Kuadran I : transaksi antar industri; output sektor i menjadi input sektor j, Kuadran II : transaksi antara konsumen akhir (rumahtangga, pemerintah, investor dan ekspor) dengan industri penghasil barang dan jasa. Kuadran III : menggambarkan transaksi antara pihak-pihak pemilik faktor produksi (tenaga kerja dan pemilik modal) dengan unit-unit ekonomi yang menggunakannya. Secara ilustratif, kerangka dasar Tabel Input-Output disajikan seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Sektor Penjual 1 2 . . . n Nilai Tambah Impor Total Input Sektor Pembeli 1 2 … n Permintaan Akhir Total Output x11 x21 . x12 x11 x1n x2n F1 F2 . . . . . . . . … … . . . … X1 X2 . . . Xn . . xn1 xn2 v1 v2 IM1 IM2 … IMn X1 X2 … Xn … Sumber : Badan Pusat Statistik, 2000 xnn vn . Fn 21 Keterangan : 1) Permintaan akhir (F) terdiri dari konsumsi rumahtangga (C), konsumsi pemerintah (G), pembentukan modal/investasi (I), dan ekspor (E) 2) xij = besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j, dan Fi (Ci , Gi , Ii , Ei) besarnya output sektor i yang digunakan sebagai permintaan akhir 3) vj adalah nilai tambah dan IMj adalah impor n 4) Xi = aijXj +fi adalah total input = total output j 1 5) Koefisien langsung, aij = xij / Xj, xij = aij Xj, matriks A = [ aij ] 6) AX + F = X dengan melakukan transformasi maka diperoleh (I-A)-1 F = X 7) (I-A)-1 adalah matriks kebalikan Leontief. Matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (industri) akan mempengaruhi pertunbuhan sektor-sektor lainnya. Karena setiap sektor memiliki pola transaksi pembelian maupun penjualan dengan sektor lain yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi sektorsektor lainnya juga berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi sektorsektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (I - A)-1. Tabel I-O nasional yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik saat ini hanya hanya memperlihatkan struktur transaksi dari beberapa industri yang berbeda dalam satu negara atau wilayah. Tabel ini tidak memberikan informasi 22 lebih lanjut tentang strata rumahtangga (pemilik faktor produksi tenaga kerja) yang berpendapatan tinggi, sedang atau rendah. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan model input-output yang memasukan informasi mengenai strata rumahtangga ke dalam suatu model. Pada penelitian ini, pengembangan model tersebut digunakan model Input-Output Miyazawa yang merupakan pengembangan model Input-Output Leontief. Input-Output Miyazawa diperkenalkan pada tahun 1960 dan 1968 yang kemudian ditulis kembali pada tahun 1976. Model ini membuat generalisasi keynesian income multipliers kedalam bentuk matriks inter-relational income multipliers (Sonis and Hewings, 2000). Model matriks Miyazawa dalam tabel input-output diformulasikan seperti pada persamaan (1). Variabel A merupakan matriks koefisien langsung, X merupakan gross output, F adalah permintaan akhir, vektor T merupakan total pendapatan, matriks V merupakan rasio pendapatan rumahtangga, g merupakan pendapatan eksogen dan matriks C menunjukan pengeluaran konsumsi rumahtangga. X T AC V 0 X T F g …………………………….………………. (1) Pada model Miyazawa ini, permintaan akhir (final demand) merupakan komponen yang terdiri selain dari konsumsi rumahtangga yaitu antara lain konsumsi pemerintah, pembentukan modal (investasi), dan ekspor. Sama halnya dengan nilai tambah (value added), merupakan komponen nilai tambah selain pendapatan rumahtangaa atau upah. Pada penelitian ini kerangka dasar model Input-Output Miyazawa disajikan pada Tabel 6. 23 Tabel 6. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Miyazawa Sektor Penjual 1 2 1 2 . . . n x11 x21 . x12 x11 . . . xn1 . xn2 Pendapatan RT V11 V12 Nilai Tambah Impor Total Input v1 IM1 v2 IM2 X1 . X2 Sektor Pembeli … n Konsumsi RT Menurut Golongan Pendapatan … C11 x1n x2n C21 … . . . . . . . . . xnn Cnn … … … … … Vnn 0 vn IMn 0 Cm Xn Cn Permintaan Akhir F1 F2 . . . Fn gn Total Output X1 X2 . . . Xn Tn Sumber : Sonis and Hewings, 2000 Pada persamaan (1), jika diilustrasikan kerangka tabel input-output Miyazawa terdiri dari 2x2 blok matriks, maka matriks Miyazawa dapat dituliskan sebagai berikut : M AC V 0 ………………………...………….……………………. (2) M adalah matriks Miyazawa yang merupakan matriks koefisien inputoutput dalam model Leontief, disimbulkan dengan A. Dengan demikian, matriks kebalikan Leontief untuk matriks Miyazawa dapat dituliskan sebagai berikut : B I M ………………………………………...………………… (3) 1 Dengan melakukan transformasi pada persamaan (2) dan (3), maka diperoleh persamaan matriks koefisien antar strata pendapatan adalah sebagai berikut : 24 B ( I M ) 1 I BC I 0 0 I 0 N = B 0 VB I = B BCNVB NVB I 0 0 I C AC = = V I 0 I 0 I VB I V C BCN N ……………….....………….… (4) H = VBC adalah matriks koefisien antar golongan pendapatan (matriks of inter-income coefficients). Pada persamaan (4) diperoleh persamaan multiplier antar pendapatan Miyazawa (Miyazawa interreltional income multiplier) atau disebut juga Keynesian multiplier yang ditulis sebagai berikut : N ( I H ) 1 ( I VBC ) 1 I VC ………………........……………..(5) Pada persamaan (4) diperoleh matriks kebalikan Leontief yang diperbesar yaitu dengan memasukan matriks V dan matriks C yang dituliskan menjadi sebagai berikut : ( I A CV ) 1 B BBCNVB …………...……………………… (6) Pada persamaan (6) maka diperoleh VΔ = nVB dan ΔC = BCN. 2.5. Keterkaitan Antar Sektor Menurut Miller dan Blair (1985) dalam model input-output, produksi barang dan jasa suatu sektor ekonomi memiliki dampak ekonomi terhadap sektor lainnya. Apabila suatu sektor j meningkatkan outputnya, maka akan berdampak terhadap sektor penyedia input sektor j dan sektor pengguna output sektor j. Keterkaitan antar sektor perekonomian tersebut dinamakan backward linkage dan forward linkage. 25 Adanya penggunaan input antara yang berasal dari output sektor produksi lain dan penggunaan input primer seperti tenaga kerja dan modal, membuat suatu sektor produksi menjadi terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya dalam suatu perekonomian. Lebih lanjut menurut Miller dan Blair, keterkaitan ke belakang (backward linkage) terdiri dari keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) dan keterkaitan total ke belakang (total backward linkage). Sementara itu, keterkaitan ke depan (forward linkage) terdiri dari keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) dan keterkaitan total ke depan (total forward linkage). Pada model input-output, direct dan forward linkage merupakan pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung dari kegiatan produksi suatu sektor terhadap sektor lain baik sektor hulu maupun hilirnya. Sedangkan total backward dan forward linkage merupakan pengaruh total baik langusng maupun tidak langsung dari kegiatan produksi suatu sektor terhadap sektor lain baik sektor hulu maupun hilirnya. Secara operasional, pengaruh langsung (direct effect) adalah pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang menggunakan output sektor lain sebagai input produksinya. Sebagai contoh kenaikan produksi industri furnitur akan menyebabkan bertambahnya permintaan input kayu yang merupakan input langsung digunakan dalam produksi industri furnitur. Sementara pengaruh tidak langsung atau indirect effect menunjukkan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor akibat kenaikan output sektor lain. Misalkan kenaikan produksi industri furnitur bisa menyebabkan pula kenaikan permintaan jasa-jasa transportasi untuk mengangkut hasil produksinya ke pasar, di mana dalam hal ini 26 jasa transportasi bukan merupakan input langsung untuk memproduksi furniture. Sementara itu, pengaruh total atau total effect adalah pengaruh secara keseluruhan dalam perekonomian dimana sektor yang bersangkutan berada. Misalkan dalam dua contoh di atas yang dimaksud pengaruh total adalah penjumlahan dari pengaruh langsung dengan tidak langsung dari produksi pakaian dalam perekonomian. 2.6. Dekomposisi Pertumbuhan Struktural dalam Sistem Input-Output Dekomposisi pertumbuhan dalam sistem input-output merupakan upaya mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan gross output X dari suatu sektor perekonomian. Adapun sumber-sumber pertumbuhan gross output X terdiri dari empat sumber, yaitu : 1. The expansion of domestic Final Demand (FD) menjelaskan dampak langsung dan tidak langsung dari perluasan permintaan akhir domestik (expantion of domestic final demand). 2. Export Expansion (EE) merupakan dampak langsung dan tidak langsung dari perluasan perdagangan internasional ekspor (expantion of international export). 3. Import Substitution (IS) adalah dampak langsung dan tidak langsung akibat perubahan dalam proporsi perdagangan internasional impor (change in international import proportions). 4. Technological change menunjukkan dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan coefficients). koefisien input-output (change in input-output 27 2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian yang terkait dengan peranan sektor berbasis kehutanan dalam perekonomian telah banyak dilakukan sebelumnya diantaranya oleh Departemen Kehutanan (2007a) tentang reposisi kehutanan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional dengan menggunakan model input-output. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB nasional sangat rendah yaitu di bawah satu persen dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Namun demikian, sektor kehutanan memiliki kontribusi besar dalam menyumbang devisa. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional yaitu dengan meningkatkan investasi. Penelitian lainnya yang terkait dilakukan oleh Suwarna (2007) tentang dampak bantuan dana rehabilitasi lahan milik terhadap pendapatan masyarakat dan perekonomian wilayah di Kabupaten Garut. Metode analisis yang digunakan adalah sistem neraca sosial ekonomi, model ekonometrika dan analisis biaya manfaat. Hasil analisis menunjukan bahwa dana rehabilitasi lahan milik di Kabupaten Garut belum dapat secara nyata memperbaiki pendapatan masyarakat yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi. Namun demikian dana rehabilitasi tersebut berperan untuk meningkatkan perekonomian wilayah. Kegiatan rehabilitasi lahan milik dengan komoditi utama tanaman kayu secara finansial memberikan manfaat lebih kepada petani pemilik apabila dilakukan pemanfaatan lahan diantara tanaman kayu dengan mengusahakan komoditi tanaman sela. Kelembagaan kelompok tani memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produktivitas kelompok dalam kegiatan rehabilitasi lahan. 28 Santosa (2006) meneliti tentang peranan ekonomi kehutanan di Propinsi Jawa Tengah. Berbeda dengan penelitian lainnya, pada penelitian ini analisis peranan sektor kehutanan tidak hanya dilihat dari sisi PDRB saja tetapi juga dari manfaat ekonomi lain seperti jasa lingkungan yang dihasilkan sumber daya hutan. Manfaat ekonomi lain yang diperhitungkan berupa hasil yang langsung dikonsumsi masyarakat, illegal logging, illegal trading, nilai tambah, nilai air, udara bersih dan manfaat berupa efisiensi kelembagaan dan keberadaan/pelestarian hutan yang memberikan tambahan output sektor kehutanan. Disamping itu, juga diperhitungkan manfaat ekonomi yang bersifat negatif berupa deforestasi dan erosi. Dengan demikian dihasilkan kontribusi bersih sektor kehutanan terhadap perekonomian wilayah dalam bentuk PDRB hijau Propinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi sektor kehutanan akan lebih kecil dengan memperhitungkan kerusakan lingkungan sehingga PDRB bersih Propinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan. Noor (2004) menganalisis sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap adanya deforestasi dan reforestasi hutan di Kabupaten Kutai Timur dengan menggunakan pendekatan sistem neraca sosial ekonomi (SNSE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi yang mempengaruhi kegiatan deforestasi disebabkan adanya pengaruh Perdagangan, Restoran, dan Hotel (PRH) yang ditunjukkan oleh empat jalur Modal Swasta Dalam Kabupaten (MSDK) ke kayu yang memiliki pengaruh global paling kuat adalah melalui PRH. Dengan kata lain pengaruh MSDK terhadap kegiatan penebangan hutan paling besar terjadi melalui PRH. Sektor PRH ini sangat besar pengaruhnya, karena sektor inilah yang banyak menggunakan kayu untuk keperluan usaha, bangunan, dan untuk bahan bakar. 29 Sementara itu kegiatan ekonomi yang berpengaruh terhadap kegiatan reforestasi disebabkan adanya pengaruh sektor Tenaga Kerja Pertanian Bukan Penerima Upah dan Gaji (TKPBUG). Sektor TKPBUG ini sangatlah besar pengaruhnya sebagai gambaran kegiatan masyarakat/pengusaha yang bekerja di sektor pertanian. TKPBUG ini juga menggambarkan pemilik lahan yang berusaha dibidang pertanian dengan menanam beberapa jenis tanaman seperti sawit, karet, umbi-umbian, lada, dan lain sebagainya. Hardjanto (2003), menganalisis keragaan dan pengembangan Usaha Kayu Rakyat (UKR) di Pulau Jawa. Tujuan utama dari penelitian adalah untuk mengupayakan pengembangan sistem UKR dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu analisis SWOT untuk memformulasikan strategi pengembangan, metode Interpretative Structural Modeling (ISM) digunakan untuk menemukan model struktural dan mengkaji kelembagaan dan Analisis Hierarki Proses (AHP) digunakan dalam seluruh tahap analisis. Hasil analisis menunjukan bahwa UKR berada pada posisi pertumbuhan, sehingga perlu dikembangkan melalui strategi integrasi horizontal, integrasi vertikal dan diversifikasi. Lembaga yang berpengaruh dalam pengembangan UKR ini meliputi institusi yang terkait ke belakang (backward linkages) dan ke depan (forward linkages), institusi pemerintah terkait, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi serta lembaga penelitian.