LAPORAN KASUS Muscular Dystrophy dengan Penyulit Kardiomiopati Juliani Dewi, Tinny Endang Hernowati Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/ RSU Dr. Saiful Anwar Malang, Jawa Timur, Indonesia Abstrak Pendahuluan : Muscular dystrophy merupakan kelompok penyakit myopati herediter primer kronik progresif. Salah satu tipe yang paling sering adalah Duchenne Muscular Dystrophy dengan insiden 30 per 100.000 bayi laki-laki lahir hidup. Peningkatan CK sangat berguna dalam menilai kelainan ini, terutama pada usia muda dengan distrofi otot progresif. Penyulit yang paling sering terjadi dan dapat menimbulkan kematian adalah kardiomiopati. Kasus : Seorang laki-laki berusia 22 tahun dengan muscular dystrophy, kemungkinan tipe Duchenne dengan penyulit kardiomiopati. Kadar CPK 2508 U/L, CKMB 50 U/L, LDH 568 U/L, SGOT 109 mU/L, dan SGPT 72 mU/L. Biopsi otot betis menunjukkan gambaran muscular dystrophy progresif. Foto thorax menunjukkan kardiomegali, dengan gambaran EKG sinus takikardi dan kardiomegali. Simpulan : Kasus muscular dystrophy kronik progresif dengan komplikasi kardiomiopati. Saran : Pemeriksaan genetik dengan Western Blot, biopsi otot, pengecatan imunositokimia otot dengan antibodi dystrophin, dan analisis mutasi DNA lekosit darah tepi. Kata kunci : Muscular dystrophy, CK, kardiomiopati PENDAHULUAN Muscular dystrophy merupakan kelompok penyakit miopati herediter primer yang kronik progresif. Saat ini diketahui disebabkan oleh mutasi gen yang berlokasi pada lengan pendek kromosom X. Gen normal pada lokus ini mensintesis protein yang dinamai dystrophin, yang ada dalam jumlah kecil di otot. Gen dystrophin terletak di lengan pendek kromosom X dengan panjang ± 2400 kilobasa (kira-kira 1 % total kromosom X); yang terbesar dalam genome manusia. Ukuran yang besar menyebabkan gen ini mudah mengalami delesi atau mutasi. Dystrophin dapat dihomologikan dengan cytoskeletal α – actinin, terletak di membran plasma serabut otot. Defisiensi protein ini menyebabkan masuknya Ca++ ekstraseluler dan akhirnya me356 CDK ed_178_a.indd 356 nyebabkan destruksi sel. Dystrophin yang berupa protein berat molekul besar ini juga terdapat di berbagai jaringan selain bermacam-macam tipe serabut otot, seperti otak dan saraf perifer.1,2 Ada beberapa tipe muscular dystrophy : Duchenne muscular dystrophy, Becker muscular dystrophy, Limb-girdle muscular dystrophy, facioscapulohumeral muscular dystrophy, congenital muscular dystrophy, Emery – Dreifuss muscular dystrophy, oculopharyngeal muscular dystrophy, dan myotonic dystrophy. Yang paling sering adalah Duchenne muscular dystrophy dan Becker muscular dystrophy. Masing-masing tipe memiliki fenotipe yang unik dan kelainan genetik sendiri (bentuk kelainan pada gen dystrophin). Pada Duchenne muscular dystrophy, delesi sebagian besar terjadi di dekat permulaan (5’end) dan pertengahan gen. Insiden Duchenne muscular dystrophy 30 / 100.000 bayi laki-laki lahir hidup dan insiden Becker muscular dystrophy 3 / 100.000 bayi laki-laki lahir hidup.1,2 Penentuan tipe kelainan ini berdasarkan pada kelainan genetiknya, kelompok otot yang terkena, onset umur, kelainan klinis, dan derajat keparahannya. 50 – 75 % kasus muscular dystrophy mengalami peningkatan kadar serum creatine kinase (CK), peningkatan CK-MB pada 10 % kasus, peningkatan lactate dehydrogenase pada 10 % kasus, dan peningkatan serum transaminase pada 15 % kasus. Peningkatan CK sangat berguna untuk menilai | JULI - AGUSTUS 2010 20/06/2010 21:47:01 LAPORAN KASUS kelainan ini, terutama pada usia muda, adanya dystrophy yang progresif dan fase awal penyakit.3,4 Penyulit yang sering terjadi dan dapat menimbulkan kematian adalah kardiomiopati, terutama pada tipe Duchenne muscular dystrophy, Becker muscular dystrophy, limb-girdle muscular dystrophy, dan Emery – Dreifuss muscular dystrophy. Congestive heart failure jarang kecuali pada stres berat seperti pneumonia. Kejadian cardiac arrhytmia jarang. Infeksi paru fatal dapat terjadi seiring dengan makin melemahnya otot dada. Penyulit lain yang dapat menimbulkan kematian adalah dilatasi gastrik akut dan aspirasi makanan. Pada tulisan ini akan dibahas suatu kasus muscular dystrophy dengan penyulit kardiomiopati dan infeksi saluran napas. KASUS Seorang laki-laki 22 tahun datang dengan keluhan sesak dan nyeri dada. Keluhan ini dirasakan sering kambuh sejak 3 bulan terakhir ini. Sesak makin berat bila penderita batuk atau melakukan aktivitas bermain play station. Demam dan batuk diderita sejak 1 minggu ini, dengan kesulitan mengeluarkan dahak. Aktivitas penderita sangat terbatas karena kelemahan fisik yang dideritanya sejak usia balita. Penderita harus menggunakan 2 bantal bila tidur. Riwayat penyakit dahulu: saat berusia 3 tahun, dikatakan menderita polio, tapi masih bisa berjalan walaupun menggunakan alat bantu penyangga besi pada kakinya. Kesulitan berjalan makin bertambah sejalan dengan usia, hingga saat kelas lima SD ( 10 tahun ) harus menggunakan kursi roda dan tangan mulai terasa lemas. Saat ini penderita tidak dapat berjalan sama sekali. Aktivitas tangan penderita terbatas, sehingga sulit menulis dan mengetik. Penderita tidak dapat bangkit dari posisi berbaring dengan usaha sendiri. Penderita tidak dapat ke perguruan tinggi karena keterba- tasan menulis dan mengetik yang makin berat. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak sesak, compos mentis, tekanan darah 120 / 80 mmHg, denyut nadi 110 kali per menit, respiratory rate 30 kali per menit. Penderita tampak gemuk. Kepala, thorax dan abdomen tak tampak kelainan, ekstremitas atas tampak lemah, tungkai kiri mengecil dan kaki kanan kontraktur. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar SGPT 109 U/L (< 40 U/L), SGOT 72 U/L (< 37 U/ L), kadar bilirubin direk 0,27 mg/dl (< 0,25 mg/ dl), bilirubin total 1,18 mg/dl (< 1,00 mg/dl), LDH 568 U/L (226 – 451 U/L), CK 851 U/L ( 10 – 80 U/L ), pemeriksaan fungsi ginjal dalam batas normal, Natrium 141 mEq/l (136–144 mEq/l), Kalium 3,4 mEq/l (3,6–5,5 mEq/l), Kalsium 10,3 mg/dl (8,1–10,4 mg/dl). Chlorida 399 mg/dl (334– 395 mg/dl), dan Phosphor 2,7 mg/dl (Dws 2,5–5,0; Anak 4,0–7,0 mg/dl). Dari pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan gambaran sinus takikardi 110 kali per menit dan pada foto thorax didapatkan gambaran kardiomegali. Gambaran PA hasil biopsi otot betis menyimpulkan suatu progressive muscular dystrophy. PEMBAHASAN Muscular dystrophy merupakan kelompok penyakit miopati herediter primer kronik progresif. Kelainan ini dikelompokkan dalam beberapa tipe dengan gambaran yang karakteristik. Sebagian besar penderita anak lakilaki dari ibu carrier. Mutasi gen pada Duchenne muscular dystrophy mempunyai kadar dystrophin yang lebih rendah, menyebabkan gangguan kontraksi sel dan kelemahan otot progresif.1,2,3 Muscular dystrophy ditandai dengan kelemahan progresif otot terutama proksimal sekitar bahu, pelvis dan ekstremitas (terutama ekstremitas bawah). Pengukuran enzim serum (CK) paling berguna untuk deteksi kelainan ini. Peningkatan CK terutama pada penderita muda, tertinggi 50 kali nor- | JULI - AGUSTUS 2010 CDK ed_178_a.indd 357 mal, ditemukan pada onset penyakit saat bayi atau anak-anak, kemudian berangsur menurun hingga normal. Duchenne muscular dystrophy, salah satu bentuk muscular dystrophy terbanyak, adalah suatu penyakit herediter karena tidak adanya atau berkurangnya struktur protein yang disebut dystrophin. Gambaran klinis tipe Duchenne muscular dystrophy didapat sejak lahir, kelainannya muncul sejak usia 3 – 5 tahun (jarang pada bayi), ditandai dengan kesulitan bermain dengan teman sebaya, seperti bermain, naik tangga dan melompat. Pada umur 5 tahun kelemahan otot jelas pada pemeriksaan. Ketika bangkit dari lantai, penderita menggunakan tangannya untuk mengangkat tubuhnya (Gowers’ maneuver). Kontraktur jaringan pengikat tumit dan iliotibial terjadi pada umur 6 tahun, sehingga berjalan menggunakan jari kaki dan dihubungkan dengan posturnya yang lordotik. Kehilangan kekuatan otot berlangsung progresif, dengan predileksi otot tungkai dan otot fleksor leher; kelemahan tungkai lebih berat daripada lengan. Antara umur 8 - 10 tahun penderita membutuhkan penopang untuk berjalan; kontraktur sendi terjadi dan fleksi pinggul terbatas; ekstensi lutut, siku dan pergelangan tangan lebih sulit dengan duduk yang lama. Pada umur 12 tahun, sebagian besar penderita memerlukan kursi roda. Kontraktur menetap, skoliosis progresif dan menyebabkan nyeri. Deformitas dada dengan skoliosis berhubungan dengan fungsi paru yang makin berkurang karena kelemahan otot. Pada umur 16 - 18 tahun, keadaan makin berat, kadang-kadang menderita infeksi paru yang fatal. Kematian sering terjadi pada usia 20-an, tersering dicetuskan oleh infeksi paru akibat kelemahan otot respirasi dan akibat aspirasi makanan. Penyebab kematian karena jantung jarang terjadi kecuali didapatkan kardiomiopati akibat perubahan degeneratif sel-sel miokard sehingga menyebabkan gagal jantung. Pada tipe ini sering didapatkan kelemahan mental dengan intelligence quotient ( IQ ) ± 1 SD di 357 20/06/2010 21:47:01 LAPORAN KASUS bawah rata-rata karena kekurangan dystrophin pada membran sitoskeleton sel-sel neuronal; gangguan ini tidak progresif.1,2,3,5 Gambaran laboratorium Duchenne muscular dystrophy ditandai dengan peningkatan CK 20 sampai 100 kali normal. Kadar ini makin menurun karena inaktivitas dan hilangnya massa otot. Pada pemeriksaan EMG didapatkan gambaran khas miopati. Dari biopsi otot tampak serabut otot dengan bermacam-macam ukuran, sekelompok kecil nekrotik dan fragmentasi, didapatkan vakuolisasi serta adanya serat-serat otot yang mengalami regenerasi, diikuti dengan invasi phagocytic macrophage. Jaringan ikat dan lemak menggantikan serabut otot yang hilang, sedangkan jaringan otot yang tidak terkena mengalami hipertrofi. Diagnosis ditegakkan berdasar defisiensi atau tidak adanya dystrophin pada jaringan otot biopsi atau analisis mutasi gen lekosit darah tepi.1,2,3 Gambaran klinis tipe Becker muscular dystrophy mirip dengan Duchenne muscular dystrophy. Dengan berkembangnya penyakit, kelemahan dapat menyeluruh, kecuali otot-otot wajah. Dapat ditemukan hipertrofi otot, terutama otot betis. Sebagian besar penderita mendapatkan kesulitan pertama pada usia 5 – 15 tahun, meskipun onset pada dekade ke – 3 atau 4 dapat terjadi. Penderita memerlukan kursi roda pada usia > 15 tahun. Gambaran klinis pada tipe ini tidak seberat pada Duchenne muscular dystrophy. Harapan hidup penderita berkurang, tapi sebagian besar dapat bertahan sampai dekade 4 atau 5. Retardasi mental dapat pula terjadi, tapi tidak sesering pada tipe Duchenne muscular dystrophy. Gangguan jantung dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung.1,3,5 Gambaran laboratorium Becker muscular dystrophy mirip dengan Duchenne muscular dystrophy. Diagnosis ditegakkan dengan analisis Western Blot biopsi otot yang menunjukkan pengurangan jumlah atau ukuran ab358 CDK ed_178_a.indd 358 normal molekul dystrophin. Analisis mutasi DNA lekosit darah tepi menunjukkan delesi dan duplikasi dystrophin gene pada 65 % penderita. Persentase ini kurang lebih sama dengan Duchenne muscular dystrophy.1,3 Pada kasus ini gambaran klinis muncul pada usia 3 tahun, memberat dengan bertambahnya usia, sehingga memerlukan kursi roda saat berusia 10 tahun. Gambaran laboratorium menunjukkan peningkatan kadar CK serum 13 kali normal. Algoritma pada gambar 1 tidak dapat diterapkan pada penderita karena saat onset, yaitu umur 3 tahun, penderita didiagnosis polio. Saat itu tidak dilakukan pemeriksaan CK, LDH, maupun serum transaminase. Kadar CK yang meningkat 13 kali mungkin sudah merupakan penurunan seperti pada perjalanan penyakit muscular dystrophy. Gambaran biopsi otot menunjukkan suatu progressive muscular dystrophy. Saat ini tungkai penderita kontraktur dan atrofi. Kadar SGPT serum meningkat 3 kali normal dan kadar SGOT meningkat 2 kali normal. Peningkatan ini dapat terjadi akibat progressive muscular dystrophy sendiri maupun karena kardiomiopati yang diderita. Diagnosis kardiomiopati dapat diduga berdasar- CK > 14.000 U/L & AST > 38 U/L Ya Duchenne’s Tidak Tidak ada abnormalitas atrofi neurogenik Kadar enzim normal Bukan Duchenne’s Aldolase > 3,9 U/L & CK/AST > 0,7 Tidak Atrofi Ya Miopati AST > 50 U/L & CK/AST < 40 & CK-MB > 2% Ya Poliomyositis Tidak Miopati tidak spesifik Tidak CK/AST > 44 Atau CK/ Aldolase > 124 Unclassified myopathy Ya Gambar 1. Algoritma ensimatik serum untuk diagnosis penyakit otot kronik(4). | JULI - AGUSTUS 2010 20/06/2010 21:47:02 LAPORAN KASUS Gambar 2. Gambaran kelompok otot yang mengecil pada biopsi otot dengan pewarnaan fluoresens. Gambar 3. Gambaran biopsi otot yang mengalami atrofi. Bentukan fibrous dan jaringan lemak menggantikan serabut otot yang hilang. kan peningkatan kadar LDH 2 kali harga normal, sinus takikardi pada EKG, kardiomegali pada foto thorax, dan klinis sesak saat aktivitas. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus ini mengalami komplikasi kardiomiopati. Muscular dystrophy yang dialami penderita tampaknya tipe Duchenne muscular dystrophy, mengingat umur onset, kelompok otot yang terkena, gejala klinis, progresifitas, dan derajat keparahannya. Pada penderita tidak didapatkan gangguan fungsi intelek yang biasa terdapat di tipe Duchenne muscular dystrophy. Disarankan pemeriksaan genetik untuk mengetahui tipe muscular dystrophy, yaitu dengan Western Blot biopsi otot, atau ditambah dengan pengecatan imunositokimia otot dengan antibodi dystrophin, serta pemeriksaan analisis mutasi DNA lekosit sel darah tepi. SIMPULAN DAN SARAN Telah dibahas kasus muscular dystrophy pada seorang pemuda berusia 22 tahun dengan penyulit kardiomiopati dan infeksi saluran napas. Kardiomiopati didiagnosis berdasarkan peningkatan kadar SGOT, SGPT 2 – 3 kali normal, peningkatan kadar LDH 2 kali normal, gambaran EKG, radiologis, pemeriksaan fisik, dan keluhan penderita. Pemeriksaan lanjutan tipe muscular dystrophy dapat dengan pemeriksaan Western Blot, biopsi otot atau analisis genetik lekosit darah tepi. Gambar 4. Penderita dengan otot tungkai kiri atrofi. DAFTAR PUSTAKA 1. Brown RH, Mendell JR. Muscular Dystrophies and Other Muscle Disease. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th ed. McGraw Hill. USA. 2001.pp. 2529 – 34. 2. Burns DK, Kumar V. The Musculoskeletal System. In: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Basic Pathology. 6th ed. Philadelphia:WB Saunders Co. 1997.pp. 689 – 690. 3. Ang LC, Bilbao JM. Skeletal muscle. In: Rosai J. Ackerman’s Surgical Pathology. 8th ed. St. Louis, Missouri: Mosby 1996.p. 2404 – 2408. 4. Wallach J. Interpretation of Diagnostic Tests. 6th ed. Boston:Little, Brown and Company, 1996. pp.270 – 274. 5. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondhelmer JM. Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 15th ed. New York:Lange Medical Books.2001.pp. 686 – 687. | JULI - AGUSTUS 2010 CDK ed_178_a.indd 359 359 20/06/2010 21:47:03