BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Harga Diri Dalam sub-bab ini, penulis melakukan analisis mengenai dampak harga diri Jepang dalam melakukan penyerangan Pearl Harbor. Tracy dalam jurnalnya menjelaskan bahwa harga diri adalah emosi penting yang memegang peran kritis atau besar dalam sejumlah fungsi psikologis (2007: 506). Penulis menganalisis tiga buah data yang ditinjau dari konsep kebanggaan diri. Tiga buah data tersebut adalah insiden Mukden, insiden jembatan Marco Polo, dan penyerangan kota Nanjing oleh Jepang. 4.1.1 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Harga Diri Pada Insiden Mukden Semenjak Jepang membuka dirinya terhadap dunia luar, Jepang ingin memiliki kekuatan yang sama dengan Amerika Serikat. Oleh karena itu, Jepang mengirimkan pelajar-pelajar ke negara barat untuk mempelajari teknologi dan perekonomian di sana. Akibatnya dalam jangka waktu yang tidak lama, Jepang menjadi negara Asia pertama yang dapat bersaing dengan Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan Jepang memandang rendah negara-negara Asia lainnya. Oleh karena itu Jepang menjajah negara-negara di Asia dan memulainya dari Mancuria. Ketertarikan Jepang untuk menjajah Mancuria berawal dari usainya perang dengan Rusia, yang ditandai dengan perjanjian Portsmouth pada tahun 1905. Perjanjian Portsmouth memberikan hak eksklusif jalur kereta api Mancuria Selatan (dari jalur Changchun sampai jalur Lushun) kepada Jepang. Jepang menuntut Cina untuk memberikan hak yang sama seperti hak yang diberikan kepada Rusia pada tahun 1886. Setelah itu, Jepang melakukan penjagaan yang ketat sepanjang jalur kereta api tersebut. Akan tetapi tentara yang bertugas menjaga jalur kereta sering melakukan tindakan yang buruk kepada penduduk Cina yang tinggal di sekitar jalur tersebut. Akibatnya penduduk Cina meminta Jepang untuk menghentikan hal itu, namun permintaan tersebut diabaikan. Selanjutnya Jepang memperluas kekuasaannya pada 18 September 1931 dengan meledakkan jalur kereta api Mancuria Selatan dan menuduh tentara Cina atas 15 16 kejadian tersebut. Insiden ini dikenal sebagai insiden Mukden. Chiang Kai-Shek, selaku pemimpin Cina pada saat itu, tidak senang dengan tuduhan Jepang sehingga melaporkan hal ini kepada Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Itulah sebabnya di kemudian hari, Liga Bangsa-Bangsa memberikan ultimatum kepada Jepang agar menghentikan agresi militernya di Cina. Namun, Jepang tidak memperdulikan ultimatum tersebut dan terus melanjutkan agresi militernya di Cina. Melihat hal itu, Liga Bangsa-Bangsa mengambil tindakan dengan membentuk sebuah komisi pada 10 Desember 1931. Komisi tersebut dinamai komisi Lytton, yang diketuai oleh Victor Alexander George Robert Bulwer Lytton, seorang politisi juga administrator kolonial dari Inggris. Selain Inggris, Amerika Serikat, Italia, Jerman, dan Perancis juga mengutus wakilnya masing-masing. Amerika Serikat mengutus Mayor Jendral Frank Ross McCoy, seorang tentara Amerika Serikat; Italia mengutus Count Aldrovandi-Marescotti, ketua deputi komisi Mancuria; Jerman mengutus Dr. Heinrich Schnee, seorang pegawai negeri sipil kolonial Jerman; Perancis mengutus Jendral Henri Claudel. Selain LBB, Amerika Serikat juga melakukan investigasi terhadap insiden ini, yang dikepalai oleh Henry L. Stimson, juru bicara kebijakan asing, pada tahun 1932. Namun, sebelum hasil investigasi tersebut keluar, Jepang sudah terlebih dahulu mendirikan negara boneka Manchukuo. Setelah itu, Stimson menolak untuk mengakui situasi, perjanjian, dan persetujuan apa pun yang melanggar pakta KellogBriand (Kellog-Briand Pact), yang menyatakan: Article one: The High Contracting Parties solemnly declare in the names of their respectives peoples that they condemn recourse to war for the solution of international controversies, and renounce it, as an instrument of national policy in their relations with one another. Article two: The High Contracting Parties agree that the settlement or solution of all disputes or conflicts of whatever nature or of whatever origin they may be, which may arise among them, shall never be sought except by pacific means. Article three: The present Treaty shall be ratified by the High Contracting Parties named in the Preamble in accordance with their respective constitutional requirements, and shall take effect as between them as soon as all their several instruments of ratification shall have been deposited at Washington (Stimson, 1936). Terjemahan: 17 Artikel satu: Komisi Tinggi dengan sungguh-sungguh mendeklarasikan atas nama bangsa mereka bahwa mereka mengutuk perang sebagai solusi dari kontroversi internasional dan mereka juga menolaknya sebagai alat kebijakan nasional dalam menjalin hubungan dengan negara lainnya. Artikel dua: Komisi Tinggi menyetujui bahwa penyelesaian atau solusi dari semua perselisihan atau konflik yang timbul antara mereka berdasarkan apa pun akan ditempuh dengan cara Pasifik. Artikel tiga: Perjanjian ini akan ditandatangani oleh Komisi Tinggi yang namanya disebutkan dalam mukadimah sesuai dengan syarat konstitusi yang bersangkutan dan berlaku efektif secepatnya setelah kedua belah pihak telah memenuhi syarat yang di minta di Washington. Setelah keputusan ini dikeluarkan, komisi Lytton juga memberikan hasil investigasinya pada bulan Oktober 1932. Komisi ini menyatakan: 1. Aksi yang dilakukan oleh tentara Jepang tidak bisa dianggap sebagai aksi pembelaan diri. 2. Negara boneka Mancukuo tidak didirikan berdasarkan pergerakan kemerdekaan. 3. Manchuria seharusnya menjadi negara otonomi (Yomiuri, 2006: 62). Akan tetapi, Jepang tidak mengindahkan hasil investigasi ini dan memutuskan untuk keluar dari Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1933. Berdasarkan fakta, hasil investigasi dari Liga Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat tidak dapat menghentikan agresi militer yang dilakukan oleh Jepang, sebaliknya Jepang mengambil tindakan untuk keluar dari Liga Bangsa-Bangsa. Harga diri yang dimiliki oleh Jepang mengakibatkan penolakan terhadap hasil investigasi yang dilakukan oleh Henry L. Stimson dan komisi Lytton kemudian mengundurkan diri dari Liga Bangsa-Bangsa. Sesuai dengan konsep harga diri hubristis, yang berkaitan dengan narsisme, dapat memicu agresi dan permusuhan, masalah inter-personal, konflik dalam relasi, dan sejumlah perilaku tidak wajar (Trzesniewski dan Tracy, 2004). Di dalam konsepnya, Tracy juga menyatakan bahwa hilangnya harga diri dalam seorang individu merupakan faktor yang memprovokasi agresi serta sikap antisocial sebagai respon terhadap ancaman ego (Tracy, 2007: 506). 18 4.1.2 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Harga Diri Pada Insiden Jembatan Marco Polo Usaha Jepang dalam merebut kekuasaan di Cina tidak berhenti pada negara boneka Mancukuo saja. Jepang terus berusaha untuk menguasai seluruh daratan Cina. Selain Mancuria, Jepang tertarik untuk menguasai Beijing dan sekitarnya, karena di Beijing terdapat sebuah jembatan, yang bernama jembatan Marco Polo. Ada pun jembatan ini menghubungkan kota Beijing dengan kota-kota besar lainnya. Karena peranan yang penting dari jembatan tersebut, maka Jepang berusaha untuk merebut dan menguasai wilayah tersebut. Pada waktu itu, walaupun Jepang belum menguasai jembatan itu sepenuhnya, namun banyak tentara Jepang telah menempati wilayah tersebut. Jepang hanya menunggu waktu yang tepat untuk melakukan agresi militer kedua di Cina. Berawal pada tahun 1937, setiap malam Jepang mengadakan pelatihan bagi tentara-tentaranya yang sedang bertugas di Cina. Agar tidak mengganggu penduduk sekitar, tentara Cina memberikan izin dengan satu kondisi yakni, tentara Jepang wajib melapor kepada tentara Cina sebelum memulai pelatihan dan kondisi ini disetujui oleh Jepang. Keadaan tersebut berlangsung sejangka waktu saja. Sebab pada 7 Juli 1937, Jepang memulai pelatihan tentaranya tanpa memberitahu tentara Cina terlebih dulu. Ketika Jepang sedang berlatih, terdengar suara tembakan yang mengejutkan penduduk juga tentara Cina. Mereka berpikir bahwa suara tembakan tersebut merupakan tanda penyerangan Jepang sehingga tentara Cina segera bertindak dan terjadi perlawanan antara Cina dan Jepang. Perlawanan tersebut berakhir dengan hilangnya seorang tentara Jepang, dan Jepang menuduh tentara Cina yang menjadi pelakunya. Merespon hal ini, tentara Cina bersedia untuk mencari seorang tentara yang hilang itu ditemani seorang wakil tentara Jepang. Tetapi, tentara Jepang tidak menanggapi dengan baik penawaran tersebut, sebaliknya Jepang memaksa untuk melakukan pencarian sehingga terjadi baku tembak antara Jepang dan Cina. Kejadian ini dikenal sebagai insiden jembatan Marco Polo. Sesuai dengan konsep harga diri yang menyatakan bahwa pengalaman subyektif dari harga diri dapat memperkuat perilaku yang menimbulkan rasa bangga, menumbuhkan harkat, dan motivasi diri bahwa individu yang bersangkutan layak 19 menerima status yang lebih tinggi (Tracy, 2007: 506). Kekuasaan Jepang yang semakin membesar di Cina mengakibatkan harga diri yang dimiliki oleh Jepang semakin meningkat demikian juga dengan status sosial yang dimiliki oleh Jepang. Berdasarkan alasan itu, Jepang tidak menanggapi dengan baik penawaran bantuan tentara Cina. 4.1.3 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Harga Diri Jepang Pada Penyerangan Kota Nanjing Oleh Jepang Setelah Jepang berhasil menguasai daerah Beijing dan sekitarnya, Jepang kembali mempersiapkan penyerangan di kota Nanjing. Pada 9 Desember 1937, Jepang memberikan ultimatum kepada kota Nanjing agar segera menyerah dalam waktu 24 jam. Petinggi kota Nanjing tidak senang akan ultimatum ini dan memutuskan untuk mengosongkan kota tersebut selama tentara Jepang masih berada pada posisinya. Mereka juga memutuskan untuk bertahan sampai akhir. Sampai 10 Desember 1937, kota Nanjing tidak memberikan jawaban apa pun kepada Jepang. Karena tidak menerima jawaban apa pun, maka tentara Jepang mulai bergerak menyerang rakyat Cina di kota Nanjing. Tentara Jepang dengan kejam menyerang kota Nanjing dan dengan cepat kota tersebut dikalahkannya. Selama enam minggu Jepang melakukan penyiksaan terhadap penduduk kota Nanjing dan tentara Cina yang melawan. Selain itu, tentara Jepang dengan kejam memperkosa dan membunuh wanita-wanita di Nanjing tanpa memandang umur Selama penyerangan itu terjadi, tentara Jepang dengan tidak disengaja menyerang kapal pesiar Amerika Serikat, U.S.S. Panay, yang sedang berpatroli di sungai Yang Tze. Kapal pesiar tersebut sudah selama sembilan tahun terakhir ini berpatroli di sungai Yang Tze untuk memantau tingkat kriminalitas di kota Nanjing dan sekitarnya. Penyerangan ini membangkitkan amarah Amerika Serikat terhadap Jepang. Karena itu, Jepang meminta maaf kepada Amerika Serikat dan diwajibkan untuk membayar denda kepada Amerika Serikat dan Inggris. Setelah enam minggu penyerangan yang kejam tersebut, Jepang memutuskan untuk menghentikannya dan menawarkan negosiasi perdamaian kepada Chiang KaiShek. Jerman sebagai pihak yang netral menjadi penengah dalam negosiasi tersebut. Melalui negosiasi ini, Jepang memberikan beberapa kondisi yang harus diterima oleh Chiang Kai-Shek yakni, Cina harus mengakui negara boneka Mancukuo, otonomi di Mongol dan pembangunan zona tanpa militer di daerah Cina Utara (Yomiuri, 2006: 20 76). Bagi Chiang Kai-Shek, penawaran yang diberikan oleh Jepang sangatlah tidak masuk akal. Beliau merasa bahwa syarat-syarat yang diajukan oleh Jepang adalah sama dengan penaklukan dan pemecah belah negara Cina sehingga beliau memutuskan apabila Jepang akan menghancurkan Cina, maka Cina akan tetap bertahan sampai titik darah penghabisan (Iguchi, 2006: 56). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harga diri Jepang yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pembantaian kota Nanjing. Pengalaman subyektif dari harga diri dapat memperkuat perilaku yang menimbulkan rasa bangga, menumbuhkan harkat, dan motivasi diri bahwa individu yang bersangkutan layak menerima status yang lebih tinggi (Tracy, 2007: 506). Namun, harga diri yang dimiliki oleh Jepang bersifat hubritis. Harga diri yang bersifat hubristis berkaitan dengan narsisme dan dapat memicu agresi dan permusuhan, masalah inter-personal, konflik dalam relasi, dan sejumlah perilaku tidak wajar (Trzenieswski dan Tracy, 2004). Karena harga diri yang dimiliki oleh Jepang mengakibatkan konflik antara Jepang dan Cina. 4.2 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Sanksi Embargo Minyak Oleh Amerika Serikat Terhadap Jepang Pada Perebutan Kekuasaan Perancis di Indocina Indocina merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sebelum mulainya perang, statistik menyatakan bahwa Indocina melakukan ekspor batu bara sebanyak 1.600.000 ton, beras sebanyak 1.400.000 ton, jagung sebanyak 500.000 ton, semen sebanyak 140.000 ton, dan karet sebanyak 60.000 ton (Budge, 2006). Oleh karena itu, Jepang memutuskan untuk memperluas kekuasaannya di Indocina dan merebutnya dari Perancis. Indocina di bawah kekuasaan Perancis juga memberikan bantuan kepada Chiang Kai-Shek. Setiap bantuan dikirim menggunakan jalur kereta api yang terbentang dari kota Hannoi sampai ke kota Kunming. Karena merasa tidak senang akan hal ini, maka Jepang meledakkan jalur kereta tersebut. Setelah pemboman itu dilakukan, maka mulailah pergerakan kekuasaan Jepang di Indocina. Jepang menekan kekuasaan Perancis di Indocina dengan mengirimkan ultimatum pada 19 Juni 1940. Ultimatum tersebut menyatakan bahwa Jepang menginginkan semua daerah perbatasan ditutup dan melarang pengiriman bantuan ke Cina (Budge, 2006). Karena tekanan yang kuat dari Jepang, maka Perancis meminta bantuan kepada Amerika Serikat dan Inggris. Namun bantuan yang diharapkan tidak segera 21 datang sehingga sedikit demi sedikit Perancis mulai menyerahkan daerah koloninya kepada Jepang. Kekuasaan Jepang di Asia semakin meluas membuat Amerika Serikat khawatir akan kedudukannya. Oleh karena itu, presiden Roosevelt memutuskan untuk mengembargo minyak terhadap Jepang. Amerika Serikat, Inggris dan Belanda bekerjasama untuk menekan kedudukan Jepang di Indocina. Amerika Serikat dan Inggris memberlakukan embargo minyak sedangkan Belanda memberhentikan ekspor minyak, besi, dan karet terhadap Jepang. Walaupun Jepang mendapatkan tekanan yang cukup tinggi dari Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda, hal itu tidak membuat Jepang berhenti. Sebaliknya Jepang semakin berambisi untuk memperluas kekuasaannya di Asia. Jepang juga memiliki pandangan bahwa kerja keras yang telah dilakukan Jepang sampai saat itu akan menjadi sia-sia jika Jepang melepaskan kedudukan di Cina dan Indocina. Melalui peristiwa ini dapat dilihat bahwa embargo minyak yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Inggris tidak menghentikan Jepang bahkan membuat Jepang semakin berambisi. Embargo minyak ini juga membuat hubungan Amerika Serikat dengan Jepang semakin jauh. Dengan kata lain, Jepang sedikit demi sedikit menjadi musuh Amerika Serikat. Tekanan ini juga memprovokasi Jepang dalam perencanaan penyerangan Pearl Harbor karena persediaan minyak yang dimiliki oleh Jepang semakin menipis maka Jepang membutuhkan satu penyerangan yang kuat dan fatal. Oleh karena itu, Jepang memilih Pearl Harbor sebagai sasaran utama di kemudian hari. Hal ini juga sesuai dengan teori Takizawa yang menyatakan bahwa persediaan minyak yang dimiliki oleh Jepang juga menjadi faktor penentu dalam keputusan yang diambil oleh Jepang. Penulis juga menemukan bahwa teori yang dipaparkan oleh Iokibe yakni, alasan Jepang melakukan penyerangan Pearl Harbor adalah embargo minyak dan invasi Perancis Indocina benar adanya. 4.3 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Hull-note yang Diberikan Oleh Amerika Serikat Kepada Jepang Pada Negosiasi Perdamaian yang Dilakukan Oleh Jepang dan Amerika Serikat Besarnya kekuasaan Jepang di Asia membuat hubungan Jepang dengan Amerika Serikat merenggang. Sebagian petinggi Jepang tidak ingin hubungan Jepang dan Amerika Serikat menjadi buruk. Oleh karena itu, Jepang melakukan negosiasi perdamaian dengan Amerika Serikat. Jepang mengutus wakilnya yang bernama 22 Saburo Kurusu dan Amerika Serikat mengutus wakilnya, sekretaris negara yang bernama Cordell Hull. Sekretaris negara Cordell Hull mengetahui keinginan presiden Roosevelt untuk berpartisipasi dalam perang walaupun presiden Roosevelt berjanji kepada warga Amerika Serikat tidak akan berpartisipasi dalam perang di masa yang akan datang (Stinnett, 2007). Oleh karena itu, Amerika Serikat menginginkan Jepang untuk menyerang terlebih dulu. Maka sekretaris negara Cordell Hull memberikan beberapa persyaratan bagi Jepang yang disebut sebagai Hull-note. Persyaratan yang diajukan oleh sekretaris negara Cordell Hull adalah adanya open-door policy (kebijakan pintu terbuka), yang merupakan kebijakan luar negeri yang memberikan akses bebas di Cina kepada negara-negara imperial (penjajah), di Indocina. Selain itu sekretaris negara Cordell Hull juga menginginkan Jepang untuk menarik undur seluruh tentara yang berada di Cina dan Indocina, lalu Jepang harus mengembalikan keadaan Cina dan Indocina seperti sedia kala. Jika Jepang menuruti kondisi yang tertera pada Hull-note maka Amerika Serikat akan memberhentikan embargo minyak. Beliau tahu bahwa kondisi ini tidak mungkin bagi Jepang, sebab itu beliau menggunakan kelemahan ini untuk memprovokasi Jepang. Hal ini juga sesuai dengan teori Takizawa yang menyatakan bahwa Hull-note merupakan salah satu penyebab terjadinya penyerangan Pearl Harbor. Meskipun Jepang sungguh-sungguh menginginkan perdamaian dengan Amerika Serikat, namun sebaliknya Amerika Serikat menginginkan perang dengan siasat mengajukan persyaratan perdamaian yang memberatkan Jepang. Menurut penulis karena Jepang merasa tidak dapat memenuhi persyaratan perdamaian tersebut, maka Jepang merencanakan penyerangan Pearl Harbor. 4.4 Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Konspirasi Dalam subbab ini, penulis menjabarkan dan menganalisis penyerangan Pearl Harbor yang ditinjau dari konsep konspirasi. Menurut Barkun konspirasi adalah keyakinan bahwa sebuah organisasi yang terdiri dari individu atau kelompok, bertindak secara terselubung untuk mencapai beberapa tujuan jahat (2003). Di dukung oleh Hodapp, tujuan jahat tersebut dapat berupa kekuatan, kekayaan, pengaruh, dan keuntungan lainnya (2008: 9). Untuk melakukan analisis berdasarkan konsep konspirasi, penulis memiliki enam data yakni, penyerangan kota Nanjing 23 yang dilakukan oleh Jepang, perluasan kekuasaan Jepang di Perancis Indocina, penulisan Hull-note oleh Amerika Serikat, memo delapan aksi oleh Letnan Komandan Arthur McCollum, memorandum yang ditujukan kepada kepala operasi kelautan, dan memorandum untuk departemen ajudan umum. 4.4.1 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Konspirasi Pada Penyerangan Kota Nanjing Oleh Jepang Walaupun Jepang memberikan negosiasi perdamaian, namun tanpa menunggu jawaban yang pasti, Jepang tetap melanjutkan agresi militer di kota Hankou. Dalam waktu yang singkat, kota Hankou jatuh ke tangan Jepang. Dengan demikian, Chiang Kai-Shek membatalkan semua negosiasi yang diberikan oleh Jepang. Bahkan, Jepang menyatakan bahwa Jepang tidak lagi mengakui pemerintahan Chiang Kai-Shek (Iguchi, 2006: 57), karena pada saat itu Jepang sedang mempersiapkan pemerintahan yang baru di Nanjing. Jepang bermaksud mendirikan rezim baru di Cina yang dikepalai oleh Wang Jingwei, yang merupakan ketua partai nasionalis Cina. Dengan pendirian rezim baru ini, Jepang memiliki tujuan yaitu untuk mendirikan pihak ketiga di Cina sehingga Jepang dengan cara damai dapat menguasai Cina. Namun Wang Jingwei tidak mendapatkan dukungan dari penduduk Cina karena mereka mengerti bahwa rezim yang dipimpin oleh Wang Jingwei sama dengan pembentukan negara boneka. Melihat hal ini, Amerika Serikat dan Inggris merasa perlu melakukan sebuah tindakan. Karena kedudukan Jepang di Asia semakin kuat, Amerika Serikat merasa aksi yang dilakukan oleh Jepang harus dihentikan. Oleh karena itu, Amerika Serikat dan Inggris memberikan bantuan penuh kepada Chiang Kai-Shek. Hal ini merupakan salah satu siasat Amerika Serikat dalam menekan Jepang yang tertulis di dalam memo delapan aksi oleh Letnan Komandan Arthur McCollum. Penulis melihat adanya konspirasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Inggris. Untuk menaklukan Jepang, Amerika Serikat dan Inggris memberikan bantuan penuh kepada Cina. Sesuai dengan pernyataan Olmsted, konspirasi terjadi jika terdapat dua organisasi atau lebih bekerjasama untuk menyalahgunakan kekuatan (2009: 19). Tekanan yang diberikan ini pada akhirnya akan memprovokasi Jepang dalam melakukan penyerangan Pearl Harbor. Hal ini sesuai dengan salah satu sifat konspirasi, yaitu tidak ada konspirasi yang sesuai dengan hal yang terlihat. Walaupun Amerika Serikat terlihat baik dengan memberikan bantuan kepada Chiang 24 Kai-Shek, Amerika Serikat juga memiliki tujuan lain dibalik bantuan yang diberikan yaitu penekanan kedudukan Jepang. 4.4.2 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Konspirasi Pada Perebutan Kekuasaan di Perancis Indocina Perluasan kekuasaan Jepang di Indocina mengakibatkan Perancis menyerahkan daerah jajahannya kepada Jepang. Karena didesak oleh Jepang dengan paksa, maka Perancis meminta bantuan dari Amerika Serikat dan Inggris. Namun bantuan tidak datang dengan cepat sehingga Jepang berhasil merebut Perancis Indocina dari kekuasaan Perancis. Melalui hal ini, kekuasaan Jepang di Asia semakin membesar. Oleh karena itu, Amerika Serikat bekerjasama dengan Inggris dan Belanda untuk menyudutkan Jepang. Amerika Serikat dan Inggris melaksanakan embargo minyak sedangkan Belanda memberhentikan impor minyak, besi, dan karet terhadap Jepang. Penulis menemukan adanya konspirasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda. Tujuan Amerika Serikat melaksanakan hukuman ini terhadap Jepang adalah untuk memprovokasi Jepang melakukan penyerangan terlebih dahulu. Dapat dikatakan bahwa hal ini sesuai dengan jenis konspirasi peristiwa, konspirasi yang dianggap sebagai sumber dari segala peristiwa yang terjadi. Embargo minyak yang dilaksanakan oleh Amerika Serikat merupakan awal mula bagaimana Jepang merasa tertekan dan memutuskan untuk melakukan penyerangan terlebih dahulu (Barkun, 2003). Jika konspirasi terjadi jika terdapat dua organisasi atau lebih bekerjasama untuk menyalahgunakan kekuatan (Olmsted, 2009: 19), maka dapat dibuktikan bahwa terdapat konspirasi dibalik sanksi embargo minyak yang dilaksanakan oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda. 4.4.3 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Konspirasi Pada Memo Delapan Aksi Oleh Arthur McCollum Versi 1 Letnan Komandan Arthur McCollum lahir dan tumbuh di Jepang. Karena pengetahuan dan bahasanya yang fasih, beliau menjadi informan dan tokoh penting dalam memprovokasi Jepang untuk melakukan penyerangan. Pada umur delapan belas tahun, McCollum terdaftar di Akademi Angkatan Laut dan setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau ditugaskan menjadi kedutaan besar Amerika di 25 Tokyo sebagai atase angkatan laut. Karena pengalamannya di Jepang, Letnan Komandan Arthur McCollum sangat mengerti tentang keadaan di Jepang, presiden Roosevelt mempercayakan rencana konspirasi ini kepada beliau. Berikut dilampirkan surat bukti yang menyatakan adanya rencana delapan aksi yang ditulis oleh Letnan Komandan Arthur McCollum. Penulis hanya melampirkan bagian delapan dan sembilan dari memo ini. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan konteks yang terkandung pada memo sebelumnya dengan singkat. Bagian memo satu sampai dengan delapan menjelaskan besarnya kekuatan Inggris dan Belanda serta hubungan kedua negara tersebut dengan Jepang. Oleh karena itu Letnan Komandan Arthur McCollum menyarankan presiden Roosevelt agar bekerjasama dengan Belanda dan Inggris dalam menjalankan delapan aksi provokasi terhadap Jepang. Selain itu, Letnan Arthur McCollum juga menjelaskan keadaan Jepang dan tindakan-tindakan yang akan diambil oleh Jepang jika delapan aksi tersebut dilaksanakan. 26 Gambar 1 Delapan Aksi yang Diajukan oleh McCollum (Stinett, 2000) 27 Terjemahan: (Hanya poin ke-sembilan dan ke-sepuluh) 9. Tidak dipercayai untuk kondisi saat ini dari opini politik bahwa pemerintah Amerika Serikat sanggup untuk menyatakan perang terhadap Jepang tanpa tindakan lebih lanjut; dan itu hampir tidak mungkin bahwa Jepang akan mengubah sikap mereka dengan tindakan-tindakan tegas dari pihak kita. Maka, hal-hal di bawah ini disarankan: a. Membuat perjanjian dengan negara Inggris untuk memakai pangkalan Inggris di daerah Pasifik, terutama Singapura b. Membuat pengaturan dengan negara Belanda untuk memakai fasilitas pangkalan dan memasok kebutuhan di daerah Hindia Barat Daya c. Memberikan semua kemungkinan bantuan ke pemerintahan Cina yang dipimpin oleh Chiang Kai-Shek d. Mengirimkan divisi Long Range Heavy Cruisers ke Asia Timur, Filipina atau Singapura e. Mengirimkan dua divisi kapal selam ke Asia Timur f. Menyimpan tenaga utama dari armada Amerika Serikat di Pasifik di dekat kepulauan Hawaii g. Memaksa agar Belanda menolak untuk memberikan Jepang barang kosensi ekonomi yang belum diberikan, terutama minyak h. Embargo semua hubungan dagang Amerika dengan Jepang, bekerjasama dengan embargo yang diluncurkan oleh Kerajaan Inggris 10. Jika dengan demikian, Jepang bisa dipimpin untuk melakukan tindakan perang, maka itu lebih baik. Dalam segala situasi kita harus siap untuk menerima ancaman perang Dari delapan aksi tersebut, penulis dapat membuktikan tiga aksi yang terlaksana. Aksi pertama adalah mengerahkan semua bala bantuan kepada pemerintahan Cina yang dipimpin oleh Chiang Kai-Shek. Bantuan tersebut diberikan kepada Cina ketika Jepang sedang melakukan penyerangan di Cina. Pertama-tama, Jepang mendirikan negara boneka Mancukuo pada tahun 1932. Lalu sejak saat itu kekuasaan Jepang semakin meluas hingga keseluruh Cina. Chiang Kai-shek selaku pemimpin Cina, memohon bantuan Amerika dan Inggris. Amerika Serikat menggunakan keadaan ini untuk memberikan tekanan kepada Jepang. Aksi kedua yang dilaksanakan adalah memindahkan Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat ke kepulauan Hawaii. Aksi ini dimulai pada bulan April 1940. Sebagian besar kapal perang yang berada di California (West Coast), diperintahkan untuk bergabung dengan kapal perang yang berada di Hawaii (Hawaiian Dettachment) untuk latihan tahunan. Ketika latihan tersebut selesai, maka 28 direncanakan untuk mengembalikan kapal-kapal perang tersebut kembali ke California. Namun, Angkatan Laut Amerika tidak pernah kembali ke California. Aksi ketiga yang dilaksanakan adalah embargo bahan-bahan baku terhadap Jepang. Aksi ini dilaksanakan sebagai hukuman kepada Jepang karena melakukan agresi militer di Indocina. Amerika Serikat menggunakan kesempatan ini untuk menekan kekuasaan Jepang di Asia. Melalui memo delapan aksi ini penulis melihat adanya sebuah tujuan yang khusus yaitu memprovokasi Jepang untuk melakukan penyerangan. Karena Amerika Serikat bekerjasama dengan Inggris dan Belanda dalam melaksanakan delapan aksi ini, maka dapat dikatakan bahwa terdapat sebuah konspirasi di dalam penulisan memo delapan aksi yang ditulis oleh Letnan Komandan Arthur McCollum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Olmsted yakni, konspirasi terjadi ketika dua orang atau lebih bekerja sama untuk menyalahgunakan kekuatan (2009: 19). Selain itu, memo delapan aksi tersebut juga memiliki sebuah tujuan yaitu, memprovokasi Jepang untuk melakukan penyerangan, sesuai dengan konsep konspirasi yang menyatakan bahwa sebuah organisasi yang terdiri dari individu atau kelompok, bertindak secara terselubung untuk mencapai beberapa tujuan jahat (Barkun, 2003). 4.4.4 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Konspirasi Pada Memorandum Untuk Kepala Operasi Kelautan Versi 2 Pada bulan Juli dan Oktober 1940, ditemukan transaksi pembelian besi tua oleh Jepang di dermaga pelabuhan buruh San Fransisco. Jepang mengirimkan dua kapal tanker besar yang bernama Tatsukawa Maru dan Bordeau Maru untuk melakukan transaksi pembelian dan membawa besi tua kembali ke Jepang. Berikut terdapat lampiran memorandum yang ditujukan kepada kepala operasi kelautan beserta dengan terjemahannya. 29 Gambar 2 Memorandum Untuk Kepala Operasi Angkatan Laut (Stinett, 2000) 30 Gambar 3 Lanjutan Memorandum Untuk Kepala Operasi Kelautan (Stinnett, 2000) 31 Terjemahan: Memorandum untuk Ketua Operasi Kelautan Perihal: Ekspor Minyak Bumi dan Bahan Bakar ke Jepang 1. Telah diterima informasi terpercaya bahwa pada tanggal 20 Agustus, Konsulat Jenderal Jepang di San Fransisco menyampaikan kepada pemerintahnya bahwa meski ada pembatasan terhadap ekspor produk petroleum dari Amerika Serikat, tidak ditemukan kesulitan berkaitan dengan pengiriman bensin serta gasolin mentah. 2. Laporan terperinci oleh Konsulat Jenderal di San Fransisco adalah sebagai berikut: (a) Segala detil terkait dengan permohonan izin ekspor produk minyak bumi diserahkan pada pihak Amerika oleh perusahaan Mitsui dan Mitsubishi di San Fransisco. Minyak bumi dibeli dari agen Amerika ini, yang menyusun aturan dengan pihak pemerintahan di Washington. (b) Agen Mitsubishi di San Fransisco telah dihubungi oleh kantor cabang lokal Associated Oil Company, bahwa dari permohonan izin ekspor yang diajukan di Washington oleh Associated Oil Company, telah diberikan izin untuk sekitar 22.000 ton minyak mentah “Kettleman Hill” dan jumlah serupa untuk minyak mentah California lainnya. Permohonan tersebut diajukan sebagai minyak mentah “campuran khusus”. (c) Mempertimbangkan hasil sejauh ini, kelihatannya mustahil mendapatkan izin ekspor bahan bakar pesawat terbang yang dikontrak sebelum tanggal 1 Agustus. Izin baru juga tidak akan dikeluarkan atas dasar bahwa permohonannya diajukan sebelum pemberlakuan system lisensi ekspor. (d) Akhir-akhir ini, bensin biasa dimuat dalam kapal milik perusahaan Mitsui dan Mitsubishi dengan jumlah sekitar 85.000 barel. Izin untuk ekspor bensin jenis ini diberikan pada saat pengajuan untuk kargo biasa. (e) Penjual minyak di daerah San Fransisco yang berdagang dengan Mitsui dan Mitsubishi, terutama Associated Oil Company, merasa tidak aka nada kesulitan untuk terus mengirim bensin biasa ke Jepang. W. S. Anderson Walaupun pada saat itu embargo minyak sedang berlangsung, White House mengizinkan Jepang untuk memperoleh suplaian petroleum agar Jepang dapat berpartisipasi dalam perang. Konsulat Jenderal Jepang di San Fransisco menyatakan bahwa administrasi Roosevelt tidak sedang melaksanakan embargo minyak karena persediaan minyak dan gasolin tersedia bagi Jepang. Ketika pernyataan tersebut dilaporkan kepada presiden Roosevelt, beliau tidak memberikan reaksi apa pun. Sebagai kesimpulan, tidak ada seorang pun di White House yang melaksanakan 32 embargo minyak terhadap Jepang. Bahkan, Jepang dapat melakukan transaksi jual beli minyak, petroleum, gasolin, dan besi tua dengan mudah. Amerika Serikat ternyata mengambil keuntungan dari transaksi yang dilakukan oleh Jepang. Karena dua kapal tanker yang digunakan oleh Jepang muncul kembali pada saat terjadinya penyerangan Pearl Harbor. Oleh sebab itu, Amerika Serikat dapat mengenali dua kapal tanker tersebut dengan mudah (Stinnett, 2008: 11). Walaupun pada saat itu embargo minyak sedang dilaksanakan, Jepang masih bisa mendapatkan minyak, gasolin, petroleum, dan besi tua dengan mudah. Karena transaksi ini, Amerika Serikat juga dapat mendeteksi dua kapal tanker yang digunakan Jepang pada saat transaksi dilakukan karena ketika penyerangan Pearl Harbor terjadi, kedua kapal tersebut kembali digunakan dan Amerika Serikat dengan mudah dapat mengenalinya. Oleh sebab itu, hal ini sesuai dengan konsep konspirasi yang artinya adalah sebuah organisasi yang bertindak secara terselebung untuk mencapai beberapa tujuan jahat (Barkun, 2003). 4.5 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Konsep Konspirasi Pearl Harbor Oleh Swanson Pada Memorandum Untuk Departemen Ajudan Umum Surat memorandum yang ditujukan kepada departemen ajudan umum ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat telah memprediksi rencana penyerangan oleh Jepang. Karena negosiasi dengan Jepang yang dilaksanakan oleh sekretaris negara Cordell Hull dengan Kurusu Saburo tidak menghasilkan jalan keluar maka Jepang merencanakan penyerangan namun segera diketahui oleh Amerika Serikat. Selain itu, Amerika Serikat juga meminta agar setiap orang yang mengetahui rencana penyerangan oleh Jepang untuk merahasiakannya. Jika keadaan ini diketahui oleh warga Amerika Serikat, maka Amerika Serikat tidak dapat berpartisipasi dalam perang. 33 Gambar 4 Memorandum Untuk Departemen Ajudan Umum (General Short's papers, Hoover Institution Archives, Stanford University, Stanford California) 34 Terjemahan: MEMORANDUM UNTUK DEPARTEMEN AJUDAN UMUM Washington DC 6.11 PM 27 November 1941 Negosiasi dengan Jepang untuk keperluan praktis sepertinya telah dihentikan, dengan peluang terkecil bahwa pemerintah Jepang akan kembali dan melanjutkan negosiasi. Tindakan selanjutnya oleh Jepang tidak dapat diprediksi namun tindakan agresif dapat terjadi kapan saja. Jika serangan tidak dapat, ulangi tidak dapat dihindari maka Amerika Serikat menginginkan bahwa Jepang yang menyerang terlebih dahulu. Kebijakan ini tidak ulangi tidak dimaksudkan untuk membatasi Anda pada tindakan yang dapat membahayakan upaya pertahanan Anda. Sebelum tindakan penyerangan Anda diarahkan untuk melakukan pengamatan dan tindakan lain sesuai kebijaksanaan Anda namun tidak boleh meresahkan masyarakat umum atau membuka niat laporkan kebijakan yang dijalankan. Jika terjadi penyerangan Anda akan menjalankan tugas yang diberikan dalam Rainbow Five sehubungan dengan Jepang. Batasi penyebaran informasi ini hanya pada petugas esensial minimum. Marshall Hal ini sesuai dengan teori konspirasi Pearl Harbor yang dikemukakan oleh Swanson yakni, presiden Roosevelt mengetahui rencana penyerangan Jepang namun merahasiakannya. Dapat dilihat melalui konteks surat di atas yang menyatakan, “sebelum tindakan penyerangan, Anda diarahkan untuk melakukan pengamatan dan tindakan lain sesuai kebijaksanaan Anda namun tidak boleh meresahkan masyarakat umum atau membuka niat laporkan kebijakan yang dijalankan. Batasi penyebaran informasi ini hanya pada petugas esensial minimum”. 4.5.1 Analisis Penyerangan Pearl Harbor Oleh Jepang Ditinjau Dari Teori Konspirasi Pearl Harbor Oleh Swanson Pada Surat yang Dikirimkan Oleh Yamamoto Isoroku Kepada Nagumo Chuichi Jepang mengetahui bahwa negosiasi perdamaian yang dilakukan oleh Saburo Kurusu dan sekretaris negara Cordell Hull tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, Admiral Yamamoto Isoroku memberikan mandat kepada Laksamana Nagumo Chuichi untuk segera melaju ke perairan Hawaii dan segera memulai perlawanan. 35 Pesan ini kemudian ditemukan dan dipecahkan oleh Amerika Serikat sehingga rencana ini tidak lagi menjadi rahasia bagi Amerika Serikat. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Swanson yaitu, presiden Roosevelt telah mengetahui rencana penyerangan Pearl Harbor oleh Jepang dan merahasiakannya (Swanson, 2009: 5). Gambar 5 Surat Dari Panglima Armada Gabungan Ditujukan Kepada Armada Udara Utama (Naval History Division, US Goverment Printing Office, 1968) Terjemahan 25 November 1941 Dari: Komandan Armada Gabungan Untuk: Armada Udara Utama (Pasukan Penyerangan Pearl Harbor) Satuan Tugas, menjaga pergerakannya secara diam-diam dan melakukan penjagaan yang ketat terhadap kapal selam dan pesawat tempur, akan maju ke perairan Hawaii, dan atas kesempatan apa pun akan menyerang pusat kekuatan Amerika Serikat, Armada Amerika Serikat di Hawaii dan menyerangnya secara fatal. Penyerangan pertama direncanakan pada hari X pada waktu subuh (tanggal pastinya akan diberitahukan di perintah berikutnya). Setelah rencana penyerangan ini dilaksanakan, Satuan Tugas, selalu menjaga jarak aman dan bertahan melawan serangan balik dari musuh, dan diharuskan untuk meninggalkan perairan musuh dan dengan cepat kembali ke Jepang. Jika negosiasi Amerika Serikat dan Jepang dapat berhasil, maka Satuan Tugas harus bertahan dalam kesiapan untuk kembali dan berkumpul. 36 Dapat dikatakan juga bahwa penulisan Hull-note merupakan provokasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat ditujukan kepada Jepang. Sesuai dengan teori Swanson yang menyatakan bahwa presiden Roosevelt memprovokasi Jepang atau Jerman untuk melakukan penyerangan terlebih dahulu (Swanson, 2009: 5).