Pengawasan CA

advertisement
URGENSI RATIFIKASI
CONVENTION ON CYBER CRIME
Prof. Dr. Ahmad M Ramli, SH. MH.
<[email protected]>
2
PRINSIP-PRINSIP KONVENSI:
Prinsip Kesatuan

Di dalam mukadimah konvensi ini disebutkan
bahwa pencapaian kesatuan yang besar diantara
negara-negara Uni Eropa merupakan tujuan
terpenting dari semua hal dan kesatuan tersebut
meliputi segala aspek termasuk didalamnya
adalah aspek penegakan hukum.
3
PRINSIP-PRINSIP KONVENSI:
Prinsip Kerjasama Internasional


Dalam konvensi ini, prinsip mengenai kerjasama
internasional dapat kita lihat dalam mukadimah
yang menyatakan bahwa konvensi ini diadakan
karena para negara peserta telah mengetahui
nilai guna dari kerjasama internasional dalam
memerangi cybercrime.
Penegasan lainnya mengenai kerjasama
internasional ini dapat kita lihat dalam Pasal 23
dimana dinyatakan bahwa kerjasama
internasional yang dilakukan diharapkan lewat
instrumen-instrumen internasional yang
berkaitan dengan masalah kriminal yang telah
ada
4
PRINSIP-PRINSIP KONVENSI:
Prinsip Perlindungan (I)


Dalam mukadimah dinyatakan bahwa
perlindungan masyarakat melawan cybercrime
merupakan prioritas yang harus segera
dijalankan dengan mengembangkan kerjasama
internasional dan membuat aturan-aturan
hukum.
Pasal 1 Konvensi ini memberikan kejelasan
objek pembahasan yang berkaitan dengan
masalah cybercrime agar ada suatu kejelasan
terminologi supaya dapat memberikan
perlindungan yang optimal.
5
PRINSIP-PRINSIP KONVENSI:
Prinsip Perlindungan (II)

Pasal 2 hingga Pasal 8 termasuk ke dalam Bab
II yang membahas tentang materi hukum pidana
serta membahas mengenai serangan terhadap:
1. kerahasiaan,
2. integritas, dan
3. ketersediaan data komputer dan sistem.
Prinsip perlindungan dalam hal ini adalah
mengenai kewajiban dari setiap negara peserta
konvensi untuk memasukkan masalah ini ke
dalam hukum pidana masing-masing negara
peserta.
6
PRINSIP-PRINSIP KONVENSI:
Prinsip Perlindungan (III)

Pasal 9 mengatur mengenai masalah pornografi
anak. Dengan masuknya aturan yang ketat
mengenai masalah ini maka diharapkan anakanak tidak lagi menjadi objek di dalam masalah
cybercrime ini.
 Pasal 10 mengatur mengenai masalah hak cipta
dan hak-hak terkait lainnya di dalam dunia cyber.
Dengan dimasukkannya aturan mengenai
masalah ini maka hak-hak tersebut dapat
dilindungi dengan optimal.
7
Prinsip Antisipasi

Dalam mukadimah dinyatakan bahwa para
negara peserta konvensi ini menyadari akan
dinamika yang terjadi di dalam dunia komputer
sehingga dibutuhkan suatu aturan hukum guna
melindungi pihak-pihak yang berkepentingan
baik untuk masa sekarang maupun masa
datang.
8
Prinsip Kepastian Hukum


Dalam Pasal 1 aspek kepastian hukum dapat terlihat
secara eksplisit dengan digunakannya terminologi –
terminologi tertentu yang dimaksudkan guna menghindari
penafsiran dan interpretasi yang beragam dari para
penegak hukum.
Dalam Pasal 2-10 dimaksudkan untuk memberikan suatu
pembagian yang jelas mengenai jenis-jenis kejahatan
yang berkaitan dengan penyerangan terhadap:
1. kerahasiaan,
2. integritas, dan
3. ketersediaan data komputer dan sistem agar tidak
terjadi suatu tuntutan yang “obscur libels” atau
tuntutan yang kabur.
9
Prinsip Tanggung Jawab
(liability) (I)

Para pelaku yang menyerang kerahasiaan,
integritas, dan ketersediaan data komputer dan
sistem seperti yang diatur dalam Pasal 2 hingga
6 konvensi yaitu:
1. akses illegal;
2. intersepsi illegal;
3. interferensi data;
4. interferensi sistem; dan
5. penyalahgunaan alat.
10
Prinsip Tanggung Jawab
(liability) (II)






Para pelaku yang melakukan penyerangan yang terkait
dengan komputer seperti yang diatur dalam Pasal 7 hingga
8 yaitu:
1. Pemalsuan; dan
2. Penipuan.
Serta para pelaku yang melakukan kejahatan yang
berkaitan dengan isi seperti yang diatur dalam Pasal 9
yaitu mengenai pornografi anak.
Pasal 10 tentang hak cipta dan hak terkait lainnya.
Pasal 11 tentang percobaan dan bantuan.
Pasal 12 mengenai tanggungjawab perusahaan.
Pasal 13 mengenai sanksi, harus bertanggungjawab
secara penuh termasuk pihak ketiga yang secara sadar
dan sengaja menyediakan piranti keras dan lunak untuk
melakukan kejahatan-kejahatan tersebut.
11
Prinsip Nasionalitas (I)

Dalam Pasal-Pasal yang masuk ke dalam bab II
dari konvensi ini dapat dibagi menjadi 3 bagian
besar yaitu:
1. Pasal 2 hingga 13 mengenai hukum pidana
materiil
2. Pasal 14 hingga Pasal 21 mengenai hukum
acara
3. Pasal 22 mengenai yurisdiksi pada.
12
Prinsip Nasionalitas (II)

Prinsip nasionalitas ini sangat erat kaitannya
dengan hak mengadili terhadap suatu kasus
yang terjadi sehingga dengan adanya prinsip ini
maka hak-hak yang terlanggar dapat dijamin
perlindungannya oleh negara mengingat bahwa
masalah cybercrime ini adalah masalah yang
tidak hanya berkaitan dengan masalah yurisdiksi
nasional melainkan juga berkaitan dengan
masalah “extraboundaries crime” atau kejahatan
lintas negara maka pelaksanaan hukum nasional
harus juga dibarengi dengan peningkatan
kerjasama internasional.
13
Prinsip Kesesuaian

Prinsip ini menghendaki adanya kesesuaian
aturan antara hukum nasional yang bersifat
“nyata” dengan aturan mengenai hal yang sama
namun bersifat “maya” sebagai ilustrasi adalah
masalah hak cipta dalam dua keadaan tersebut
harus sesuai dan saling menguatkan agar tidak
terjadi suatu tumpang tindih peraturan yang
menyebabkan aturan tersebut menjadi tumpul di
dalam implementasinya.
14
Prinsip Tidak Memberi Beban yang
Berlebihan kepada Penegak Hukum



Dalam hukum pidana dikenal adanya prinsip ini yang
dimaksudkan agar penegakan hukum dapat tercapai
secara optimal sesuai dengan yang diharapkan dalam
perundangan yang ada.
Dengan hal ini maka konsekuensinya para pembuat
peraturan harus sebisa mungkin menghindari membuat
peraturan yang dimana para penegak hukum tidak bisa
menjalankan aturan tersebut karena keterbatasan yang
mereka miliki.
Dalam konvensi ini khususnya dalam Pasal 9 ini jelas
terlihat hal tersebut. Dalam Pasal itu hanya diatur
mengenai pornografi anak dan tidak mengatur mengenai
jenis pornografi yang lain.
15
Prinsip Timbal Balik
(Resiprositas)

Dalam prinsip timbal balik yang diatur dalam
Pasal 24 konvensi yang berbicara tentang
masalah ekstradisi dinyatakan bahwa setiap
negara konvensi dapat meminta kepada negara
peserta lain para pelaku cybercrime agar
diserahkan kepada yurisdiksi mereka untuk
dihukum sesuai dengan hukum nasionalnya.
16
Prinsip Kerjasama yang Saling
Menguntungkan


Pada konvensi ini masalah mengenai kerjasama
yang saling menguntungkan diatur dalam Pasal
25-35.
Kerjasama yang saling menguntungkan yang
dimaksud ialah kerjasama yang luas antara
negara-negara peserta guna memerangi
masalah cybercrime ini dengan cara:
1. menyediakan sarana dan prasarana;
2. komunikasi;
3. penyelidikan dan penyidikan; serta
4. ekstradisi kepada negara peserta lainnya.
17
Prinsip Penyelesaian Sengketa
Secara Damai

Di dalam masalah penyelesaian sengketa yang
mungkin timbul diantara negara-negara peserta
mengingat masalah cybercrime ini yang lintas
territorial maka konvensi ini mengaturnya
dengan menunjuk badan khusus untuk
menanganinya.
18
Materi Muatan Konvensi (I)



Pengaturan tentang Hukum Pidana Materil
(Pasal 2 – Pasal 13).
Hukum Acara (Pasal 14 – Pasal 21).
Yurisdiksi (Pasal 21 – Pasal 22).
19
Materi Muatan Konvensi (II)

Dalam bagian Hukum Pidana Materil diatur mengenai :
 Penyerangan terhadap kerahasiaan integritas dan
ketersediaan data komputer dan sistem, yang
mencakup pengaturan mengenai :
 Akses secara tidak berhak / melawan hukum (Pasal
2);
Negara peserta harus memasukkan masalah
mengenai akses tidak sah ini ke dalam pengaturan
hukum nasionalnya.
 Intersepsi secara tidak berhak / melawan hukum
(Pasal 3);
Negara peserta harus memasukkan masalah
mengenai intersepsi tidak sah -yang menggunakan
alat khusus- ini ke dalam pengaturan hukum
nasionalnya.
20
Interferensi Data dan Sistem (I)

Interferensi data (Pasal 4)
 Negara peserta harus memasukkan masalah
mengenai interferensi data secara tidak sah –
yaitu:
1. menghapus;
2. merusak;
3. merubah;
4. menyimpangkan;
5. mengurangi data;
ke dalam hukum nasionalnya.
21
Interferensi Data dan Sistem (II)

Interferensi sistem (Pasal 5)
 Negara peserta harus memasukkan masalah
mengenai interferensi sistem secara tidak sah,
yang menyebabkan kerusakan serius pada
sistem komputer, ke dalam pengaturan hukum
nasionalnya.
22
Penyalahgunaan Alat
(Pasal 6)



Penyalahgunaan alat (Pasal 6)
Negara peserta harus memasukkan masalah
mengenai:
1. produksi;
2. penjualan;
3. impor;
4. distribusi;
atau hal lain yang berkaitan dengan “hardware”
dan “software” yang digunakan untuk melakukan
kejahatan komputer ini ke dalam pengaturan
hukum nasionalnya.
Pasal ini memperbolehkan adanya reservasi
dengan batas tertentu.
23
Penyerangan yang Berkaitan
Dengan Komputer (I)
Mencakup pengaturan tentang:
 Pemalsuan yang berkaitan dengan Komputer
(Pasal 7);
 Mengenai pemalsuan secara sengaja dan tanpa
izin, yang berkaitan dengan komputer termasuk
pengaturan tentang:
1. perubahan;
2. penghapusan; atau
3. pembredelan data komputer.
24
Penyerangan yang Berkaitan
Dengan Komputer (II)


Penipuan yang berkaitan dengan Komputer (Pasal 8);
Mengenai penipuan secara sengaja dan tanpa izin
termasuk:
1. membuat;
2. masukan;
3. perubahan;
4. penghapusan; atau
5. pembredelan data komputer;
6. juga mengenai interferensi dengan fungsi sistem
komputer;
dengan cara yang tidak jujur dan membuat keuntungan
ekonomis bagi diri sendiri atau orang lain.
25
Penyerangan yang Berkaitan
Dengan Isi (I)

Mencakup pengaturan mengenai pornografi anak (Pasal 9).

Mengenai perbuatan secara sengaja dan tanpa izin tentang:
1. pembuatan;
2. penawaran dan penyediaan; dan
3. penyaluran; atau
4. penayangan pornografi anak untuk didistribusikan melalui
sistem komputer.

Hal ini juga termasuk menyediakan pornografi anak melalui
sistem komputer untuk diri sendiri atau orang lain dan memiliki
pornografi anak di dalam sistem komputer atau medium
penyimpanan data komputer.
26
Penyerangan yang Berkaitan
Dengan Isi (II)

Istilah pornografi anak harus termasuk:
1. alat yang secara visual menggambarkan
perbuatan minor (di bawah 18 tahun) dengan
perbuatan seksual secara eksplisit;
2. terdapat seseorang yang terlihat; dan
3. hal tersebut merupakan tampilan yang
realistik (nyata).
27
Pelanggaran Hak Cipta dan HakHak Terkait (Pasal 10)
(I)

Negara peserta memiliki kewajiban untuk
mengadaptasi pengaturan mengenai hak cipta
sesuai dengan:
1. Konvensi Bern Paris Act 1971;
2. TRIPs dan WIPO Treaty;
tanpa pengaturan mengenai hak moralnya, ke
dalam pengaturan mengenai sistem
komputernya.
28
Pelanggaran Hak Cipta dan HakHak Terkait (Pasal 10)
(II)


Untuk hak terkait, negara peserta harus
mengadaptasi:
1. Rome Conventions;
2. TRIPs dan WIPO Performances and
Phonograms Treaty;
tanpa pengaturan mengenai hak moral ke dalam
pengaturan mengenai sistem komputernya.
Reservasi diperbolehkan untuk keadaan tertentu
yang tidak menyimpang dari kewajiban negara
peserta.
29
Ketentuan Tentang Tambahan
Kewajiban dan Sanksi-Sanksi (I)
Mencakup pengaturan mengenai:
 Percobaan, pembantuan, dan penyertaan dalam
tindak pidana (Pasal 11);
 Mengenai pengaturan tentang perbuatan
kriminal yang dilakukan secara:
1. sengaja;
2. bantuan dan keturutsertaan;
diterapkan pada Pasal 2 sampai 10 konvensi ini.
 Pasal 3 sampai 5,7,8,dan 9 untuk percobaan
perbuatan suatu pelanggaran.
30
Ketentuan Tentang Tambahan
Kewajiban dan Sanksi-Sanksi (II)

Tanggung jawab perusahaan (Pasal 12);
 Mengenai pengaturan tentang perbuatan
kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang
berbuat secara individu atau bagian dari suatu
badan hukum yang:
1. memiliki kekuatan untuk mewakili badan
hukum;
2. wewenang untuk mengambil keputusan atas
nama badan hukum; dan
3. wewenang untuk menjalankan kontrol di
badan hukum.
 Hal ini harus dilakukan dengan adanya kurang
pengawasan atau kontrol.
31
Ketentuan Tentang Tambahan
Kewajiban dan Sanksi-Sanksi (III)


Sanksi-sanksi dan tindakan-tindakan lain (Pasal
13).
Mengenai adopsi peraturan dan ukuran-ukuran
yang dapat mengakibatkan pelanggaran kriminal
dari Pasal 2-11 dapat dihukum:
1. secara efektif;
2. proporsional dan dapat dijalankan.
32
Ketentuan Tentang Tambahan
Kewajiban dan Sanksi-Sanksi (IV)

Badan hukum dalam Pasal 12 harus dapat
dihukum secara:
1. efektif;
2. proporsional; dan
3. dapat dijalankan termasuk sanksi keuangan.
33
Ruang Lingkup (Pasal 14)




Dalam bagian yang mengatur tentang Hukum Acara,
dimuat ketentuan sebagai berikut :
 Ruang lingkup (Pasal 14)
Mengenai adopsi peraturan dan ukuran-ukuran lain yang
dipandang perlu untuk menjalankan kekuatan dan prosedur
juga untuk proses penyelidikan kriminal lain secara
spesifik.
Hal ini harus diterapkan kepada pelanggaran kriminal dari
Pasal 2-11, pelanggaran lain yang berkaitan dengan sistem
komputer dan pengumpulan bukti-bukti elektronik dari
pelanggaran kriminal.
Reservasi diperbolehkan untuk beberapa kondisi, dan juga
beberapa kondisi untuk bidang komunikasi.
34
Syarat-Syarat dan Klausul
Safeguards (Pasal 15)


Pemberlakuan, implementasi, dan aplikasi
kekuatan dan prosedur konvensi ini harus
memenuhi perlindungan terhadap hak asasi
manusia dan kebebasannya.
Juga keharusan membertimbangkan kekuasaan
dan prosedur bagain ini untuk tanggung jawab
dan kepentingan pihak ketiga.
35
Penyimpanan yang Dipercepat Dari Data
Komputer yang Disimpan (Pasal 16) (I)


Harus dibuat suatu aturan khusus mengenai
penyimpanan yang dipercepat untuk data
komputer tertentu, termasuk lalu lintas data yang
disimpan yang berkaitan dengan sistem
komputer ketika terdapat kemungkinan bahwa
data tersebut rentan (hilang atau dapat diubah).
Harus dibuat aturan khusus mengenai
kewajiban seseorang yang memegang kendali
data komputer untuk menyimpan data tersebut
dalam jangka waktu maksimal 90 hari sampai
pihak yang berwenang membukanya.
36
Penyimpanan yang Dipercepat Dari Data
Komputer yang Disimpan (Pasal 16) (II)

Aturan khusus juga harus ditujukan
kepada kustodian atau pihak lain yang
juga menyimpan data komputer tersebut.
Penyimpanan yang Dipercepat dan
Pengungkapan Sebagian Lalu Lintas
Data (Pasal 17)
37

Mengenai lalu lintas data yang disimpan, harus
dibuat aturan khusus yang menjamin bahwa lalu
lintas data tersebut tersedia apabila melibatkan
satu atau lebih service provider dalam transmisi
komunikasinya dan menjamin bahwa pihak yang
berwenang dapat mengaksesnya.
38
Kewajiban Penyerahan Data yang
Dibutuhkan Dalam Rangka Penyidikan
Tindak Pidana (Pasal 18)

Mengenai aturan khusus bagi pihak yang
berwenang memerintahkan seseorang di
wilayahnya menyerahkan data komputer yang
berada di dalam kendalinya dan memerintahkan
kepada service provider untuk menyerahkan
informasi mengenai pelanggannya.
39
Pencarian dan Penyitaan Data
Komputer yang Tersimpan (Pasal 19)


Mengenai pencarian data bagi sistem komputer atau
bagian dari itu dan data yang tersimpan di dalamnya juga
bagi alat penyimpanan data komputer yang di dalamnya
terdapat data.
Penyitaan dapat dilakukan untuk hal diatas dan juga
kekuatan untuk:
1. Menyita; atau
2. mengamankan sistem komputer atau bagainnya; atau
3. medium penyimpanan data komputer;
4. membuat dan menyimpan kopi dari data komputer
tersebut;
5. memperbaiki keutuhan data komputer tersebut;
6. memindahkan data tersebut ke sistem komputer lain.
40
Kewajiban Penyimpanan Catatan
Waktu Lalu Lintas Data (Pasal 20)

Mengenai pengaturan ketentuan yang
memberikan kewajiban untuk mengumpulkan
dan merekam dari aplikasi catatan waktu
realtime lalu lintas data.
41
Intersepsi Data Dalam Rangka
Penyidikan Tindak Pidana (Pasal 21)

Mengenai kompetensi pihak yang berwenang
untuk melakukan intersepsi isi data berkenaan
dengan pelanggaran berat yang berkaitan
dengan:
1. sistem komputer; dan
2. data komputer.
42
YURISDIKSI


Ketentuan tentang yurisdiksi diatur dalam Pasal 22 yang
menyatakan bahwa Konvensi ini memiliki yurisdiksi di:
1. wilayah negaranya;
2. atas kapal yang terdapat bendera negaranya;
3. atas pesawat yang terdaftar atas hukum negaranya;
dan
4. warga negaranya yang berada di negara lain namun
dapat dihukum oleh hukum negara tersebut.
Apabila terdapat klaim mengenai yurisdiksi, maka harus
diadakan konsultasi untuk menentukan yurisdiksi untuk
penghukuman.
43
Prinsip-Prinsip Umum (I)

Bab III mengatur mengenai Kerjasma Internasional,
mencakup pengaturan tentang :
 Prinsip-prinsip Umum, terdiri atas :
1. Prinsip-prinsip umum yang berhubungan dengan
kerjasama Internasional (Pasal 23);
Diharuskan adanya kerjasama internasional mengenai
penerapan instrument internasional yang relevan tentang
kerjasama internasional dalam masalah kriminal, seluas
mungkin untuk tujuan memudahkan penyelidaikan dan
proses yang berkaitan dengan sistem dan data komputer
juga apabila terjadi pelanggaran kriminal yang melibatkan
alat bukti elektronik.
44
Prinsip-Prinsip Umum (II)
2. Ekstradisi (Pasal 24);
Pasal-Pasal yang diberlakukan ekstradisi yaitu
Pasal 2-11 yang dapat dihukum oleh hukum
negara peserta manapun.
45
Prinsip-Prinsip Umum (III)
3. Prinsip-prinsip umum yang berhubungan
dengan kerjasama saling menguntungkan
(Pasal 25);
Kerjasama yang saling menguntungkan harus
ditafsirkan seluas mungkin untuk tujuan
investigasi dan pemrosesan pelanggaran
kriminal yang berkaitan dengan data dan sistem
komputer juga alat bukti elektronik.
Informasi Secara Spontan (Pasal
26)
46


Informasi secara spontan (Pasal 26)
Adanya keterbukaan informasi untuk
kemudahan investigasi dan proses antara
negara-negara peserta dengan batasan hukum
mereka masing-masing, hal ini dapat
dirahasiakan antara para pihak
47
Prosedur Tentang Kerjasama Internasional
Diluar Kerangka Pelaksanaan Perjanjian
Internasional (Pasal 27)


Prosedur tentang kerjasama internasional diluar
kerangka pelaksanaan perjanjian internasional
(Pasal 27);
Di dalam Pasal ini terdapat pengaturan
tambahan apabila tidak adanya perjanjian
kerjasama yang saling menguntungkan antara
para pihak dan tidak adanya pengaturan lain
mengenai hal tersebut kecuali apabila para
pihak setuju untuk menerapkan apa yang ada di
dalam Pasal ini.
48
Prosedur Tentang Kerjasama Internasional
Diluar Kerangka Pelaksanaan Perjanjian
Internasional (Pasal 27)
(II)
Aturan tambahan tersebut ialah:
1. dibuat adanya pusat-pusat kewenangan yang saling
berkomunikasi satu sama lain dan mereka bertugas
mengirim dan menjawab permintaan mengenai
kerjasama yang saling menguntungkan;
2. kerjasama yang saling menguntungkan pada Pasal ini
dilakukan menurut prosedur yang diajukan oleh pihak
yang diminta kecuali ketika hal tersebut tidak sesuai
dengan hukum pihak tersebut;
3. pihak yang diminta dapat menolak pertolongan apabila
terdapat pelanggaran berunsur politik didalamnya dan
mengganggu kedaulatan, keamanan atau kepentingan
lain;
4. pihak tersebut berhak meminta untuk menunda
tindakan apabila hal tersebut berpengaruh pada
penyelidikan atau proses yang dilakukan pihak yang
berwenang;
49
Kerahasiaan dan Pembatasan
Penggunaan (Pasal 28)



Pasal ini berlaku apabila tidak ada perjanjian mengenai
kerjasama yang saling menguntungkan untuk
penyeragaman peraturan antara negara peminta dan
apabila terdapat pengaturan mengenainya namun para
pihak setuju untuk menerapkan Pasal ini.
Pihak yang diminta dapat menyediakan informasi atau
material lain dengan kondisi tetap dirahasiakan ketika
permintaan kerjasama saling menguntungkan tidak dapat
dipenuhi pada kondisi tersebut dan tidak digunakan
penyelidikan atau proses lain selain apa yang disebutkan
dalam permintaan semula.
Para pihak terikat pada pernyataan yang dibuatnya dan
apabila tidak dapat menerapkan, diharuskan memberitahu
pihak yang lain dan apabila harus adanya kejelasan
mengenai penggunaan informasi dan material.
50
Aturan-Aturan Khusus (I)
Terdiri dari pengaturan tentang:
 Penyimpanan yang dipercepat dari data
komputer yang tersimpan (Pasal 29);
 Salah satu pihak dapat meminta atau pihak lain
untuk melakukan penyimpanan yang dipercepat
yang berkenaan dengan sistem komputer yang
berlokasi di wilayah pihak lain untuk:
1. mencari akses tertentu;
2. penyitaan atau bentuk pengamanan lain;
atau
3. penyingkapan data.
51
Aturan-Aturan Khusus (II)

Permintaan penyimpanan tesebut harus
menjelaskan tentang:
1. kewenangan,
2. pelanggaran yang diselidiki,
3. data komputer yang tersimpan dan kaitannya
dengan pelanggaran tersebut,
4. kegunaan penyimpanan, dan lain-lain
52
Penyingkapan yang Dipercepat
Dari Lalu Lintas Data (Pasal 30)

Selama pelaksanaan suatu permintaan
berdasarkan Pasal 29 untuk memelihara data
lalu lintas mengenai suatu komunikasi spesifik:
1. Pihak yang diminta menemukan bahwa
suatu penyedia jasa/layanan di negara lain
telah dilibatkan dalam transmisi komunikasi;
2. Pihak yang diminta akan secara cepat dan
efisien menyingkapkan kepada pihak yang
meminta suatu jumlah cukup data lalu lintas
untuk mengidentifikasi penyedia
jasa/layanan itu dan alur dengan mana
komunikasi telah dipancarkan.
53
Penyingkapan yang Dipercepat
Dari Lalu Lintas Data (II)

Penyingkapan data tersebut dapat ditolak jika:
1. Permintaan berhubungan dengan:
a. suatu penyerangan politis; atau
b. suatu penyerangan menghubungkan
dengan suatu penyerangan politis.
Atau
2. Pihak yang diminta mempertimbangkan
pelaksanaan permintaan mungkin untuk
merugikan kedaulatannya, keamanan,
kepentingan umum atau kepentingan lain
yang penting.
54
Data Komputer yang Disimpan
(Pasal 31)



Salah satu pihak dapat meminta pihak lain untuk:
1. mencari akses;
2. menyita dan membuka data yang disimpan di dalam
sistem komputer di wilayah pihak lain.
Pihak yang diminta dapat merespon pada permintaan
instrumen internasional serta pengaturan-pengaturan
seperti dalam Pasal 23.
Permintaan tersebut dapat dimintakan percepatan apabila
ada dasar bahwa data tersebut rentan akan kehilangan
atau modifikasi juga apabila instrumen dan pengaturan
tersebut menyediakan kerjasama percepatan.
55
Akses Lintas Batas Untuk Data
Komputer yang Tersimpan Dengan Izin
atau Sarana Umum (Pasal 32)

Salah satu pihak, tanpa ijin pihak lain berhak
untuk:
1. membuka akses data komputer milik publik
tanpa memperhatikan letak geografisnya;
dan
2. mendapatkan data komputer di wilayah pihak
lain yang tersimpan melalui sistem komputer
di wilayahnya;
apabila pihak tersebut memiliki kewenangan
untuk membuka data.
56
Kerjasama Saling Menguntungkan
Terhadap Koleksi Real Time Pada Lalu
Lintas Data (Pasal 33)



Para pihak harus saling bekerja sama dengan
saling menguntungkan untuk mengumpulkan
real-time lalu lintas data berhubungan dengan
komunikasi ditetapkan di (dalam) wilayah
mereka yang dipancarkan atas pertolongan
suatu sistem komputer.
Bantuan ini akan diatur oleh kondisi-kondisi dan
prosedur yang diatur dalam hukum domestik.
Masing-masing Pihak akan menyediakan
bantuan berkenaan dengan penyerangan jahat
di mana real-time koleksi lalu lintas data dalam
kasus yang sama juga tersedia di negaranya.
57
Kerjasama Saling Menguntungkan
Mengenai Intersepsi Data (Pasal 34)

Para pihak harus saling bekerjasama dengan
saling menguntungkan mengenai:
1. intersepsi koleksi real time; atau
2. rekaman isi data;
dari alat komunikasi khusus sistem komputer.
58
Jaringan yang Berkesinambungan /
Non Stop (Pasal 35)

Semua pihak harus menyediakan ruang kontak
24 jam sehari dan 7 hari seminggu untuk
bantuan secepatnya bagi penyelidikan atau
proses yang berkaitan dengan pelanggaran
kriminal sistem dan data komputer yaitu:
1. masukan secara teknis;
2. penyimpanan data; dan
3. pengumpulan bukti.
59
Ketentuan Penutup (I)

Bab IV berisi aturan tentang Ketentuan Penutup,
mencakup pengaturan tentang :
1. Penandatanganan dan cara-cara
mengikatkan diri dalam Konvensi (Pasal 36);
Konvensi ini terbuka bagi negara anggota dan
non-anggota Council of Europe dengan cara:
a. ratifikasi;
b. persetujuan;
c. penyimpanan instrumen; dan
d. penerimaan.
60
Ketentuan Penutup (II)
Aksesi (Pasal 37);
Setelah mulai berlakunya konvensi ini committee dapat
mengundang negara manapun yang bukan anggota dari
council ini setelah berkonsultasi dan mendapatkan
persetujuan penuh dari negara peserta konvensi.
Mulai berlakunya konvensi ini ialah 3 bulan setelah
penyimpanan instrument aksesi pada sekjen.
2.
Aplikasi territorial (Pasal 38);
Setiap negara yang menjadi pihak konvensi ini harus
menentukan di wilayah mana konvensi ini berlaku.
3.
61
Ketentuan Penutup (III)
Akibat dari Konvensi (Pasal 39);
Tujuan konvensi ini ialah untuk menambah sarana
kerjasama multilateral dan bilateral antara para pihak yang
berkaitan dengan beberapa perjanjian lainnya yang harus
juga dijalankan oleh para pihak.
4.
Deklarasi (Pasal 40);
Deklarasi dapat dilakukan dengan notifikasi tertulis
kepada sekjen pada saat:
a. penandatanganan; atau
b. penyimpanan instrument ratifikasi;
c. penerimaan; dan
d. aksesi.
5.
62
Ketentuan Bagi Negara Federasi
(Pasal 41)


Negara federal dapat melakukan reservasi
terhadap ketentuan Konvensi dengan syarat
tidak boleh mengurangi kewajiban-kewajiban
pokok yang tercantum dalam Bab II dan
Kerjasama Internasional dalam Bab III.
Negara-negara anggota Federasi tidak boleh
menolak berlakunya ketentuan Konvensi yang
telah diratifikasi oleh negara Federal/pusat dan
negara Federal/pusat wajib memberitahukan
ketentuan Konvensi yang telah diratifikasinya
kepada negara-negara anggota federasi.
63
Reservasi (Pasal 42)

Reservasi dapat dilakukan dengan membuat
notifikasi kepada sekjen pada saat:
1. penandatanganan; atau
2. ketika penyimpanan instrumen; atau
3. ratifikasi;
4. penerimaan; dan
5. aksesi.
64
Status dan Penarikan Reservasi
(Pasal 43)

Pihak yang melakukan reservasi dapat secara
sebagian atau seluruhnya menarik reservasi
tersebut dengan pemberitahuan kepada sekjen
Council of Eorope, penarikan tersebut berlaku
pada tanggal notifikasi.
65
Amandemen (Pasal 44)

Amandemen dapat diusulkan oleh semua pihak
konvensi ini kepada sekjen Council of Europe
dan diteruskan kepada The European
Committee on Crime Problems, setelah proses
adopsi maka amandemen tersebut berlaku 30
hari setelah seluruh pihak konvensi ini
diberitahukan oleh sekjen.
66
Penyelesaian Sengketa
(Pasal 45)


The European Committee on Crime Problems
harus terus dikabarkan tentang interpretasi dan
aplikasi konvensi ini.
Apabila terdapat sengketa diantara para pihak
maka harus dicari penyelesaian sengketa
melalui negosiasi atau jalan damai lainnya
termasuk penyelesaian oleh The European
Committee on Crime Problems dan ICJ.
67
Konsultasi Para Pihak
(Pasal 46)

Para pihak berkonsultasi secara berkala untuk:
1. penggunaan secara efektif dan implementasi
konvensi ini;
2. identifikasi masalah yang terjadi;
3. bertukar informasi mengenai perkembangan
hukum dan peraturan yang signifikan tentang
cybercrime dan alat bukti elektronik;
4. juga apabila terdapat usul untuk tambahan
atau amandemen.
68
Pengumuman (Pasal 47)

Pengumuman konvensi ini dapat dilakukan
dengan notifikasi kepada sekretaris jenderal
Council of Europe.
69
Notifikasi (Pasal 48)

Notifikasi dapat dilakukan dengan cara:
1. penandatanganan,
2. penyimpanan instrumen,
3. klausul mulai berlakunya konvensi ini,
4. deklarasi, dan
5. cara lain notifikasi atau komunikasi yang
berkaitan dengan konvensi ini.
70
Efek Terhadap Indonesia

Dengan meratifikasi convention on cybercrime,
Indonesia dapat memperluas cakupan alat bukti
sebagai pemberantasan cybercrime.

Convention on Cyber Crime merupakan
instrumen tindak pidana cyber internasional,
sehingga apabila diratifikasi, maka regulasi
(khususnya dalam hal cybercrime) yang berlaku
di Indonesia juga akan sejalan dengan kaidahkaidah internasional.
71
Prospek Indonesia Apabila
Meratifikasi Konvensi Cybercrime

Meningkatkan kerjasama antar negara dalam
memerangi cybercrime.

Dapat meredam penyalahgunaan sistem,
jaringan dan data komputer untuk melakukan
perbuatan kriminal.

Adanya kepastian dalam proses penyelidikan
dan penuntutan pada tingkat internasional dan
domestik melalui suatu mekanisme kerjasama
internasional yang dpat dipercaya.
Download