BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Cybercrime 2.1.1. Pengertian Cybercrime Cybercrime adalah sebuah bentuk kriminal yang mana menggunakan internet dan komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan tindakan kriminal. Dalam definisi lain, kejahatan dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. 2.1.2. Kategori Cybercrime 1. Cyberpiracy Penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer. 2. Cybertrespass Penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada system komputer suatu organisasi atau individu. 3. Cybervandalisme Penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data di komputer. 2.1.3. Jenis-Jenis Cybercrime 1. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya a. Unauthorized Access to Computer System and Service Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet. 4 b. Illegal Contents Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya. c. Data Forgery Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku. d. Cyber Espionage Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu sistem yang computerized. e. Cyber Sabotage and Extortion Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyberterrorism. f. Offense against Intellectual Property (Copyright) Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu 5 situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya. g. Infringements of Privacy Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya. h. Cracking Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan crackerdimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yangsangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia. i. Carding Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil. 2. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan motif pelakunya a. Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara disengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer. b. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut. c. Cybercrime yang menyerang individu Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan 6 seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll d. Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri. e. Cybercrime yang menyerang pemerintah Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara. 3. Berdasarkan Sasaran Kejahatan a. Cybercrime yang menyerang individu (Againts Person) Jenis kegiatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Contoh : pornografi, Cyberstalking, Cyber-Tresspass. b. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property) Cyber yang dilakukan untuk mengganggu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan ini misalnya pengaksesan computer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquatting, hijacking, data forgery dll. c. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government) Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan ini misalnya Cyber terrorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi, pemerintah atau situs militer. 2.2. Cyberlaw 2.2.1. Pengertian Cyberlaw Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. 7 2.2.2. Ruang Lingkup Cyberlaw 1. Kriminalisasi cybercrime atau kejahatan didunia maya. Dampak negative dari kejahatan di dunia maya ini telah banyak terjadi Indonesia, namun perangkat aturan yang ada pada saat ini belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenanya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyaraat. 2. Aspek Pembuktian. Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khususnya dalam pasal 184 KUHP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antarra akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk melakukan rechstivinding (penemuan hukum). Tapi untuk pidana tidak demikian, asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya. Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi. 3. Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual. Termasuk di dalamnya Hak Cipta dan Hak Milik Industrial yang cukup paten, merk, desain industry, rahasia dagang, sirkuit terpadu dan lain-lain. 4. Standarisasi di Bidang Telematika. Penetapan standarisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan teknologi informasi. 5. Aturan-aturan di Bidang E-Bussiness. Termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis. 6. Aturan-aturan di Bidang E-Government. Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi dengan baik maka efeknya adalah pelayanan kepada masyrakat menjadi lebuh baik. 7. Aturan Tentanng Jaminan Keamanan dan Kerahasiaan Informasi Dalam menggunakan teknologi informasi. 8. Yuridikasi Hukum Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cyberspace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah dan antar Negara. Sehingga penetapan yuridikasi yang jelas mutlak diperlukan. 8 2.2.3. Topik-Topik Cyberlaw 1. Information security Menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik. 2. On-line transaction Meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet 3. Right in electronic information Soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content. 4. Regulation information content Sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet. 5. Regulation on-line contact Tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum. 2.2.4. Asas-Asas Cyberlaw 1. Subjective territoriality Menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain. 2. Objective territoriality Menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan. 3. Nationality Menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukanhukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku. Passive nationality yang menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban. 4. Protective principle Menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah. 9 5. Universality Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas yurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location. 2.3. Pembajakan Software 2.3.1. Definisi Pembajakan Pembajakan atau piracy merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai macam aktivitas file sharing ilegal, download ilegal atau pemalsuan yang berkaitan dengan internet. Pembajakan adalah penggunaan file digital yang memiliki hak cipta untuk sebuah tujuan komersial tanpa membayarkan royalti kepada pemegang hak cipta. Definisi lain dari pembajakan adalah kegiatan merampas barang atau hak orang lain. 2.3.2. Definisi Software Software atau Perangkat lunak tidak dapat disentuh dan dilihat secara fisik, software memang tidak tampak secara fisik dan tidak berwujud benda tapi kita bisa mengoperasikannya. Pengertian software omputer adalah sekumpuplan data elektronik yang disimpan dan diatur oleh komputer, data elektronik yang disimpan oleh komputer itu dapat berupa program atau instruksi yang akan menjalankan suatu perintah. 10 2.3.3. Definisi Pembajakan Software Menurut BSA (Business Software Alliance) Pembajakan software adalah penyalinan atau penyebaran secara tidak sah atas piranti lunak yang dilindungi undang-undang. Hal ini dapat dilakukan dengan penyalinan, pengunduhan, sharing, penjualan, atau penginstalan beberapa salinan ke komputer personal atau kerja. 11