Strategi/Pendekatan Konstruktivisme pada Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Oleh Sri Purnamasari Rahman Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar Pengantar Sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri di kemudian hari Pengantar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 15 bahwa “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang keahlian tertentu”. Pengantar Tingginya angka pengangguran di Indonesia saat ini serta rendahnya angka siswa melanjutkan ke perguruan tinggi merupakan beberapa masalah yang harus dipikirkan oleh pengelola sekolah kejuruan. Sehingga salah satu isu penting saat ini adalah mengembalikan fungsi dan peran sekolah menengah kejuruan sebagai salah satu solusi menyiapkan lulusan yang memiliki keterampilan yang dapat diserap bursa kerja maupun dapat melanjutkan ke perguruan tinggi Pengantar Guru juga perlu pengenalan makna dan teori belajar secara lebih baik dalam rangka membimbing dan membina siswa agar lebih mandiri dan memiliki keinginan untuk merekonstruksi dunia belajar ke dunia kerja. Ini sangat penting karena hingga saat ini pandangan ahli pendidikan tentang sekolah kejuruan masih mendua, sebagian ahli pendidikan mengatakan bahwa “learning to know is most important, application can come later” sedangkan pendapat lain mengatakan “learning to do is most important, knowledge hill somehow seep into the process.” (Ahmad Baedowi, http://rumahilmuindonesia.net). Pengantar Memanfaatkan dan memahami teori konstruktivisme sebagai dasar proses belajar mengajar di sekolah menengah kejuruan adalah salah satu usaha untuk memperoleh legitimasi teoritis sekaligus empiris tentang pentingnya sekolah menengah kejuruan Teori Konstruktivisme (1) Konstruktivisme menekankan agar individu secara aktif menyusun dan membangun pengetahuan dan pemahaman. Konstruktivisme dikembang luas oleh Jean Piaget, ia dikenal sebagai seorang psikolog yang pada akhirnya lebih tertarik pada filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Titik sentral teori Jean Piaget adalah perkembangan fikiran secara alami dari lahir sampai dewasa, menurut Piaget untuk memahami teori itu kita harus paham tentang asumsi-asumsi biologi maupun implikasi asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan (http://pusdiklatdepdiknas.net). Teori Konstruktivisme (2) Menurut Piaget seperti yang dikutip Rita L. Atkinson dkk. ( : 145) bahwa anak harus dipandang seperti seorang ilmuwan yang sedang mencari jawaban yang melakukan eksperimen terhadap dunia untuk melihat apa yang terjadi (“Seperti apa rasanya menggigit kuping beruang Teddy ini?”, “Apa yang terjadi jika saya mendorong piring ini keluar dari meja?”). Teori Kosntruktivisme (3) Paradigma konstruktivisme oleh Jean Piaget melandasi timbulnya strategi kognitif, disebut teori meta cognition. Meta cognition merupakan keterampilan yang dimiliki oleh siswa-siswa dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya Teori Kosntruktivisme (4) Paradigma konstruktivisme oleh Jean Piaget melandasi timbulnya strategi kognitif, disebut teori meta cognition. Meta cognition merupakan keterampilan yang dimiliki oleh siswa-siswa dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya Teori Konstruktivisme (5) Menurut Preisseisen meta cognition meliputi empat jenis keterampilan, yaitu: 1. Keterampilan Pemecahan Masalah (problem solving) 2. Keterampilan Pengambilan Keputusan (decisión making), 3. Keterampilan Berfikir Kritis (critical thinking), 4. Keterampilan Berfikir Kreatif (creative thinking) Teori Konstruktivisme (6) Paradigma konstruktivisme dan teori meta cognition melahirkan prinsip reflection in action. Proses reflection in action merupakan tentang proses belajar. Seseorang belajar melalui aktifitas atau pekerjaan sendiri dan kemudian mengkaji ulang dari pekerjaan yang telah dilakukannya. Proses pembelajaran strategi kognitif merupakan proses reflection in action. Berdasarkan teori ini bahwa proses belajar diawali dari pengalaman nyata yang dialami oleh seseorang. Pengalaman tersebut direfleksi secara individual. Teori Konstruktivisme (7) Dalam pandangan konstruktivis, guru bukan sekedar memberi informasi ke pikiran anak, akan tetapi guru harus mendorong anak untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan, merenung dan berpikir secara kritis Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme 1. Tasker (1992) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi yang baru diterima Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme 2. Wheatley (1991) mendukung pendapat Tasker dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme 2. Wheatley (1991) mendukung pendapat Tasker dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme 3. Hudoyo (1990) secara spesifik mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme 4. Hanbury (1996) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme 5. Tytler (1996) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Konstruktivisme Sosial Untuk Pengajaran 1. Bearison & Dorsal (2008) bahwa secara umum pendekatan konstruktivis sosial menekankan pada konteks sosial dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikonstruksi secara bersama (mutual). 2. Gauvain (2001) keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi murid untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat mereka bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama. 3. Jonson & Jonson (2003) pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran murid. Konstruktivisme Sosial Untuk Pengajaran Teori konstruktivis sosial Vygotsky menyebutkan bahwa anak berada dalam konteks sosiohistoris. Vygotsky seperti yang dikutip John W. Santrock (2008 : 390) menekankan bahwa murid mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Isi dari pengetahuan ini dipengaruhi oleh kultur dimana murid tinggal, yang mencakup bahasa, keyakinan, dan keahlian/keterampilan. Selanjutnya dalam pendekatan konstruktivis Piaget menurut John W. Santrock (2008 : 390), murid mengkonstruksi pengetahuan dengan mentrans-formasikan, mengorganisasikan, dan mereorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya Konstruktivisme Sosial Untuk Pengajaran Piaget menekankan bahwa guru seharusnya memberi dukungan bagi murid untuk mengeksplorasi dan mengembangkan pemahaman. Vygotsky menekankan bahwa guru harus menciptakan banyak kesempatan bagi murid untuk belajar dengan guru dan teman sebaya dalam mengkonstruksi pengetahuan bersama. Dalam model Piaget dan Vygotsky , guru berfungsi sebagai fasilitator dan membimbing ketimbang sebagi pengatur dan pembentuk pembelajaran anak IMPLEMENTASI KONSTRUKTIVISME PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Proses pembelajaran akan lebih bermakna jika pada akhir proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami sekaligus membangun arti baru. Untuk itu guru dalam pendekatan konstruktivisme harus berfungsi sebagai fasilitator aktif, terutama dalam memandu siswa untuk mempertanyakan asumsi mereka serta melatih siswa dalam merekonstruksi makna baru dari sebuah pengetahuan Guru konstruktivis lebih tertarik untuk membongkar sebuah makna daripada menentukan suatu materi. Dengan demikian peran guru dalam pembelajaran konstruktivisme adalah menyediakan pengalaman belajar bagi siswa, memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, serta memonitor dan mengevaluasi hasil belajar siswa Pendekatan konstruktivisme untuk sekolah kejuruan sangatlah penting karena siswa belajar dalam lingkungan dan tempat kerja. Praktik kerja dalam sekolah kejuruan memang berisiko tinggi, tetapi jika guru bertindak benar baik sebagai fasilitator maupun pemandu, guru dapat membantu siswa dalam belajar merekonstruksi pikiran mereka melalui sebuah keadaan secara bersama-sama. Aktivitas adalah salah satu faktor dalam konstruksi pengetahuan, dan keikutsertaan siswa dalam seluruh aktivitas dan interaksi pembelajaran setiap hari merupakan kekuatan untuk mengakses informasi dan keterampilan yang lebih tinggi. Bertambahnya pengalaman secara rutin dan langsung dalam melakukan suatu pekerjaan akan memberikan siswa kemampuan untuk memecahkan masalah secara efektif, reflektif dan berkesinambungan Pada sekolah kejuruan, ada beberapa program yang dapat dilakukan sebagai penerapan pendekatan pemelajaran konstruktivisme ini. Diantaranya adalah program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dan Teaching Factory (TF). 1. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) PSG pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. PSG merupakan suatu strategi yang mendekatkan peserta didik ke dunia kerja dan ini adalah strategi proaktif yang menuntut perubahan sikap dan pola pikir siswa 2. Teaching Factory (TF) Teaching Factory (TF) adalah suatu konsep pembelajaran dalam suasana sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara kebutuhan industri dan pengetahuan di sekolah. Proses pendekatan pembelajaran dengan TF adalah perpaduan antara pendekatan pembelajaran CBT (competency based training) dan PBT (production based training) Pada kedua macam pendekatan pembelajaran tersebut, siswa diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman belajar langsung (magang). Secara tidak langsung siswa akan melalui tahap-tahap skema asimilasi dan akomodasi dari pemahaman pengetahuan yang didapatkan di sekolah dengan penerapannya di dunia usaha atau dunia industri