11 BAB 2 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA

advertisement
BAB 2
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 KerangkaTeori
Consumer
Behavior
Grand Theory
Purchase
Behavior
Product
perceived
value
Brand
Probem
recognition
Middle
Attitude
Branding
Information
search
Consumer
ethnocentris
m
Willingness
to Buy
Focus
Keputusan
pembelian
Gambar 2.1 Kerangkateori
Sumber :peneliti (2015)
11
Brand
awareness
12
2.1.1 Consumer Behavior
Consumer
behavior
adalah
studi
perilaku
konsumen
yang
memperlihatkan bagaimana seseorang memutuskan pembelian barang, apa yang
mereka pilih, dimana mereka membeli, kenapa dan mengapa konsumen ingin
membeli barang tersebut yang juga sangat berkaitan dengan beberapa elemen
yakni psikologi, sosiologi, antropologi dan ekonomi. Yang dikutip berdasarkan
jurnal Muniady, Al-Mamun, Permarupan, Zainol (2014 : 18)
Sesuai dalam buku Peter dan Olson (2010 : 5) Consumer behavior adalah
studi yang dinamis berdasarkan pemikiran, perasaan, dan tindakan setiap
individu, kelompok, dan lingkungan. Sehingga marketer pun harus mengetahui
produk seperti apa yang dibutuhkan konsumen, sehingga dapat mempengaruhi
logika, perasaan, dan tindakan konsumen.
Consumer behavior sangat membantu marketer untuk mengerti
konsumen, karena didalam buku Perreault dan McCarthy (2005 : 150) consumer
behavior yakni pembelajaran mengenai jumlah populasi, pendapatan, dan pola
pengeluaran per-individu. Keadaan pasar yang sangat bervariasi menuntut
marketer untuk menentukan target yang tepat, didalam buku ini juga dijelaskan
consumer behavior meliputi ekonomi, psikologi, sosiologi, dan kebiasaan
berprilaku.
Consumer behavior sangat penting untuk mengetahui perilaku konsumen
dalam melakukan pembelian karena banyak hal yang digunakan konsumen
untuk menentukan pilihan terakhir mereka, sehingga proses keputusan mereka
penting bagi strategi pemasaran. Zelman, Blake, Abbel (2010 : 271)
Jika penulis simpulkan consumer behavior
purchase behavior
dekat kaitannya dengan
yakni sesuatu mempengaruhi mental, emosional, dan
keadaan psikis di setiap individu untuk memilih, membeli, menggunakan, dan
menyeleksi barang atau jasa yang dapat memuaskan individu dan yang sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan.
13
2.1.2 Purchase Behavior
Konsumen
menggunakan
informasi
untuk
membuat
keputusan.
diantaranya masyarakat mempertimbangkan melalui respon afektif (perasaan)
dan perilaku mereka sendiri yang dapat mempengaruhi keputusan mereka. Dapat
juga dipengaruhi dari lingkungan seperti iklan-iklan yang tersebar yang diproses
lagi melalui respon kognitif (pemikiran). Peter dan Olson (2010 : 48)
Dewasa ini konsumen akan mencari banyak informasi sebelum
memutuskan untuk melakukan pembelian, yang sesuai didalam jurnal
Choubtarash, Mahdied, Mamani (2013 : 283) yakni keadaan ketika ada dorongan
dari konsumen untuk mencari dan mengumpulkan data dari berbagai sumber.
Jika sumber daya yang dikumpulkan membenarkan kebutuhannya, maka akan
terjadi pembelian produk. Jika tidak, maka akan ada fase menanggung keputusan
dan akan berniat untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut.
Perilaku konsumen yang selalu dinamis menyebabkan adanya sedikit
kebiasaan dalam sikap pembelian kosumen dalam buku Hermawan Kartajaya
(2014 : 99) proses pembelian sederhana yakni : Aware, Attitude, Act dan Act
again yang disebut 4A yakni seseorang mengenali suatu produk, lalu suka,
lantas beli dan beli lagi. Namun sekarang karena konektivitas jauh lebih hebat
proses pembelian menjadi 5A yakni : Aware, Appeal, Ask, Act dan Advocate.
Yakni yang dijelaskan pada halaman (xvii) dalam buku Hermawan Kartajaya
yakni
•
Aware : customer mulai mengenal perusahaan pemberi layanan.
•
Appeal : Dikepalanya, customer merasa tertarik dengan perusahaan
tersebut, tetapi belum yakin.
•
Ask : Karena belum yakin, customer mulai mencari informasi kepada
kerabat atau keluarga untuk meyakinkan dirinya.
•
Act : Jika kerabat dan keluarga berkata bagus, maka saat inilah customer
memutuskan untuk menggunakan pelayanan tersebut.
•
Advocate : Jika puas, customer akan merekomendasikan pelayanan
tersebut kepada kerabat dan juga keluarga.
14
2.1.3 Attitude
Memahami sikap konsumen memiliki peran penting bagi perusahaan
untuk memberikan kepuasan. Oleh karena itu, untuk memahami perilaku
konsumen secara memadai, kita harus juga memahami sikap konsumen. sikap
mengacu
pada kecenderungan
konsisten
konsumen
untuk
berperilaku,
menguntungkan atau tidak, berkaitan dengan produk tertentu atau merek,
berdasarkan jurnal Makanyeza (2014 : 874)
Attitude atau sikap adalah sudut pandang seseorang pada sesuatu.
‘Sesuatu’ dapat dikatakan sebuah produk, iklan, seorang penjual, perusahaan,
dan ide. Perilaku juga sangat penting bagi seorang marketer dikarenakan
mempengaruhi sikap selektif sesorang dalam melakukan keputusan pembelian.
Perreault dan McCarthy (2005 ; 156)
Dalam buku Peter dan olson (2010 : 128) sikap sesorang dipengaruhi
oleh faktor afektif dan kognitif. Afektif adalah pembelian konsumen berdasarkan
perasaan sehingga dapat menimbulkan stimuli antara lain seperti emosi dan
respon secara langsung
lalu kognitif adalah sikap konsumen melakukan
pembelian berdasarkan logika dari suatu produk, sehingga mengetahui
kebutuhan pribadi. kebutuhan itu berdasarkan pemikiran konsumen dari
pengetahuan, arti dari produk untuk dirinya, dan kepercayaan.
Sikap konsumen pun dapat mengarah kepada pemilihan produk yang
akan dibeli apakah produk lokal ataupun produk dari negara luar dalam jurnal
berikut memberikan bukti bahwa konsumen membawa beragam persepsi tentang
produk berdasarkan (stereotip) gambaran nasional negara mana produk / merek
diyakini dibuat / diproduksi, dan bahwa persepsi ini mempengaruhi sikap
konsumen, niat pembelian dan perilaku. Parts dan Vida (2011 : 355) untuk
mengetahui efek tidak langsung (melalui etnosentrisme konsumen dan
pengetahuan konsumen tentang asal-usul merek). Parts dan Vida (2011 : 35t)
15
2.1.4 Consumer Ethnocentrism
Orientasi etnosentris yaitu sesorang yang menganggap negaranya sangat
unggul dibandingkan Negara lain. Etnosentris terkadang berhubungan dengan
perilaku kesombongan karena mengganggap negaranya paling unggul, hal ini
bagi perusahaan yang memiliki etnosentris yang tinggi dapat menyebabkan
ketidakpedulian terhadap peluang pemasaran di luar negeri. Keegan-green (2013
: 41)
Konsumen etnosentrism memiliki kepercayaan terhadap barang dari
negaranya sendiri adalah yang terbaik. Wang dan Chen (2004 : 391).Konsumen
dengan etnosentris yang tinggi akan lebih bersikap positif terhadap evaluasi dari
hasil produk domestik dibanding yang memiliki sikap etnosentris yang lebih
rendah begitu juga keinginan untuk membeli produk dalam negeri sangat besar.
Josiassen, Assaf, dan Karpen (2011 : 634).
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa etnosentrisme konsumen
lebih jelas bagi konsumen di negara maju dibandingkan dengan konsumen di
negara-negara berkembang karena ketersediaan dan persepsi kualitas produk
buatan lokal kurang.Konsumen yang sangat etnosentris cenderung memandang
jika membeli produk asing adalah suatu kesalahan karena akan merugikan
perekonomian domestik, akan menyebabkan pengangguran, dan tindakan tidak
patriotik.. Shah (2012 : 29)
Dapat dikatakan konsumen etnosentris sangat berlebihan, namun
etnosentris tetap dibutuhkan untuk menjaga kebutuhan dan kestabilan budaya,
mempertinggi semangat patriotisme dan kesetiaan kepada bangsa, serta
memperteguh rasa cinta terhadap kebudayaan suatu bangsa. Namun tentu
konteksnya kebangsaan. Etnosentrisme ini sangat dibutuhkan untuk dasar
pembentukan sikap patriotisme.
Han (1988)menyatakan bahwa emosi patriotis konsumen memiliki
pengaruh signifikan terhadap intensi dan perilaku pembelian. Lebih jauhnya lagi,
Han juga menyatakan bahwa patriotisme konsumen dapat menunjukkan kerelaan
untuk berkorban untuk membeli merek dalam negeri. Jadi, dimensi dari
patriotisme konsumen dapat ditunjukkan melalui rasa cinta dan pengorbanan
16
untuk membeli merek dalam negeri (preferensi untuk membeli merek dalam
negeri dibanding merek luar).
Untuk meningkatkan rasa etnosentrime dibutuhkan peningkatan persepsi
kualitas yang sangat bagus yang berkaitan dengan penampilan, pemilihan warna,
ketahanan suatu produk, model yang sesuai, produk yang berkelas, dapat
dipercaya, pengerjaan yang baik, dan harga yang sesuai. Wang dan Chen (2004 :
392)
Jika persepsi sudah meningkat dibutuhkan juga Country of origin effect
yang baik pula karena citra negara adalah bentuk persepsi konsumen secara
keseluruhan atas produk dari negara tertentu, persepsi mereka biasnya adalah
bagaiman
produksi di negara
tersebut lalu kekuatan dan kelemahan dari
pemasaran. Kouba (2007 : 140). Ini menunjukkan bahwa persepsi dapat
mempengaruhi bagaimana orang mengevaluasi produk. Kesimpulan konsumen
dapat berasal dari pengalaman sebelumnya yang disimpan, mengenai informasi
tentang isyarat produk seperti Brand dan Country of origin. Kouba (2007 : 139)
2.1.5 Brand
Memberikan nama pada sebuah produk sangat diperlukan untuk
menginformasikan konsumen. Seperti memberikan nama agar sebuah produk
mudah diidentifikasi oleh konsumen dan membedakan dengan merek lain. Selain
itu merek pun membantu konsumen untuk memahami sebuah produk seperti
dari pelayanan yang diberikan, nilai yang diberikan perusahaan, dan membantu
konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Keller (2013 ; 36) Menurut
Perreault dan McCarthy (2005 ; 254) brand yang berarti menggunakan nama,
istilah, simbol dan design agar mudah diintifikasi.
Merek
bertindak
sebagai
sumber
daya
bagi
perusahaan
yang
memungkinkan konsumen mengetahui identitas produk yang disukai dan
dirasakan manfaatnya. Merek juga menunjukkan bahwa konsumen mengetahui
kualitas produk. Merek bukan hanya menguntungkan konsumen, tetapi juga
produsen karena mereka dapat melindungi merek dagang dari imitasi. Dengan
demikian, nama merek mengacu pada nama, simbol, pesan, bentuk atau
17
kombinasi dari semuanya untuk menunjukkan produk atau jasa dari penjual
untuk membedakan dari pesaing. Jing, Pitshapol, Shabbir (2014 : 11)
Selain itu merek pun harus selalu ditingkatkan seperti memberikan value
tersendiri karena sebuah merek yang kuat dengan ekuitas positif dianggap
memiliki nilai tinggi yang strategis dan keunggulan utama yakni margin yang
lebih tinggi, peluang merek-ekstensi, keunggulan terhadap pesaing, informasi
yang mudah didapat, preferensi konsumen yang kuat, niat pembelian dan
loyalitas pelanggan. Hakala, Svesson, Vincze (2012 : 440)
2.1.6 Product Perceived Value
Perceived value yang dilakukan perusahaan kepada konsumen telah
menjadi konsep menarik dan digunakan untuk menjelaskan perilaku pembelian
konsumen dalam literatur pemasaran. lebih dari itu, semakin banyak penelitian
tampaknya setuju bahwa bisnis dapat mencapai keunggulan kompetitif dengan
memberikan nilai terbaik bagi konsumen. Chinomona, Okoumba, Pooe (2013 :
464)
Kualitas produk yang dirasakan dapat didefinisikan bagaimana cara
pelanggan menilai ekuitas dari merek produk dan keseluruhan keunggulan
dibandingkan dengan pesaing lainnya. Beneke, Flynn, Greg, Mukaiwa (2013 :
219)
Kualitas terkait erat dengan kepuasan, yang merupakan kesenjangan
antara harapan koseumen dengan produk yang dirasakan. Garvin (1984) di
Mullins dan Walker (2010) menggambarkan dimensi kualitas produk sebagai (1)
Kinerja, (2) Daya tahan, (3) Kesesuaian dengan Spesifikasi, (4) Fitur, (5)
Reliable, (6) Servis, (7) Fit dan Finish dan (8) Nama Merek. Heriyati dan Siek
(2011 : 331)
Kualitas produk yang dirasakan akan memiliki pengaruh langsung dan
positif terhadap niat beli. Sun dan paswan (2011 : 147) dapat peneiti katakan
yakni perusahaan saat ini diwajibkan meningkatkan nilai sebaik mungkin untuk
memenangkan persaingan dalam bisnis.
18
Rangsangan yang hadir di lingkungan pelanggan dapat mempengaruhi
proses sadar atau tidak sadar dalam pikiran pelanggan,sehingga dapat
menentukan merek yang dipilih dan niat pembelian masa depan. Kouba (2012 :
441). Rangsangan tersebut dapat dikatakan seperti cara kreatif suatu perusahaan
dalam melakukan branding.
2.1.7 Branding
Branding telah dipraktek umum sejak abad pertengahan - ketika
pengrajin menandai barang-barang mereka dan seniman menandatangani hasil
mereka untuk membedakan produk mereka dari orang-orang lain penyedia.
Trademarking ini juga telah melindungi produsen dan pembeli terhadap imitasi
yang rendah kualitas. Hakala, Svesson, Vincze (2012 : 439)
Branding atau strategi merek yangfokus kepada penggunaan merek untuk
mencapai tujuan dari pemilik merek. Branding menciptakan nilai melalui
caramenarik dan Penawaran yang menarik (janji merek), didukung oleh
pengalaman pelanggan yang positif (brand experience) yang akan memuaskan
pelanggan dan mendorong mereka untuk kembali. Alamro dan Rowley (2010 :
329)
Strategi branding sangat penting karena melalui strategi branding
pemasar dapat mengkomunikasikan kelebihan dari produknya. Dengan
demikian, branding menjadi sarana identifikasi produk, membantu konsumen
mengetahui perbedaan dari produk lain. Panchal, Khan, Ramesh (2012 : 82)
Namun saat ini konsumen sudah terintegrasi dengan apapun yang mereka
rasakan seperti pengamatan dalam pemakaian suatu produk. Branding yakni
meliputi informasi tentang produk, iklan, pembicaraan suatu merek di suatu
lingkungan, pengemasan produk. Keegan dan Green (2013 : 313). Dapat
dikatakan dengan branding mempermudah konsumen untuk menemukan
problem/keinginan konsumen yang dibutuhkan.
19
2.1.8 Problem Recognition
Needs dan wants dewasa ini tidak cukup untuk mengetahui
keinginanpelanggan, namun yang terpenting untuk marketer saat ini adalah
harus mengetahui desire dan anxiety konsumen. Hermawan Kartajaya (2014 :
187)
Oleh karena itu marketer harus selalu wapada dengan pergerakan
keinginan konsumen. kebanyakan konsumen menyukai perusahaan yang
menawarkan mereka nilai ekonomi yang lebih baik untuk uang yang mereka
belanjakan. tapi peningkatan nilai bukan berarti hanya menawarkan harga lebih
rendah. Perreault dan McCarthy (2005 : 151)
Maka perusahaan harus memiliki sistem manajemen pemasaran yang
baik agar dapat bekerja maksimal dimulai yang dari pengembangan untuk
membuat desain yang menarik, dan juga posisi paling dekat dengan pelanggan
agar dapat mempelajari selera dan keinginan konsumen dengan cara aplikasi
lanjutan dari data yang objektif dan metodologi ilmiah. Amsaka (2011 : 540)
Bagi konsumen, ini adalah tahap pertama dari proses pengambilan
keputusan. Ini merupakan pencapaian antara keadaan yang diinginkan dan
keadaan lainnya untuk melakukan pembelian, sehingga dapat memperkuat
proses pengambilan keputusan. Choubtarash, Mahdied, Mamani (2013 : 283)
Dewasa ini, konsumen akan lebih berhati-hati, ketika konsumen sudah
menemukan apa yang dia butuhkan dan inginkan, yakni dalam buku Hermawan
Kartajaya (2014 : 104) yakni sebelum membeli, konsumen akan aktif mencari
informasi dari sebuah produk. Konsumen dapat bertanya kepada kerabat dan
temannya. Konsumen
juga bisa mencari tahu dari media seperti internet,
majalah, dan lain-lain. Atau konsumen dapat langsung mencari informasi kepada
brand bersangkutan melalui call center ataupun sales people
20
2.1.9 Information Search
Dalam jurnal Awasthy dan Banerjee (2012 : 258) pencarian informasi,
konsumen telah berkembang menggunakan tiga cara berbeda dalam perspektif
teoritis:
•
perspektif ekonomi (berfokus pada biaya-manfaat)
•
perspektif psikologis (berfokus pada perbedaan pola pikir individu)
•
informasi perspektif (pengolahan informasi berdasarkan kognitif
manusia).
Kemajuan teknologi yang pesat mempermudah konsumen untuk
mendapatkan informasi dari mana saja, maka perusahaan diharuskan melakukan
kegiatan promosi yang kreatif juga agar informasi dapat sampai hingga
konsumen
dengan
baik,
seperti
melakukan
intergrated
marketing
communincation. Yang memiliki arti komunikasi pemasaran yang komprehensif
yang menggabungkan dan mengevaluasi berbagai ilmu komunikasi strategis
yakni advertising, personal sellling, sales promotion, direct marketing, Public
relathion, sponsorship dan lain-lain, untuk memberikan kejelasan, konsistensi
dan dampak komunikasi yang maksimal. Mapheto, Oni, Matiza (2014 : 112)
Dalam buku peter dan olson (2010 : 48) informasi yang di interpretasi
konsumen diantaranya adalah informasi tentang produk, kegunaan dari produk,
dan kepercayaan pada produk.
Pencarian informasi yang lebih dipercaya konsumen saat ini adalah salah
satunya lebihmengarah kepada advocate yakni rekomendasi konsumen dari
kerabat, teman, dan review dari konsumen. Advocatedapat terjadi secara spontan
yakni ketika konsumen secara aktif merekomendasikan brand tertentu, berbeda
dengan secara tidak spontan biasanya konsumen ditanya dahulu baru
merekomendasikan. Hermawan Kartajaya (2014 : 106). Betapa beruntung brand
yang memiliki advocate seperti ini karena dengan mudah menularkan fanatismenya kepada orang lain sehingga konsumen lain daapt lebih mudah mengingatnya
21
dan dari segi perusahaan ini dapat menjadi peningkatan brand awareness yang
baik karena konsumen sangat puas kepada perlakuan perusahaan.
2.1.10 Brand Awareness
Brand awareness adalah kemampuan untuk mengidentifikasi merek
dalam kondisi yang berbeda dapat dikatakan ini merupakan cerminan
pengenalan merek terhadap kinerja suatu perusahaan. Kotler dan Keller (2006 :
268)
Brand Awareness itu sendiri dalam buku Keller adalah berhubungan
dengan kekuatan dimana seseorang mudah menemukan sebuah merek yang
disukai dalam pikirannya, sehingga konsumen dapat dengan mengidentifikasi
merek dalam kondisi yang berbeda-beda. Keller (2013 : 72)
Secara umum, brand awareness adalah keadaan dimana konsumen tidak
mengenal sebuah merek, lalu menjadi perbincangan dengan konsumen tentang
produk / jasa yang digunakan dan ketika mereka sering mendengar nama suatu
merek. Dengan demikian, konsumen mulai mengenal dan mengingat nama
merek tersebut yang pertama kali didalam pikirannya. Jing, Pitshapol, Shabbir
(2014 : 12)
Dalam tahap ini adalah bagaimana perusahaan dapat memberikan
komunikasi pemasaran yang baik, karena konsumen bersifat pasif.
Mereka
mengekspos, melihat dan mendengar keberadaan brand. Pengenalan brand
dengan cara iklan lah masihmenjadicara terfavorit, yang kedua adalah
rekomendasi dari keluarga dan teman, lalu yang ketiga adalah pengalaman
sendiri. Melalui ketiga sumber tadi, customer menjadi kenal suatu brand.
Berbagai pengenalan ini kemudian bersarang di memori jangka pendek
customer. Hermawan Kartajaya (2014 : 102) . sehingga memori ini lah yang
dapat menarik konsumen untuk memberikan rasa ingin beli kepada suatu produk
tersebut.
22
2.1.11 Willingness To Buy
Willingness to buymengacu kepada preferensi dan perilaku. Preferensi
konsumen dibentuk berdasarkan tiga pertimbangan yakni kebutuhan dan
keinginan konsumen, informasi tentang keberadaan dan karakteristik dari
barang/jasa, penilaian tentang manfaat dari barang/jasa, keinginan terhadap
barang/jasa dan kapasitas untuk memuaskan mereka, begitu pula mengenai harga
dari produk/jasa. Gebresilasse dan Mariam (2011 : 201)
Nilai yang dirasakan pelanggan adalah salah satu yang paling penting
dari niat pembelian yang dapat meningkatkan stimulus pembelian dan
akibatnya, seseorang bersedia untuk membeli. Beneke, Flynn, Greg, Mukaiwa
(2013 : 219)
Tingginya kualitas produk yang dirasakan dari, semakin tinggi pula niat
pembelian pelanggan pada produk tersebut. Semakin tinggi kualitas produk
perusahaan, semakin tinggi niat pembelian pelanggan untuk produk yang
perusahaan. Gatti, Caruana, Snehota (2012 : 68)
Selain kualitas yang dirasakan, konsep lain yang terkait dengan
penelitian ini
adalah harga. Harga adalah jumlah uang atau barang yang
dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi barang dan jasa yang
menyertainya. Sumaedi, Bakti, Metasari (2011 : 90)
Keinginan untuk membeli harus dilanjutkan ke tahap keputusan
pembelian dalam buku Hermawan Kartjaya (2014 : 118) ada beberapa cara
terpenting selain keputusan pembelian yang tercipta kepuasan konsumen pun
tercipta yakni
•
Enjoyment : yakni keadaan dimana tahap need and want
terpenuhi lalu diimbangi dengan pelayanan yang baik sehingga
konsumen puas dengan suatu brand.
•
Experience : bagaiman perusahaan menciptakan persepsi positif
melebihi ekspektasi customer yakni keadaan dimana perusahaan
meningkatkan interaksi dan touch point kepada konsumen.
23
•
Engagement : keadaan dimana perusahaan harus sangat
memahami kegelisahan dan kekhawatiran customer.
2.1.12 Purchase Decision
Tahap terakhir yakni "keputusan konsumen", keadaandimana calon
konsumen menganalisis fitur produk, merek dagang atau jasa dan mencobanya
dengan menggunakan pemikiran yang logis untuk menentukan pilihan yang
terbaik. Choubtarash, Mahdied, Mamani (2013 : 283)
Purchase decision juga disebut metode dalam memahami aspek kognitif
dan afektif orientasi konsumen dalam proses pengambilan keputusan mereka.
Metode ini memungkinkan peneliti untuk menangkap gaya pengambilan
keputusan konsumen. Gaya ini kemudian dapat digunakan untuk profil
konsumen ke dalam kelompok dengan mengidentifikasi orientasi umum
terhadap pembelian. Lysonski dan Durvasula (2013 : 77)
Dalam buku Marketing Wow yang ditulis Hermawan Kartajaya (2014 :
187) purchase decision dipengaruhi oleh faktor inner influence yakni
pengalaman pribadi customer sendiri, yang kedua berdasarkan outer influence
adalah keadaan dimana konsumen dipengaruhi oleh peran marketer suatu
produk, lalu yang terakhir adalah other influence adalah keadaan yang
dipengaruhi oleh pengaruh dari orang lain atau pihak ketiga, ketiga ini sangat
mempengaruhi konsumen dalam berkomitmen melakukan pembelian.
2.1.13 HubunganAntar Variable
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti sikap consumer ethnocentrism ,
beberapa studi mengatakan consumer ethnocentrism sangat dibutuhkan yakni
untuk mendukung hasil produk dalam negeri, dengan konsumen etnosentris
memiliki kepercayaan terhadap barang dari negaranya sendiri adalah yang
terbaik. Wang dan Chen (2004 : 391) , Dengan demikian, diketahui bahwa
consumer ethnocentrism memiliki pengaruh terhadap consumer patriotism. Han
24
(1988) bahwa patriotisme konsumen dapat menunjukkan kerelaan untuk
berkorban untuk membeli merek dalam negeri
Untuk meningkatkan consumer ethnocentrims dibutuhkan peningkatan
persepsi kualitas yang sangat bagus yang berkaitan dengan penampilan,
pemilihan warna, ketahanan suatu produk, model yang sesuai, produk yang
berkelas, dapat dipercaya, pengerjaan yang baik, dan harga yang sesuai. Wang
dan Chen (2004 : 392)
Sehingga timbul rasa willingness to buy yakni semakin tinggi kualitas
produk perusahaan, semakin tinggi niat pembelian pelanggan untuk produk yang
perusahaan. Gatti, Caruana, Snehota (2012 : 68) Kualitas terkait erat dengan
kepuasan, yang merupakan kesenjangan antara harapan koseumen dengan
produk yang dirasakan. Garvin (1984) di Mullins dan Walker (2010)
menggambarkan dimensi kualitas produk sebagai (1) Kinerja, (2) Daya tahan,
(3) Kesesuaian dengan Spesifikasi, (4) Fitur, (5) Reliable, (6) Servis, (7) Fit dan
Finish dan (8) Nama Merek. Heriyati dan Siek (2011 : 331)
Kualitas yang baik harus diimbangi dengan dilakukannya branding yang
baik agar terciptanya brand awareness yang baik juga sehingga pemahaman
konsumen tentang suatu brand/produk meningkat yang juga dapat meningkatkan
citra negara, yang berarti bentuk persepsi konsumen secara keseluruhan atas
produk dari negara tertentu, persepsi mereka biasanya adalah bagaimana
produksi di negara tersebut lalu kekuatan dan kelemahan dari pemasaran. Kouba
(2007 : 140).
Lalu
terciptalah
Tahap
terakhir
yakni
keputusan
konsumen,
keadaandimana calon konsumen menganalisis fitur produk, merek dagang atau
jasa dan mencobanya dengan menggunakan pemikiran yang logis untuk
menentukan pilihan yang terbaik. Choubtarash, Mahdied, Mamani (2013 : 283)
Berdasarkan penguraian di atas, maka diketahui bahwa baik consumer
ethnocentrism dan willingness to buy sama-sama dapat memiliki pengaruh
terhadap brand awareness dan purchase decision, dimana brand awareness
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase decision. Dengan
demikian, consumer ethnocentrism dan willingness to buy dapat menciptakan
suatu brand awareness yang positif, di mana brand awareness yang positif dapat
25
mendorong terbentuknya purchase decision yang merupakan kekuatan (strength)
bagi suatu merek.
Kekuatan ini dapat meningkatkan rasa etnosentris dan patriotisme bangsa
ini terhadap kualitas produk lokal, berdasarkan data kemetrian kualitas furniture
Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi, karena furniture ini merupakan
komoditas utama indonesia untuk kegiatan ekspor ke pasar luar negeri. Kekuatan
ini harus dimanfaatkan masyarakat indonesia agar produk indonesia terus
berkembang ditambah jugaa tahun 2015 ini berjalannya perjanjian pasar bebas
asean jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar bagi pelaku usaha negara
luar.
26
2.2 Kerangkapemikiran
Gambar2.2 Kerangka pemikiran
Consumer
Ethnocentrism
- National identity
- National Haritage
Keputusan
pembelian
- Belief system
Josiassen, Assaf,
Karpen (2011 : 629)
Willingness to buy
-problem recognition
Brand
awareness
- Information search
- Brand
recognition
-Evaluation
alternative
Keller (2013 :
73)
- Purchase decision
- Quality judgement
- Post
behavior
purchase
- Perceived Value
Choubtarash,
- Value for money
Mahdied, Mamani
(2013 : 283)
Wang and Chen (2004
:391)
Sumber: Peneliti, (2015)
Download