1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator peningkatan kualitas kehidupan manusia dapat dilihat secara internasional dalam Millenium Development Goals (MDG’s) yaitu bertujuan menurunkan kematian anak sebesar 2/3 dari anak dibawah usia lima tahun pada tahun 2015. Beberapa indikator dari hal tersebut adalah angka kematian balita dan angka kematian bayi (UNDP, 2008). Anak merupakan generasi penerus bangsa, oleh karena itu dibutuhkan anak dengan kualitas yang baik agar tercapai masa depan yang baik. Untuk mendapatkan kualitas anak yang baik harus dipastikan bahwa tumbuh kembangnya juga baik. Angka morbiditas, kematian bayi dan bayi baru lahir (neonatal) cukup tinggi di negara berkembang terutama di sahara Afrika dan beberapa negara Asia termasuk Indonesia. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik langsung ataupun tidak langsung. Berat lahir merupakan salah satu indikator survival bayi. Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) di dunia bervariasi. Sebagian besar kejadian BBLR terdapat di negara berpenghasilan rendah dan menengah, terutama pada populasi yang rentan (Kim and Saada, 2013). Perkiraan regional kejadian BBLR meliputi 28% di Asia Selatan, 13% di sub Sahara Afrika dan 9% di Amerika. WHO (1992b) dan UNICEF menerbitkan prosentase BBLR pada tahun itu sebesar 7% di negara-negara industri dan di negara berkembang berkisar antara 5% sampai 33%, dengan rata-rata 17%. WHO (2000) dan UNICEF melaporkan tentang penurunan kejadian BBLR, tetapi di lapangan terdapat keterbatasan data yang tersedia, oleh karenanya UNICEF mengusulkan adanya survei tingkat rumah tangga. BBLR menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting secara global dan memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang. Secara keseluruhan, diperkirakan 15% sampai 20% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah BBLR (WHO, 2012). BBLR telah didefinisikan oleh WHO (1992a) sebagai berat saat lahir kurang dari 2.500 gram. Secara epidemiologi bayi dengan berat lahir 2 kurang dari 2.500 gram mempunyai risiko 20 kali meninggal daripada pada kelahiran dengan berat lahir normal (Kramer, 1987). Prevalensi bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di Indonesia cukup besar mencapai 10,2% (Balitbangkes & Kemenkes RI, 2013). Artinya, satu dari sepuluh bayi di Indonesia dilahirkan dengan BBLR. Jumlah ini masih belum bisa menggambarkan kejadian BBLR yang sesungguhnya, mengingat angka tersebut didapatkan dari dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku Kesehatan Ibu dan Anak dan Kartu Menuju Sehat. Sedangkan jumlah bayi yang tidak memiliki catatan berat lahir, jauh lebih banyak. Hal ini berarti kemungkinan bayi yang terlahir dengan BBLR jumlahnya jauh lebih banyak lagi. Prevalensi BBLR berkurang dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antar provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%) (Balitbangkes & Kemenkes RI, 2013) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa berat bayi saat lahir sangat menentukan kesehatan di masa dewasa. Bayi dengan berat lahir rendah akan mengalami peningkatan risiko terkena penyakit metabolik ketika dewasa seperti hipertensi dan diabetes mellitus tipe 2 (Catov et al., 2007). Hal ini akan menyebabkan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif di usia dewasa yang memerlukan biaya perawatan kesehatan yang tinggi serta mengurangi produktivitas. Oleh karena itu kualitas manusia harus diawali semenjak janin dalam kandungan. BBLR selain disebabkan oleh kelahiran preterm (kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu penuh) juga disebabkan oleh ukuran yang kecil untuk usia kehamilan. BBLR sangat erat hubungannya dengan morbiditas dan kematian neonatal, selain itu BBLR dapat menghambat perkembangan kognitif dan penyakit kronis di kemudian hari (Barker, 1992). Faktor yang mempengarui lama kehamilan dan pertumbuhan janin menurut WHO adalah lingkungan fisik dan kondisi ibu. Perempuan bertubuh pendek dan tinggal di ketinggian berisiko memiliki bayi yang lebih kecil. Nutrisi ibu hamil dan gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan narkoba dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin 3 Faktor – faktor risiko yang mempengaruhi terhadap kejadian BBLR adalah karakteristik sosial demografi ibu yaitu umur kurang dari 20 tahun dan umur lebih dari 34 tahun, ras kulit hitam, status sosial ekonomi yang kurang, status perkawinan yang tidah sah, dan tingkat pendidikan yang rendah. Risiko medis ibu sebelum hamil juga berperan terhadap kejadian BBLR antara lain paritas, berat badan dan tinggi badan, pernah melahirkan BBLR, dan jarak kelahiran. Status kesehatan reproduksi ibu seperti status gizi ibu, infeksi dan penyakit selama kehamilan, riwayat kehamilan dan komplikasi kehamilan berisiko terhadap BBLR. Status pelayanan antenatal (frekuensi dan kualitas pelayanan antenatal, tenaga kesehatan tempat periksa hamil, umur kandungan saat pertama kali pemeriksaan kehamilan) juga dapat berisiko untuk melahirkan BBLR (Sistiarani, 2008). Negara dengan tingkat pendapatan dan pendidikan yang sama terdapat variasi yang lebar dalam hasil kesehatan (Lea, 1993, Preston, 1985). Variasi ini disebabkan oleh kinerja sistem kesehatan yang berbeda. Perbedaan sistem kesehatan yang dimaksud adalah perbedaan desain, konten/isi, dan manajemen. Pelayanan perawatan selama kehamilan atau dikenal dengan antenatal care merupakan bagian dari Health system dalam kesehatan ibu selama kehamilan. Pemeriksaan rutin saat hamil atau antenatal care adalah salah satu cara mencegah kejadian BBLR. Kunjungan antenatal care minimal dilakukan 4 kali selama kehamilan. Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu kali dalam trimester kedua (antara minggu 14-28), dan dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan setelah minggu ke 26), dan pemeriksaan khusus jika terjadi keluhan-keluhan tertentu (Depkes RI, 1998). Secara nasional angka cakupan pelayanan antenatal care saat ini sudah tinggi, kunjungan pertama pemeriksaan kehamilan trimester pertama (K1) mencapai 95,71% dan kunjungan keempat pemeriksaan kehamilan trimester ketiga (K4) 86,77%, tetapi masih terdapat disparitas antar provinsi dan antar kabupaten/kota yang variasinya cukup besar. Selain adanya kesenjangan, masih ditemukan ibu hamil yang tidak menerima pelayanan dimana seharusnya diberikan pada saat kontak dengan tenaga kesehatan (missed opportunity) 4 (Depkes, 2012). Sampai tahun 2000 wanita yang memiliki akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan hanya sebesar 52,4% (WHO, 2002). Beberapa studi membuktikan bahwa negara-negara dengan angka kematian ibu, perinatal dan neonatal yang tinggi terjadi pada negara dengan kualitas pelayanan pemeriksaan kehamilan yang tidak memadai. Oleh karena itu sangatlah penting peningkatan kualitas pelayanan perawatan pada kehamilan (WHO, 2007b). Perawatan pada kehamilan juga merupakan salah satu dari 4 pilar Safe Motherhood Initiative (WHO, 1994). Perawatan pada kehamilan mempunyai peranan penting dalam mendeteksi dan pencegahan kelainan dan komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi, termasuk risiko BBLR. Perawatan pada kehamilan merupakan program kesehatan ibu di berbagai negara (Villar and Bergsjo, 2003). Pelayanan perawatan kehamilan adalah entry point yang sangat penting dalam health system di daerah pedesaan. Pelayanan ini merupakan fasilitas bagi perempuan terhadap perawatan medis dan sangat dibutuhkan di masa depan (Pallikadavath et al., 2004) Penelitian ini menggunakan data IFLS EAST tahun 2012 yang dilakukan di Indonesia Timur. Peneliti tertarik untuk melihat kejadian BBLR di Indonesia Timur karena angka BBLR masih tinggi dibandingkan dengan angka nasional antara lain NTT (15,5%), Sulawesi Tengah (16,8%), dan Papua (15,6%) sedangkan terendah di Sumatera Utara yaitu 7,2% (Balitbangkes & Kemenkes RI, 2013). Mengacu pada data dan studi yang ada, kualitas pelayanan perawatan kehamilan merupakan bagian penting dalam meningkatkan status kesehatan ibu dan anak. Dalam penelitian ini, penulis berupaya menggali sejauh mana pelayanan perawatan kehamilan dapat mempengaruhi status kesehatan ibu dan anak khususnya kejadian BBLR. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang rumusan masalah penelitian ini adalah : apakah kualitas pelayanan perawatan kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR di wilayah Indonesia bagian timur berdasarkan data IFLS EAST 2012? 5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kualitas pelayanan perawatan kehamilan terhadap kejadian BBLR di wilayah Indonesia bagian timur berdasarkan data IFLS EAST 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui prevalensi kejadian BBLR di wilayah Indonesia bagian timur berdasarkan data IFLS EAST 2012. b. Mengetahui pengaruh kualitas pelayanan perawatan kehamilan terhadap kejadian BBLR di wilayah Indonesia bagian timur berdasarkan data IFLS EAST 2012. c. Mengetahui pengaruh faktor luar yaitu frekuensi perawatan kehamilan, komplikasi saat kehamilan, paritas, umur ibu hamil, tempat tinggal, sosial ekonomi, pendidikan, sumber pelayanan dengan kejadian BBLR di wilayah Indonesia bagian timur berdasarkan data IFLS EAST 2012. d. Mengetahui pengaruh kualitas pelayanan perawatan kehamilan terhadap kejadian BBLR pada sub-sampel tempat tinggal di desa, sosial ekonomi rendah, dan pendidikan rendah di wilayah Indonesia bagian timur berdasarkan data IFLS EAST 2012. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi perkembangan ilmu kesehatan ibu dan anak. b. Menjadi rujukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis Menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan untuk memperbaiki health system khususnya pada pelayanan perawatan kehamilan di fasilitas kesehatan. 6 E. Keaslian Penelitian Sesuai pengetahuan peneliti, sejauh ini belum menemukan penelitian tentang pelayanan pemeriksaan kehamilan dan kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di wilayah Indonesia bagian timur dengan menggunakan data IFLS EAST 2012. Namun ada beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan, antara lain : Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Ernawati et al. (2011) Judul penelitian Hubungan antenatal care dengan berat badan lahir bayi di Indonesia (analisis lanjut data riskesdas 2010) Hasil Ibu yang melakukan kunjungan antenatal care lebih dari 4 kali mempunyai peluang untuk tidak melahirkan anak BBLR dibandingkan dengan ibu yang melakukan antenatal care kurang dari 4 kali Persamaan Variabel terikat yang diteliti yaitu BBLR Raatikaine n et al. (2007) Under-attending free antenatal care is associated with adverse pregnancy outcomes Variabel terikat yang diteliti yaitu BBLR Krueger and Scholl (2000) Adequacy of prenatal care and pregnancy outcome GomezOlmedo et al. (1997) Prenatal care and prevention of low birth weight a case control study southern spain Bayi berat lahir rendah, kematian neonatal, dan kematian bayi lebih sering pada mereka yang tidak melakukan kunjungan antenatal care Wanita yang menerima perawatan yang tidak memadai memiliki risiko 2,8 kali lebih besar memiliki kelahiran preterm Tren signifikan antara perawatan pranatal dan bayi berat lahir rendah karena preterme Perbedaan Definisi operasional dari variabel bebas yang diteliti yaitu antenatal care (frekuensi kunjugan). Data yang digunakan yaitu data sekunder riskesdas tahun 2010 Definisi operasional dari variabel bebas yang diteliti yaitu antenatal care (frekuensi kunjugan) Variabel terikat yang diteliti yaitu BBLR Cara pengukuran variabel bebas (prenatal care) dengan Kessner index Variabel terikat yang diteliti yaitu BBLR Variabel terikat yaitu BBLR dibedakan antara BBLR karena preterm dan bukan preterm