Mengelola Investasi Teknologi Informasi Oleh: Ir. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, SE, MSi., MPP*) Hampir semua perusahaan Indonesia yang beraset di atas lima ratus juta rupiah sudah menggunakan komputer untuk mendukung operasional sehari-hari. Meski hanya satu buah Personal Computer (PC), dan hanya digunakan untuk tugas – tugas administrasi dan korespondensi namun perusahaan yang sudah memanfaatkan PC tergolong cukup maju. Disadari atau tidak, penggunaan PC telah menggeser mesin ketik, kadang-kadang kalkulator, dan bahkan lemari penyimpan berkas. Namun demikian, komputer dan perangkat pendukungnya tidak sekedar berfungsi menggantikan alat kantor konvensional, lebih tinggi dari itu, komputer jika digunakan dengan terencana, terukur dan terkelola dengan baik akan menjadi “alat perang unggul” dalam mengalahkan pesaing (di kalangan perusahaan pencari laba) dan “alat layanan publik” yang efisien dan efektif di lingkungan organisasi nirlaba baik di pemerintahan maupun swasta. Persoalannya, masih banyak eksekutif atau pimpinan organisasi yang belum menyadari peran penting komputer bagi eksistensi dan kelangsungan hidup organisasinya. Di awal tahun 1990-an banyak perusahaan membeli PC hanya agar tidak terkesan ketinggalan zaman. Awal 2000-an semakin banyak perusahaan Indonesia yang memiliki komputer, namun belum banyak yang memanfaatkan komputer dan fasilitas pendukung komputer secara optimal, kebanyakan masih digunakan untuk otomatisasi kantor saja. Periode 2005 hingga awal 2007, wajah penggunaan komputer di Indonesia khususnya di lingkungan organisasi bisnis telah mulai berubah. Semakin banyak perusahaan atau instansi pemerintah yang tersambung ke Internet, memiliki website, hampir di setiap meja karyawan terpasang personal komputer, para eksekutif terbiasa dengan notebook,atau Personal Digital Assistance, laporan hasil kerja tidak lagi disajikan hanya dengan kertas, namun dipresentasikan dalam softcopy, lalu lintas elektronik mail semakin meningkat, akses pengguna Internet kantoran menempati ranking teratas, terutama pada jam-jam kantor. Statistik memang menunjukkan peningkaan pemanfaatan komputer, namun kembali ke awal paragraf di atas, kenyataan bahwa pimpinan organisasi belum sepenuhnya paham peran dan fungsi komputer secara khusus maupun teknologi informasi secara umum, meski sudah banyak pemakaian komputer di kantornya, hal-hal seperti ini yang diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas investasi komputer. Artinya, jika dibandingkan dengan investasi sumber daya lain, seperti kendaraan, gedung, mesin-mesin pabrik dan lain sebagainya yang mudah diukur return atas investasi-nya, mestinya investasi teknologi informasi juga dapat diukur tingkat return-nya. Sayangnya, tidak semua organisasi, termasuk yang paling menonjol adalah di organisasi pemerintahan, yang melakukan kajian tingkat kembalian (return on investment = ROI) ketika hendak membeli perangkat teknologi informasi. Kebiasaan yang lazim, sesudah proposal teknis dan anggaran disetujui langsung diikuti dengan pengadaan. Perlu disadari bahwa dalam hal investasi, selalu terjadi persaingan dalam “perebutan” alokasi dana investasi. Selain itu investasi teknologi informasi pada umumnya masih dievaluasi seperti halnya investasi untuk sektor lain. Terkait dengan bagaimana memberi justifikasi pentingnya investasi teknologi informasi dan hubungannya dengan kemampuan pengembalian investasi, Ward (2003) mengatakan there is no simple answer to the question: on what basis should information system and information technology investments be assessed against other investments? Artinya? Hal ini merupakan tantangan segera dibuatnya prinsip dan kebijakan penilaian manfaat investasi sistem informasi dan atau teknologi informasi yang dapat menjadi acuan bagi keputusan dan atau penentuan prioritas investasi. Ada bebeberapa isu penting yang perlu diperhatikan oleh mereka yang diberi kewenangan untuk melakukan investasi teknologi informasi. Pertama, dianjurkan untuk menentukan dasar-dasar pertimbangan dalam investasi. Tidak selalu nilai manfaat investasi teknologi informasi harus dihitung menggunakan ROI, perlu dipertimbangkan pula faktor-faktor non-teknologi, seperti apakah investasi teknologi informasi akan berpotensi meningkatkan penjualan, kepuasan pelanggan, tingkat keuntungan dan lain sebagainya. Guna memudahkan dalam mengukur manfaat, khususnya manfaat keuangan, bagi perusahaan yang akan mengimplementasikan teknologi informasi dalam skala luas dan bersifat strategis perlu memertimbangkan untuk meninjau kembali perlakuan akuntansi yang akan digunakan untuk menilai kinerja investasi teknologi informasi. Data akuntansi sangat penting dalam menghitung manfaat investasi teknologi informasi. Setelah identifikasi dasar-dasar pertimbangan dilakukan, maka langkah kedua adalah menentukan prioritas, dengan memperhatikan cakupan manfaat bisnis dan ekonomi, keterbatasan sumber daya, dan faktor lainnya. Bagaimanapun, dari semua pertimbangan di atas perlu dipilih dan dipilah mana yang harus didahulukan dari lainnya. Prioritas penting terutama jika sumber daya perusahaan tidak mencukupi semua kebutuhan investasi teknologi informasi. Jika prioritas telah ditentukan, sumber daya keuangan dan lainnya yang diperlukan untuk investasi telah dialokasikan, maka langkah ketiga yang disarankan untuk dilakukan adalah melakukan proses pengelolaan dalam mewujudkan manfaat yang diharapkan. Dalam konteks manajemen sistem informasi, langkah ini tergolong operasionalisasi investasi teknologi informasi, tergolong kritis, dan oleh karenanya memerlukan perhatian penuh dari manajemen. Melengkapi tiga langkah sebelumnya, eksekutif perlu menguji resiko investasi berdasarkan karakteristik aplikasi dan pendekatan dalam pengelolaannya. Pada era awal penggunaan sistem informasi identifikasi resiko pemanfaatan teknologi informasi tidak banyak dilakukan. Namun sejalan dengan semakin berperannya komputer dalam kegiatan bisnis dan menjadikan komputer sebagai jantung kehidupan dari organisasi, mulai disadari resiko atas investasi teknologi informasi. Sebagai contoh, jika sebuah bank yang sudah menyelenggarakan layanan online, atau sebuah perusahaan penerbangan yang sudah melayani penjualan tiket melalui Internet, atau perusahaan operator telekomunikasi yang sangat tergantung pada teknologi informasi, semua fasilitas komputernya padam dalam waktu sehari saja, dapat dibayangkan berapa besar potensi kerugian yang diderita oleh perusahaan- perusahaan tersebut. ***** *) Direktur, PT. Pratama Jaringan Nusantara; Ketua, Masyarakat Telematika Indonesia; Dosen Pasca Sarjana, Magister Ilmu Komputer Universitas Budi Luhur, Magister Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).