FKIP_28_SRI SUNARDIYANTO

advertisement
STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN SEKOLAH SEBAGAI MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS ANTI-KORUPSI
Sri Sunardiyanto, Salamah
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui strategi kepala sekolah dalam pelaksanaan
sekolah model berbasis anti-korupsi. 2) Mengetahui pelaksanaan pendidikan anti-korupsi 3)
Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melaksanakan pendidikan
anti-korupsi di SMA N 2 Playen. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian
ini dilaksanakan di SMA N 2 Playen. Fokus penelitian ini adalah strategi kepala dalam
pelaksanaan pendidikan antikorupsi. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara,
observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis Miles dan
Huberman yang meliputidata reduction, datadisplay, dan conclusion drawing/ verification.
Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi. Kesimpulan dalam penelitian ini 1)
Strategi kepala sekolah dalam melaksanakan sekolah model berbasis antikorupsi adalah a)
dengan melakukan sosialisasi visi dan misi sekolah kepada warga sekolah. b) melakukan
pengintegrasian ke dalam perangkat pembelajaran. c) penerapan pada kegiatan proses
belajar mengajar di kelas, d) adanya pelatihan yang diberikan kepada guru dari tim KPK. 2)
Pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen yaitu melalui kegiatan
intrakurikuler, ekstrakurikuler, pengintegrasian terhadap mata pelajaran dan budaya
sekolah. 3) Faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi adalah adanya
dukungan dari tim KPK kepada SMA N 2 Playen untuk menjadi sekolah model berbasis
antikorupsi. Faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi adalah
kurangnya pemahaman guru akan pentingnya pendidikan antikorupsi dan masih terdapat
siswa yang belum peduli dengan pendidikan antikorupsi.
Kata kunci : pelaksanaan pendidikan antikorupsi
PENDAHULUAN
Pendidikan
antikorupsi
yang
diberikan
di
sekolah
diharapkan
dapatmenyelamatkan generasi muda agar
tidak menjadi penerus tindakan tindakan
korup generasi sebelumnya. Dalam
pendekatan pendidikan, manusia disebut
sebagai makhluk eksploratif. Maksudnya
manusia
memiliki
potensi
untuk
berkembang dan dikembangkan. Beberapa
teori pendidikan cenderung menyepakati
bahwa untuk mengembangkan potensi
manusia diperlukan intervensi dari luar
dirinya. Adapun upaya yang di nilai paling
efektif untuk mengembangkan potensi
tersebut adalah melalui aktivitas yang
disebut pendidikan. Wacana di lingkungan
pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini
yang santer di cuatkan oleh para analis
pendidikan adalah tentang perlunya
pendidikan nilai dimasukkan dalam sistem
pendidikan.
Banyak
kalangan
yang
mempertanyakan keberhasilan pendidikan
agama di sekolah. Hal ini dikarenakan
beberapa alasan: (1) rendahnya minat dan
kemauan untuk belajar agama, (2)
rendahnya
kesadaran
mengamalkan
ibadah, (3) rendahnya kemampuan baca
tulis
al-Quran,
(4)
berperilaku
bertentangan dengan ajaran agama yang
dianut seperti melakukan tindak kriminal,
561
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
anarkhis, premanisme, perkelahian antar
pelajar,
konsumsi
minuman
keras,
narkoba, dan lain-lain serta (5) masih
meluasnya korupsi, kolusi, dan nepotisme
di semua sektor kemasyarakatan. Bahkan,
krisis multidimensional yang dialami
bangsa
Indonesia
sesungguhnya
berpangkal pada krisis akhlak atau
moral.Secara umum, hubungan antara nilai
dan pendidikan dapat dilihat dari tujuan
pendidikan itu sendiri. Seperti yang
terdapat
dalam
tujuan
pendidikan
nasional, pengembangan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha
Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung
jawab mengandung sejumlah nilai yang
penting bagi pembangunan karakter
bangsa.
Pendidikan dapat berperan dalam
memberantas
korupsi
secara
tidak
langsung
melalui
pengaitan
materi
pembelajaran secara kontekstual dengan
pesan-pesan yang ingin disampaikan
berkenaan dengan korupsi. Dengan
demikian, dalam pembelajaran, peserta
didik tidak hanya ditekankan pada aspek
kognitif saja dan pendidikan agama islam
harus dikembangkan ke arah internalisasi
nilai (afektif) yang tentunya diimbangi
dengan aspek kognitif, sehingga peserta
didik timbul dorongan yang kuat untuk
mengamalkan ajaran dan nilai-nilai dasar
agama yang telah terinternalisasikan dalam
diri peserta didik.
Pendidikan
antikorupsi
harus
diberikan sejak dini dan dimasukkan
dalam proses pembelajaran mulai dari
tingkat pendidikan dasar, menengah dan
pendidikan tinggi. Hal ini sebagai upaya
membentuk perilaku peserta didik yang
antikorupsi. Pendidikan antikorupsi ini
tidak diberikan melalui suatu mata
pelajaran tersendiri, melainkan dengan
cara mengintegrasikan melalui beberapa
mata pelajaran. Dalam hal ini sekolah
mempunyai peran yang sangat penting
dalam menanamkan antikorupsi untuk
para siswanya. Beberapa program harus
dilaksanakan, agar pendidikan antikorupsi
ini dapat berjalan dengan lancar. Kepala
sekolah merupakan faktor yang penting
dalam melaksanakan pendidikan model
berbasis antikorupsi. Kepala sekolah
seyognya mampu memberikan programprogram yang berhubungan dengan
pendidikan antikorupsi, sehingga kepala
sekolah dapat menentukan strategi-strategi
dalam sekolah tersebut agar
mampu
mengimpelmentasikan
pendidikan
antikorupsi.
Pemahaman siswa di SMA N 2
Playen terhadap korupsi yang terjadi saat
ini
sangat
bermacam-macam
tanggapannya, pada umumnya mereka
sangat tidak setuju dengan sikap para
petinggi negara yang menggunakan uang
negara untuk kepentingan pribadi. Dalam
wawancara yang dilakukan, salah satu
siswa menyebutkan bahwa sebagai
seorang pelajar harus mampu turut serta
dalam penegakan antikorupsi minimal hal
tersebut dilakukan dari diri kita sendiri,
dan masih banyak yang dapat dilakukan
oleh seorang pelajar untuk mewujudkan
antikorupsi tersebut.
Selain itu, para
pendidik di SMA N 2 Playen juga
memberikan dukungan atas pendidikan
anti-korupsi yang diberikan di sekolah,
karena itu dapat membekali para siswa
mempunyai pondasi yang kuat untuk tidak
melakukan tindakan tersebut.
Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk 1) mengetahui trategi kepala sekolah
dalam pelaksanaan sekolah model berbasis
anti-korupsi di SMA N 2 Playen 2)
562
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
Mengetahui pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen 3) Mengetahui
faktor pendukung dan faktor penghambat
dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen Tahun 2017.
dan staf tata usaha untuk tunduk dan
patuh kepada perintahnya
2. Pedidikan antikorupsi
Menurut UU No. 31/ 1999 jo
UU No. 20/2001 tentang tindak pidana
korupsi:
a. Tindakan melawan hukum
untuk memperkaya diri sendiri
yang merugikan
keuangan
negara.
b. Menyalahgunakan kewenangan
untuk memperkaya diri yang
dapat
merugikan
negara,
misalnya menyuap petugas,
pemerasan,gratifikasi,
penggelapan dalam jabatan, dan
tindakan lain yang mendukung
terjadinya
tindak
pidana
korupsi.
KAJIAN PUSTAKA
1. Kepala Sekolah
Kepala
sekolah
sebagai
pemimpin di suatu sekolah memiliki
tanggung jawab yang sangat besar.
Menurut Umiarso dan Imam Ghojali
(2010: 152)
pemimpin menetapkan
kesatuan tujuan dan arah organisasi.
Pemimpin puncak perlu menyusun visi
sekolah dengan jelas dan dilengkapi
dengan sasaran dan tujuan yang
konsisten serta didukung pula dengan
perencanaan taktis dan strategi. Oleh
sebab itu, kesadaran akan kualitas
dalam lembaga pendidikan tergantung
kepada faktor intabiles, terutama sikap
manajemen tingkat atas (pimpinan
lembagapendidikan dasar menengaha
tau kepala sekolah) terhadap kualitas
pendidikan.
Kepala
sekolah
sebagai
pemimpin senantiasa harus mampu
berinteraksi dengan berbagai pihak.
Menurut Dadi Permadi dan Daerng
Arifin (2007: 39) konsep dasar
kepemimpinan meliputi tiga aspek
yaitu pengaruh, kemampuan dan
kepatuhan. Oleh karena itu kepala
sekolah harus dapat memanfaatkan
kekuasaan sebagai pemimpin di
sekolah, secara formal kepala sekolah
adalah pemimpin resmi di sekolah
karena ada legitimasi dari pihak yang
berkuasa dan berwenang baik dari
pemerintah ataupun yayasan. Dengan
legitimasi ini kepala sekolah dapat
memaksa bawahan dalam hal ini guru
Tindakan lain yang mendukung
terjadinya tindak pidana korupsi
diantaranya adalah : merintangi proses
pemeriksaan perkara korupsi dan tidak
memberi keterangan atau memberikan
keterangan yang tidak benar.
METODE PENELITIAN
Jenis
penelitian
ini
adalah
penelitian kualitatif.
Penelitian ini
dilaksanakan di SMA N 2 Playen. Fokus
penelitian ini adalah strategi kepala dalam
pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi.
Metode pengumpulan data menggunakan
wawancara, observasi dan dokumentasi.
Teknik analisis data menggunakan analisis
Miles dan Huberman yang meliputi data
reduction, datadisplay, dan conclusion
drawing/ verification. Teknik keabsahan
data menggunakan triangulasi.
563
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Strategi Kepala Sekolah dalam
Pelaksanaan
Sekolah
Model
Berbasis anti-korupsi di SMA N 2
Playen
a. Sosialisasi visi dan misi sekolah
kepada warga sekolah serta
komite sekolah
Bagi
sekolah
visi
menggambarkan profil sekolah
yang diinginkan di masa
datang. Dalam menentukan visi
tersebut,
sekolah
harus
memperhatikan perkembangan
dan tangangan masa depan.
Dengan adanya visi sekolah
maka
sekolah
sudah
menentukan arah dan kebijakan
serta karakteristik nya.
Visi
SMA N 2 Playen adalah
“Terwujudnya prestasi tinggi di
bidang akademik, olahraga, seni
budaya yang berakhlak mulia
dan ramah semesta”.
Sedangkan misi dalam sebuah
sekolah
juga
merupakan
pernyataan mengenai hal-hal
yang harus dicapai
oleh
sekolah di masa yang akan
datang. Misi SMA N 2 Playen
salah
satunya
yaitu
“Mengoptimalkan pembiasaan
pelaksanaan ibadah, hidup
bersih, berbudaya, anti korupsi,
anti narkoba yang berwawasan
lingkungan”, ini merupakan
salah satu strategi kepala
sekolah untuk melaksanakan
pendidikan antikorupsi di SMA
N 2 Playen
b. Pengintegrasian
ke
dalam
perangkat pembelajaran
Salah
satu
perangkat
pembelajaran
yang
sangat
penting disusun oleh guru
sebagai
pedoman
dalam
pembelajaran di kelas adalah
RPP dan Silabus.
Silabus
meurpakan acuan utama dalam
suatu kegiatan pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran
silabus merupakan penunjuk
arah dari proses pembelajaran
pada
setiapmata
pelajaran.
Dalam silabus tersebut terdiri
dari
materi
pokok/
pembelajaran,
kegiatan
pembelajaran, indikator dan
seterusnya dapat ditetapkan
oleh masing-masing satuan
pendidikan
sejauh
tidak
mengurangi komponen silabus.
Silabus itu sendiri mempunyai
berbagai fungsi 1) sebagai
pedoman
/
acuan
bagi
pengembangan
pembelajaran
lebih
lanjut
yaitu
dalam
penyusunan RPP, pengelolaan
kegiatan
pembelajaran,
penyediaa sumber belajar dan
pengembangan
sistem
penilaian,
2) memberikan
gambaran mengenai pokokpokok program yang akan
dicapai dalam suatu mata
pelajaran 3) sebagai ukuran
dalam melakukan penilaian
keberhasilan suatu program
pembelajaran. Dengan adanya
silabus tersebut maka guru
dapat membuat perencanaan
program belajar selanjutnya
c. Pelatihan
terhadap
guru
mengenai
pendidikan
antikorupsi
564
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
Pendidikan
dan
pelatihan
(diklat)
merupakan
upaya
dalam mengembangkan sumber
daya manusia (SDM) terutama
untuk
mengembangkan
kemampuan intelektual dan
kepribadian manusia. Oleh
karena itu untuk memperoleh
hasil yang maksimal dalam
pengembangan
pegawai
diperlukan pendidikan dan
pelatihan.
Dengan adanya
diklat ini, seseorag akan
mendapatkan
keterampilan,
kecakapan dan sikap yang
diperlukan
oleh
organisasi
dalam
usaha
mencapai
tujuannya. Tujuan diklat bagi
para guru yaitu 1) mampu
meningkatkan kepribadian dan
semangat pengabdian kepada
organisasi, 2) meningkatkan
mutu dan kemampuan serta
keterampilan
baik
dalam
melaksanakan
tugasnya
maupun kepemimpinannya, 3)
melatih dan meningkatkan
mekanisme kerja dan kepekaan
dalam melaksanakan tugas, 4)
melatih dan meningkatkan kerja
dalam
perencanaan
dan
meningkatkan
ilmu
pengetahuan dan keterampilan
kerja.
d. Budaya Sekolah
Pengembangan
pendidikan
antikorupsi melalui budaya
sekolah
atau
pembiasaan
perilaku dimaksudkan untuk
menciptakan
atmosfir
dan
menumbuhkan budaya anti
korupsi di lingkungan sekolah.
Melalui pembiasaan perilaku
akan
terjadi
pengulangan
perilaku secara terus menerus
dalam kurun waktu yang lama
sehingga
perilaku
yang
dilakukan ecara berulang-ulang
tersebut lambat laun secara
pasti akan membiasa dan
membudaya dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Faktor Pendukung dan Faktor
Penghambat
a. Faktor Penghambat
1) Belum
semua
guru
memahami
tentang
pendidikan antikorupsi
Faktor penghambat
dalam
pelaksanaan
Pendidikan antikorupsi di
SMA Negeri 2 Playen masih
terdapat guru yang belum
memahami
tentang
bagaimana pengintegrasian
pendidikan
antikorupsi
dalam
perangkat
pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan
oleh Bu Fadmiyati sebagai
kepala
sekolah
yang
menyebutkan bahwa:
“Faktor
hambatan
dalam pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi di SMA
N 2 Playen ini
menurut saya sangat
kecil ya pak... salah
satunya
masih
terdapat guru yang
belum
memahami
bagaimana
mengintegrasikan
pendidikan
antikorupsi
dalam
perangkat
565
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
pembelajaran
dan
pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi
dalam
proses pembelajaran.
b. Faktor Pendukung
1) Faktor Intern
Faktor
intern
dalam
mendukung
pendidikan
antikorupsi adalah adanya
dukungan dari guru, siswa,
orang tua, dan komite
sekolah.
Komponen
tersebut
mampu
bekerjasama dengan baik,
agar
mewujudkan
pendidikan antikorupsi di
SMA N 2 Playen. Selain itu,
sekolah
juga
membuat
satgas antikorupsi di SMA
N 2 Playen, dengan adanya
satgas antikorupsi di SMA
N 2 Playen dapat membantu
memantau
pelaksanaan
pendidikan antikorupsi di
sekolah.
2) Faktor Ekstern
a) Adanya
guru
yang
diikuti dalam diklat
pendidikan antikorupsi
Kepala sekolah selalu
mengikutkan guru-guru
dalam diklat pendidikan
antikorupsi
yang
dilaksanakan oleh KPK.
Dengan adanya diklat
ini,
guru
dapat
memahami
dan
melaksanakan
pendidikan antikorupsi
sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
b) Adanya
kerjasama
dengan KPK
Kerjasama dengan KPK
sudah dilakukan di SMA
N 2 Playen sudah sejak
3 tahun sebelumnya, hal
ini dilakukan sebagai
Dengan
demikian
hambatan
yang
terjadi
dalam
pelaksanaan
pendidikan antikorupsi di
SMA N 2 Playen disadari
perlu ditindaklanjuti agar
sekolah
dapat
memaksimalkan
pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi
di
sekolah
tersebut.
2) Masih terdapat siswa yang
belum
peduli
tentang
pendidikan antikorupsi
Pelaksanaan
pendidikan antikorupsi di
SMA N 2 Playen melibatkan
seluruh warga sekolah, oleh
karena itu perlu adanya
sikap
kooperatif
antara
guru, siswa, kepala sekolah
dan
komite
sekolah.
Mengingat banyaknya siswa
di SMA N 2 Playen sehingga
guru
benar-benar
kuwalahan
dalam
mengamati perilaku anak
yang
berkaitan
dengan
pendidikan
antikorupsi.
Karakter
masing-masing
anak yang berbeda-beda,
sehingga dalam penanaman
pendidikan
antikorupsi
perlu sekali penanganan
lebih lanjut agar siswa dapat
memahami
pentingnya
pendidikan antikorupsi di
SMA N 2 Playen.
566
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
dukungan
untuk
melaksanakan program
pendidikan antikorupsi
di SMA N 2 Playen.
Berdasarkan
uraian
tersebut
maka
faktor
pendukung dalam pelaksanaan
pendidikan antikorupsi di SMA
N 2 Playen secara tidak
langsung sebagai upaya sekolah
dalam menangani hambatan
yang terjadi dalam menerapkan
pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi di SMA N 2 Playen.
pihak berwenang tentu saja akan
lebih efektif apabila diimbangi
dengan
usaha
pencegahan/preventif.
SMA Negeri 2 Playen
berkomitmen melibatkan seluruh
warga sekolah untuk turut serta
berperan
aktif
dalam
usaha
mewujudkan
pendidikan
anti
korupsi. Berbagai macam program
telah kami laksanakan seperti
memasukkan nilai nilai pendidikan
anti korupsi pada setiap elemen
seperti
dalam
manajemen
pengelolaan
sekolah,
proses
kegiatan
belajar
mengajar,
pembiasaan-pembiasaan, menjalin
kerjasama dengan KPK yang
ditindaklanjuti dengan kunjungan
KPK ke SMA 2 Playen untuk
menindaklanjuti pendidikan anti
korupsi
yang
tengah
kami
dijalankan selain itu kami juga
melibatkan komite dan orang
tua/wali siswa untuk mendukung
dan mengevaluasi program yang
telah kami jalankan.
Strategi
kepala
sekolah
dalam pelaksanaan pendidikan
antikorupsi adalah sebagai berikut:
1) dengan melakukan sosialisasi
visi dan misi sekolah
kepada
warga sekolah.
2)
melakukan
pengintegrasian
ke
dalam
perangkat
pembelajaran.
3)
penerapan pada kegiatan proses
belajar mengajar di kelas, setelah
dalam perangkat pembelajaran
disisipkan nilai
antikorupsi,
kemudian
guru
merealiasikan
dalam program nyata dalam proses
belajar mengajar, disinilah guru
mempunyai andil besar dalam
pelaksanaan
pendidikan
B. Pembahasan Penelitian
1. Strategi kepala sekolah dalam
pelaksanaan
sekolah
model
berbasis antikorupsi di SMA N 2
Playen tahun 2015/2016
Sekolah model berbasis
antikorupsi merupakan sekolah
yang melaksanakan pendidikan
antikorupsi
didalamnya.
Pendidikan
Anti
Korupsi
merupakan
hasil
kesepakatan
bersama
antara
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan pada tahun 2012
sebagai bentuk tindak lanjut dari
Instruksi Presiden RI Nomor 17
Tahun 2011. Menanamkan sikap
dan perilaku anti korupsi sejak dini
menjadi sesuatu yang penting dan
mendesak mengingat banyaknya
kasus korupsi yang belakangan ini
menjadi marak diberitakan. Upaya
pemberantasan korupsi hendaknya
dilakukan oleh seluruh warga
Negara sesuai dengan peranan
masing masing dalam masyarakat.
Proses penegakan hukum terhadap
pelaku korupsi yang dilakukan oleh
567
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
antikorupsi. 4) adanya pelatihan
yang diberikan kepada guru dari
tim KPK. Sekolah mengadakan
kerjasama dengan pihak yang lebih
berkompeten di bidang antikorupsi
yaitu
KPK,
dengan
adanya
kerjasama ini membuat guru
memahami tentang pentingnya
pendidikan antikorupsi.
2. Pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi di SMA N 2 Playen
tahun 2015/2016
Pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi di SMA N 2 Playen
dilakukan
melalui:
kegiatan
intrakurikuler di sekolah, kegiatan
ekstrakurikuler,
pengintegrasian
dalam mata pelajaran dan budaya
sekolah.
Budaya
sekolah
merupakan kebiasaan yang ada di
sekolah yang perlu ditanamkan
agar dalam diri siswa terdaapt
kesadaran
untuk
melakukan
kegiatan tersebut.
Implementasi
pendidikan
anti
korupsi
di
jenjang
sekolah/sekolah bisa menggunakan
strategi eksklusif yang menyajikan
pendidikan antikorupsi sebagai
sebuah
mata
pelajarannamuntidakbersifatkuriku
leratau
dalam
kurikulummuatanlokal(institusiona
l). Menanamkan kebiasaan yang
baikmemang tidak mudah dan
kadang- kadang membutuhkan
waktu
yang
lama
untuk
menanamkan
nilai-nilai
anti
korupsi melalui pembiasaan pada
siswa-siswa Tetapi sesuatu yang
sudah menjadi kebiasaan sukar
pulauntukmengubahnya.Karenaitu
adalah
penting,
pada
awal
kehidupan siswa, menanamkan
nilai-nilai anti korupsi melalui
kebiasaan-kebiasaan yang baik dan
jangan
seklai-kali
mendidik
siswaberdusta,
tidak
disiplin,
menyontek dalam ulangan dan
sebagainya. Untuk mendukung
praktek anti korupsi tersebut
penanaman nilai-nilai anti korupsi
dapat juga ditanamkan melalui
pembudayaan
dalam
seluruhaktivitasdan
suasanasekolah/sekolah.Pembuday
aan
akan
menimbulkan
suatupembiasaan.
Untukmenumbuhkanbudayaanti
korupsisekolah/sekolahperlumeren
csiswaansuatukebudayaan
dan
kegiatan pembiasaan. Bagi siswa
yang masih kecil, pembiasaan
sangat penting. Karena dengan
pembiasaan itulah akhirnya suatu
aktivitas akan menjadi milik siswa
di kemudian hari. Pembiasaan yang
baik akan membentuk sosok
manusia yang berkepribadian yang
baik pula. Sebaliknya,pembiasaan
yang
burukakanmembentuksosokmanusi
a yang berkepribadian yang buruk
pula.
3. Faktor pendukung dan faktor
penghambat dalam melaksanakan
pendidikan antikorupsi di SMA N 2
Playen tahun 2015/2016
Pengembangan pendidikan
antikorupsi melalui budaya sekolah
atau
pembiasaan
perilaku
dimaksudkan untuk menciptakan
atmosfir
dan
menumbuhkan
budaya anti korupsi di lingkungan
sekolah.
Melalui
pembiasaan
perilaku akan terjadi pengulangan
perilaku secara terus menerus
dalam kurun waktu yang lama
568
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
sehingga perilaku yang dilakukan
ecara
berulang-ulang
tersebut
lambat laun secara pasti akan
membiasa dan membudaya dalam
kehidupan
sehari-hari.
Faktor
penghambat dalam pelaksanaan
pendidikan antikorupsi adalah
kurangnya pemahaman guru akan
pentingnya pendidikan antikorupsi
dan masih terdapat siswa yang
belum peduli dengan pendidikan
antikorupsi. Oleh karena itu untuk
mengatasi hal tersebut, sekolah
selalu
berupaya agar mampu
mengatasi
hambatan
tersebut
dengan bekerjasama dengan tim
KPK serta seluruh warga sekolah
untuk saling mendukung dalam
pelaksanaan program pendidikan
antikorupsi di SMA N 2 Playen
N 2 Playen untuk menjadi sekolah
model berbasis antikorupsi. Faktor
penghambat
dalam
pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi
adalah
kurangnya
pemahaman guru akan
pentingnya pendidikan antikorupsi
dan masih terdapat siswa yang belum
peduli dengan pendidikan antikorupsi.
Saran
1. Bagi Sekolah
Sekolah mampu membuat programprogram yang berkaitan dengan
pendidikan
antikorupsi,
sehingga
seluruh
warga
sekolah
dapat
melaksanakan kebiasaan antikorupsi
tanpa ada paksaan dari peraturan
sekolah.
2. Bagi Guru
Guru merupakan pendidik bagi siswa
di sekolah, pentingnya seorang guru
untuk memberikan teladan bagi siswa
sehingga seorang siswa mempunyai
figur guru yang mampu menjadi
panutannya.
Oleh
karena
itu,
pentingnya bagi guru untuk menjaga
kedisiplinan di sekolah.
3. Bagi siswa
Siswa
hendaknya
memperhatikan
segala aturan yang berlaku di sekolah
dan lebih bersikap jujur terhadap
dirinya sehingga sehingga program
pendidikan antikorupsi dapat berjalan
dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Strategi
kepala
sekolah
dalam
melaksanakan sekolah model berbasis
antikorupsi
adalah
1)
dengan
melakukan sosialisasi visi dan misi
sekolah kepada warga sekolah. 2)
melakukan pengintegrasian ke dalam
perangkat pembelajaran. 3) penerapan
pada kegiatan proses belajar mengajar
di kelas, 4) adanya pelatihan yang
diberikan kepada guru dari tim KPK.
2. Pelaksanaan pendidikan antikorupsi di
SMA N 2 Playen yaitu melalui kegiatan
intrakurikuler,
ekstrakurikuler,
pengintegrasian
terhadap
mata
pelajaran dan budaya sekolah. Budaya
sekolah merupakan kebiasaan yang
dilakukan oleh warga sekolah sebagai
wujud pendidikan antikorupsi.
3. Faktor pendukung dalam pelaksanaan
pendidikan antikorupsi adalah adanya
dukungan dari tim KPK kepada SMA
DAFTAR PUSTAKA
Umiarso dan
Imam Ghojali. 2010.
Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi
Pendidikan “Menjual” Mutu Pendidikan
dengan pendekatan Quality Control bagi
Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta:
IrciSod.
569
Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016
ISBN 978-602-73690-6-1
UU No. 31/ 1999 jo UU No. 20/2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Dadi Permadi dan Daeng Arifin. 2007.
Kepemimpinan Transformasional Kepala
Sekolah dan Komite Sekolah. Bandung:
Sarana Panca Karya Nusa.
570
Download