STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN SEKOLAH SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS ANTI-KORUPSI Sri Sunardiyanto, Salamah ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui strategi kepala sekolah dalam pelaksanaan sekolah model berbasis anti-korupsi. 2) Mengetahui pelaksanaan pendidikan anti-korupsi 3) Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melaksanakan pendidikan anti-korupsi di SMA N 2 Playen. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 2 Playen. Fokus penelitian ini adalah strategi kepala dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis Miles dan Huberman yang meliputidata reduction, datadisplay, dan conclusion drawing/ verification. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi. Kesimpulan dalam penelitian ini 1) Strategi kepala sekolah dalam melaksanakan sekolah model berbasis antikorupsi adalah a) dengan melakukan sosialisasi visi dan misi sekolah kepada warga sekolah. b) melakukan pengintegrasian ke dalam perangkat pembelajaran. c) penerapan pada kegiatan proses belajar mengajar di kelas, d) adanya pelatihan yang diberikan kepada guru dari tim KPK. 2) Pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen yaitu melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, pengintegrasian terhadap mata pelajaran dan budaya sekolah. 3) Faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi adalah adanya dukungan dari tim KPK kepada SMA N 2 Playen untuk menjadi sekolah model berbasis antikorupsi. Faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi adalah kurangnya pemahaman guru akan pentingnya pendidikan antikorupsi dan masih terdapat siswa yang belum peduli dengan pendidikan antikorupsi. Kata kunci : pelaksanaan pendidikan antikorupsi PENDAHULUAN Pendidikan antikorupsi yang diberikan di sekolah diharapkan dapatmenyelamatkan generasi muda agar tidak menjadi penerus tindakan tindakan korup generasi sebelumnya. Dalam pendekatan pendidikan, manusia disebut sebagai makhluk eksploratif. Maksudnya manusia memiliki potensi untuk berkembang dan dikembangkan. Beberapa teori pendidikan cenderung menyepakati bahwa untuk mengembangkan potensi manusia diperlukan intervensi dari luar dirinya. Adapun upaya yang di nilai paling efektif untuk mengembangkan potensi tersebut adalah melalui aktivitas yang disebut pendidikan. Wacana di lingkungan pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini yang santer di cuatkan oleh para analis pendidikan adalah tentang perlunya pendidikan nilai dimasukkan dalam sistem pendidikan. Banyak kalangan yang mempertanyakan keberhasilan pendidikan agama di sekolah. Hal ini dikarenakan beberapa alasan: (1) rendahnya minat dan kemauan untuk belajar agama, (2) rendahnya kesadaran mengamalkan ibadah, (3) rendahnya kemampuan baca tulis al-Quran, (4) berperilaku bertentangan dengan ajaran agama yang dianut seperti melakukan tindak kriminal, 561 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 anarkhis, premanisme, perkelahian antar pelajar, konsumsi minuman keras, narkoba, dan lain-lain serta (5) masih meluasnya korupsi, kolusi, dan nepotisme di semua sektor kemasyarakatan. Bahkan, krisis multidimensional yang dialami bangsa Indonesia sesungguhnya berpangkal pada krisis akhlak atau moral.Secara umum, hubungan antara nilai dan pendidikan dapat dilihat dari tujuan pendidikan itu sendiri. Seperti yang terdapat dalam tujuan pendidikan nasional, pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab mengandung sejumlah nilai yang penting bagi pembangunan karakter bangsa. Pendidikan dapat berperan dalam memberantas korupsi secara tidak langsung melalui pengaitan materi pembelajaran secara kontekstual dengan pesan-pesan yang ingin disampaikan berkenaan dengan korupsi. Dengan demikian, dalam pembelajaran, peserta didik tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif saja dan pendidikan agama islam harus dikembangkan ke arah internalisasi nilai (afektif) yang tentunya diimbangi dengan aspek kognitif, sehingga peserta didik timbul dorongan yang kuat untuk mengamalkan ajaran dan nilai-nilai dasar agama yang telah terinternalisasikan dalam diri peserta didik. Pendidikan antikorupsi harus diberikan sejak dini dan dimasukkan dalam proses pembelajaran mulai dari tingkat pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini sebagai upaya membentuk perilaku peserta didik yang antikorupsi. Pendidikan antikorupsi ini tidak diberikan melalui suatu mata pelajaran tersendiri, melainkan dengan cara mengintegrasikan melalui beberapa mata pelajaran. Dalam hal ini sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam menanamkan antikorupsi untuk para siswanya. Beberapa program harus dilaksanakan, agar pendidikan antikorupsi ini dapat berjalan dengan lancar. Kepala sekolah merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan pendidikan model berbasis antikorupsi. Kepala sekolah seyognya mampu memberikan programprogram yang berhubungan dengan pendidikan antikorupsi, sehingga kepala sekolah dapat menentukan strategi-strategi dalam sekolah tersebut agar mampu mengimpelmentasikan pendidikan antikorupsi. Pemahaman siswa di SMA N 2 Playen terhadap korupsi yang terjadi saat ini sangat bermacam-macam tanggapannya, pada umumnya mereka sangat tidak setuju dengan sikap para petinggi negara yang menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi. Dalam wawancara yang dilakukan, salah satu siswa menyebutkan bahwa sebagai seorang pelajar harus mampu turut serta dalam penegakan antikorupsi minimal hal tersebut dilakukan dari diri kita sendiri, dan masih banyak yang dapat dilakukan oleh seorang pelajar untuk mewujudkan antikorupsi tersebut. Selain itu, para pendidik di SMA N 2 Playen juga memberikan dukungan atas pendidikan anti-korupsi yang diberikan di sekolah, karena itu dapat membekali para siswa mempunyai pondasi yang kuat untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk 1) mengetahui trategi kepala sekolah dalam pelaksanaan sekolah model berbasis anti-korupsi di SMA N 2 Playen 2) 562 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 Mengetahui pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen 3) Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen Tahun 2017. dan staf tata usaha untuk tunduk dan patuh kepada perintahnya 2. Pedidikan antikorupsi Menurut UU No. 31/ 1999 jo UU No. 20/2001 tentang tindak pidana korupsi: a. Tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara. b. Menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri yang dapat merugikan negara, misalnya menyuap petugas, pemerasan,gratifikasi, penggelapan dalam jabatan, dan tindakan lain yang mendukung terjadinya tindak pidana korupsi. KAJIAN PUSTAKA 1. Kepala Sekolah Kepala sekolah sebagai pemimpin di suatu sekolah memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Menurut Umiarso dan Imam Ghojali (2010: 152) pemimpin menetapkan kesatuan tujuan dan arah organisasi. Pemimpin puncak perlu menyusun visi sekolah dengan jelas dan dilengkapi dengan sasaran dan tujuan yang konsisten serta didukung pula dengan perencanaan taktis dan strategi. Oleh sebab itu, kesadaran akan kualitas dalam lembaga pendidikan tergantung kepada faktor intabiles, terutama sikap manajemen tingkat atas (pimpinan lembagapendidikan dasar menengaha tau kepala sekolah) terhadap kualitas pendidikan. Kepala sekolah sebagai pemimpin senantiasa harus mampu berinteraksi dengan berbagai pihak. Menurut Dadi Permadi dan Daerng Arifin (2007: 39) konsep dasar kepemimpinan meliputi tiga aspek yaitu pengaruh, kemampuan dan kepatuhan. Oleh karena itu kepala sekolah harus dapat memanfaatkan kekuasaan sebagai pemimpin di sekolah, secara formal kepala sekolah adalah pemimpin resmi di sekolah karena ada legitimasi dari pihak yang berkuasa dan berwenang baik dari pemerintah ataupun yayasan. Dengan legitimasi ini kepala sekolah dapat memaksa bawahan dalam hal ini guru Tindakan lain yang mendukung terjadinya tindak pidana korupsi diantaranya adalah : merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi dan tidak memberi keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 2 Playen. Fokus penelitian ini adalah strategi kepala dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis Miles dan Huberman yang meliputi data reduction, datadisplay, dan conclusion drawing/ verification. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi. 563 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Strategi Kepala Sekolah dalam Pelaksanaan Sekolah Model Berbasis anti-korupsi di SMA N 2 Playen a. Sosialisasi visi dan misi sekolah kepada warga sekolah serta komite sekolah Bagi sekolah visi menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang. Dalam menentukan visi tersebut, sekolah harus memperhatikan perkembangan dan tangangan masa depan. Dengan adanya visi sekolah maka sekolah sudah menentukan arah dan kebijakan serta karakteristik nya. Visi SMA N 2 Playen adalah “Terwujudnya prestasi tinggi di bidang akademik, olahraga, seni budaya yang berakhlak mulia dan ramah semesta”. Sedangkan misi dalam sebuah sekolah juga merupakan pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai oleh sekolah di masa yang akan datang. Misi SMA N 2 Playen salah satunya yaitu “Mengoptimalkan pembiasaan pelaksanaan ibadah, hidup bersih, berbudaya, anti korupsi, anti narkoba yang berwawasan lingkungan”, ini merupakan salah satu strategi kepala sekolah untuk melaksanakan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen b. Pengintegrasian ke dalam perangkat pembelajaran Salah satu perangkat pembelajaran yang sangat penting disusun oleh guru sebagai pedoman dalam pembelajaran di kelas adalah RPP dan Silabus. Silabus meurpakan acuan utama dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran silabus merupakan penunjuk arah dari proses pembelajaran pada setiapmata pelajaran. Dalam silabus tersebut terdiri dari materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator dan seterusnya dapat ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sejauh tidak mengurangi komponen silabus. Silabus itu sendiri mempunyai berbagai fungsi 1) sebagai pedoman / acuan bagi pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu dalam penyusunan RPP, pengelolaan kegiatan pembelajaran, penyediaa sumber belajar dan pengembangan sistem penilaian, 2) memberikan gambaran mengenai pokokpokok program yang akan dicapai dalam suatu mata pelajaran 3) sebagai ukuran dalam melakukan penilaian keberhasilan suatu program pembelajaran. Dengan adanya silabus tersebut maka guru dapat membuat perencanaan program belajar selanjutnya c. Pelatihan terhadap guru mengenai pendidikan antikorupsi 564 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 Pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan upaya dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam pengembangan pegawai diperlukan pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya diklat ini, seseorag akan mendapatkan keterampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. Tujuan diklat bagi para guru yaitu 1) mampu meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada organisasi, 2) meningkatkan mutu dan kemampuan serta keterampilan baik dalam melaksanakan tugasnya maupun kepemimpinannya, 3) melatih dan meningkatkan mekanisme kerja dan kepekaan dalam melaksanakan tugas, 4) melatih dan meningkatkan kerja dalam perencanaan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan kerja. d. Budaya Sekolah Pengembangan pendidikan antikorupsi melalui budaya sekolah atau pembiasaan perilaku dimaksudkan untuk menciptakan atmosfir dan menumbuhkan budaya anti korupsi di lingkungan sekolah. Melalui pembiasaan perilaku akan terjadi pengulangan perilaku secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama sehingga perilaku yang dilakukan ecara berulang-ulang tersebut lambat laun secara pasti akan membiasa dan membudaya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat a. Faktor Penghambat 1) Belum semua guru memahami tentang pendidikan antikorupsi Faktor penghambat dalam pelaksanaan Pendidikan antikorupsi di SMA Negeri 2 Playen masih terdapat guru yang belum memahami tentang bagaimana pengintegrasian pendidikan antikorupsi dalam perangkat pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bu Fadmiyati sebagai kepala sekolah yang menyebutkan bahwa: “Faktor hambatan dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen ini menurut saya sangat kecil ya pak... salah satunya masih terdapat guru yang belum memahami bagaimana mengintegrasikan pendidikan antikorupsi dalam perangkat 565 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 pembelajaran dan pelaksanaan pendidikan antikorupsi dalam proses pembelajaran. b. Faktor Pendukung 1) Faktor Intern Faktor intern dalam mendukung pendidikan antikorupsi adalah adanya dukungan dari guru, siswa, orang tua, dan komite sekolah. Komponen tersebut mampu bekerjasama dengan baik, agar mewujudkan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen. Selain itu, sekolah juga membuat satgas antikorupsi di SMA N 2 Playen, dengan adanya satgas antikorupsi di SMA N 2 Playen dapat membantu memantau pelaksanaan pendidikan antikorupsi di sekolah. 2) Faktor Ekstern a) Adanya guru yang diikuti dalam diklat pendidikan antikorupsi Kepala sekolah selalu mengikutkan guru-guru dalam diklat pendidikan antikorupsi yang dilaksanakan oleh KPK. Dengan adanya diklat ini, guru dapat memahami dan melaksanakan pendidikan antikorupsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b) Adanya kerjasama dengan KPK Kerjasama dengan KPK sudah dilakukan di SMA N 2 Playen sudah sejak 3 tahun sebelumnya, hal ini dilakukan sebagai Dengan demikian hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen disadari perlu ditindaklanjuti agar sekolah dapat memaksimalkan pelaksanaan pendidikan antikorupsi di sekolah tersebut. 2) Masih terdapat siswa yang belum peduli tentang pendidikan antikorupsi Pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen melibatkan seluruh warga sekolah, oleh karena itu perlu adanya sikap kooperatif antara guru, siswa, kepala sekolah dan komite sekolah. Mengingat banyaknya siswa di SMA N 2 Playen sehingga guru benar-benar kuwalahan dalam mengamati perilaku anak yang berkaitan dengan pendidikan antikorupsi. Karakter masing-masing anak yang berbeda-beda, sehingga dalam penanaman pendidikan antikorupsi perlu sekali penanganan lebih lanjut agar siswa dapat memahami pentingnya pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen. 566 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 dukungan untuk melaksanakan program pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen. Berdasarkan uraian tersebut maka faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen secara tidak langsung sebagai upaya sekolah dalam menangani hambatan yang terjadi dalam menerapkan pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen. pihak berwenang tentu saja akan lebih efektif apabila diimbangi dengan usaha pencegahan/preventif. SMA Negeri 2 Playen berkomitmen melibatkan seluruh warga sekolah untuk turut serta berperan aktif dalam usaha mewujudkan pendidikan anti korupsi. Berbagai macam program telah kami laksanakan seperti memasukkan nilai nilai pendidikan anti korupsi pada setiap elemen seperti dalam manajemen pengelolaan sekolah, proses kegiatan belajar mengajar, pembiasaan-pembiasaan, menjalin kerjasama dengan KPK yang ditindaklanjuti dengan kunjungan KPK ke SMA 2 Playen untuk menindaklanjuti pendidikan anti korupsi yang tengah kami dijalankan selain itu kami juga melibatkan komite dan orang tua/wali siswa untuk mendukung dan mengevaluasi program yang telah kami jalankan. Strategi kepala sekolah dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi adalah sebagai berikut: 1) dengan melakukan sosialisasi visi dan misi sekolah kepada warga sekolah. 2) melakukan pengintegrasian ke dalam perangkat pembelajaran. 3) penerapan pada kegiatan proses belajar mengajar di kelas, setelah dalam perangkat pembelajaran disisipkan nilai antikorupsi, kemudian guru merealiasikan dalam program nyata dalam proses belajar mengajar, disinilah guru mempunyai andil besar dalam pelaksanaan pendidikan B. Pembahasan Penelitian 1. Strategi kepala sekolah dalam pelaksanaan sekolah model berbasis antikorupsi di SMA N 2 Playen tahun 2015/2016 Sekolah model berbasis antikorupsi merupakan sekolah yang melaksanakan pendidikan antikorupsi didalamnya. Pendidikan Anti Korupsi merupakan hasil kesepakatan bersama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012 sebagai bentuk tindak lanjut dari Instruksi Presiden RI Nomor 17 Tahun 2011. Menanamkan sikap dan perilaku anti korupsi sejak dini menjadi sesuatu yang penting dan mendesak mengingat banyaknya kasus korupsi yang belakangan ini menjadi marak diberitakan. Upaya pemberantasan korupsi hendaknya dilakukan oleh seluruh warga Negara sesuai dengan peranan masing masing dalam masyarakat. Proses penegakan hukum terhadap pelaku korupsi yang dilakukan oleh 567 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 antikorupsi. 4) adanya pelatihan yang diberikan kepada guru dari tim KPK. Sekolah mengadakan kerjasama dengan pihak yang lebih berkompeten di bidang antikorupsi yaitu KPK, dengan adanya kerjasama ini membuat guru memahami tentang pentingnya pendidikan antikorupsi. 2. Pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen tahun 2015/2016 Pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen dilakukan melalui: kegiatan intrakurikuler di sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, pengintegrasian dalam mata pelajaran dan budaya sekolah. Budaya sekolah merupakan kebiasaan yang ada di sekolah yang perlu ditanamkan agar dalam diri siswa terdaapt kesadaran untuk melakukan kegiatan tersebut. Implementasi pendidikan anti korupsi di jenjang sekolah/sekolah bisa menggunakan strategi eksklusif yang menyajikan pendidikan antikorupsi sebagai sebuah mata pelajarannamuntidakbersifatkuriku leratau dalam kurikulummuatanlokal(institusiona l). Menanamkan kebiasaan yang baikmemang tidak mudah dan kadang- kadang membutuhkan waktu yang lama untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi melalui pembiasaan pada siswa-siswa Tetapi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pulauntukmengubahnya.Karenaitu adalah penting, pada awal kehidupan siswa, menanamkan nilai-nilai anti korupsi melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik dan jangan seklai-kali mendidik siswaberdusta, tidak disiplin, menyontek dalam ulangan dan sebagainya. Untuk mendukung praktek anti korupsi tersebut penanaman nilai-nilai anti korupsi dapat juga ditanamkan melalui pembudayaan dalam seluruhaktivitasdan suasanasekolah/sekolah.Pembuday aan akan menimbulkan suatupembiasaan. Untukmenumbuhkanbudayaanti korupsisekolah/sekolahperlumeren csiswaansuatukebudayaan dan kegiatan pembiasaan. Bagi siswa yang masih kecil, pembiasaan sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik siswa di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya,pembiasaan yang burukakanmembentuksosokmanusi a yang berkepribadian yang buruk pula. 3. Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen tahun 2015/2016 Pengembangan pendidikan antikorupsi melalui budaya sekolah atau pembiasaan perilaku dimaksudkan untuk menciptakan atmosfir dan menumbuhkan budaya anti korupsi di lingkungan sekolah. Melalui pembiasaan perilaku akan terjadi pengulangan perilaku secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama 568 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 sehingga perilaku yang dilakukan ecara berulang-ulang tersebut lambat laun secara pasti akan membiasa dan membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi adalah kurangnya pemahaman guru akan pentingnya pendidikan antikorupsi dan masih terdapat siswa yang belum peduli dengan pendidikan antikorupsi. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut, sekolah selalu berupaya agar mampu mengatasi hambatan tersebut dengan bekerjasama dengan tim KPK serta seluruh warga sekolah untuk saling mendukung dalam pelaksanaan program pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen N 2 Playen untuk menjadi sekolah model berbasis antikorupsi. Faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi adalah kurangnya pemahaman guru akan pentingnya pendidikan antikorupsi dan masih terdapat siswa yang belum peduli dengan pendidikan antikorupsi. Saran 1. Bagi Sekolah Sekolah mampu membuat programprogram yang berkaitan dengan pendidikan antikorupsi, sehingga seluruh warga sekolah dapat melaksanakan kebiasaan antikorupsi tanpa ada paksaan dari peraturan sekolah. 2. Bagi Guru Guru merupakan pendidik bagi siswa di sekolah, pentingnya seorang guru untuk memberikan teladan bagi siswa sehingga seorang siswa mempunyai figur guru yang mampu menjadi panutannya. Oleh karena itu, pentingnya bagi guru untuk menjaga kedisiplinan di sekolah. 3. Bagi siswa Siswa hendaknya memperhatikan segala aturan yang berlaku di sekolah dan lebih bersikap jujur terhadap dirinya sehingga sehingga program pendidikan antikorupsi dapat berjalan dengan baik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Strategi kepala sekolah dalam melaksanakan sekolah model berbasis antikorupsi adalah 1) dengan melakukan sosialisasi visi dan misi sekolah kepada warga sekolah. 2) melakukan pengintegrasian ke dalam perangkat pembelajaran. 3) penerapan pada kegiatan proses belajar mengajar di kelas, 4) adanya pelatihan yang diberikan kepada guru dari tim KPK. 2. Pelaksanaan pendidikan antikorupsi di SMA N 2 Playen yaitu melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, pengintegrasian terhadap mata pelajaran dan budaya sekolah. Budaya sekolah merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh warga sekolah sebagai wujud pendidikan antikorupsi. 3. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi adalah adanya dukungan dari tim KPK kepada SMA DAFTAR PUSTAKA Umiarso dan Imam Ghojali. 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan “Menjual” Mutu Pendidikan dengan pendekatan Quality Control bagi Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: IrciSod. 569 Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2016 ISBN 978-602-73690-6-1 UU No. 31/ 1999 jo UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dadi Permadi dan Daeng Arifin. 2007. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Komite Sekolah. Bandung: Sarana Panca Karya Nusa. 570