BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Upaya pencapaian tujuan bernegara sangat memerlukan peran pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Oleh karena itu, upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004—2009. Upaya ini dilakukan dengan penekanan pada pembangunan aparatur negara melalui pelaksanaan reformasi birokrasi yang berdasarkan pada prinsipprinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu antara lain keterbukaan dan transparansi, akuntabilitas, efektif dan efisien, menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, responsif, dan membuka partisipasi masyarakat. Dalam implementasinya, pelaksanaan reformasi birokrasi difokuskan pada upaya penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur agar memiliki kinerja yang optimal dengan disertai upaya perbaikan tingkat kesejahteraan PNS; peningkatan kualitas pelayanan publik, baik pelayanan dasar maupun pelayanan lainnya; dan pengembangan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif, serta peningkatan akuntabilitas kinerja birokrasi pemerintah. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya sosok dan perilaku birokrasi yang lebih profesional, bertanggung jawab, efisien dan efektif, bersih, bebas KKN, dan dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pelaksanaan RKP dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 bidang penciptaan tata kepemerintahan yang bersih dan berwibawa telah memberikan banyak capaian dan kemajuan yang ditandai dengan adanya perbaikan pada berbagai tatanan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Namun, di samping berbagai kemajuan yang telah dicapai, pemerintah masih dihadapkan pada berbagai permasalahan yang harus diselesaikan untuk lebih meningkatkan kinerja birokrasi. Berbagai permasalahan tersebut, antara lain, adalah (a) penerapan tata pemerintahan yang baik belum menyeluruh pada instansi Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah; (b) sistem dan pelaksanaan pengawasan dan akuntabilitas masih harus ditingkatkan agar lebih efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja pemerintahan; (c) penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan masih perlu dipertajam terutama berdasarkan prinsip-prinsip structure follow function; (d) penerapan sistem merit dalam pengelolaan SDM aparatur negara belum cukup merata dan perlu terus ditingkatkan kualitasnya; (e) belum optimalnya kinerja birokrasi untuk mendukung pelayanan publik, baik pelayanan dasar maupun pelayanan bidang lainnya. Upaya membangun tata pemerintahan yang baik, pada hakikatnya mencakup pula upaya membangun sistem nilai dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa permasalahan yang dihadapi Pemerintah dalam penerapan tata kepemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, antara lain masih perlu ditingkatkannya pemahaman, kesadaran, dan kapasitas pelaku pembangunan khususnya sumber daya manusia aparatur dalam penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di samping itu, belum terdapat sinergi yang optimal antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. 14 - 2 Dalam aspek pengawasan dan akuntabilitas, berbagai permasalahan utama yang dihadapi disebabkan oleh antara lain masih rendahnya kompetensi SDM aparatur pengawasan terutama di lingkungan pemerintah daerah; masih rendahnya tindak lanjut hasil pengawasan dan pemeriksaan untuk perbaikan kinerja dan manajemen pemerintahan; belum adanya standar baku dan penerapan sistem penghargaan dan sanksi kepada pejabat negara dan pegawai negeri; serta belum optimalnya penerapan pengendalian intern di lingkungan instansi pemerintah; belum optimalnya sinergi antara kegiatan pengawasan internal dan eksternal; belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Di samping itu, berkaitan dengan aspek akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, permasalahan yang dihadapi, antara lain belum diterapkannya dengan baik sistem manajemen berbasis kinerja yang terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, sistem pengendalian dan evaluasi. Selanjutnya, upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa masih dihadapkan pula pada permasalahan kelembagaan dan ketatalaksanaan. Permasalahan tersebut adalah, antara lain, struktur organisasi pemerintah yang masih cenderung gemuk serta belum dilandasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang ada. Akibatnya, banyak terjadi tumpang tindih tupoksi, baik dalam lingkungan intansi tersebut maupun dengan instansi lainnya. Meningkatnya jumlah lembaga struktural dan lembaga nonstruktural (LNS) merupakan konsekuensi dari semakin luasnya pelaksanaan tugas-tugas kepemerintahan. Khusus mengenai keberadaan LNS, pembentukannya sebagian besar merupakan pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan sebagai wujud pelaksanaan prinsip good governnance. Keberadaan lembaga nonstruktural (LNS) yang bersifat ad-hoc seperti komisi, dewan, dan lainnya beberapa memang diperlukan untuk yang sifatnya pengarusutamaan (mainstreaming), perhatian khusus serta lintas fungsi. Namun, secara umum pertumbuhan organisasi LNS menambah permasalahan dalam pengaturan kelembagaan, terutama dilihat dari sisi konflik kewenangan dan beban anggaran negara yang makin besar. 14 - 3 Di samping itu, sebagai implikasi kebijakan otonomi daerah, pada beberapa daerah berkembang “egoisme kedaerahan dan politisasi” dalam pembinaan PNS di daerah-daerah. Masalah ini tentu tidak menguntungkan dalam konteks efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, penerapan sistem pembinaan sumber daya manusia aparatur secara keseluruhan termasuk pengembangan, kompetensi, dan karier PNS itu sendiri. Dari aspek ketatalaksanaan, di lingkungan birokrasi Pemerintah memperlihatkan belum optimalnya pengelolaan dokumen dan kearsipan negara; masih lemahnya penerapan prinsipprinsip tata pemerintahan; belum diterapkannya secara konsisten standar pelayanan mutu pelayanan publik; belum merata dan memadainya sarana dan prasarana pelayanan khususnya terkait dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (egovernment); belum diterapkannya secara konsisten dan berkelanjutan sistem manajemen yang berorientasi kinerja di lingkungan instansi pemerintah; serta belum adanya parameter yang valid dan solid sebagai tolok ukur penyelenggaraan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Dalam aspek sumber daya manusia aparatur pun masih dihadapi permasalahan, seperti antara lain masih rendahnya disiplin dan kinerja pegawai; belum diterapkannya standar kompetensi dan indikator kinerja utama bagi setiap PNS; sistem remunerasi pegawai belum berbasis kinerja dan disertai penerapan sistem reward and punishment yang adil; belum sepenuhnya diterapkan pengembangan sistem karier berdasarkan kinerja; proses seleksi, penerimaan dan penempatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) belum sepenuhnya berdasarkan pada analisis kebutuhan dan kompetensi yang diperlukan; dan pendidikan dan pelatihan (diklat) belum sepenuhnya dapat meningkatkan kinerja dan disesuaikan dengan perkembangan fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya, di bidang pelayanan publik, Pemerintah belum dapat sepenuhnya memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, mudah, murah, manusiawi, transparan, dan tidak diskriminatif. Penyebabnya, antara lain, adalah belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK); beberapa sektor 14 - 4 pelayanan publik belum memiliki SPM, dan belum sepenuhnya diimplementasikan secara konsisten; belum efektifnya sistem penanganan pengaduan masyarakat; dan belum diterapkannya manajemen mutu pada sebagian besar unit pelayanan. II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN HASIL YANG DICAPAI DAN HASIL- Pemerintah telah dan terus berupaya untuk menyempurnakan kerangka dan substansi kebijakan nasional dalam pembangunan birokrasi secara menyeluruh. Penyempurnaan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan arah, petunjuk, dan landasan pembangunan birokrasi sehingga terwujud manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien agar mampu memberikan kontribusi yang signifikan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara. Langkah-langkah penyempurnaan kebijakan sebagai landasan pelaksanaan reformasi birokasi, antara lain, ditandai dengan telah terbitnya beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Beberapa peraturan perundang-undangan lainnya telah disiapkan dan disusun, seperti RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Etika (Kode Etik) Penyelenggara Negara, RUU Tata Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan RUU Kepegawaian Negara (Sumber Daya Manusia Aparatur Negara), RUU Sistem Pengawasan Nasional, RUU Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara Negara dan RUU Badan Layanan Umum. Beberapa naskah RUU itu diharapkan dapat segera diselesaikan penyusunan, pembahasan, dan penetapannya menjadi UU. Berbagai capaian dari upaya mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa sampai dengan tahun 2009, antara lain (1) Terlaksananya penyempurnaan dan sosialisasi pedoman dan indikator tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Hal 14 - 5 itu bertujuan untuk membangun komitmen aparatur pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakannya. Selain itu, juga telah dilakukan pilot project penerapan model Island of Integrity di beberapa daerah yang berkomitmen tinggi untuk menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. (2) Telah disusunnya rancangan grand design (rencana induk) Reformasi Birokrasi dan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi sebagai kerangka pikir strategis instansi pemerintah dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan memberikan arah dalam tahap operasional termasuk juga penyusunan juklak/juknis sebagai landasan teknis operasional pelaksanaan reformasi birokrasi, antara lain Pedoman Penyusunan SOP (Standard Operating Procedures) Administrasi Pemerintahan melalui Peraturan Menteri Negara PAN, Nomor PER/21/M.PAN/11/2008, Pedoman Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU) melalui Peraturan Menteri Negara PAN, Nomor PER/20/M.PAN/11/2008, Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Organisasi melalui Peraturan Menteri Negara PAN, Nomor PER/19/M.PAN/11/2008 dan Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah melalui Peraturan Menteri Negara PAN, Nomor PER/4/M.PAN/4/2009; (3) Tersusunnya buku putih tentang Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia Pascaamandemen UUD 1945 dalam rangka pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara yang berisikan arah kebijakan dan strategi pembangunan sistem administrasi negara RI yang sesuai dengan kebutuhan reformasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; (4) Tersusunnya Indeks Tata Pemerintahan yang Baik (Good Public Governance Index). Bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara juga terus ditingkatkan melalui kebijakan, antara lain pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Beberapa kemajuan telah berhasil dicapai, antara lain terlihat dengan makin efektifnya sistem pengawasan serta sistem akuntabilitas kinerja aparatur dalam mewujudkan aparatur negara 14 - 6 yang bersih, akuntabel, bebas KKN, dan berfungsinya pengawasan melekat (waskat) di lingkungan birokrasi pemerintah. Di samping itu, sampai dengan Juni 2009, hasil penting yang dicapai dari pelaksanaan berbagai kebijakan dan kegiatan dalam program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur, antara lain sebagai berikut (1) Meningkatnya jumlah instansi pemerintah yang telah melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) di lingkungan pemerintah pusat dan daerah; (2) Diterbitkannya beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penguatan akuntabilitas dan peningkatan kinerja pada instansi pemerintah, seperti: (a) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; (b) PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan; serta (c) PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah; (3) Meningkatnya kapasitas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui pelaksanaan reformasi serta peningkatan independensi dan kemandirian BPK sebagai badan pemeriksa dengan diterbitkannya UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; (4) Terselenggaranya koordinasi, monitoring, dan evaluasi atas pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) sesuai dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, baik tingkat pusat maupun daerah; (5) Terbangunnya kerjasama antara Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP) dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) berkaitan dengan pelaksanaan audit. Kemudian, hasil audit periode tahun 2005—2009 yang berasal dari audit keuangan, audit operasional, audit kinerja, dan audit investigasi nontindak pidana korupsi (non-TPK) 50.863 kejadian senilai Rp33.871,23 miliar dan telah ditindaklanjuti sebanyak 35.232 kejadian senilai Rp23.479,22 miliar dengan rincian sebagai berikut: 14 - 7 Tabel 14.1 Jumlah Temuan Hasil Audit yang Berasal dari Audit Keuangan, Audit Operasional, Audit Kinerja, dan Audit Investigasi Nontindak Pidana Korupsi 2005—2009*) TEMUAN PEMERIKSAAN Tahun TEMUAN YANG TELAH DITINDAK LANJUTI TEMUAN YANG BELUM DITINDAKLANJUTI (SALDO) Kejadi an Nilai Kejadi an 2005 12.701 3.741.877.084.681,40 10.909 2006 11.428 13.915.303.743.624,70 8.982 10.511.294.869.814,40 2.446 3.404.008.873.810,35 2007 13.750 5.367.676.177.020,60 9.588 4.029.317.915.946,39 4.162 1.338.358.261.074,21 Nilai 3.133.569.282.103,85 Kejadi an 1.792 Nilai 608.307.802.577,55 2008 9.959 7.627.129.860.394,30 5.152 5.709.269.663.648,89 4.807 1.917.860.196.745,41 2009*) 3.025 3.219.244.042.518,24 601 95.770.814.608,32 2.424 3.123.473.227.909,92 Jumlah 50.863 33.871.230.908.239,20 35.232 23.479.222.546.121,90 15.631 10.392.008.362.117,40 Sumber Keterangan : BPKP : *) Sampai dengan Mei 2009 Dalam mendorong terwujudnya tata pemerintahan yang bersih, pemerintah juga melaksanakan pengawasan represif yang merupakan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan melalui audit investigatif dan sinergi dengan aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasaan Korupsi). Jumlah kasus yang telah diserahkan kepada penegak hukum dalam periode tahun 2004 s.d. 31 Mei 2009 adalah 786 kasus dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp2.323,60 milliar dan US$ 26,54 juta. Rincian mengenai jumlah kasus yang diserahkan kepada aparat penegak hukum terdapat dalam tabel berikut ini (Tabel 14.2). Di samping itu, dalam semester I TA 2008, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan keuangan atas 88 laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) dan badan lainnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan keuangan atas laporan keuangan kementerian dan lembaga Tahun 2007, di bawah ini disajikan rekapitulasi jumlah pendapat/opini atas LKKL Tahun 2007 disertai dengan LKKL tahun 2006 sebagai pembanding (Tabel 14.3). 14 - 8 Tabel 14.2 Jumlah Hasil Audit Investigasi yang Diserahkan ke Aparat Penegak Hukum 2004—2009*) Jumlah Kerugian Negara/Daerah Instansi Tahun Kasus Penyidik Rp miliar US$ juta 2004 14 28,37 0 2005 69 177,32 0,05 2006 76 119,66 0 Kejaksaan 2007 74 91,32 0 2008 88 189,35 0 2009 *) 29 72,8 0 Jumlah 350 678,82 0,05 2004 15 39,91 7,87 2005 60 184,87 0,1 2006 68 117,79 0 Kepolisian 2007 76 249,64 0 2008 71 109,47 11,64 2009 *) 20 20,35 0 Jumlah 310 722,03 19,61 2004 7 54,84 0 2005 28 171,02 6,84 2006 37 428,23 0,04 KPK 2007 38 202,39 0 2008 15 64,03 0 2009 *) 1 2,24 0 Jumlah 126 922,75 6,88 TOTAL 786 2.323,6 26,54 Sumber : BPKP Keterangan : *) s.d 31 Mei 2009 14 - 9 Tabel 14.3 Rekapitulasi Pendapat/Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) 2006—2007 Uraian 2006 2007 Jumlah K/L % Jumlah K/L % Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 7 13 19 22 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 37 43 31 35 Tidak Memberikan Pendapat (TMP) 35 43 37 42 Tidak Wajar (TW) 0 0 1 1 Jumlah 83 100 88 100 Opini BPK Sumber Keterangan : IHP-BPK Semester I Tahun 2008 : Opini WTP-DPP masuk dalam Opini WTP Sementara itu, perkembangan opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2006 dan Tahun 2007 yang telah diaudit oleh BPK adalah sebagai berikut (Tabel 14.4). Selanjutnya, Pemerintah menyadari bahwa salah satu faktor penentu peningkatan kinerja pengawasan adalah tersedianya aparat pengawasan yang kompeten. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kompetensi aparat pengawasan, telah diselenggarakan program beasiswa bagi 677 orang aparat pengawasan intern pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. 14 - 10 Tabel 14.4 Rekapitulasi Pendapat/Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2006—2007 Uraian 2006 2007 Jumlah Pemda % Jumlah Pemda % 3 1 4 1 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 326 70 283 61 Tidak Memberikan Pendapat (TMP) 106 23 120 26 Tidak Wajar (TW) 28 6 59 12 Jumlah 463 100 466 100 Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Sumber : IHP-BPK Semester II Tahun 2008 Dengan berbagai upaya tersebut, telah dapat diwujudkan pemerintahan yang makin bersih, yang antara lain ditandai dengan membaiknya nilai IPK Indonesia yang dikeluarkan oleh transparansi internasional dari tahun ke tahun, yaitu 2,0 (2004), 2,2 (2005), 2,4 (2006), 2,3 (2007), dan 2,6 (2008). Hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan Pemerintah, antara lain (1) terbitnya UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagai upaya untuk mengatur kelembagaan kementerian; (2) ditetapkannya PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Perubahan atas PP Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang telah disosialisasikan secara bertahap ke daerah-daerah agar tercipta persepsi yang sama dalam upaya penataan kelembagaan 14 - 11 organisasi satuan kerja perangkat daerah yang lebih proporsional, efektif, dan efisien serta benar-benar sesuai dengan kebutuhan nyata daerah; (3) tersusunnya Rancangan Undangan-Undang (RUU) tentang Badan Layanan Nirlaba/Umum. RUU ini dibutuhkan untuk mengondisikan unit pelayanan teknis (UPT) dan badan layanan umum menjadi satu badan yang mandiri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; (4) tersusunnya RUU tentang Kearsipan yang merupakan revisi UU No. 7 Tahun 1971. Implementasi reformasi birokrasi di lingkungan birokrasi Pemerintah telah dilakukan di beberapa instansi pusat, yakni Depkeu, MA, dan BPK. Meskipun masih terbatas pada beberapa instansi, pilot pelaksanaan reformasi birokrasi tersebut diharapkan menjadi referensi/dasar bagi penerapan secara lebih komprehensif sistematis di seluruh instansi. Pada dasarnya setiap instansi dapat memulai inisiatif reformasi birokrasi pada tiap-tiap instansinya berdasarkan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, sebagaimana telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri PAN Nomor PER/15/M.PAN/7/2008. Di samping itu, sampai dengan tahun 2009 ini diharapkan telah dapat diselesaikansebagai berikut (1) pedoman penerapan sistem manajemen kinerja untuk instansi pemerintah; (2) pedoman penataan kelembagaan quasi birokrasi dan kelembagaan birokrasi; dan (3) pemanfaatan e-government dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan; (4) tersusunnya profil manajemen di instansi pemerintah; (5) tersusunnya organisasi dan tata kerja seluruh lembaga pemerintah, baik kementerian dan lembaga pemerintah nondepartemen (LPND) maupun lembaga nonstruktural. Sementara itu, beberapa hal yang telah dicapai antara lain (1) terselamatkannya arsip/dokumen pertanahan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi NAD pascabencana gempa bumi dan tsunami; (2) terdokumentasikannya dokumen/arsip negara periode Kabinet Gotong Royong dan Kabinet Persatuan Nasional; (3) terdokumentasikannya Arsip Pemilu 2004 dan arsip pemilihan kepala daerah (pilkada); (4) tersedianya Jaringan Informasi Kearsipan Nasional (JIKN); (5) terdokumentasikannya wawancara sejarah lisan dengan tema kembalinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke pangkuan ibu pertiwi; (6) terhimpunnya berkas-berkas 14 - 12 tentang batas negara dan berkas-berkas dalam rangka membantu penyelesaian sengketa perbatasan antarprovinsi dan antarkabupaten/kota; (7) tersusunnya dan terdistribusikannya citra daerah provinsi kepada pemerintah provinsi dan konsep citra nusantara; (8) terdistribusikannya unit mobil layanan masyarakat sadar arsip kepada pemerintah provinsi. Peningkatan kualitas SDM aparatur juga menjadi perhatian Pemerintah. Kebijakannya diarahkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan PNS agar dapat bekerja secara profesional, memiliki kompetensi yang memadai, dan memperoleh pendapatan yang adil dan layak. Beberapa konsep kebijakan yang telah berhasil dirumuskan dalam rangka peningkatan kualitas SDM aparatur antara lain sebagai berikut: (1) tersusunnya naskah akademik RUU Kepegawaian Negara yang meliputi manajemen kepegawaian pada cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta penyelenggara negara lainnya. RUU ini merupakan payung hukum bagi pembangunan sistem manajemen kepegawaian berbasis kinerja; dan (2) tersusunnya konsep penyempurnaan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang SDM aparatur, yaitu RPP tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS sebagai pengganti PP No. 10/1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS, RPP tentang Peraturan Disiplin PNS sebagai pengganti PP Nomor 30/1980, RPP tentang Pemberhentian PNS sebagai pengganti PP Nomor 32/1979, Rancangan Perpres tentang Penilaian, Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian dari dan dalam Jabatan Struktural, dan Rancangan Perpres tentang Diklat Prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Di samping itu, terdapat kebijakan-kebijakan yang telah ditempuh, antara lain sebagai berikut: (1) pemberian gaji ke-13 baik di instansi pusat maupun di daerah, kenaikan gaji pokok pegawai rata-rata 15 persen, kenaikan tunjangan struktural rata-rata 22,2 persen, dan kenaikan tunjangan fungsional rata-rata 32,2 persen; (2) penataan kepegawaian dan peningkatan fungsi pelayanan publik di NAD setelah tsunami; (3) terselenggaranya pusat penilaian PNS (assessment center) di berbagai instansi; (4) tersusunnya pedoman penyusunan standar kompetensi jabatan struktural dan fungsional 14 - 13 PNS serta pedoman pelaksanaan evaluasi jabatan dalam rangka penyusunan klasifikasi jabatan nasional PNS yang keduanya merupakan acuan bagi instansi pusat dan daerah dalam menyusun standar kompetensi dan evaluasi jabatan pada tiap-tiap instansi; (5) penataan sistem administrasi kepegawaian PNS termasuk melalui penetapan pilot project KPE (Kartu Pegawai Elektronik) pada beberapa instansi pusat dan daerah; (6) pengembangan layanan pengadaan secara elektronik (e-procurement); (7) akreditasi 64 lembaga diklat pemerintah, baik di pusat maupun di daerah dalam penyelenggaraan diklat struktural dan 8 lembaga diklat pemerintah pusat dan provinsi dalam penyelenggaraan diklat teknis; (8) membina widyaiswara sebanyak 3.272 orang, dan menghasilkan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (diklatpim) masing-masing; (a) Diklatpim Tk. I berjumlah 371 alumni, (b) Diklatpim Tk. II berjumlah 19.812 alumni, (c) Diklatpim Tk. III berjumlah 32.369 alumni, dan (d) Diklatpim Tk. IV berjumlah 60.131 alumni, serta Diklat Prajabatan masing-masing; (a) golongan III berjumlah 244.897 alumni, (b) golongan II berjumlah 593.365 dan (c) golongan I berjumlah 67.858 alumni; serta (9) tersedianya tenaga fungsional kearsipan masing-masing 458 asiparis ahli dan 2.910 arsiparis terampil. Pelayanan publik merupakan inti fungsi birokrasi. Langkah kebijakan yang telah ditempuh dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik dititikberatkan pada terselenggaranya pelayanan publik yang cepat, mudah, murah, dan transparan melalui, antara lain sebagai berikut: (1) perbaikan standar pelayanan terpadu Samsat; (2) penyederhanaan prosedur perizinan; (3) perbaikan administrasi perpajakan serta administrasi kepabeanan dan cukai; (4) penataan administrasi kependudukan; (5) pemberlakuan sertifikasi bagi pengelola kegiatan pengadaan barang/jasa publik; dan (6) peningkatan pelayanan di bidang pertanahan. Di samping, itu berbagai capaian dalam upaya meningkatkan pelayanan publik, antara lain, adalah sebagai berikut: (1) diterapkannya PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang selanjutnya dioperasionalisasikan melalui Permendagri No. 6 tahun 2007 tentang 14 - 14 Petunjuk Teknis Penyusunan SPM; (2) ditetapkannya UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; (3) dilakukannya penyempurnaan Sistem Koneksi Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi antarinstansi terkait; (4) tersusunnya SPM di bidang kesehatan, sosial, lingkungan hidup, dan pemerintahan dalam negeri di kabupaten/kota; (5) pemanfaatan digital government services (DGS) untuk pendidikan, industri, pedagangan, tenaga kerja, pariwisata dan kesehatan di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) Istimewa (DI) Yogyakarta; (6) terbangunnya unit pelayanan terpadu satu pintu di beberapa provinsi, kabupaten/kota sebagai upaya mempermudah pelayanan perizinan dan investasi; (7) didorong dan difasilitasinya penerapan OSS (one stop service) dan ISO-9001:2000 (Sistem Manajemen Mutu) pada unit-unit pelayanan publik yang akan dikembangkan secara terus-menerus di seluruh Indonesia. Hingga pertengahan tahun 2008, jumlah unit pelayanan yang sudah membangun sistem manajemen mutu adalah 93 unit pelayanan, sedangkan yang sedang membangun sistem manajemen mutu adalah 31 unit pelayanan; (8) penyebaran kiat dan terobosan keberhasilan beberapa daerah dalam meningkatkan pelayanan publik melalui penerapan pelayanan terpadu yang disusun dalam buku Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Publik (best practices); (9) terbentuknya dan terselenggaranya layanan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement) sebagai bagian dari peningkatan pelayanan publik dan akuntabilitas sebanyak 23 unit layanan yang tersebar di 14 provinsi. Jumlah yang sudah dilelangkan melalui eprocurement sampai dengan Tahun 2009 sebanyak 619 paket; (10) penyelenggaaan/fasilitasi ujian sertifikasi pengadaan barang/jasa pemerintah hingga tahun 2009 telah menghasilkan sebanyak 35 ribu aparat yang lulus dan memiliki sertifikat; dan (11) tersusunnya rekomendasi kebijakan di bidang pelayanan publik antara lain: (a) pedoman peyusunan prosedur standar operasi (standard operating procedures), (b) penetapan indeks pelayanan publik bagi provinsi, kabupaten, dan kota, (c) penerapan model penilaian kinerja pelayanan publik secara mandiri dan hubungan pola perilaku kepemimpinan dengan penerapan budaya kerja di lingkungan sektor publik. Sementara itu, di lingkungan pemerintah daerah terdapat 14 - 15 beberapa capaian antara lain sebagai berikut (1) Terselenggaranya semi e-procurement di beberapa instansi pemerintah daerah; (2) Terbangunnya unit pelayanan terpadu satu pintu di pusat dan di daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang merupakan peningkatan kewenangan unit pelayanan satu atap. Sampai dengan pertengahan tahun 2008 jumlah unit pelayanan terpadu satu pintu telah mencapai sebanyak 175 unit pelayanan; (3) meningkatnya layanan kearsipan di lingkungan pemerintah daerah dengan penyerahan 19 mobil yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk memudahkan layanan kearsipan. III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagaimana harapan kita semua, langkah-langkah kebijakan dan kegiatan untuk mendukung keberhasilan reformasi birokrasi akan terus dilanjutkan. Upaya meningkatkan penerapan tata pemerintahan yang baik akan dilakukan melalui peningkatan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance) secara berkelanjutan pada semua tingkat dan lini pemerintahan serta pada semua kegiatan dengan melibatkan berbagai pihak termasuk peran aparat pengawasan intern pemerintah (APIP). Di samping itu, dilakukan upaya penerapan indeks good public governance secara berkelanjutan di lingkungan Pemerintah Pusat dan daerah. Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan dan akuntabilitas aparatur pemerintah, beberapa upaya yang akan dilanjutkan antara lain (a) peningkatan koordinasi dan sinergi pengawasan intern, pengawasan ekstern, dan pengawasan masyarakat; (b) percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan dan pemeriksaan; dan (c) peningkatan budaya organisasi aparatur yang profesional, produktif, serta berorientasi pada peningkatan kinerja dan bertanggung jawab. Sementara itu, upaya pembenahan sistem manajemen pemerintahan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan 14 - 16 evaluasi kinerja kebijakan dan program pembangunan akan dilanjutkan melalui penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan agar lebih efisien dan efektif dan dapat mendukung pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan, antara lain, melalui (a) penyempurnaan struktur organisasi agar lebih ramping, tetapi kaya fungsi; (b) perbaikan sistem dan prosedur kerja yang jelas di lingkungan instansi pemerintah; (c) pengembangan budaya kerja yang berorientasi pada pelayanan; (d) penerapan indikator kinerja yang terukur di instansi Pemerintah. Di samping itu, reformasi birokrasi yang sudah dilaksanakan di tiga instansi (Depkeu, BPK, dan MA) akan diperluas pelaksanaannya di instansi-instansi lainnya. Untuk pembenahan manajemen sumber daya manusia aparatur atau kepegawaian, akan dilakukan langkah-langkah tindak lanjut antara lain (a) perbaikan sistem remunerasi yang adil, layak, dan berbasis kinerja; (b) penyempurnaan sistem penilaian prestasi kerja sumber daya manusia aparatur; (c) pembinaan karier pegawai dan audit kinerja pegawai berbasis prestasi kerja; (d) penerapan sistem reward dan punishment yang memadai dalam pembinaan pegawai; (e) penyempurnaan sistem rekrutmen serta pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi; dan (f) mewujudkan sistem informasi manajemen kepegawaian secara terpadu. Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik akan dilanjutkan melalui (a) mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (e-services) dalam pelayanan publik termasuk penyempurnaan pengaturan penyelenggaraan e-procurement sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; (b) memperbaiki, mengembangkan, dan menyusun kebijakan pelayanan publik untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan; (c) menetapkan standar pelayanan publik sesuai dengan hasil indeks kepuasan masyarakat dan hasil evaluasi transparansi dan akuntabilitas aparatur; dan (d) mengembangkan nomor induk kependudukan (NIK) atau single identity number (SIN) serta pembentukan/penataan sistem koneksi (inter-phase) tahap awal NIK dengan sistem informasi di kementerian/lembaga terkait. Di samping itu, diperlukan peraturan perundang-undangan lainnya dalam upaya pelaksanaan UU tentang Pelayanan Publik. 14 - 17 Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan dapat terwujud sosok pemerintahan yang lebih efektif, efisien, bersih, dan akuntabel serta mampu memberikan pelayanan publik yang lebih berkualitas kepada masyarakat. 14 - 18