Referat Uveitis Anterior Oleh: Davin Pannaausten 11.2013.307 Penguji : dr. Vanessa M T, SpM Fakultas Kedokteran UKRIDA Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Periode 24 Agustus s/d 26 September 2015 RS Family Medical Center (FMC), Sentul PENDAHULUAN Uvea merupakan lapisan kedua dalam mata, di dalam sklera dan di luar retina. Uvea merupakan lapisan yang memiliki banyak pembuluh darah yang memperdarahi keseluruhan bola mata. Lapisan ini dapat mengalami peradangan. Peradangan dapat terjadi di bagian anterior, dimana terdapat iris dan badan silier, di intermediate, yang berada di bagian belakang badan silier dan retina perifer, dan posterior, yang berada tepat di belakang retina. Pada tulisan ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai uveitis anterior, mengenai gejala, penyebab, dan cara penanganannya, serta prognosisnya terhadap penglihatan. Untuk itu, akan diberikan pula sebuah ilustrasi kasus uveitis anterior sebelum diberikan tinjauan pustaka lebih lanjut. Anatomi mata ILUSTRASI KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk –Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : September 2015 SMF ILMU PENYAKIT MATA Rumah Sakit Family Medical Center-Sentul Tanda Tangan Nama : Davin Pannaausten NIM : 11-2013-307 Dr. Pembimbing : dr. Vanessa M T,SpM. ------------------- STATUS PASIEN I. II. IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Tanggal Pemeriksaan : Ny N.Y : 44 tahun : Perempuan : Ibu rumah tangga : 8 September 2015 ANAMNESIS Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 10 September 2015 Keluhan Utama: Mata sebelah kiri tiba-tiba buram sejak 1 minggu SMRS Keluhan Tambahan: Mata kiri terasa silau saat berada di ruang yang terang atau di luar ruangan pada siang hari Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluh mata kirinya buram sejak satu minggu yang lalu saat bangun pagi. Pasien tidak merasa matanya gatal. Tidak ada rasa nyeri pada mata atau mata merah. Mata tidak terasa semakin buram dalam 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluh matanya terasa silau apabla berada di ruangan yang terang atau berada di luar ruangan pada siang hari. Riwayat trauma disangkal. Pasien tidak melihat ada awan, tidak merasa penglihatannya berkabut, tidak melihat gambaran seperti pelangi, tidak merasa sakit di sekitar mata Riwayat Penyakit Dahulu a. Umum - Asthma - Hipertensi - Diabetes Melitus - Stroke - Alergi - Sakit gigi : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada b. Mata - Riwayat sakit mata sebelumnya - Riwayat penggunaan kaca mata - Riwayat operasi mata - Riwayat trauma mata sebelumnya III. : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga: Penyakit mata serupa : tidak ada Penyakit mata lainnya : tidak ada Asthma : tidak ada Diabetes : tidak ada Glaukoma : tidak ada Alergi : tidak ada PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80mmHg Nadi : 96 x/menit Respirasi : 20 x/menit Suhu : afebris B. STATUS OPTHALMOLOGIS KETERANGAN 1. VISUS Visus PH Koreksi OD 1,0 --- 2. KEDUDUKAN BOLA MATA Eksoftalmos Tidak ada Enoftalmos Tidak ada Deviasi Tidak ada Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah OS 0,8-2 1,0-2 S -0,50 C-1,75x70o 1,00 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Bebas ke segala arah Strabismus Nistagmus 3. SUPERSILIA Warna Simetris Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Hitam Simetris Hitam Simetris 4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR Edema Tidak Ada Hiperemis Tidak Ada Nyeri tekan Tidak Ada Ektropion Tidak ada Entropion Tidak ada Blefarospasme Tidak ada Trikiasis Tidak ada Sikatriks Tidak ada Ptosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR Hiperemis Tidak Ada Krepitasi Tidak ada Folikel Tidak ada Papil Tidak ada Sikatriks Tidak ada Anemis Tidak ada Lithiasis Tidak ada Korpus alienum Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 6. KONJUNGTIVA BULBI Sekret Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliar Pendarahan Subkonjungtiva Pterigium Pinguekula Nevus Pigmentosus Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 7. SKLERA Warna Ikterik Putih Tidak Ada Putih Tidak ada 8. KORNEA Kejernihan Permukaan Infiltrat Jernih Rata Tidak ada Jernih Rata Tidak ada Ulkus Perforasi Arkus Senilis Edema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 9. BILIK MATA DEPAN Kedalaman Kejernihan Hipopion Intraocular lense Dalam Jernih Tidak ada Tidak ada Dalam Jernih Tidak ada Tidak ada Coklat Coklat, iris pigmen tersebar di pupil 10. IRIS Warna 11. PUPIL Letak Bentuk Refleks Cahaya Langsung Refleks Cahaya Tak Langsung 12. LENSA Kejernihan Letak Ditengah Bulat + + Jernih Di tengah 13. FUNDUS OCULI Batas Tegas Warna Orange Ekskavasio Tidak ada Rasio Arteri : Vena 2:3 C/D Ratio 0,4 Macula Lutea Refleks + Retina Tidak tampak kelainan Eksudat Tidak ada Perdarahan Tidak ada Sikatriks Tidak ada Ablasio Tidak ada 14. PALPASI Nyeri Tekan Massa Tumor Tensi Oculi Tidak ada Tidak ada N/palpasi Ditengah Sinekia posterior di jam 6,7,8,9 + + Jernih Di tengah Tegas Orange Tidak ada 2:3 0,4 Refleks + Tidak tampak kelainan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada N/palpasi Gambaran hasil pemeriksaan slit lamp pada pasien IV. RESUME Anamnesis Pasien perempuan berusia 44 tahun datang dengan keluhan mata kirinya buram sejak satu minggu SMRS. Pasien tidak merasa matanya gatal, nyeri atau merah. Mata tidak terasa semakin buram dalam 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluh matanya terasa silau apabla berada di ruangan yang terang atau berada di luar ruangan pada siang hari. Riwayat trauma disangkal. Riwayat penyakit lain pada mata disangkal. Dari status oftalmologis didapatkan : OD 1,0 Jernih Dalam coklat Bulat, V. VI. Visus Kornea COA Iris refleks cahaya Pupil OS 0,8-2 PH 1,0-2 Jernih Dalam Coklat, pigmen tersebar di pupil Sinekia posterior di arah positif jam 6,7,8,9 refleks cahaya Jernih Tidak tampak kelainan Lensa Funduskopi positif Jernih Tidak tampak kelainan N/palpasi Tekanan bola mata N/palpasi DIAGNOSIS KERJA Uveitis anterior OS PENATALAKSANAAN Medikamentosa : Cyclopentolate 0,5% ed S 3ddgtt1 Dexamethasone 0,1% ed S 3ddgtt1 Non-medikamentosa : Melakukan rujukan ke spesialis mata VII. iris PROGNOSIS OCCULI DEXTRA (OD) OCCULI SINISTRA (OS) Ad Visam Ad Fungsionam : : Bonam Bonam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam Ad Sanationam : Bonam Dubia ad Bonam TINJAUAN PUSTAKA UVEITIS ANTERIOR Uveitis anterior, atau yang kadang disebut iridosiklitis, merupakan peradanagn pada uvea bagian anterior yang terdiri dari iris dan badan silier. Peradangan ini dapat disebabkan oleh berbagai factor, meski pada umumnya uveitis anterior merupakan masalah autoimun. KLASIFIKASI Secara klinis uveitis dibedakan menjadi akut dan kronis. Uveitis akut terjadi apabila gejala timbul secara tiba-tiba dan berlangsung selama 6 minggu atau kurang. Uveitis kronis adalah apabila perjalanan uveitis terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. Uveitis yang kronik lebih sering muncul dibanding uveitis akut. 1,2 Uveitis anterior dapat bersifat granulomatosa maupun non-granulomatosa. Uveitis anterior yang bersifat granulomatosa menunjukkan reaksi sel yang dominan, yakni berupa sebukan limfosit dan makrofag, dengan reaksi vaskuler yang minimal, tanpa adanya rasa nyeri, tanpa adanya hyperemia, ataupun lakrimasi.1,2 Uveitis anterior yang bersifat non-granulomatosa menunjukkan reaksi vascular yang dominan, yang mengakibatkan munculnya injeksi silier, hyperemia, lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar, serta adanya fotofobia. Pada uveitis anterior non- granulomatosa juga terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah, yang mengakibatkan terjadinya transudasi ke bilik mata depan, yang akhirnya menyebabkan turunnya visus / penglihatan pada penderita. 2-4 Tabel1. Uveitis granulomatosa vs non-granulomatosa PENYEBAB UVEITIS ANTERIOR Penyebab uveitis anterior dapat berasal dari infeksi ataupun non-infeksi. 90% diantaranya disebabkan oleh factor autoimun. Berikut merupakan faktor-faktor yag diasosiasikan dengan uveitis anterior: HLA B-27 HLA (human leukocyte antigen) B merupakan salah satu molekul di permukaan sel yang dikode oleh sebuah lokus MHC (major histocompatibility complex) yang terdapat di kromosom 6. Salah satu diantaranya adalah HLA B-275-6 Di antara mereka yang memiliki HLA B-27 di tubuhnya, 70-80% tidak menimbulkan gejala apapun. Sementara sisanya dapat memberikan gejala sebagai berikut 1. 2. 3. 4. 5. 6. Uveitis anterior Spondiloarthropati Ankylosing spondylitis Reiter’s disease dan artritis reaktif Sinovitis enteropati IBD (inflammatory bowel diseases) Uveitis anterior yang berhubungan dengan HLA-B27 merupakan penyebab tersering uveitis anterior setelah uveitis anterior idiopatik. Pada populasi tertentu prevalensi uveitis anterior akibat HLA B-27 dapat mencapai 40-70% dari uveitis anterior keseluruhan. Kondisi ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.1,4-6 Pada umumnya uveitis anterior akibat HLA B-27 muncul secara mendadak pada pasien muda. Awalnya uveitis anterior muncul pada 1 mata, namun pada umumnya akan menjadi bilateral, meski asimetris. Inflamasi pada umumnya lebih berat dari kasus-kasus uveitis anterior yang idiopatik. Dan sering kali berhubungan dengan terbentuknya reaksi fibrin (25%), hipopion(14%) dan terbentuknya sinekia posterior. Pada umumnya rekurensi juga leih tinggi daripada kasus-kasus uveitis anterior yang bersifat idiopatik. Pada kasus uveitis anterior dengan asosiasi HLA B-27 ini juga, terdapat risiko 17% untuk terjadinya masalah di segmen posterior dengan manifestasi yang timbul berupa vitritis posterior, vasculitis, atau papilitis. Pada kasus-kasus yang berhubungan dengan HLA B-27, uveitis anterior dapat pula disertai gejala-gejala sistemik lainnya. Pada sebagian pasien, uveitis anterior dapat muncul sebagai manifestasi pendahuluan dari sebuah kondisi sistemik yang mucul kemudian. Maka dari itu, pada pasien-pasien penderita uveitis posterior perlu dilakukan anamnesis secara lebih mendetil dan perlu dilakukan pemeriksaan secara sistemik di samping pemeriksaan oftalmologi5-6. Spondilitis Ankilosa (Ankylosing Spondylitis) Merupakan spondylitis yang umum terjadi, idiopatik, dan berlangsung kronik. Pada umumnya melibatkan skeleton aksial. Pada pemeriksaan molekul IgM rheumatoid factor belum tentu ditemukan, namun HLA B-27 +. Penyakit ini lebih banyak mengenai pria daripada wanita. Manifestasi pada mata berupa iritis akut nongrnulomatosa unilateral disertai dengan mata merah dan nyeri, yang terjadi pada 30% penderita spondylitis ankilosa. Pada umumnya uveitis akan sembuh sendiri tanpa meninggalkan gejala sisa atau penurunan visus. Uveitis dapat rekuren, biasanya pada mata kontralateral.1,7 Manifestasi Ankylosing Spondylitis Sindroma Reiter Sindroma reiter terdiri atas trias uveitis, konjungtivitis, dan artritis seronegatif. Penyakit ini kadang disertai adanya lesi mukokutaneous dan spondylitis. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria dibanding wanita. 75% penderita memiliki HLA B-27+. Pemeriksaan pada system musculoskeletal menunjukkan gejala periartikuler seperti adanya fasiitis plantaris, tendinitis Achilles, bursitis, dan periostitis kalkaneal yang menyebabkan penandukan calcaneus Selain itu juga muncul gejala lain berupa keratiderma blenorrhagica, balanitis, perubahan pada kuku, lesi kardiovaskular, ulserasi genital nonspesifik, dan lesi genitourinary.1,3-4 Pada mata gejala yang muncul adalah konjungtivitis bilateral mukopurulen yang sembuh sendiri setelah 7-10 hari, uveitis akut pada 20% pasien, dan terkadang muncul keratitis. Sindrom Reiter Artritis Juvenil Kronik (JCA) JCA bersifat idiopatik, dan merupakan artritis inflamasi yang berlangsung selama minimal 3 bulan. Terjadi pada anak di bawah 16 tahun, rasio wanita:pria = 3:2. Faktor risiko terjadinya uveitis pada pasien ini adalah wanita, awitan awal pausiartikular, ANA+, HLA-DR5 +. Uveitis anterior yang terjadi umumnya bilateral, kronik, dan non-granulomatosa pada 70% kasus. Prognosis buruk karena sering kambuh.1,8 Juvenile rheumatoid arthritis pada mata Penyakit Adamantiades Bechet Penyakit ini merupakan gangguan multisystem idiopatik yang banyak terjadi pada pria muda di Mediterania timur dan Jepang, serta banyak dijumpai pula di Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Kondisi ini berhubungan dengan HLA-B5. Penyakit Bechet termasuk dalam golongan uveitis yang paling sulit diterapi. Manifestasi yang muncul berupa ulserasi oral berupa ulkus aftosa, ulserasi genital terutama pada pria, lesi kulit berupa eritema nodosum, pustla, atau ulserasi. Pada mata 70% penderita penyakit bechet akan inflamasi intra-okuler bilateral rekuren dan non-granulomatosa. Kondisi lain berupa iridosiklitis rekuren yang disertai adanya hipopion. Sering terjadi kebocoran pembuluh darah di fundus. Penyakit ini mengenai dewasa muda berusia 20-40 tahun, atau anak-anak. Penyakit ini sangat kompleks sehingga disebut sebagai oculo-articulo-oromucocutaneous syndrome. Uveitis pada penyakit ini dimulai dengan uveitis anterior yang dapat menjalar ke bagian posterior. Serangan terjadi selama 2-3 bulan dengan interval 3-8 bulan, sehingga dapat terjadi 2-3 serangan per tahun. Seringkali terjadi sinekia posterior, glaucoma sekunder, dan edema macula. Selain itu muncul pula hipopion. Hipopion lebih banyak muncul pada wanita daripada pria. Hipopion sering muncul spontan, dapat pula dipicu trauma. Prognosis umumnya buruk. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria mayor yakni adanya stomatitis aftosa rekuren (minimal 3x dalam setahun terakhir) dengan eritema nodusum, ulus genital, dan uveitis rekuren. Kriteria minor terdiri dari artrtis, gastroenteritis, epididymitis, gejala neuropsikiatrik, penyakit vaskuler. Bentuk yang komplit bila terdapat 4 kriteria mayor, bentuk inkomplit bila terdapat 3 kriteria mayor, 2 mayor + 2 minor. Suspek penyakit Bechet apabila terdapat 2 gejala mayor yang termasuk gejala pada mata, dan jika hanya ada 1 gejala mayor, maka kemungkinan ada penyakit Bechet. Uji labotratorium sifatnya non-spesifik. Pengelolaan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi sistemik, yang berangsur diturunkan dan dikombinasi dengan imunosupresan untuk pemberian jangka panjang. Untuk pengobatan uveitis digunakan siklosporin A. Pada kasus uveitis kronik bilateral yang mengancam penglihatan, dapat diberikan infliximab. 1,4,8 Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) Merupakan gangguan multisystem idiopatik yang terjadi pada pasien dengan kulit berwarna. Penyakit ini berhubungan dengan HLA-DR4 dan HLA-DW15 yang tinggi. Perubahan pada rambut berupa alopesia (60%), pliosis (alis mata putih) dan vitiligo (depigmentasi kulit). Gejala neurologis dapat berupa parese nervus kranial, sakit kepala, ensefalopati yang memicu konvulsi, kelumpuhan. Gejala auditori berupa tinnitus, vertigo, dan ketulian. Uveitis akibat sindrom VKH biasanya memberikan prognosis buruk. Di Asia, sindrom VKH merupakan penyebab utama uveitis anterior, diikuti dengan sindroma Bechet dan idiopatik.4,8 Kriteria diagnostic sindrom VKH meliputi VKH komplit yang terdiri dari keterlibatan okuler bilateral, kelainan neurologis/pendengaran, dan kelainan kulit. VKH inkomplit apabila terdapat gejala okuler ditambah salah satu gejala neurologis atau kulit. Penyakit ini merupakan penyakit inflamasi yang disertai hilangnya melanosit di uvea, kulit, dan meninges pada system saraf pusat atau telinga dalam. Hilangnya melanosit disertai dengan munculnya sel T yang berespon secara autoimun terhadap tirosinase melanosit dan protein lainnya yang terkait. Terdapat pula keterlibatan gen HLA terutama HLA-DR4. Gejala yang muncul dimulai dengan gejala prodromal yang disertai gejala di kulit seperti eritema dan nyeri tekan kulit kepala. Gejala pada mata muncul kemudian dengan uveitis anterior pada 1 mata yang diikuti mata berikutnya 2 minggu kemudian. Uveitis anterior juga diikuti uveitis posterior yang dapat menyebabkan hiperemi papil, koroiditis dengan ablasio retina eksudatif, serta vitritis ringan sampai berat. VKH kadang tersamar sebagai glaucoma akut sudut tertutup. Pada VKH dapat terjadi blok pupil akibat pembengkakan badan silier yang berat. Muncul pula sinekia posterior, pembentukan membrane pupil dari fibrin, keratik presipitat terlihat sebagai mutton fat, dan muncul pula sinekia anterior perifer akibat eksudasi fibrin yang memicu glaucoma. 2-6 bulan kemudian dapat terjadi sunset glow di fundus, lesi atrofi peripapil, dan mulai muncul gejala kulit berupa alopesia yang terjadi pada 73% pasien, poliosis, dan vitiligo. Kebutaan dapat terjadi akibat katarak, glaucoma sekunder, dan fibrosis subretina. Penanganan dilakukan dengan memberikan kortikosteroid IV setara 200mg prednisolone per hari selama 3 hari, kemudian ditapering selama 6 bulan untuk mencegah rekurensi. Dapat pula diberikan cytotoxic agents intraokuler.4,8 Selain itu, terdapat beberapa jenis infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya uveitis anterior, antara lain: Toxoplasmosis Toxoplasmosis disebabkan oleh parasite Toxoplasma gondii, sejenis protozoa intraseluler obligat. Lesi okuler mungkin didapat oleh karena infeksi kongenital atau paska infeksi sistemik. Gejala awal sering kali ringan dan mudah terlewatkan. Spesies kucing menjadi host definitive untuk parasite ini. Pada ibu hamil infeksi dapat menyebar ke janin yang dapat berakibat fatal. Gejala yang muncul antara lain berupa rtinochoroiditis dengan floaters dan penglihatan menurun, disertai dengan adanya vaskulitis retina dan pendarahan vitreous. Gejala iridosiklitis sering timbul disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler. 1,8 Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan tes serologi positif untuk parasite T. gondii. Untuk penenangan toxoplasmosis pada mata, pasien umumnya diberikan klindamisin 300 mg 4 kali sehari, dengan trisulfapyrimidine 0,5-1g 4x sehari. Dapat pula diberikan antibiotic lain seperti spiramisin dan minosiklin. Tuberkulosis Tuberkulosis pada mata umumnya menimbulakan gejala berupa presipitat keratik yang jelas, dan granuloma pada iris atau koroid. Granuloma atau tuberkel tersebut terdiri dari giant cells dan sel epiteloid. Tuberkulosis pada mata berasal dari focus infeksi di tempat lain di tubuh, namun seringkali pada pasien tidak ditemukan TB paru aktif. Pada pasien perlu ditanyakan adanya riwayat TB paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan Xray thorax dan skin test. Penanganan terhadap penyakit ini adalah dengan pemberian obat anti tuberculosis selama 6-9 bulan.1 Sarkoidosis Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa yang penyebabnya tidak diketahui sering muncul pada usia 40-60 tahun. Pada umumnya penyakit tersebut mengenai paru-paru, namun dapat melibatkan semua organ tubuh. Pada umumnya gejala lebih ringan dibandingkan dengan pada kasus tuberculosis dan jarang terjadi kaseasi. sarkoidosis. Uveitis terjadi pada 25% penderita 1,4 Diagnosis dibuat berdasarkan adanya adenopati hiler pada foto toraks, kenaikan level ACE, lysozyme, dan kalsium serum. Bukti terkuat didapatkan dari pemeriksaan histopatologi yang menunjukkan gambaran granuloma non kaseosa Penanganan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid, namun sering terjadi rekurensi. Untuk itu, pengobatan dilakukan dengan pemberian obat-obatan seperti metotreksat, azatioprin, atau mikofenolat mofetil yang merupakan corticosteroid sparing agents. Sifilis Uveitis terjadi pada sifilis sekunder dan tersier, tidak pada stadium primer sifilis. Gejala khas yang muncul adalah adanya ground glass appearance pada retina. Pasien dengan uveitis dan serologi sifilis positif harus diperiksa cairan serebrospinalnya untuk memastikan apakah terjadi neurosifilis. Pengobatan dilakukan dengan pemberianpenisilin G 2-4 juta unit tiap 4 jam selama 14 hari. 1,8 Leptospirosis 10% penderita leptospirosis akan mengalami gejala uveitis. Pada pasien dapat timbul hipopion dan terjadi vaskulitis retina. Pemeriksaan dilakukan tes antibody atau kultur darah. Pengobatan dilakukan dengan pemberian doksisiklin 100mg 2x sehari selama 7 hari. 1 Onchocerciasis Onchocerciasis disebabkan oleh Onchocerca volvulus. kebutaan yang umum di Afrika dan Amerika Latin. Penyakit ini adalah penyebab Penyakit ini sering disebut river blindness karena larva parasite disebarkan oleh sejenis lalt yang hidup di sungai dengan aliran yang cepat. Gejala yang muncul umumnya berupa nodul di kulit, disertai dengan keratitis. Mikrofilaria dapat berenang-renang di camera oculi anterior dan akan memunculkan gambaran seperti benang perak. Matinya mikrofilaria akan menyebabkan uveitis yang berat, viritis dan retinitis. Pada kasus ini kebtaan umumnya terjadi karena atrofi papil yang disebabkan oleh glaucoma akibat uveitis berat. Pengobatannya d=adalah dengan nodulektomi dan pemberian ivermectin 100-200µg / kgBB diberikan sebagai dosis tunggal. 1 HIV HIV tidak secara langsung menyebabkan uveitis, namun HIV membuat tubuh menjadi terdisposisi terhadap banyak infeksi oportunistiklain yang membuat risiko terjadinya uveitis semakin meningkat. 1,8 Idiopatik Banyak kasus uveitis anterior justru bersifat idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak jelas. Pada kasus demikian, penanganan diarahkan lebih pada meringankan gejala dar uveitis anterior itu sendiri.1,2 PATOFISIOLOGI Sampai saat ini patofisiologi uveitis anterior masih tidak dapat dipastikan secara jelas, namun pada umumnya uveitis anterior dihubungkan dengan adanya reaksi hipersensitivitas atau alergi terhadap antigen yang sering kali diproduksi di luar mata. Hal ini dapat terjadi karena mata merupakan target organ untuk reaksi hipersensitivitas bersama dengan hidung dan kulit. Reaksi hipersensitivitas yang umum terjadi pada uveitis anterior adalah reaksi hipersensitivitas tipe III, yakni hipersensitivitas yang dimediasi oleh kompleks imun. Proses ini terjadi akibat adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi di dalam jaringan, yang ditandai dengan adanya inflamasi atau peradangan. Hal ini akan merangsang sel-sel makrofag untuk memfagosit sel-sel dimana terjadi penumpukan kompleks antigen-antibodi ini sehingga dapat muncul gejala pada uveitis anterior seperti presipitat keratik, ataupun hipopion.3,8 Di samping reaksi hipersensitivitas tipe III, uveitis anterior dapat pula muncul akibat reaksi hipersentivitas tipe IV, yakni reaksi hipersensitivitas yang bersifat delayed. Reaksi ini diperantarai oleh sel dan terjadi akibat adanya kerusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Antigen difagosit oleh makrofag dan diproses oleh monosit sebelum akhirnya diserahkan kepada sel T yang memiliki reseptor khusus untuk antigen yang telah diproses oleh makrofag. Makrofag akan mensekresi berbagai interleukin, yang akan megaktivasi sel T sitotoksik. Gambaran yang akan muncul akibat ini adalah gambaran granulomatosa, sesuai dengan gambaran uveitis anterior granulomatosa. MANIFESTASI KLINIS Pasien umumnya akan datang ke dokter kaena penglihatannya turun mendadak. Penurunan penglihatan pada uveitis anterior umumnya disertai dengan fotofobia. Fotofobia digambarkan sebagai kondisi di mana mata pasien terasa tidak nyaman saat berada di ruang yang terang atau saat berada di luar ruangan pada siang hari. Pasien dengan fotofobia akan merasa lebih nyaman jika berada di ruangan yang agak gelap. 4,8 Tanda-tanda yang dapat terlihat saat pemeriksaan yakni adanya sinekia posterior, yakni menempelnya iris ke lensa, adanya injeksi silier, dapat tampak pula presipitat keratik. Pada kasus-kasus tertentu dapat muncul gambaran hipopion. Dapat pula timbul gejala lakrimasi. 1,4 Sinekia posterior Keratik presipitat Injeksi pada mata KOMPLIKASI Komplikasi yang paling sering muncul pada kasus-kasus uveitis anterior adalah glaucoma yang dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intra okuler yang disebabkan oleh adanya sinekia posterior yang menyebabkan blok pupil. Glaukoma dapat pula disebabkan oleh adanya sinekia anterior akibat perlengketan fibrin atau blok terhadap system ekskresi humor aqueous oleh eksudat fibrin.1,8 Komplikasi yang juga membahayakan penglihatan adalah uveitis tersebut dapat meluas ke posterior, dimana dapat terjadi choroiditis, retinitis, yang dapat menyebabkan kebutaan. Dapat pula terjadi katarak sebagai akibat dari TIO naik yang menyebabkan cairan masuk ke dalam lensa. Pada 10% pasien juga terjadi keratopati pita. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada uveitis anterior difokuskan pada beberapa hal: 1. Mencegah terjadinya komplikasi, terutama glaucoma. 2. Menghilangkan radang 3. Mengatasi penyakit penyebab Pencegahan Komplikasi Komplikasi pada mata yang paling ditakuti dalam menghadapi uveitis anterior adalah glaucoma yang dapat menyebabkan kebutaan. Gejala awal yang dapat membuat dokter mencurigai adanya glaucoma adalah adanya rasa nyeri di area orbita, dikarenakan glaucoma yang terjadi sebagai komplikasi uveitis anterior umumnya adalah glaucoma akut sudut tertutup. Pada kasus-kasus semacam ini, pemberian beta-blocker seperti timolol tetes diharapkan dapat membantu tekanan bola mata. Pemberian timolol juga dapat disertai dengan pemberian asetazolamid oral untuk mempercepat penurunan tekanan intra okuler. Selain itu, diperlukan penanganan terhadap sinekia posterior yang dapat menyebabkan peningkatan TIO. Penanganan sinekia posterior umumnya dilakukan dengan obat-obatan midriatikum yang menyebabkan terjadinya midriasis dengan harapan sinekia posterior dapat terlepas. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah sulfas-atropin, atau golongan sikloplegik. Perlu diperhatikan bahwa selama pemberian obat ini, pasien akan merasa penglihatannya lebih buram dan silau, sehingga pasien diminta untuk tidak membawa kendaraan sendiri karena dapat membahayakan keselamatan dirinya sendiri dan orang lain. Penanganan utama untuk uveitis anterior adalah dengan pemberian steroid untuk meringankan peradangan pada iris. Pemberuan steroid umumnya dilakukan secara topical, kecuali bila dibutuhkan pemberian sistemik oleh karena gejala sistemik lainnya. Pemberian kortikosteroid tidak boleh dilakukan secara jangka panjang karena berisiko menyebabkan katarak dan glaucoma.4,8 Bila terdapat penyakit lain yang mendasari uveitis anterior, maka penanganan perlu dilakukan terhadap penyakit penyebab. Dengan menangani penyakit penyebab, maka uveitis anterior dapat hilang dengan sendirinya. PROGNOSIS Prognosis uveitis anterior sangat bergantung pada penyakit yang mendasarinya, seberapa besar penurunan visus yang terjadi, dan pada adanya komplikasi dari uveitis anterior tersebut. Tanpa adanya komplikasi dan dengan penanganan adekuat terhadap penyakit penyebab, maka visus dapat kembali sampai 100%. Risiko rekurensi perlu menjadi perhatian khusus terutama karena uveitis anterior banyak berhubungan dengan faktor autoimun dan banyak pula yang bersifat idiopatik.1,4,8 DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham ET, Augsburger JJ, Pavesio C. Uveal tract & sclera. In: Riordan-Eva P, Cunningham ET. Vaughan&Asbury’s general ophthalmology. 18 th ed. McGraw-Hill Medical, 2011. Pg 145-158 2. Tsang K. Iritis and uveitis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/798323 tanggal 16 September 2015 3. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006 4. Suhardjo SU, Revana E. Uveitis dan radang intra okuler. Dalam: Suhardjo SU, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Mata FK UGM, 2012. Hal. 45-58 5. Lorenzo ALD. HLA_B27 syndromes. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/1201027 tanggal 18 September 2015 6. Waheed NK. HLA-B27 associated uveitis. Diunduh dari dari: https://www.google.com.sg/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBsQFjAAah UKEwiQwe-Kp4nIAhWGoJQKHd5QD_s&url=http%3A%2F%2Fwww.uveitis.org %2Fdocs%2Fdm%2Fhla_b27_related_uveitis.pdf&usg=AFQjCNE3z7Yk5gWbMtVPceUcJy1jirwXw tanggal 17 September 2015 7. Maghraoui AE. Extra-articular manifestations of ankylosing spondylitis: prevalence, characteristics, and therapeutic implications. EJIM. 10 June 2011. 8. Kanski JJ. Clinical ophthalmology a systematic approach. 6 th ed. Butterworth Heinemann Elsevier, 2007