Uveitis Anterior

advertisement
Referat
Uveitis Anterior
Oleh:
Davin Pannaausten
11.2013.307
Penguji :
dr. Vanessa M T, SpM
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Periode 24 Agustus s/d 26 September 2015
RS Family Medical Center (FMC), Sentul
PENDAHULUAN
Uvea merupakan lapisan kedua dalam mata, di dalam sklera dan di luar retina. Uvea
merupakan lapisan yang memiliki banyak pembuluh darah yang memperdarahi keseluruhan
bola mata. Lapisan ini dapat mengalami peradangan. Peradangan dapat terjadi di bagian
anterior, dimana terdapat iris dan badan silier, di intermediate, yang berada di bagian
belakang badan silier dan retina perifer, dan posterior, yang berada tepat di belakang retina.
Pada tulisan ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai uveitis anterior, mengenai gejala,
penyebab, dan cara penanganannya, serta prognosisnya terhadap penglihatan.
Untuk itu, akan diberikan pula sebuah ilustrasi kasus uveitis anterior sebelum diberikan
tinjauan pustaka lebih lanjut.
Anatomi mata
ILUSTRASI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk –Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : September 2015
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Family Medical Center-Sentul
Tanda Tangan
Nama
: Davin Pannaausten
NIM
: 11-2013-307
Dr. Pembimbing
: dr. Vanessa M T,SpM.
-------------------
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Tanggal Pemeriksaan
: Ny N.Y
: 44 tahun
: Perempuan
: Ibu rumah tangga
: 8 September 2015
ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 10 September 2015
Keluhan Utama:
Mata sebelah kiri tiba-tiba buram sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan:
Mata kiri terasa silau saat berada di ruang yang terang atau di luar ruangan pada siang
hari
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh mata kirinya buram sejak satu minggu yang lalu saat bangun
pagi. Pasien tidak merasa matanya gatal. Tidak ada rasa nyeri pada mata atau mata
merah. Mata tidak terasa semakin buram dalam 1 minggu SMRS. Pasien juga
mengeluh matanya terasa silau apabla berada di ruangan yang terang atau berada di
luar ruangan pada siang hari. Riwayat trauma disangkal. Pasien tidak melihat ada
awan, tidak merasa penglihatannya berkabut, tidak melihat gambaran seperti pelangi,
tidak merasa sakit di sekitar mata
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Umum
- Asthma
- Hipertensi
- Diabetes Melitus
- Stroke
- Alergi
- Sakit gigi
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya
- Riwayat penggunaan kaca mata
- Riwayat operasi mata
- Riwayat trauma mata sebelumnya
III.
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Penyakit mata serupa : tidak ada
Penyakit mata lainnya : tidak ada
Asthma
: tidak ada
Diabetes
: tidak ada
Glaukoma
: tidak ada
Alergi
: tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah
: 120/80mmHg
Nadi
: 96 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: afebris
B. STATUS OPTHALMOLOGIS
KETERANGAN
1. VISUS
Visus
PH
Koreksi
OD
1,0
---
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmos
Tidak ada
Enoftalmos
Tidak ada
Deviasi
Tidak ada
Gerakan Bola Mata
Bebas ke segala arah
OS
0,8-2
1,0-2
S -0,50 C-1,75x70o  1,00
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bebas ke segala arah
Strabismus
Nistagmus
3. SUPERSILIA
Warna
Simetris
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hitam
Simetris
Hitam
Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema
Tidak Ada
Hiperemis
Tidak Ada
Nyeri tekan
Tidak Ada
Ektropion
Tidak ada
Entropion
Tidak ada
Blefarospasme
Tidak ada
Trikiasis
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Ptosis
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis
Tidak Ada
Krepitasi
Tidak ada
Folikel
Tidak ada
Papil
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Anemis
Tidak ada
Lithiasis
Tidak ada
Korpus alienum
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Pendarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
7. SKLERA
Warna
Ikterik
Putih
Tidak Ada
Putih
Tidak ada
8. KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Infiltrat
Jernih
Rata
Tidak ada
Jernih
Rata
Tidak ada
Ulkus
Perforasi
Arkus Senilis
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
9. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman
Kejernihan
Hipopion
Intraocular lense
Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Coklat
Coklat, iris pigmen tersebar di
pupil
10. IRIS
Warna
11. PUPIL
Letak
Bentuk
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tak Langsung
12. LENSA
Kejernihan
Letak
Ditengah
Bulat
+
+
Jernih
Di tengah
13. FUNDUS OCULI
Batas
Tegas
Warna
Orange
Ekskavasio
Tidak ada
Rasio Arteri : Vena
2:3
C/D Ratio
0,4
Macula Lutea
Refleks +
Retina
Tidak tampak kelainan
Eksudat
Tidak ada
Perdarahan
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Ablasio
Tidak ada
14. PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Oculi
Tidak ada
Tidak ada
N/palpasi
Ditengah
Sinekia posterior di jam
6,7,8,9
+
+
Jernih
Di tengah
Tegas
Orange
Tidak ada
2:3
0,4
Refleks +
Tidak tampak kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
N/palpasi
Gambaran hasil pemeriksaan slit lamp pada pasien
IV.
RESUME
Anamnesis
Pasien perempuan berusia 44 tahun datang dengan keluhan mata kirinya
buram sejak satu minggu SMRS. Pasien tidak merasa matanya gatal, nyeri atau
merah. Mata tidak terasa semakin buram dalam 1 minggu SMRS. Pasien juga
mengeluh matanya terasa silau apabla berada di ruangan yang terang atau berada di
luar ruangan pada siang hari. Riwayat trauma disangkal. Riwayat penyakit lain pada
mata disangkal.
Dari status oftalmologis didapatkan :
OD
1,0
Jernih
Dalam
coklat
Bulat,
V.
VI.
Visus
Kornea
COA
Iris
refleks
cahaya Pupil
OS
0,8-2 PH 1,0-2
Jernih
Dalam
Coklat,
pigmen
tersebar di pupil
Sinekia posterior di arah
positif
jam 6,7,8,9 refleks cahaya
Jernih
Tidak tampak kelainan
Lensa
Funduskopi
positif
Jernih
Tidak tampak kelainan
N/palpasi
Tekanan bola mata
N/palpasi
DIAGNOSIS KERJA
Uveitis anterior OS
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
 Cyclopentolate 0,5% ed S 3ddgtt1
 Dexamethasone 0,1% ed S 3ddgtt1
Non-medikamentosa :
 Melakukan rujukan ke spesialis mata
VII.
iris
PROGNOSIS
OCCULI DEXTRA (OD)
OCCULI SINISTRA (OS)
Ad Visam
Ad Fungsionam
:
:
Bonam
Bonam
Dubia ad Bonam
Dubia ad Bonam
Ad Sanationam
:
Bonam
Dubia ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
UVEITIS ANTERIOR
Uveitis anterior, atau yang kadang disebut iridosiklitis, merupakan peradanagn pada
uvea bagian anterior yang terdiri dari iris dan badan silier. Peradangan ini dapat disebabkan
oleh berbagai factor, meski pada umumnya uveitis anterior merupakan masalah autoimun.
KLASIFIKASI
Secara klinis uveitis dibedakan menjadi akut dan kronis. Uveitis akut terjadi apabila
gejala timbul secara tiba-tiba dan berlangsung selama 6 minggu atau kurang. Uveitis kronis
adalah apabila perjalanan uveitis terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. Uveitis yang
kronik lebih sering muncul dibanding uveitis akut. 1,2
Uveitis anterior dapat bersifat granulomatosa maupun non-granulomatosa. Uveitis
anterior yang bersifat granulomatosa menunjukkan reaksi sel yang dominan, yakni berupa
sebukan limfosit dan makrofag, dengan reaksi vaskuler yang minimal, tanpa adanya rasa
nyeri, tanpa adanya hyperemia, ataupun lakrimasi.1,2
Uveitis anterior yang bersifat non-granulomatosa menunjukkan reaksi vascular yang
dominan, yang mengakibatkan munculnya injeksi silier, hyperemia, lakrimasi akibat
banyaknya sitokin yang keluar, serta adanya fotofobia.
Pada uveitis anterior non-
granulomatosa juga terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah, yang mengakibatkan
terjadinya transudasi ke bilik mata depan, yang akhirnya menyebabkan turunnya visus /
penglihatan pada penderita. 2-4
Tabel1. Uveitis granulomatosa vs non-granulomatosa
PENYEBAB UVEITIS ANTERIOR
Penyebab uveitis anterior dapat berasal dari infeksi ataupun non-infeksi. 90% diantaranya
disebabkan oleh factor autoimun. Berikut merupakan faktor-faktor yag diasosiasikan dengan
uveitis anterior:
HLA B-27
HLA (human leukocyte antigen) B merupakan salah satu molekul di permukaan sel yang
dikode oleh sebuah lokus MHC (major histocompatibility complex) yang terdapat di
kromosom 6. Salah satu diantaranya adalah HLA B-275-6
Di antara mereka yang memiliki HLA B-27 di tubuhnya, 70-80% tidak menimbulkan gejala
apapun. Sementara sisanya dapat memberikan gejala sebagai berikut
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Uveitis anterior
Spondiloarthropati
Ankylosing spondylitis
Reiter’s disease dan artritis reaktif
Sinovitis enteropati
IBD (inflammatory bowel diseases)
Uveitis anterior yang berhubungan dengan HLA-B27 merupakan penyebab tersering uveitis
anterior setelah uveitis anterior idiopatik. Pada populasi tertentu prevalensi uveitis anterior
akibat HLA B-27 dapat mencapai 40-70% dari uveitis anterior keseluruhan. Kondisi ini lebih
banyak terjadi pada pria daripada wanita.1,4-6
Pada umumnya uveitis anterior akibat HLA B-27 muncul secara mendadak pada pasien
muda. Awalnya uveitis anterior muncul pada 1 mata, namun pada umumnya akan menjadi
bilateral, meski asimetris. Inflamasi pada umumnya lebih berat dari kasus-kasus uveitis
anterior yang idiopatik. Dan sering kali berhubungan dengan terbentuknya reaksi fibrin
(25%), hipopion(14%) dan terbentuknya sinekia posterior. Pada umumnya rekurensi juga
leih tinggi daripada kasus-kasus uveitis anterior yang bersifat idiopatik.
Pada kasus uveitis anterior dengan asosiasi HLA B-27 ini juga, terdapat risiko 17% untuk
terjadinya masalah di segmen posterior dengan manifestasi yang timbul berupa vitritis
posterior, vasculitis, atau papilitis.
Pada kasus-kasus yang berhubungan dengan HLA B-27, uveitis anterior dapat pula disertai
gejala-gejala sistemik lainnya. Pada sebagian pasien, uveitis anterior dapat muncul sebagai
manifestasi pendahuluan dari sebuah kondisi sistemik yang mucul kemudian. Maka dari itu,
pada pasien-pasien penderita uveitis posterior perlu dilakukan anamnesis secara lebih
mendetil dan perlu dilakukan pemeriksaan secara sistemik di samping pemeriksaan
oftalmologi5-6.
Spondilitis Ankilosa (Ankylosing Spondylitis)
Merupakan spondylitis yang umum terjadi, idiopatik, dan berlangsung kronik.
Pada
umumnya melibatkan skeleton aksial. Pada pemeriksaan molekul IgM rheumatoid factor
belum tentu ditemukan, namun HLA B-27 +. Penyakit ini lebih banyak mengenai pria
daripada wanita. Manifestasi pada mata berupa iritis akut nongrnulomatosa unilateral disertai
dengan mata merah dan nyeri, yang terjadi pada 30% penderita spondylitis ankilosa. Pada
umumnya uveitis akan sembuh sendiri tanpa meninggalkan gejala sisa atau penurunan visus.
Uveitis dapat rekuren, biasanya pada mata kontralateral.1,7
Manifestasi Ankylosing Spondylitis
Sindroma Reiter
Sindroma reiter terdiri atas trias uveitis, konjungtivitis, dan artritis seronegatif. Penyakit ini
kadang disertai adanya lesi mukokutaneous dan spondylitis.
Penyakit ini lebih banyak
menyerang pria dibanding wanita. 75% penderita memiliki HLA B-27+. Pemeriksaan pada
system musculoskeletal menunjukkan gejala periartikuler seperti adanya fasiitis plantaris,
tendinitis Achilles, bursitis, dan periostitis kalkaneal yang menyebabkan penandukan
calcaneus Selain itu juga muncul gejala lain berupa keratiderma blenorrhagica, balanitis,
perubahan pada kuku, lesi kardiovaskular, ulserasi genital nonspesifik, dan lesi
genitourinary.1,3-4
Pada mata gejala yang muncul adalah konjungtivitis bilateral mukopurulen yang sembuh
sendiri setelah 7-10 hari, uveitis akut pada 20% pasien, dan terkadang muncul keratitis.
Sindrom Reiter
Artritis Juvenil Kronik (JCA)
JCA bersifat idiopatik, dan merupakan artritis inflamasi yang berlangsung selama minimal 3
bulan. Terjadi pada anak di bawah 16 tahun, rasio wanita:pria = 3:2. Faktor risiko terjadinya
uveitis pada pasien ini adalah wanita, awitan awal pausiartikular, ANA+, HLA-DR5 +.
Uveitis anterior yang terjadi umumnya bilateral, kronik, dan non-granulomatosa pada 70%
kasus. Prognosis buruk karena sering kambuh.1,8
Juvenile rheumatoid arthritis pada mata
Penyakit Adamantiades Bechet
Penyakit ini merupakan gangguan multisystem idiopatik yang banyak terjadi pada pria muda
di Mediterania timur dan Jepang, serta banyak dijumpai pula di Tiongkok, Malaysia,
Singapura, dan Indonesia. Kondisi ini berhubungan dengan HLA-B5. Penyakit Bechet
termasuk dalam golongan uveitis yang paling sulit diterapi. Manifestasi yang muncul berupa
ulserasi oral berupa ulkus aftosa, ulserasi genital terutama pada pria, lesi kulit berupa eritema
nodosum, pustla, atau ulserasi. Pada mata 70% penderita penyakit bechet akan inflamasi
intra-okuler bilateral rekuren dan non-granulomatosa.
Kondisi lain berupa iridosiklitis
rekuren yang disertai adanya hipopion. Sering terjadi kebocoran pembuluh darah di fundus.
Penyakit ini mengenai dewasa muda berusia 20-40 tahun, atau anak-anak. Penyakit ini sangat
kompleks sehingga disebut sebagai oculo-articulo-oromucocutaneous syndrome.
Uveitis pada penyakit ini dimulai dengan uveitis anterior yang dapat menjalar ke bagian
posterior. Serangan terjadi selama 2-3 bulan dengan interval 3-8 bulan, sehingga dapat
terjadi 2-3 serangan per tahun. Seringkali terjadi sinekia posterior, glaucoma sekunder, dan
edema macula. Selain itu muncul pula hipopion. Hipopion lebih banyak muncul pada wanita
daripada pria. Hipopion sering muncul spontan, dapat pula dipicu trauma.
Prognosis
umumnya buruk.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria mayor yakni adanya stomatitis aftosa rekuren (minimal
3x dalam setahun terakhir) dengan eritema nodusum, ulus genital, dan uveitis rekuren.
Kriteria minor terdiri dari artrtis, gastroenteritis, epididymitis, gejala neuropsikiatrik,
penyakit vaskuler. Bentuk yang komplit bila terdapat 4 kriteria mayor, bentuk inkomplit bila
terdapat 3 kriteria mayor, 2 mayor + 2 minor. Suspek penyakit Bechet apabila terdapat 2
gejala mayor yang termasuk gejala pada mata, dan jika hanya ada 1 gejala mayor, maka
kemungkinan ada penyakit Bechet. Uji labotratorium sifatnya non-spesifik.
Pengelolaan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi sistemik, yang
berangsur diturunkan dan dikombinasi dengan imunosupresan untuk pemberian jangka
panjang. Untuk pengobatan uveitis digunakan siklosporin A. Pada kasus uveitis kronik
bilateral yang mengancam penglihatan, dapat diberikan infliximab. 1,4,8
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH)
Merupakan gangguan multisystem idiopatik yang terjadi pada pasien dengan kulit berwarna.
Penyakit ini berhubungan dengan HLA-DR4 dan HLA-DW15 yang tinggi. Perubahan pada
rambut berupa alopesia (60%), pliosis (alis mata putih) dan vitiligo (depigmentasi kulit).
Gejala neurologis dapat berupa parese nervus kranial, sakit kepala, ensefalopati yang memicu
konvulsi, kelumpuhan. Gejala auditori berupa tinnitus, vertigo, dan ketulian. Uveitis akibat
sindrom VKH biasanya memberikan prognosis buruk. Di Asia, sindrom VKH merupakan
penyebab utama uveitis anterior, diikuti dengan sindroma Bechet dan idiopatik.4,8
Kriteria diagnostic sindrom VKH meliputi VKH komplit yang terdiri dari keterlibatan okuler
bilateral, kelainan neurologis/pendengaran, dan kelainan kulit.
VKH inkomplit apabila
terdapat gejala okuler ditambah salah satu gejala neurologis atau kulit.
Penyakit ini merupakan penyakit inflamasi yang disertai hilangnya melanosit di uvea, kulit,
dan meninges pada system saraf pusat atau telinga dalam. Hilangnya melanosit disertai
dengan munculnya sel T yang berespon secara autoimun terhadap tirosinase melanosit dan
protein lainnya yang terkait. Terdapat pula keterlibatan gen HLA terutama HLA-DR4.
Gejala yang muncul dimulai dengan gejala prodromal yang disertai gejala di kulit seperti
eritema dan nyeri tekan kulit kepala. Gejala pada mata muncul kemudian dengan uveitis
anterior pada 1 mata yang diikuti mata berikutnya 2 minggu kemudian. Uveitis anterior juga
diikuti uveitis posterior yang dapat menyebabkan hiperemi papil, koroiditis dengan ablasio
retina eksudatif, serta vitritis ringan sampai berat. VKH kadang tersamar sebagai glaucoma
akut sudut tertutup. Pada VKH dapat terjadi blok pupil akibat pembengkakan badan silier
yang berat. Muncul pula sinekia posterior, pembentukan membrane pupil dari fibrin, keratik
presipitat terlihat sebagai mutton fat, dan muncul pula sinekia anterior perifer akibat eksudasi
fibrin yang memicu glaucoma.
2-6 bulan kemudian dapat terjadi sunset glow di fundus, lesi atrofi peripapil, dan mulai
muncul gejala kulit berupa alopesia yang terjadi pada 73% pasien, poliosis, dan vitiligo.
Kebutaan dapat terjadi akibat katarak, glaucoma sekunder, dan fibrosis subretina.
Penanganan dilakukan dengan memberikan kortikosteroid IV setara 200mg prednisolone per
hari selama 3 hari, kemudian ditapering selama 6 bulan untuk mencegah rekurensi. Dapat
pula diberikan cytotoxic agents intraokuler.4,8
Selain itu, terdapat beberapa jenis infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya uveitis
anterior, antara lain:
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis disebabkan oleh parasite Toxoplasma gondii, sejenis protozoa intraseluler
obligat. Lesi okuler mungkin didapat oleh karena infeksi kongenital atau paska infeksi
sistemik. Gejala awal sering kali ringan dan mudah terlewatkan. Spesies kucing menjadi
host definitive untuk parasite ini. Pada ibu hamil infeksi dapat menyebar ke janin yang dapat
berakibat fatal.
Gejala yang muncul antara lain berupa rtinochoroiditis dengan floaters dan penglihatan
menurun, disertai dengan adanya vaskulitis retina dan pendarahan vitreous.
Gejala
iridosiklitis sering timbul disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler. 1,8
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan tes serologi positif untuk parasite T. gondii.
Untuk penenangan toxoplasmosis pada mata, pasien umumnya diberikan klindamisin 300 mg
4 kali sehari, dengan trisulfapyrimidine 0,5-1g 4x sehari. Dapat pula diberikan antibiotic lain
seperti spiramisin dan minosiklin.
Tuberkulosis
Tuberkulosis pada mata umumnya menimbulakan gejala berupa presipitat keratik yang jelas,
dan granuloma pada iris atau koroid. Granuloma atau tuberkel tersebut terdiri dari giant cells
dan sel epiteloid. Tuberkulosis pada mata berasal dari focus infeksi di tempat lain di tubuh,
namun seringkali pada pasien tidak ditemukan TB paru aktif.
Pada pasien perlu ditanyakan adanya riwayat TB paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan Xray thorax dan skin test. Penanganan terhadap penyakit ini adalah dengan pemberian obat
anti tuberculosis selama 6-9 bulan.1
Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa yang penyebabnya tidak diketahui sering muncul
pada usia 40-60 tahun. Pada umumnya penyakit tersebut mengenai paru-paru, namun dapat
melibatkan semua organ tubuh. Pada umumnya gejala lebih ringan dibandingkan dengan
pada kasus tuberculosis dan jarang terjadi kaseasi.
sarkoidosis.
Uveitis terjadi pada 25% penderita
1,4
Diagnosis dibuat berdasarkan adanya adenopati hiler pada foto toraks, kenaikan level ACE,
lysozyme, dan kalsium serum. Bukti terkuat didapatkan dari pemeriksaan histopatologi yang
menunjukkan gambaran granuloma non kaseosa Penanganan dilakukan dengan pemberian
kortikosteroid, namun sering terjadi rekurensi. Untuk itu, pengobatan dilakukan dengan
pemberian obat-obatan seperti metotreksat, azatioprin, atau mikofenolat mofetil yang
merupakan corticosteroid sparing agents.
Sifilis
Uveitis terjadi pada sifilis sekunder dan tersier, tidak pada stadium primer sifilis. Gejala khas
yang muncul adalah adanya ground glass appearance pada retina. Pasien dengan uveitis dan
serologi sifilis positif harus diperiksa cairan serebrospinalnya untuk memastikan apakah
terjadi neurosifilis. Pengobatan dilakukan dengan pemberianpenisilin G 2-4 juta unit tiap 4
jam selama 14 hari. 1,8
Leptospirosis
10% penderita leptospirosis akan mengalami gejala uveitis.
Pada pasien dapat timbul
hipopion dan terjadi vaskulitis retina. Pemeriksaan dilakukan tes antibody atau kultur darah.
Pengobatan dilakukan dengan pemberian doksisiklin 100mg 2x sehari selama 7 hari. 1
Onchocerciasis
Onchocerciasis disebabkan oleh Onchocerca volvulus.
kebutaan yang umum di Afrika dan Amerika Latin.
Penyakit ini adalah penyebab
Penyakit ini sering disebut river
blindness karena larva parasite disebarkan oleh sejenis lalt yang hidup di sungai dengan
aliran yang cepat. Gejala yang muncul umumnya berupa nodul di kulit, disertai dengan
keratitis.
Mikrofilaria dapat berenang-renang di camera oculi anterior dan akan
memunculkan gambaran seperti benang perak. Matinya mikrofilaria akan menyebabkan
uveitis yang berat, viritis dan retinitis. Pada kasus ini kebtaan umumnya terjadi karena atrofi
papil yang disebabkan oleh glaucoma akibat uveitis berat. Pengobatannya d=adalah dengan
nodulektomi dan pemberian ivermectin 100-200µg / kgBB diberikan sebagai dosis tunggal.
1
HIV
HIV tidak secara langsung menyebabkan uveitis, namun HIV membuat tubuh menjadi
terdisposisi terhadap banyak infeksi oportunistiklain yang membuat risiko terjadinya uveitis
semakin meningkat.
1,8
Idiopatik
Banyak kasus uveitis anterior justru bersifat idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak jelas.
Pada kasus demikian, penanganan diarahkan lebih pada meringankan gejala dar uveitis
anterior itu sendiri.1,2
PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini patofisiologi uveitis anterior masih tidak dapat dipastikan secara jelas, namun
pada umumnya uveitis anterior dihubungkan dengan adanya reaksi hipersensitivitas atau
alergi terhadap antigen yang sering kali diproduksi di luar mata. Hal ini dapat terjadi karena
mata merupakan target organ untuk reaksi hipersensitivitas bersama dengan hidung dan kulit.
Reaksi hipersensitivitas yang umum terjadi pada uveitis anterior adalah reaksi
hipersensitivitas tipe III, yakni hipersensitivitas yang dimediasi oleh kompleks imun. Proses
ini terjadi akibat adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi di dalam jaringan, yang
ditandai dengan adanya inflamasi atau peradangan.
Hal ini akan merangsang sel-sel
makrofag untuk memfagosit sel-sel dimana terjadi penumpukan kompleks antigen-antibodi
ini sehingga dapat muncul gejala pada uveitis anterior seperti presipitat keratik, ataupun
hipopion.3,8
Di samping reaksi hipersensitivitas tipe III, uveitis anterior dapat pula muncul akibat reaksi
hipersentivitas tipe IV, yakni reaksi hipersensitivitas yang bersifat delayed.
Reaksi ini
diperantarai oleh sel dan terjadi akibat adanya kerusakan jaringan oleh sel T dan makrofag.
Antigen difagosit oleh makrofag dan diproses oleh monosit sebelum akhirnya diserahkan
kepada sel T yang memiliki reseptor khusus untuk antigen yang telah diproses oleh makrofag.
Makrofag akan mensekresi berbagai interleukin, yang akan megaktivasi sel T sitotoksik.
Gambaran yang akan muncul akibat ini adalah gambaran granulomatosa, sesuai dengan
gambaran uveitis anterior granulomatosa.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien umumnya akan datang ke dokter kaena penglihatannya turun mendadak. Penurunan
penglihatan pada uveitis anterior umumnya disertai dengan fotofobia.
Fotofobia
digambarkan sebagai kondisi di mana mata pasien terasa tidak nyaman saat berada di ruang
yang terang atau saat berada di luar ruangan pada siang hari. Pasien dengan fotofobia akan
merasa lebih nyaman jika berada di ruangan yang agak gelap. 4,8
Tanda-tanda yang dapat terlihat saat pemeriksaan yakni adanya sinekia posterior, yakni
menempelnya iris ke lensa, adanya injeksi silier, dapat tampak pula presipitat keratik. Pada
kasus-kasus tertentu dapat muncul gambaran hipopion. Dapat pula timbul gejala lakrimasi.
1,4
Sinekia posterior
Keratik presipitat
Injeksi pada mata
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering muncul pada kasus-kasus uveitis anterior adalah glaucoma
yang dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intra okuler yang disebabkan oleh adanya
sinekia posterior yang menyebabkan blok pupil. Glaukoma dapat pula disebabkan oleh
adanya sinekia anterior akibat perlengketan fibrin atau blok terhadap system ekskresi humor
aqueous oleh eksudat fibrin.1,8
Komplikasi yang juga membahayakan penglihatan adalah uveitis tersebut dapat meluas ke
posterior, dimana dapat terjadi choroiditis, retinitis, yang dapat menyebabkan kebutaan.
Dapat pula terjadi katarak sebagai akibat dari TIO naik yang menyebabkan cairan masuk ke
dalam lensa. Pada 10% pasien juga terjadi keratopati pita.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada uveitis anterior difokuskan pada beberapa hal:
1. Mencegah terjadinya komplikasi, terutama glaucoma.
2. Menghilangkan radang
3. Mengatasi penyakit penyebab
Pencegahan Komplikasi
Komplikasi pada mata yang paling ditakuti dalam menghadapi uveitis anterior adalah
glaucoma yang dapat menyebabkan kebutaan. Gejala awal yang dapat membuat dokter
mencurigai adanya glaucoma adalah adanya rasa nyeri di area orbita, dikarenakan glaucoma
yang terjadi sebagai komplikasi uveitis anterior umumnya adalah glaucoma akut sudut
tertutup.
Pada kasus-kasus semacam ini, pemberian beta-blocker seperti timolol tetes
diharapkan dapat membantu tekanan bola mata.
Pemberian timolol juga dapat disertai
dengan pemberian asetazolamid oral untuk mempercepat penurunan tekanan intra okuler.
Selain itu, diperlukan penanganan terhadap sinekia posterior yang dapat menyebabkan
peningkatan TIO. Penanganan sinekia posterior umumnya dilakukan dengan obat-obatan
midriatikum yang menyebabkan terjadinya midriasis dengan harapan sinekia posterior dapat
terlepas. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah sulfas-atropin, atau golongan sikloplegik.
Perlu diperhatikan bahwa selama pemberian obat ini, pasien akan merasa penglihatannya
lebih buram dan silau, sehingga pasien diminta untuk tidak membawa kendaraan sendiri
karena dapat membahayakan keselamatan dirinya sendiri dan orang lain.
Penanganan utama untuk uveitis anterior adalah dengan pemberian steroid untuk
meringankan peradangan pada iris. Pemberuan steroid umumnya dilakukan secara topical,
kecuali bila dibutuhkan pemberian sistemik oleh karena gejala sistemik lainnya. Pemberian
kortikosteroid tidak boleh dilakukan secara jangka panjang karena berisiko menyebabkan
katarak dan glaucoma.4,8
Bila terdapat penyakit lain yang mendasari uveitis anterior, maka penanganan perlu dilakukan
terhadap penyakit penyebab. Dengan menangani penyakit penyebab, maka uveitis anterior
dapat hilang dengan sendirinya.
PROGNOSIS
Prognosis uveitis anterior sangat bergantung pada penyakit yang mendasarinya, seberapa
besar penurunan visus yang terjadi, dan pada adanya komplikasi dari uveitis anterior tersebut.
Tanpa adanya komplikasi dan dengan penanganan adekuat terhadap penyakit penyebab, maka
visus dapat kembali sampai 100%. Risiko rekurensi perlu menjadi perhatian khusus terutama
karena uveitis anterior banyak berhubungan dengan faktor autoimun dan banyak pula yang
bersifat idiopatik.1,4,8
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham ET, Augsburger JJ, Pavesio C. Uveal tract & sclera. In: Riordan-Eva P,
Cunningham ET. Vaughan&Asbury’s general ophthalmology. 18 th ed. McGraw-Hill
Medical, 2011. Pg 145-158
2. Tsang
K.
Iritis
and
uveitis.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/798323 tanggal 16 September 2015
3. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006
4. Suhardjo SU, Revana E. Uveitis dan radang intra okuler. Dalam: Suhardjo SU,
Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Mata
FK UGM, 2012. Hal. 45-58
5. Lorenzo
ALD.
HLA_B27
syndromes.
Diunduh
http://emedicine.medscape.com/article/1201027 tanggal 18 September 2015
6. Waheed
NK.
HLA-B27
associated
uveitis.
Diunduh
dari
dari:
https://www.google.com.sg/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBsQFjAAah
UKEwiQwe-Kp4nIAhWGoJQKHd5QD_s&url=http%3A%2F%2Fwww.uveitis.org
%2Fdocs%2Fdm%2Fhla_b27_related_uveitis.pdf&usg=AFQjCNE3z7Yk5gWbMtVPceUcJy1jirwXw tanggal 17 September 2015
7. Maghraoui AE. Extra-articular manifestations of ankylosing spondylitis: prevalence,
characteristics, and therapeutic implications. EJIM. 10 June 2011.
8. Kanski JJ. Clinical ophthalmology a systematic approach. 6 th ed. Butterworth
Heinemann Elsevier, 2007
Download