MODEL KOMUNIKASI DOKTER UGD DALAM TIMBANG TERIMA SAAT PERGANTIAN JAM DINAS: SETTING RUMAH SAKIT INDONESIA COMMUNICATION MODEL IN PHYSICIAN HANDOVER AT EMERGENCY ROOM DURING SHIFT CHANGE: IN INDONESIAN HOSPITAL SETTING ABSTRAK Akreditasi rumah sakit saat ini berfokus terhadap tercapainya keselamatan pasien. Komunikasi antar profesi di rumah sakit menjadi salah satu kunci keberhasilan tercapainya keselamatan pasien. Salah satu bentuk komunikasi tersebut terjadi dalam proses timbang terima saat pergantian jam dinas dokter di Unit Gawat Darurat (UGD) yang merupakan periode kritis terhadap kontinuitas perawatan pasien. Walaupun telah diketahui bahwa komunikasi dalam timbang terima pasien memegang peran penting dalam keberhasilan pencapaian keselamatan pasien, namun penelitian tentang proses timbang terima pasien, terutama di UGD masih sangat sedikit. Untuk mendapatkan model komunikasi dokter jaga UGD dalam proses timbang terima di Indonesia, maka dilakukan penelitian di RS Mitra Delima (RSMD) pada kurun waktu Mei 2014 sampai dengan Juni 2014. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan melakukan pengamatan terhadap 6 proses timbang terima, wawancara terhadap 7 orang dokter jaga UGD, dan mempelajari dokumen yang terkait dengan timbang terima. Hasil wawancara dan pengamatan terhadap proses timbang terima adalah model komunikasi dokter jaga UGD saat timbang terima masih sangat beragam, tergantung dari dokter yang melakukan komunikasi. Ketidakseragaman bentuk komunikasi tersebut dapat menyebabkan kebigungan dokter akan rencana tindak lanjut pasien, sehingga berdampak pada terjadinya kesalahan medis. Diskusi dengan kelompok dokter jaga UGD didapatkan 3 penghalang pelaksanaan komunikasi efektif tersebut, yaitu: tidak ada standar yang digunakan dalam komunikasi timbang terima, tidak ada peraturan tentang timbang terima, dan perbedaan cara dokter berkomunikasi. Kata Kunci : komunikasi , timbang terima , Unit Gawat Darurat, keselamatan pasien ABSTRACT Hospital accreditation is currently focusing on the achievement of patient safety. Communication between professions in the hospital became one of the keys achieving patient safety. One form of such communication occurs in the process of physician handover during shift change in the emergency room (ER) which is a critical period for the continuity of patient care. 1 Although it has been known that communications in patient handover plays as important role achieving patient safety. but research on the process of patient handover in ER is limited). To obtain the ER physician communication models of handover in Indonesia, study in Mitra Delima Hospital (RSMD) during the period May 2014 to June 2014 was held. This study used a qualitative design, by observing 6 handover process, interview 7 ER physician , and studying documents related to patient handover. The results of the interviews and observations showed that communication model during patient handover of ER physician is very varied. Heterogeneity of these communication model lead inter physician confusing on planning and patient follow-up that lead medical errors. Discussions with ER physician obtained 3 barrier implementation of effective communication: there is no standard that is used in communication in handover process, there are no rules about handover process, and differences characteristics of ER physician. Keywords: communication, handover, Emergency Room, patient safety PENDAHULUAN Pelayanan di rumah sakit yang standar identik dengan pelayanan kesehatan yang bermutu. Salah satu indikator bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit bermutu jika rumah sakit telah terakreditasi (1). Standar akreditasi rumah sakit di Indonesia saat ini mengacu pada Joint Commission International (JCI), yang berfokus pada patient safety (keselamatan pasien). Hingga saat ini pencapaian keselamatan pasien dirasakan masih belum optimal karena masih tingginya angka kesalahan medis (medical errors) di berbagai fasilitas kesehatan. Setiap tahunnya, hampir 1,3 juta kasus kesalahan medis terjadi, dengan 48.000 sampai 98.000 dari kasus tersebut mengakibatkan kematian pasien (2). Di Australia, sebanyak 25.000 sampai dengan 30.000 kejadian sentinel (sentinel event) yang seharusnya dapat dicegah, 11% diantaranya disebabkan karena kegagalan komunikasi (3). Komunikasi antar profesi di rumah sakit terjadi sepanjang waktu perawatan pasien yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan perawatan pada pasien tersebut. Salah satu komunikasi antar profesi di rumah sakit terjadi pada saat timbang terima pasien yang merupakan bentuk transfer tanggung jawab perawatan dan tanggung jawab medis pasien dari satu tenaga kesehatan ke tenaga kesehatan lainnya (3). Komunikasi selama proses timbang terima pasien merupakan periode kritis terhadap kontinuitas dan keberhasilan perawatan pasien, dimana proses timbang terima pasien yang buruk dapat menjadi faktor penyebab utama terjadinya kesalahan medis (medical errors) (4). Salah satu bentuk timbang terjadi saat pergantian jam dinas dokter di UGD . Walaupun telah diketahui bahwa komunikasi dalam timbang terima pasien memegang peran penting dalam keberhasilan pencapaian keselamatan pasien, namun penelitian tentang proses timbang terima pasien, terutama di UGD masih sangat sedikit (5). Rumah Sakit Mitra Delima (RSMD) adalah rumah sakit swasta tipe D yang berada di Kabupaten Malang. RSMD berdiri sejak November 2010. Dalam kurun waktu 4 2 tahun ini, trend kunjungan pasien di UGD RSMD mengalami peningkatan. Dengan semakin banyaknya jumlah pasien maka akan semakin banyak pula prosedur yang dikerjakan oleh dokter. Kondisi tersebut akan membuat beban kerja dokter menjadi tinggi. Tingginya beban kerja dokter merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors) (6). Salah satu sumber penyebab terjadinya kesalahan medis (medical errors) tersebut adalah komunikasi dokter jaga UGD dalam proses timbang terima pasien saat pergantian jam dinas (7). METODE Dalam upaya memperoleh model komunikasi dokter jaga UGD dalam proses timbang terima saat pergantian jam dinas, maka penelitian kualitatif ini dilakukan dengan cara melakukan observasi timbang terima, wawancara dan studi dokumen yang terkait dengan timbang terima. Penelitian ini dilakukan mulai April 2014 sampai dengan Juni 2014. Adapun subjek penelitian adalah 7 orang dokter yang bertugas di UGD RSMD. Observasi : Timbang terima pasien dilakukan pada setiap pergantian jam dinas dokter di UGD RSMD yaitu pada pukul 07.00, 14.00, dan 20.00. Observasi proses tersebut dilakukan 1 jam sebelum waktu timbang terima, pada saat timbang terima, dan 1 jam setelah waktu timbang terima. Observasi dilakukan sebanyak 6 kali, yaitu 2 kali pada timbang terima pukul 07.00, 2 kali pada timbang terima pukul 14.00, dan 2 kali pada timbang terima pukul 20.00. Tujuan melakukan observasi adalah melihat model komunikasi yang dilakukan oleh dokter jaga UGD saat timbang terima, meliputi teknik komunikasi, media yang digunakan dalam berkomunikasi, informasi yang disampaikan dalam komunikasi tersebut, serta dampak yang muncul setelah proses timbang terima tersebut. Wawancara: Wawancara dilakukan kepada 7 orang dokter jaga UGD RSMD dengan tujuan menggali informasi tentang pengetahuan dokter tentang timbang terima, serta permasalahan yang dirasakan dokter saat timbang terima. Studi Dokumen: Studi dokumen dimaksudkan untuk mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan komunikasi dokter jaga UGD RSMD dalam proses timbang terima pasien saat pergantian jam dinas HASIL Observasi timbang terima dilakukan sebanyak 6 kali, yaitu 2 kali pada timbang terima pukul 07.00, 2 kali pada timbang terima pukul 14.00, dan 2 kali pada timbang terima pukul 20.00. Wawancara dilakukan kepada 7 dokter jaga UGD RSMD. Observasi dan wawancara diperoleh data bahwa dokter jaga UGD RSMD bertanggung jawab atas pemeriksaan dan penatalaksanaan pasien baru di UGD dan penatalaksanaan kegawatdaruratan pasien di ruang rawat inap dan High care Unit (HCU). Studi dokumen dan wawancara kepada dokter jaga UGD RSMD diperoleh data bahwa dokter jaga UGD RSMD memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang 3 berbeda-beda. Seluruh dokter jaga UGD RSMD belum pernah mendapatkan pelatihan komunikasi efektif, khususnya timbang terima. Observasi dan wawancara kepada dokter jaga UGD RSMD memberikan gambaran bahwa komunikasi dokter jaga UGD RSMD saat timbang terima dilakukan secara langsung, Dokter lepas dinas akan bertatap muka dengan dokter akan dinas. “disini dokter yang lepas dinas harus menunggu dokter yang akan dinas datang untuk melakukan timbang terima” (O/D/NIAD/16052014/0630) Untuk dapat bertatap muka, maka dokter yang akan dinas harus menunggu dokter lepas dinas menyelesaikan tugasnya dalam menangani pasien. Tetapi adakalanya dokter lepas dinas juga masih menunggu kedatangan dokter yang akan dinas. Kedua hal tersebut membuat waktu pelaksanaan timbang terima terlambat dari waktu yang dijadwalkan. “disini biasanya timbang terima terlambat. Rata-rata waktu pelaksanaan timbang terima mundur sekitar 30 menit dari berakhirnya jam dinas” (W/D/IR/19052014/1300) Informasi yang disampaikan dalam timbang terima masih sangat beragam, tergantung dari masing-masing dokter yang melakukan timbang terima. “di kamar bersalin ada 2 pasien. pasien pertama dengan Gravida 1 dengan pembukaan 7-8, minta operasi.” (O/D/ADIR/12052014/1930) “di ruang rawat inap atas ada pasien F, pasiennya dokter NL dengan dehidrasi. Sekarang ini sedang rehidrasi, matanya masih cowong, nanti jam 9 tolong dilihat lagi kondisi pasiennya dan laporkan perkembangan kondisi pasien ke dokter NL”. (O/D/OKIR/14052014/1930) Penyebabnya ketidakseragaman informasi yang disampaikan adalah belum ada standar informasi yang dipakai dalam timbang terima yang berbentuk lembar timbang terima. Kadangkala dokter mencatat informasi-informasi yang ditimbangterimakan di selembar kertas. Namun adakalanya dokter hanya menyampaikan informasi tersebut tanpa membuat catatan tertulis tentang informasi yang ditimbangterimakan. Pemilihan penggunaan media dalam timbang terima masih tergantung dari dokter yang melakukan timbang terima. Jika jumlah pasien banyak, maka dokter akan membuat catatan tentang informasi yang ditimbang terimakan. Namun jika jumlah pasien sedikit, dokter tidak membuat catatan karena merasa masih bisa menghafal. 4 “kalau jumlah pasiennya 3, atau lebih dari 3, biasanya informasi yang ditimbangterimakan ditulis, supaya tidak lupa.” “Tapi kalau pasiennya hanya 1, kemudian hafal pasiennya, informasinya tidak ditulis pun juga tidak masalah.” (W/D/IR/19052014/1300) Sampai saat ini belum ada peraturan yang mengarahkan komunikasi dokter jaga UGD dalam proses timbang terima saat pergantian jam dinas. Wawancara dengan dokter jaga UGD RSMD menyatakan bahwa model komunikasi dokter jaga UGD RSMD masih belum efektif, karena seringkali dokter merasa bingung dengan rencana tindak lanjut kepada pasien sehingga dapat mengancam keselamatan pasien. Diskusi dengan kelompok dokter jaga UGD RSMD didapatkan 3 penghalang tercapainya komunikasi efektif dalam proses timbang terima. Penghalang pertama adalah belum ada standar informasi yang harus disampaikan pada proses timbang terima. Standar informasi tersebut dapat dibuat dalam bentuk lembar timbang terima. “Kalau menurut saya yang standar dok..coba kalau ada standarnya pasti bisa jalan..” “..mungkin bisa dibuat seperti itu..biar informasinya juga seragam apa saja yang harus disampaikan.” (W/D/LU-NI/07122014/1100) Tidak adanya lembar timbang terima, membuat informasi yang disampaikan sangat beragam tergantung masing-masing dokter yang berkomunikasi. Penghalang kedua adalah tidak adanya peraturan yang mengharuskan dokter menggunakan lembar timbang terima. “..belum tentu standar dalam bentuk lembar timbang terima ini jalan kalau tidak ada peraturan yang mengharuskan dokter untuk mengisinya atau membuatnya” (W/D/LU-NI/07122014/1100) Penghalang ketiga adalah karakteristik dokter yang memiliki perbedaan cara berkomunikasi yang disebabkan karena perbedaan latar belakang pendidikan, pengalaman, dan miskinnya keterampilan berkomunikasi. 5 “ada buku timbang terimanya, ada peraturannya, tapi kalau dokternya tidak dapat menyampaikan informasi yang ada di buku tersebut, maka kondisinya akan tetap seperti sekarang” “ya..perbedaan karakter dokter dalam berkomunikasi yang bisa dikarenakan perbedaan pengalaman yang diperoleh” (W/D/LU-NI/07122014/1100) Karakteristik dokter dalam berkomunikasi Komunikasi efektif dalam proses timbang terima saat pergantian jam dinas dokter jaga UGD di RSMD Tidak ada peraturan yang tegas tentang pelaksanaan timbang terima Tidak ada standar yang digunakan dalam komunikasi dokter jaga UGD dalam proses timbang terima saat pergantian jam dinas Komunikasi dokter jaga UGD dalam proses timbang terima saat pergantian jam dinas di RSMD Tujuan komunikasi dalam proses timbang terima adalah terjadi kontinyuitas perawatan pasien sehingga tercapai keselamatan pasien Gambar 1. Faktor Penghalang Komunikasi Efektif dalam Proses Timbang Terima DISKUSI Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang dapat berupa pesan informasi, ide, emosi, keterampilan dan sebagainya melalui simbol atau lambang yang dapat menimbulkan efek berupa tingkah laku yang dilakukan dengan media-media tertentu. Salah satu komunikasi yang terjadi di rumah sakit adalah komunikasi antar profesi kesehatan dalam proses perawatan pasien. Proses komunikasi tersebut selanjutnya dikenal dengan proses timbang terima pasien (8). Timbang terima pasien didefinisikan sebagai bentuk transfer tanggung jawab perawatan dan tanggung jawab medis pasien dari satu tenaga kesehatan ke tenaga kesehatan lainnya (3). Tujuan dari timbang terima pasien adalah terjadi komunikasi yang akurat dan dapat diandalkan terkait informasi spesifik pasien, sehingga dapat memastikan terbentuknya lingkungan kerja yang aman dan efektif secara terus menerus demi tercapainya kontinuitas perawatan pasien. Timbang terima pasien dapat terjadi pada saat pergantian jam dinas dokter di UGD. Jam dinas dokter jaga 6 UGD RSMD dibagi menjadi 3 sift dalam satu harinya, yaitu pagi, sore, dan malam. Setiap pergantian jam dinas dokter akan terjadi proses timbang terima pasien. Seluruh dokter jaga UGD RSMD adalah seorang dokter umum yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang berbeda-beda. Perbedaan latar belakang individu dapat menyebabkan perbedaan cara berkomunikasi dari masing-masing individu (6). Perbedaan cara berkomunikasi antar dokter dapat menjadi salah satu defisiensi dalam berkomunikasi. Seluruh dokter jaga UGD RSMD belum pernah mendapatkan pelatihan komunikasi timbang terima secara formal. Minimnya pendidikan praktis dalam komunikasi timbang terima dapat menyebabkan dokter miskin keterampilan berkomunikasi (9). Perbedaan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh dokter jaga UGD RSMD serta miskinnya keterampilan dokter dalam berkomunikasi akan membentuk keterbatasan kemampuan dokter dalam berkomunikasi. Keterbatasan kemampuan individu dalam berkomunikasi dapat menjadi defisiensi untuk pencapaian komunikasi efektif (6). Komunikasi dokter jaga UGD RSMD dalam proses timbang terima dilakukan secara langsung, dimana dokter yang lepas dinas bertatap muka dengan dokter yang akan dinas untuk menyampaikan informasi-informasi yang diperlukan. Ada berbagai cara untuk melakukan timbang terima saat pergantian jam dinas tenaga kesehatan. Salah satunya adalah tenaga kesehatan yang lepas dinas bertatap muka dengan tenaga kesehatan yang akan dinas untuk melakukan komunikasi verbal (10). Komunikasi dengan bertatap muka antara komunikan dan komunikator adalah cara terbaik yang bisa dilakukan untuk bentuk komunikasi verbal, karena dengan bertatap muka akan menciptakan ruang untuk berinteraksi antara komunikator dan komunikan. Komunikator dan komunikan dapat saling bertanya untuk mengklarifikasi informasi yang disampaikan. Selain itu, dengan bertatap muka komunikasi non verbal juga dapat diekspresikan dengan menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah (9). Informasi yang disampaikan dalam timbang terima masih sangat beragam, tergantung dari masing-masing dokter yang melakukan timbang terima. Ketidakseragaman informasi yang disampaikan tersebut menyebabkan komunikasi tidak akurat. Penyampaian informasi tentang kasus pasien yang tidak akurat saat proses perpindahan pasien sering menghambat keberhasilan komunikasi di rumah sakit. Sehingga, supaya komunikasi efektif, maka informasi yang disampaikan harus komplit, jelas, tegas, dan tepat waktu(11). Penyebab ketidakseragaman informasi yang disampaikan dalam timbang terima adalah adalah belum ada standar informasi yang dipakai dalam timbang terima yang berbentuk lembar timbang terima. Untuk meminimalisir dampak yang tidak diharapkan dari komunikasi dan menghilangkan asumsi-asumsi dari informasi yang disampaikan, maka timbang terima sebaiknya dilakukan dengan komunikasi langsung yang dilengkapi dengan menuliskan informasi-informasi tersebut 7 dalam sebuah media. Sehingga direkomendasikan komunikasi verbal dan tertulis berlangsung bersama-sama dalam proses timbang terima (9). Sampai saat ini belum ada peraturan tentang penggunaan media dalam timbang terima. Kadangkala dokter akan membuat catatan tentang informasi yang ditimbangterimakan. Namun adakalanya dokter hanya menyampaikan informasi tersebut tanpa membuat catatan. Tidak adanya peraturan tentang timbang terima dapat menjadi defisiensi dalam komunikasi yang berdampak pada terjadinya kesalahan medis (6). Area kerja dokter jaga UGD RSMD meliputi UGD, kaber, dan ruang rawat inap. Pemilihan tempat timbang terima berdasarkan posisi terakhir dari dokter lepas dinas berada. Sehingga, pelaksanaan timbang terima bisa di UGD, kaber, ruang rawat inap, kamar dokter jaga, dan dapur kantin. Pemilihan tempat timbang terima dapat mempengaruhi keberhasilan timbang terima. Kondisi lingkungan yang tenang saat berlangsungnya timbang terima lebih disarankan daripada kondisi lingkungan yang ramai, karena akan meminimalisisr gangguan terhadap proses berkomunikasi(9). Penelitian ini mengungkapkan terdapat 3 penghalang komunikasi yang kurang efektif dalam proses timbang terima tersebut. Penghalang pertama adalah tidak ada standar yang digunakan dalam timbang terima yang dapat membuat keseragaman informasi dalam timbang terima. Standar tentang struktur yang jelas tentang komunikasi dapat mengarahkan keberhasilan dalam komunikasi (11). Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses timbang terima pasien saat terjadi pergantian jam dinas dokter di UGD adalah adanya struktur yang digunakan dalam proses timbang terima pasien (4). Penghalang kedua tercapainya komunikasi efektif adalah belum ada peraturan tentang pelaksanaan timbang terima, yang meliputi waktu pelaksanaan timbang terima, penggunaan standar dalam timbang terima, serta bentuk reward and punishment dalam pelaksanaan timbang terima. Tidak adanya peraturan tentang pelaksanaan timbang terima dapat menjadi salah satu penghalang tercapainya komunikasi efektif di sebuah rumah sakit (11). Pelaksanaan timbang terima masih tergantung dari masing-masing dokter yang melaksanakan timbang terima. Ketika organisasi tidak dapat mengakomodir perbedaan gaya komunikasi yang dimiliki oleh masingmasing individu, maka hal tersebut dapat menjadi defisiensi dalam komunikasi yang berdampak pada terjadinya kesalahan medis (6). 8 Penghalang ketiga tercapainya komunikasi efektif dalam timbang terima adalah perbedaan cara dokter dalam berkomunikasi. Perbedaan cara berkomunikasi antar dokter dapat menjadi salah satu defisiensi dalam berkomunikasi (9). Perbedaan cara dokter dalam berkomunkasi bisa disebabkan karena minimnya keterampilan dokter dalam berkomunikasi serta kepribadian masing-masing dokter. Minimnya keterampilan dokter berkomunikasi dapat disebabkan karena kurang pelatihan komunikasi, latar belakang pendidikan dan pengalaman dokter. Minimnya panduan pendidikan praktis dalam timbang terima pasien menyebabkan perbedaan cara berkomunikasi dokter dalam timbang terima (9). Keberhasilan pelaksanaan komunikasi dokter jaga UGD RSMD dalam proses timbang terima saat pergantian jam dinas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini melengkapi pernyataan dari penelitian sebelumnya yang menyebutkan ada 6 faktor paling sering menghambat komunikasi di rumah sakit, yaitu (11): hirarki rumah sakit yang mencekam sehingga dapat membuat karyawan takut untuk berkomunikasi, budaya masing-masing profesi yang berbeda satu sam lain, penyampaian informasi tentang kasus pasien yang tidak akurat saat proses perpindahan pasien, tingginya beban kerja individu yang berkomunikasi, konflik interpersonal, dan tidak memahami peran masing-masing individu dalam sebuah tim. Walaupun tidak semua faktor tersebut ditemukan di RSMD, tetapi gambaran komunikasi dokter jaga UGD RSMD dalam proses timbang terima saat pergantian jam dinas dokter seperti yang tersebut di atas dapat membuat celah untuk terjadinya komunikasi yang tidak efektif. Sehingga dari penelitian ini, diperoleh penghalang komunikasi efektif dalam proses timbang terima saat pergantian dam dinas dokter di UGD RSMD adalah seperti pada tabel 1. Tabel 1 Penghalang Komunikasi Efektif Dalam Proses Timbang Terima di RSMD No Faktor yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi Kondisi di RSMD Ada Tidak Ada Bendaly & Bendaldy 1 Adanya hirarki rumah sakit yang mencekam sehingga dapat membuat karyawan takut untuk v berkomunikasi 2 Adanya perbedaan budaya masing-masing profesi yang akan mempengaruhi individu dalam v berkomunikasi 3 penyampaian informasi tentang kasus pasien yang tidak akurat v 4 Tingginya beban kerja individu yang berkomunikasi v 5 Konflik antar dokter jaga UGD RSMD v 6 Dokter tidak memahami perannya dalam organisasi v Temuan di RSMD 9 7 Tidak ada standar yang dapat mengarahkan informasi-informasi yang harus ditimbang v terimakan 8 Tidak ada peraturan yang mengarahkan pelaksanaan timbang terima v 9 Karakteristik dokter jaga UGD RSMD yang membuat komunikasi tidak efektif v 10 Daftar Pustaka 1. Soepojo P, Koentjoro T, Utarini A. Benchmarking Sistem Akreditasi Rumah Sakit Di Indonesia dan Australia (Benchmarking of Hospital Accreditation System In Indonesia and Australia). Jurnal manajemen Pelayanan kesehatan. 2002;5(2002). 2. Keller S. Effects of Extended Work Shifts and Shift Work on Patient Safety, Productivity, and Employee Health. AAOHN Journal. 2009;vol 5. 3. Payne CE, Stein JM, Leong T, Dressler DD. Avoiding handover fumbles: a controlled trial of a structured handover tool versus traditional handover methods. BMJ Quality & Safety. 2012;21(11):925-32. 4. Farhan M, Brown R, Woloshynowych M, Vincent C. The ABC of handover: a qualitative study to develop a new tool for handover in the emergency department. Emergency Medicine Journal. 2012;29(12):941-6. 5. Ye K, McD Taylor D, Knott JC, Dent A, MacBean CE. Handover in the emergency department: deficiencies and adverse effects. Emergency Medicine Australasia. 2007;19(5):433-41. 6. Myers S. Patient Safety And Hospital Accreditation. New York: Springer Publishing Company; 2012. 7. Manser T, Foster S. Effective handover communication: an overview of research and improvement efforts. Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology. 2011;25(2):181-91. 8. Dewi M. Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien Terhadap Penerapan Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jurnal Health and Sport. 2012;5(03). 9. Solet DJ, Norvell JM, Rutan GH, Frankel RM. Lost in Translation: Challenges and Opportunities in Physician-to-Physician Communication During Patient Handoffs. Academic Medicine. 2005;80(12):1094-9. 10. Patterson ES, Roth EM, Woods DD, Chow R, Gomes JO. Handoff strategies in settings with high consequences for failure: lessons for health care operations. International Journal for Quality in Health Care. 2004;16(2):125-32. 11. Bendaly L, Bendaly N. Improving Healthcare Team Performance. Canada: John Willey&Sons; 2012. 11