hubungan asupan zat gizi mikro dan komposisi lemak tubuh dengan

advertisement
HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN KOMPOSISI
LEMAK TUBUH DENGAN TINGKAT KEBUGARAN
MAHASISWA DI UKM SEPAKBOLA UNY
NASKAH PUBLIKASI
Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Ijazah S1 Gizi
Disusun Oleh:
REFIANA PUTRI SUKMAJATI
J310131013
PROGRAM STUDI S1 GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN KOMPOSISI LEMAK TUBUH
DENGAN TINGKAT KEBUGARAN MAHASISWA DI UKM SEPAKBOLA UNY
Refiana Putri Sukmajati
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
E-mail: [email protected]
Colleges student needful fitness for learned, college, or activities
supportive activity lecturing and on this age happening processes growth and tall
activity. One of factor which regard fitness is nutrient intake (micro nutrient
substance) and nutrient state (body fat composition). Football sport is sporting
one charge optimal body fitness. The research to analyzed the correlations
between micro nutrient intake and body fat compositionwith the college student’s
level ofphysical fitness at Yogyakarta State University football club.
This observational type is crossectional. The data of the micro nutrient
substance is collected by food recall 4x24 hour not serially, the data of the body
fat composition is collected by undertaking measurement utilizes tool
Bioelectrical Impedance Analyzer ( BIA ), and the data of the physical fitness is
collected through measurement by bleeptest method. The total subject research
is 36 person that taken by simple random sampling. Statistical quiz that is utilized
for analyzed correlation is test correlation of Pearson Product Moment and Rank
Spearman test.
The results shows most of the research subject have micro nutrient
substance that insufficiently, the intake of vitamin B1 as big as 97,2%, the intake
of vitamin B6 as big as 58,3%, the intake of vitamin C as big as 94,4%, and the
intake of iron substance as big as 52,8%. The research subject that have
moderate body fat composition as big as 80,6%. The research subject that have
enough category of physical fitness as big as 41,7%. Result tests correlation
among intake of vitamin B1 with fitness is p=0,799, intake of vitamin B6 with
fitness is p=0,682, intake of vitamin C with fitness is p=0,869, intake of iron
substance with fitness is p=0,042, and body fat composition with fitness is
p=0,004. There was no correlation among intake of vitamin B1, vitamin B6, and
vitamin C with the college student’s level of physical fitness at Yogyakarta State
University football club. There is a correlation among iron substance intake and
body fat composition with the college student’s level of physical fitness at
Yogyakarta State University football club.
Key Words:Micro Nutrient Substance Intake (Vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin C,
and Iron Substance), Body Fat Composition, Physical Fitness.
PENDAHULUAN
Mahasiswa dalam tahap
perkembangannya
digolongkan
sebagai remaja akhir dan dewasa
awal, yaitu usia 18-21 tahun dan 2224 tahun (Knoers dan Haditono,
2001). Kebugaran adalah kapasitas
tubuh
secara
umum
dalam
menghadapi kerja fisik baik dalam
posisi bergerak maupun duduk
dengan aman dan efektif dan masih
dapat memenuhi fungsinya dalam
keluarga maupun masyarakat serta
menikmati kegiatan pilihannya tanpa
mengalami
kelelahan
(Siregar,
2010).
Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi kebugaran, yaitu
latihan, genetik, umur, jenis kelamin,
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 1
asupan gizi, status gizi, kebiasaan
merokok, dan keadaan kesehatan
(Kushendar, 2008; Riyadi, 2007;
Roji, 2006; Depkes, 1997). Setiap
mahasiswa
oleh
karena
itu
hendaknya
memiliki
kebugaran
jasmani yang baik untuk mendukung
dan
memperlancar
aktivitas
perkuliahannya (Hardiyono, 2011).
Zat gizi mikro adalah zat gizi
yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah
kecil atau sedikit tetapi ada dalam
makanan. Zat gizi yang termasuk
kelompok ini adalah vitamin dan
mineral, yang berfungsi sebagai
pengatur proses metabolisme dalam
tubuh (Almatsier, 2004). Vitamin B1
berfungsi sebagai koenzim yang
penting dalam metabolisme energi
dari
karbohidrat
(Setiawan
&
Rahayuningsih, 2004). Vitamin B6
atau piridoksin berfungsi utama
dalam
metabolisme
protein
(Muchtadi, 2009) dan defisiensi
vitamin B6 dapat berpengaruh
negatif terhadap aktivitas daya tahan
yang bersifat aerobik karena fungsi
mobilisasi glikogen otot diketahui
dibantu vitamin B6 (Williams, 2002).
Dalam aktivitas, vitamin C berguna
dalam stimulasi sistem imun,
mengurangi
kelelahan
dan
kelemahan
otot,
meningkatkan
performa, dan melindungi sel dari
ancaman radikal bebas (Chen, 2000
dalam Nur 2011).
Mineral
selain
sebagai
komponen
struktural
tubuh,
sebagian mineral juga komponen
berbagai macam enzim (Muchtadi,
2009). Zat besi mempunyai fungsi
esensial di dalam tubuh, yaitu
sebagai alat angkut elektron di
dalam sel dan sebagai bahan
terpadu berbagai reaksi enzim
dalam jaringan tubuh (Almatsier
2004). Zat besi (Fe) memiliki peran
penting dalam transportasi dan
penggunaan oksigen, penurunan Fe
dapat mengganggu kinerja fisik
aerobik. Zat besi berperan dalam
transport yang dibutuhkan dalam
metabolisme karbohidrat, protein,
lemak untuk menghasilkan energi.
Apabila
ketersediaan
oksigen
terbatas dalam tubuh, akan terjadi
penumpukan asam laktat yang dapat
menyebabkan
kelelahan
otot
(Chynthia, 2010).
Kebugaran juga dipengaruhi
oleh status gizi (komposisi lemak
tubuh). VO2max sebagian besar
tergantung pada massa tubuh dan
massa
tubuh
tanpa
lemak,
sedangkan massa lemak berlebihan
membebankan beban yang tidak
menguntungkan pada fungsi jantung
dan pengambilan oksigen oleh otototot bekerja. Hal ini menunjukkan
bahwa pengurangan penggunaan
oksigen oleh jaringan adiposa
selama latihan mengurangi VO2max
keseluruhan (Chatterjee et al.,
2004).
Salah satu olahraga yang
menuntut kebugaran tubuh yang
optimal
adalah
sepakbola.
Sepakbola merupakan olahraga
yang membutuhkan waktu lama,
yaitu 2x45 menit, untuk itu dalam
sepakbola menggunakan sistem
energi aerobik. Sistem energi
aerobik membutuhkan oksigen untuk
terus di salurkan pada serabut otot
sebagai bahan metabolisme aerobik
bersama karbohidrat, lemak, dan
protein untuk diubah menjadi energi.
Kecepatan maksimal penggunaan
energi melalui sistem aerobik yang
memerlukan oksigen dibatasi oleh
kecepatan
maksimal
sistem
respiratorikardiovaskuler
dalam
mengirimkan oksigen ke otot, maka
pemain sepakbola perlu memiliki
VO2max yang baik untuk mensuplai
oksigen guna menunjang aktivitas
(Nosa, 2012).
Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM)
Universitas
Negeri
Yogyakarta
(UNY)
merupakan
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 2
wadah bagi mahasiswa untuk
mengembangkan minat, bakat, dan
keahlian yang dimiliki. Salah satu
UKM yang bergerak dibidang
olahraga
yaitu
sepakbola.
Berdasarkan pemaparan diatas,
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di UKM Sepakbola UNY
dengan
mengambil
sampel
mahasiswa. Lokasi penelitian di
Universitas
Negeri
Yogyakarta
karena di Yogyakarta hanya ada
satu universitas yang didalamnya
terdapat
Fakultas
Ilmu
Keolahragaan. Mahasiswa Fakultas
Ilmu Keolahragaan hampir setiap
hari harus mengikuti perkuliahan
praktek maupun teori sehingga
dituntut memiliki kebugaran yang
baik. Selain itu, di UNY juga terdapat
unit kegiatan mahasiswa di bidang
olahraga yaitu sepakbola dan jumlah
anggotanya terbanyak dibanding unit
kegiatan mahasiswa lainnya serta
anggotanya memiliki kegiatan latihan
yang hampir sama. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pikiran dan masukan
dalam
meningkatkan
mutu
pendidikan,
penelitian,
dan
pelayanan kesehatan khususnya
dibidang gizi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
cross sectional. Lokasi penelitian
dilakukan di UKM Sepakbola UNY
dan waktu penelitian pada bulan
April
2014-Februari
2015.
Mahasiswa yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi berjumlah 46
mahasiswa dengan besar sampel
penelitian 36 orang yang diambil
menggunakan
metode
simple
random sampling. Variabel bebas
penelitian yaitu asupan vitamin B1,
vitamin B6, vitamin C, zat besi, dan
komposisi
lemak
tubuh
serta
variabel terikat yaitu kebugaran.
Data asupan zat gizi mikro
diperoleh dengan wawancara food
recall 4x24 jam secara tidak
berturutan dan data komposisi lemak
tubuh
dengan
pengukuran
menggunakan
alat
Bioelectrical
Impedance Analyzer (BIA). Data
kebugaran
diperoleh
dengan
pengamatan dan pencatatan saat
dilakukan tes kebugaran dengan
metode Bleeptest.
Uji
statistik
untuk
uji
kenormalan menggunakan ShapiroWilk (sampel <50). Uji korelasi Rank
Spearman
untuk
mengetahui
hubungan antara asupan vitamin B6
dan vitamin C dengan tingkat
kebugaran. Uji korelasi Pearson
Product Moment untuk mengetahui
hubungan antara asupan vitamin B1,
zat besi, dan komposisi lemak tubuh
dengan
tingkat
kebugaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
KarakteristikSampel Penelitian
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Anggota UKM Sepakbola UNY
Kategori
Jumlah (n) Persentase (%)
Remaja Akhir (18-21 th)
35
97,2
Dewasa Awal (22-24 th)
1
2,8
Total
36
100
Sampel penelitian ini adalah
mahasiswa
Fakultas
Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri
Yogyakarta yang menjadi anggota
Unit Kegiatan Mahasiswa Sepakbola
UNY. Semua sampel penelitan
adalah laki-laki. Jumlah responden
sebanyak 36 mahasiswa yang
memiliki rentang usia 18-24 tahun
(sesuai dengan kriteria inklusi) dan
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 3
karakteristiknya sebagai remaja
akhir dan dewasa awal (Knoers dan
Haditono, 2001). Sebagian besar
responden di UKM sepakbola UNY
tergolong dalam kategori remaja
akhir, yaitu sebesar 97,2% dan
sisanya dalam kategori dewasa
awal.
Tingkat Asupan Vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin C, dan Zat Besi
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Asupan
Vitamin B1,Vitamin B6, Vitamin C, dan Zat Besi
Variabel
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tingkat asupan vitamin B1
Kurang
35
97,2
Cukup
1
2,8
Total
36
100
Tingkat asupan vitamin B6
Kurang
21
58,3
Cukup
15
41,7
Total
36
100
Tingkat asupan vitamin C
34
94,4
Kurang
2
5,6
Cukup
Total
36
100
Tingkat asupan zat besi
19
52,8
Kurang
17
47,2
Cukup
Total
36
100
Asupan
zat
gizi
mikro
(vitamin B1, vitamin B6, vitamin C,
dan zat besi) diperoleh dari hasil
wawancara recall makanan 4x24
jam tidak berurutan kemudian diolah
menggunakan nutrisurvey. Hasil
analisis recall makanan 4x24 jam
kemudian
dirata-rata
dan
dibandingkan
dengan
Angka
Kecukupan Gizi (AKG) 2012 untuk
Indonesia kemudian dikali 100%.
Tingkat asupan vitamin B1, vitamin
B6, vitamin C, dan zat besi
dikategorikan
menjadi
kurang
apabila <77% AKG dan cukup
apabila ≥77% AKG (Gibson, 2005).
Tabel 2 menunjukkan hampir
seluruh responden memiliki asupan
vitamin B1 yang tergolong kurang
yaitu 97,2% dan hanya 2,8%
tergolong cukup. Asupan vitamin B6
sebagian besar responden juga
tergolong kurang, yaitu 58,3% dan
cukup 41,7%. Hasil hampir sama
pada vitamin B1 juga ditunjukkan
pada asupan vitamin C. Hampir
semua responden memiliki kategori
asupan kurang, yakni 94,4% dan
kategori cukup 5,6%. Hasil penelitian
pada asupan zat besi yaitu 52,8%
memiliki kategori asupan kurang dan
47,2% memiliki kategori asupan
cukup. Kurangnya tingkat kecukupan
asupan zat gizi mikro (vitamin B1,
vitamin B6, vitamin C, dan zat besi)
dikarenakan
sebagian
besar
responden
memiliki
kebiasaan
makan kurang baik, yaitu jarang
melakukan sarapan pagi dan
makanan yang dikonsumsi kurang
beraneka
ragam.
Hal
ini
berdasarkan data hasil recall
konsumsi
makanan
responden
selama
4x24
jam.
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 4
Komposisi Lemak Tubuh
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Komposisi Lemak Tubuh
Komposisi Lemak Tubuh
Jumlah (n)
Persentase (%)
Rendah
5
13,9
Sedang
29
80,6
Tinggi
2
5,5
Total
36
100
Pengukuran komposisi lemak
tubuh dilakukan sebelum responden
melakukan latihan dan dilakukan
sebanyak tiga kali (bersamaan pada
hari dilakukan recall konsumsi
makanan). Tingkat komposisi lemak
tubuh dikategorikan rendah apabila
<10%, sedang apabila 11-20%, dan
tinggi apabila >20% (Irianto, 2007).
Tabel 3 menunjukkan komposisi
lemak tubuh responden anggota
UKM sepakbola UNY bervariasi.
Sebagian besar responden (80,6%)
memiliki komposisi lemak tubuh
sedang, komposisi lemak rendah
sebanyak 13,9% dan 5,5% memiliki
komposisi lemak tubuh tinggi.
Tingkat Kebugaran
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Tingkat Kebugaran
Tingkat Kebugaran
Jumlah (n)
Persentase (%)
Kurang sekali
1
2,8
Kurang
8
22,2
Cukup
15
41,7
Baik
12
33,3
Baik sekali
0
0
Total
36
100
Pengukuran
kebugaran
menggunakan metode bleeptest.
Pengukuran kebugaran dilakukan
dengan mengamati dan mencatat
kemampuan level dan balikan lari
setiap responden. Hasil pengukuran
level dan balikan lari kemudian
disesuaikan dengan tabel VO2max
kemudian hasil VO2max responden
diklasifikasikan
sesuaikategori
tingkat
kebugaran.
Tabel
4
menunjukkan distribusi frekuensi
tingkat kebugaran mahasiswa di
UKM
sepakbola
UNY.
Hasil
penelitian menunjukkan sebanyak
33,3% responden memiliki tingkat
kebugaran baik, sebanyak 41,7%
memiliki tingkat kebugaran cukup,
22,2% memiliki kebugaran kurang,
dan 2,8% memiliki kebugaran
kurang
sekali.
Hubungan antara Asupan Vitamin B1 dengan Kebugaran
Tabel 5. Distribusi Tingkat Kebugaran Berdasarkan Asupan Vitamin B1
Asupan
Vitamin
B1
Kurang
Cukup
Total
Kurang
Sekali
n (%)
1 2,9
0
0
1 2,8
Tingkat Kebugaran
Kurang
Cukup
Baik
n
8
0
8
(%)
22,8
0
22,2
n
14
1
15
(%)
40
100
41,7
n
12
0
12
(%)
34,3
0
33,3
Baik
Sekali
n (%)
0
0
0
0
0
0
Total
n
35
1
36
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
(%)
97,2
2,8
100
p
value
0,799
Page 5
Tabel 5 menunjukkan 40%
responden
memiliki
kebugaran
cukup dengan tingkat asupan
vitamin B1 kurang dan 100%
responden
memiliki
kebugaran
cukup dengan kategori asupan
vitamin B1 cukup. Tidak ada satupun
responden memiliki kebugaran baik
dengan tingkat asupan vitamin B1
cukup.
Uji normalitas menggunakan
uji Shapiro-Wilk dan hasilnya p =
0,055 yang berarti data berdistribusi
normal (p > 0,05). Data berdistribusi
normal dilanjutkan uji korelasi
Pearson Product Moment. Hasil uji
korelasi menunjukkan nilai p adalah
0,799 dengan nilai p tersebut, maka
Ho diterima karena nilai p > 0,05,
sehingga dapat disimpulkan tidak
ada hubungan signifikan antara
asupan
vitamin
B1
dengan
kebugaran mahasiswa di UKM
sepakbola
UNY.
Penelitian
Nurwidyastuti
(2012)
juga
menunjukkan
tidak
terdapat
hubungan bermakna antara asupan
vitamin B1 dengan status kebugaran
mahasiswa Departemen Arsitektur
Fakultas
Teknik
Universitas
Indonesia Tahun 2012.
Secara teori, vitamin B1
dibutuhkan untuk koenzim dalam
reaksi yang melepaskan energi dari
karbohidrat dan dapat meningkatkan
daya tahan dalam melakukan
olahraga dalam durasi panjang
(Wardlaw, 2007). Sebuah penelitian
yang dilakukan pada anak-anak
sekolah usia 7-10 tahun di
Bangalore, India menunjukkan ada
hubungan
signifikan
antara
kapasitas aerobik dan daya tahan
fisik
yang
disertai
dengan
peningkatan status vitamin B1
bersama dengan mikronutrien lain
(Vaz, dkk, 2011). Sedangkan dalam
penelitian ini didapatkan hasil bahwa
hampir semua responden memiliki
kategori asupan vitamin B1 yang
kurang, yaitu 97,2%. Persentase
tersebut sangat besar karena lebih
dari setengah responden tidak
tercukupi asupan vitamin B1-nya.
Tidak adanya hubungan ini juga
dimungkinkan karena faktor lain
yang mempengaruhi kebugaran
yang tidak diteliti dalam penelitian ini
antara lain keturunan, aktivitas fisik,
asupan makronutrien (karbohidrat,
protein, dan lemak). Keturunan
berpengaruh terhadap kapasitas
jantung paru, postur tubuh, obesitas,
hemoglobin/sel darah, dan serat
otot. Aktivitas fisik merupakan suatu
kegiatan
yang
membutuhkan
gerakan dan mengeluarkan energi.
Kegiatan fisik menggunakan lebih
banyak
energi, daripada hanya
beristirahat
(Arisman,
2009).
Hubungan antara Asupan Vitamin B6 dengan Kebugaran
Tabel 6. Distribusi Tingkat Kebugaran Berdasarkan Asupan Vitamin B6
Asupan
Vitamin
B6
Kurang
Cukup
Total
Kurang
Sekali
n (%)
0
0
1 6,7
1 2,8
Tingkat Kebugaran
Kurang
Cukup
Baik
n
7
1
8
(%)
33,3
6,7
22,2
n
6
9
15
(%)
28,6
60
41,7
Tabel 6 menunjukkan 33,3%
responden
memiliki
kebugaran
kurang dengan tingkat asupan
vitamin B6 kurang. Sedangkan
responden yang memiliki kebugaran
n
8
4
12
(%)
38,1
26,6
33,3
Baik
Sekali
n (%)
0
0
0
0
0
0
Total
n
21
15
36
(%)
58,3
41,7
100
p
value
0,682
baik dengan tingkat asupan vitamin
B6 cukup sebanyak 26,6% dan
responden yang memiliki kebugaran
cukup dengan tingkat asupan
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 6
vitamin B6 cukup sebanyak 60%
responden.
Uji normalitas menggunakan
uji Shapiro-Wilk dan hasilnya p =
0,004 yang berarti data berdistribusi
tidak normal (p < 0,05). Data
berdistribusi normal dilanjutkan uji
korelasi Rank Spearman. Hasil uji
korelasi menunjukkan nilai p adalah
0,682 dengan nilai p tersebut, maka
Ho diterima karena nilai p > 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara
asupan
vitamin
B6
dengan
kebugaran mahasiswa di UKM
sepakbola UNY. Hasil penelitian
yang sama juga ditunjukkan Cipako
(2012)
bahwa
tidak
terdapat
hubungan bermakna antara asupan
vitamin B6 dengan kebugaran pada
mahasiswa Program Studi Gizi
Universitas Indonesia tahun 2012.
Vitamin B6 merupakan zat
gizi mikro yang terlibat dalam
metabolisme protein, karbohidrat,
dan lemak. Sebagai koenzim dari
oksidasi sumber energi, vitamin B6
terlibat dalam pemecahan glikogen
otot dan glukoneogenesis di hati.
Sesuai fungsi ini, vitamin B6
berperan
dalam
kebugaran
kardiorespiratori dalam mengurangi
resiko aterosklerosis bersama-sama
dengan konsumsi asam folat dan
B12 (Till, 2005). Penelitian Manore
(2000)
menunjukkan
latihan
meningkatkan kehilangan vitamin B6
dan semakin terlihat pada individu
yang
aktif.
Sedangkan
hasil
penelitian ini didapatkan lebih dari
setengah
responden
memiliki
kategori asupan vitamin B6 yang
kurang, yaitu 58,3%. Persentase
tersebut cukup besar karena lebih
dari setengah responden tidak
tercukupi asupan vitamin B6-nya.
Tidak adanya hubungan ini juga
kemungkinan karena faktor lain yang
mempengaruhi kebugaran yang
tidak diteliti dalam penelitian ini
antara lain keturunan, aktivitas fisik,
asupan makronutrien (karbohidrat,
protein, dan lemak). Keturunan
berpengaruh terhadap kapasitas
jantung paru, postur tubuh, obesitas,
hemoglobin/sel darah, dan serat
otot. Aktivitas fisik merupakan suatu
kegiatan
yang
membutuhkan
gerakan dan mengeluarkan energi.
Kegiatan fisik menggunakan lebih
banyak
energi, daripada hanya
beristirahat
(Arisman,
2009).
Hubungan antara Asupan Vitamin C dengan Kebugaran
Tabel 7. Distribusi Tingkat Kebugaran Berdasarkan Asupan Vitamin C
Asupan
Vitamin
C
Kurang
Cukup
Total
Kurang
Sekali
n (%)
1
2,9
0
0
1
2,8
Tingkat Kebugaran
Kurang
Cukup
Baik
n
8
0
8
(%)
23,5
0
22,2
n
14
1
15
(%)
41,2
50
41,7
Pada Tabel 7 menunjukkan
32,4%
responden
memiliki
kebugaran baik dengan tingkat
asupan
vitamin
C
kurang.
Sedangkan responden yang memiliki
kebugaran baik dengan tingkat
asupan vitamin C cukup terdapat
50%.
Hasil
ini
menunjukkan
kebugaran dengan kategori baik
n
11
1
12
(%)
32,4
50
33,3
Baik
Sekali
n (%)
0
0
0
0
0
0
Total
n
34
2
36
(%)
94,4
5,6
100
p
value
0,869
lebih banyak pada responden
dengan asupan vitamin C cukup
daripada responden dengan asupan
vitamin C kurang.
Uji normalitas menggunakan
uji Shapiro-Wilk dan hasilnya p =
0,003 yang berarti data berdistribusi
tidak normal (p < 0,05). Data
berdistribusi normal dilanjutkan uji
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 7
korelasi Rank Spearman. Hasil uji
korelasi menunjukkan nilai p adalah
0,869 dengan nilai p tersebut, maka
Ho diterima karena nilai p > 0,05,
sehingga dapat disimpulkan tidak
ada hubungan signifikan antara
asupan vitamin C dengan kebugaran
mahasiswa di UKM sepakbola UNY.
Hasil penelitian yang sama juga
ditunjukkan Nurwidyastuti (2012)
tidak terdapat hubungan bermakna
antara asupan vitamin Cdengan
kebugaran mahasiswa Departemen
Arsitektur
Fakultas
Teknik
Universitas Indonesia Tahun 2012.
Vitamin C berperan dalam
penampilan fisik seseorang, salah
satunya
sebagai
antioksidan.
Vitamin C dapat menangkal stres
oksidatif yang ditimbulkan dari
peningkatan
konsumsi
oksigen
akibat latihan (Ramayulis, 2008).
Studi
eksperimental
pemberian
suplementasi vitamin C dengan
pengukuran treadmill selama 30
menit pada nilai VO2max 75%,
menyimpulkan pemberian suplemen
vitamin
C
dapat
mencegah
peroksidasi
pada
lipid
dan
kerusakan otot (Roohi, et al., 2008).
Hasil penelitian ini berbeda dengan
teori tersebut, hal ini dapat
dikarenakan
sebagian
besar
responden dari sampel penelitian
memiliki asupan rata-rata vitamin C
kurang dari AKG yang dianjurkan.
Oleh karena itu, hubungan tidak
bermakna pada penelitian ini
dimungkinkan oleh status asupan
vitamin C responden yang sebagian
besar kurang dari AKG yang
dianjurkan dan karena faktor lain
yang mempengaruhi kebugaran
yang tidak diteliti dalam penelitian ini
seperti keturunan, aktivitas fisik,
asupan makronutrien (karbohidrat,
protein, dan lemak). Keturunan
berpengaruh terhadap kapasitas
jantung paru, postur tubuh, obesitas,
hemoglobin/sel darah, dan serat
otot. Aktivitas fisik merupakan suatu
kegiatan
yang
membutuhkan
gerakan dan mengeluarkan energi.
Kegiatan fisik menggunakan lebih
banyak
energi, daripada hanya
beristirahat
(Arisman,
2009).
Hubungan antara Asupan Zat Besi dengan Kebugaran
Tabel 8. Distribusi Tingkat Kebugaran Berdasarkan Asupan Zat Besi
Asupan
Zat Besi
Kurang
Cukup
Total
Kurang
Sekali
n (%)
1 5,3
0
0
1 2,8
Tingkat Kebugaran
Kurang
Cukup
Baik
n
6
2
8
(%)
31,6
11,8
22,2
n
6
9
15
(%)
31,6
52,9
41,7
Pada Tabel 8 menunjukkan
31,6%
responden
memiliki
kebugaran baik dengan tingkat
asupan zat besi kurang. Sedangkan
responden yang memiliki kebugaran
baik dengan tingkat asupan zat besi
cukup terdapat 35,3%. Hasil ini
menunjukkan kebugaran dengan
kategori baik lebih banyak pada
responden dengan asupan zat besi
cukup daripada responden dengan
asupan zat besi kurang.
n
6
6
12
(%)
31,6
35,3
33,3
Baik
Sekali
n (%)
0
0
0
0
0
0
Total
n
19
17
36
(%)
52,8
47,2
100
p
value
0,042
Uji normalitas menggunakan
uji Shapiro-Wilk dan hasilnya p =
0,121 yang berarti data berdistribusi
normal (p > 0,05). Data berdistribusi
normal dilanjutkan uji korelasi
Pearson Product Moment. Hasil uji
korelasi menunjukkan nilai p adalah
0,042 dengan nilai p tersebut, maka
Ho ditolak karena nilai p < 0,05,
sehingga dapat disimpulkan ada
hubungan signifikan antara asupan
zat
besi
dengan
kebugaran
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 8
dalam
pengangkutan
oksigen.
Hemoglobin cenderung mengikat
oksigen dalam lingkungan yang
memiliki kadar oksigen tinggi dan
melepasnya dalam lingkungan yang
memiliki kadar oksigen relatif
rendah.
Dengan
demikian
hemoglobin mengambil oksigen
dalam paru-paru dan melepasnya ke
jaringan aktif, seperti otot yang
berkontraksi.Kecepatan dan volume
pemakaian
oksigen
maksimal
dikenal dengan kapasitas VO2max
(Guyton, 1990 dalam Widiastuti,
2009).
mahasiswa di UKM sepakbola UNY.
Kekuatan hubungan bernilai positif
mendekati angka 1 yaitu r=0,341.
Hasil penelitian yang sama juga
ditunjukkan Cipako (2012) bahwa
semakin tinggi asupan zat besi
semakin tinggi nilai VO2maxnya,
yang berarti semakin meningkat
kebugarannya.
Zat besi atau Fe berperan
dalam pembentukan hemoglobin. Fe
direduksi dari ferri menjadi ferro di
saluran cerna, sehingga mudah
diabsorbsi, selanjutnya bergabung
dengan protein globin membentuk
hemoglobin. Hemoglobin berperan
Hubungan antara Komposisi Lemak Tubuh dengan Kebugaran
Tabel 9. Distribusi Tingkat Kebugaran Berdasarkan Komposisi Lemak
Tubuh
Komposisi
Lemak
Tubuh
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kurang
Sekali
n (%)
0
0
1 3,4
0
0
1 2,8
Tingkat Kebugaran
Kurang
Cukup
Baik
n
0
6
2
8
(%)
0
20,7
100
22,2
n
3
12
0
15
Pada Tabel 9 menunjukkan
bahwa kebugaran dengan kategori
baik terdapat lebih banyak pada
responden dengan komposisi lemak
tubuh rendah (40%). Sementara itu,
kebugaran kategori kurang terdapat
100% pada responden dengan
komposisi lemak tubuh tinggi.
Uji normalitas menggunakan
uji Shapiro-Wilk dan hasilnya p =
0,147 yang berarti data berdistribusi
normal (p > 0,05). Data berdistribusi
normal dilanjutkan uji korelasi
Pearson Product Moment. Hasil uji
korelasi menunjukkan nilai p adalah
0,004 dengan nilai p tersebut, maka
Ho ditolak karena nilai p < 0,05,
sehingga dapat disimpulkanada
hubungan
signifikan
antara
komposisi lemak tubuh dengan
kebugaran mahasiswa di UKM
sepakbola
UNY.
Kekuatan
(%)
60
41,4
0
41,7
n
2
10
0
12
(%)
40
34,5
0
33,3
Baik
Sekali
n (%)
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
n
5
29
2
36
(%)
13,9
80,6
5,5
100
p
value
0,004
hubungan bernilai negatif yang
mendekati angka 0 yaitu r = -0,464,
yang
berarti
semakin
sedikit
komposisi lemak tubuh maka
semakin
tinggi
tingkat
kebugarannya. Penelitian Fauziyana
(2012) tentang hubungan status gizi
(IMT dan persen lemak tubuh),
aktivitas fisik, dan asupan gizi
dengan tingkat kebugaran karyawan
PT Wijaya Karya tahun 2012 sejalan
dengan hasil penelitian ini, bahwa
terdapat hubungan antara kedua
variabel tersebut.
Hubungan
status
gizi
menurut komposisi lemak tubuh
dengan kebugaran dapat terjadi
karena kelebihan lemak tubuh akan
meningkatkan
massa
tubuh
sehingga menurut hukum II Newton
akan
menurunkan
percepatan
(gerak). Peningkatan berat badan
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 9
membawa pada kebutuhan energi
yang lebih besar pada sistem
aerobik untuk melakukan dan
melangsungkan pergerakan badan.
Oleh karena itu, kelebihan berat
badan umumnya menyebabkan saat
kelelahan yang jauh lebih dini.
Selain itu, jumlah energi panas yang
dibutuhkan untuk meningkatkan
temperatur lemak jaringan lebih
sedikit
dibandingkan
yang
dibutuhkan
untuk
menaikkan
temperatur massa bukan lemak
(lean body-mass). Oleh karena itu,
dengan komposisi lemak tubuh yang
tinggi, suhu tubuh akan meningkat
lebih banyak sehingga tubuh akan
lebih cepat lelah (Woolford, et.al,
1993 dalam Wijayanti, 2006).
Keterbatasan Penelitian
1. Pada proses recall konsumsi
makanan hari kedua, cuaca
hujan. Hal tersebut membuat
beberapa responden tidak dapat
dilakukan pengambilan data
recall makanan sehingga data
recall asupan diperoleh melalui
telepon. Hal ini juga dilakukan
pada
hari
ketiga
untuk
responden yang tidak bisa
datang saat latihan. Recall
asupan
makanan
melalui
telepon sangat bergantung pada
kejujuran
dan
motivasi
responden serta informasi yang
tidak tepat dapat mengurangi
interpretasi hasil informasi yang
diberikan responden.
2. Pelaksanaan
bleeptest
dilakukan di lintasan lari milik
UKM Atletik UNY dikarenakan
UKM Sepakbola UNY tidak
memiliki lokasi yang cukup
memadai
untuk
dilakukan
bleeptest.
Bleeptest
harus
dilakukan di lapangan atau area
terbuka yang cukup luas.
3. Peneliti tidak mengendalikan
faktor-faktor
yang
dapat
menghambat penyerapan zat
besi.
4. Peneliti tidak mengukur faktor
aktivitas
fisik
lain
pada
responden.
KESIMPULAN
1. Asupan vitamin B1 mahasiswa
di UKM sepakbola UNY dengan
kategori kurang sebesar 97,2%.
2. Asupan vitamin B6 mahasiswa
di UKM sepakbola UNY dengan
kategori kurang sebesar 58,3%.
3. Asupan vitamin C mahasiswa di
UKM sepakbola UNY dengan
kategori kurang sebesar 94,4%.
4. Asupan zat besi mahasiswa di
UKM sepakbola UNY dengan
kategori kurang sebesar 52,8%.
5. Komposisi
lemak
tubuh
mahasiswa di UKM sepakbola
UNY dengan kategori sedang
sebesar 80,6%.
6. Kebugaran mahasiswa di UKM
sepakbola UNY dengan kategori
cukup sebesar 41,7%.
7. Tidak ada hubungan antara
asupan vitamin B1, vitamin B6,
dan vitamin C dengan tingkat
kebugaran mahasiswa di UKM
sepakbola UNY.
8. Ada hubungan antara asupan
zat
besi
dengan
tingkat
kebugaran mahasiswa di UKM
sepakbola UNY dengan nilai p =
0,042 dan r = 0,341.
9. Ada hubungan antara komposisi
lemak tubuh dengan tingkat
kebugaran mahasiswa di UKM
sepakbola UNY dengan nilai p =
0,004 dan r = -0,464.
SARAN
1. Perlu penelitian lebih lanjut
dengan sampel lebih besar agar
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 10
2.
korelasi
data
variabel
independen dengan kebugaran
dapat
merepresentasikan
kekuatan
hubungan
yang
sebenarnya.
Bagi mahasiswa di UKM
Sepakbola UNY diharapkan
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar
lmu Gizi.Gramedia. Jakarta
Arisman.2009. Gizi Dalam Daur
Kehidupan. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Chatterjee, Satipati et al. 2004.
Cardiorespiratory Fitness of
Obese Boys. Indian J
Physical Pharmacol 49 2005
Cipako, S. 2012. Hubungan Status
Gizi, Asupan Gizi, dan
Aktivitas
Fisik
dengan
VO2Max Pada Mahasiswa
Program Studi Gizi FKM UI.
Skripsi. Ilmu Gizi Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas Indonesia
Cynthia. 2010. Pengaruh Pemberian
Suplemen Besi terhadap
Kelelahan Otot. Semarang.
Skripsi. Program Pendidikan
Sarjana Kedokteran Fakultas
Kedokteran
Universitas
Diponegoro
Depkes RI. 1997. Gizi Olahraga
untuk Prestasi. Direktorat
Jenderal
Pembinaan
Kesehatan
Masyarakat.
Jakarta
Fauziyana, Nanda. 2012. Hubungan
Status Gizi, Aktivitas Fisik,
dan
Asupan
Gizi
dengan Tingkat Kebugaran
dapat
memperbaiki
dan
meningkatkan asupan makanan
baik zat gizi makro maupun zat
gizi mikro (khususnya zat besi)
agar status asupan zat gizi
meningkat dan dapat mencapai
kondisi tubuh yang bugar.
Karyawan PT Wijaya Karya.
Skripsi. Ilmu Gizi Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas Indonesia
Gibson, R. S. 2005. Principles of
Nutritional
Assessment.
Second
Edition.
Oxford
University Press Inc. New
York
Hardiyono, Budi. 2011. Kebugaran
Jasmani
Mahasiswa
Pendidikan Olahraga FKIP
Universitas Bina Darma.
Jurnal
Pembangunan
Manusia Vol.05 No.02 Tahun
2011
Irianto, D.P. 2007. Panduan Gizi
Lengkap
Keluarga
dan
Olahragawan.
Penerbit
ANDI. Yogyakarta
Knoers, F.J., & Haditono, S. 2001.
Psikologi
Perkembangan.
Gadjah
Mada
University
Press. Yogyakarta
Kushendar, D. 2008. Pengertian
Kebugaran
Jasmani.
Diunduh
dari
http://www.multiply.com
tanggal 19
Desember
2014
Manore, MM. 2000. Effect of
Physical
Activity
on
Thiamine, Riboflavin, and
Vitamin B6 Requirements.
The American Journal of
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 11
Clinical
Nutrition.Diunduh
dari
http://ajcn.nutrition.org
tanggal 14 Juni 2015
Muchtadi, Deddy. 2009. Pengantar
Ilmu Gizi. Alfabeta. Bandung
Nosa,
Nur,
Agung, S. 2012. Survei
Tingkat Kebugaran Jasmani
pada Pemain Persatuan
Sepakbola
Indonesia
Lumajang.Diakses
:
28
November
2014
dari
http://ejournal.unesa.ac.id
Faiz, H. 2011. Hubungan
Karakteristik Atlet,
Pengetahuan Gizi, Konsumsi
Kecukupan Gizi terhadap
Kebugaran Atlet Bola Basket
di
SMP/SMA
Ragunan
Jakarta Selatan. Skripsi. Ilmu
Gizi Fakultas Cipakologi
Manusia Institut Pertanian
Bogor
Nurwidyastuti,
Dinda.
2012.
Hubungan Konsumsi Zat
Gizi, Status Gizi, dan FaktorFaktor Lain dengan Status
Kebugaran
Mahasiswa
Departemen
Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas
Indonesia. Skripsi. Ilmu Gizi
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Indonesia
Ramayulis, R. 2008. Gizi dan
Kebugaran. Pelatihan Gizi
Olahraga 3-5 April 2008
Riyadi H.2007. Diktat Penilaian Gizi
secara Antropometri. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Roji.
2006. Pendidikan Jasmani
Olahraga dan Kesehatan.
Erlangga. Jakarta
Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004.
Angka Kecukupan Vitamin
Larut
Air.
Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi
VIII. Jakarta
Siregar, Y, L. 2010. Peranan
Kebugaran Jasmani dalam
Meningkatkan
Kinerja.
Unimed
Journal Vol.16
No.60 Tahun XVI
Vaz, Mario, dkk. 2011. Micronutrient
Supplementation
Improves
Physical
Performance
Measures in Asian Indian
School-Age Children. The
Journal of Nutrition 2011
Wardlaw
and
Hampl.
2007.
Perspective
In
Nutrition.
McGraw-Hills
Companies.
New York
Widiastuti, Putu Ayu, dkk. 2009. Pola
Makan
dan
Kebugaran
Jasmani Atlet Pencak Silat
selama Pelatihan Daerah
Pekan Olahraga Nasional
XVII Provinsi Bali Tahun
2008. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia 2009
vol. VI
(1) hal 13-20
Wijayanti,
Kusuma.
2006.
Model
Prediksi
VO2max
dengan Persen Lemak Tubuh,
RLPP,
dan
IMT
(Data
Pemeriksaan
Kebugaran
Jasmani
PNS
Depdiknas.
Tesis. Program Pascasarjana
Program
Studi
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat
Universitas Indonesia
Williams, Melivin.H. 2002. Nutrition
for Health, Fitness, and
Sport. McGraw-Hill Higher
Education.
USA
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan ... (Refiana Putri Sukmajati)
Page 12
Download