MODUL PERKULIAHAN BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Etika Filosofis dan Bisnis Fakultas Program Studi Ekonomi dan Bisnis Pascasarjana S2 Tatap Muka 03 Kode MK Disusun Oleh Kode MK Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Abstract Kompetensi Mempelajari dan diskusi mengenai Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan berbagai aliran etika bisnis untuk membimbing dalam pengambilan keputusan bisnis. tradisi etis utilitarianisme serta bagaimana menggambarkan seorang utilitarian berfikir berdasar pengambilan keputusan ekonomi dan bisnis Menjelaskan kekuatan dan kelemahan dari pengambilan keputusan utilitarian dan menggambarkan teori-teori karakter etis berdasarkan keutamaan Bab ini akan memperkenalkan beberapa aliran etika yang telah terbukti berpengaruh dalam perkembangan etika bisnis: (1) Utilitarianisme (utilitarianism) sebuah tradisi etis yang membimbing kita untuk memutuskan berdasarkan seluruh konsekuensi dari tindakan yang kita ambil; (2) tradisi etis Deontologis (deontological) yang mengarahkan kita untuk bertindak berdasarkan prinsip-prinsip moral seperti menghormati hak-hak asasi (right) manusia, sebuah teori keadilan sosial yang mengambil kesamaaan sebagai prinsip social yang utama; dan (3) etika Keutamaan/Kebaikan (virtue ethics) yang mengarahkan kita untuk mempertimbangkan karakter (character) moral individu dan bagaimana berbagai sifat karakter ini dapat berkontribusi dalam atau menghalangi suatu kehidupan manusia yang bahagia dan bermanfaat. I. Utilitarianisme: Mengambil Keputusan Berdasarkan Konsekuensi-Konsekuensi Etis 1.1 Prinsip Etika Utilitarianisme Utilitarianisme berasal dari bahasa Latin yaitu “utilitas” yang memiliki arti kegunaan. Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume (17111776) untuk menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan ketat moralitas yang tidak mencerminkan perubahan-perubahan radikal di zamannya. Menurut aliran ini prinsip pokok yang harus dikedepankan dalam berbuat adalah asas manfaat/keuntungan. The greatest happiness of the greatest number. Sumber kesenangan diukur menurut intensitas dan lamanya perasaan tersebut, akibatnya, dan lain-lain. Kegunaan/keuntungan menjadi prinsip, norma, kriteria, dan cita-cita moral. Perilaku dan perbuatan manusia dikatakan baik jika mendatangkan keuntungan dan kegunaan. Dengan demikian, utilitarianisme merupakan sebuah istilah umum untuk semua pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan kepada masyarakat. Pendekatan utilitarianisme sering disebut pendekatan konsekuensialis, karena menekankan pentingnya konsekuensi atas keputusan yang diambil. Kualitas moral suatu perbuatan, baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan. Seperti keputusan moral yang diambil perusahaan Caltex saat mereka 2014 2 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mengklaim bahwa perusahaan perlu memindahkan pusat operasinya ke daerah Afrika Selatan karena dinilai mendatangkan konsekuensi yang paling menguntungkan. Dalam situasi apa pun, tindakan atau kebijakan yang benar adalah memberikan keuntungan yang paling besar atau biaya yang paling rendah. Istilah yang digunakan untuk mengacu hanya pada keuntungan yang diperoleh dari suatu tindakan adalah utilitas. Dengan demikian istilah Utilitarianisme digunakan untuk semua teori yang mendukung pemilihan tindakan atau kebijakan yang memaksimalkan keuntungan atau menekan biaya. Banyak analis yang meyakini bahwa cara terbaik untuk mengevaluasi kelayakan suatu keputusan bisnis adalah dengan mengandalkan pada analisis biaya-keuntungan utilitarian. Tindakan bisnis yang secara sosial bertanggungjawab adalah tindakan yang mampu memeberikan keuntungan terbesar atau biaya terendah bagi masyarakat. Teori utilitiarianisme kemudian dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748 – 1832) dan muridnya John Stuart Mill (1806-1873). Secara umum, Etika Utilitarianisme mengenai bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal atau hukum secara moral. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria dan prinsip etika utilitarianisme adalah: 1) Manfaat = Kebijaksanaan atau tindakan itu memiliki manfaat atau kegunaan tertentu. 2) Manfaat Terbesar = Kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat besar bila dibandingkan dengan kebijaksanaan atau alternatif lainnya. 3) Manfaat Terbesar bagi sebanyak mungkin Orang = Kebijakan atau tindakan dinilai baik secara moral jika memiliki manfaat terbesar bagi banyak orang. Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan kebaikan. 1.2 Nilai Positif Etika Utilitarianisme Etika utilitarianisme sampai saat ini mempunyai daya tarik tersendiri, yang bahkan melebihi daya tarik etika deontologist. Etika utilitarianisme tidak memaksakan sesuatu yang asing. Etika ini menggambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang yang rasional dalam mengambil keputusan, khususnya keputusan moral, termasuk dalam bidang bisnis. Menurut Keraf (1998:96) terdapat 3 (tiga) nilai positif etika utilitarianisme, yaitu: 2014 3 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1) Rasional Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Etika utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional. 2) Otonom Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral untuk berpikir dan bertindak dengan hanya memperhatikan 3 (tiga) kriteria objektif dan rasional seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui alasannya. 3) Universal Etika Utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan tersebut member manfaat terbesar bagi banyak orang. 1.3 Etika Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar Penilaian Secara umum etika utilitarianisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda, yaitu: 1) Sebagai Proses Pengambilan Keputusan. Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan. Etika ini dipakai untuk melakukan perencanaan yang mengatur sasaran atau target yang akan dicapai. Atau dengan kata lain etika utilitarianisme menjadi dasar utama dalam penyusunan program atau perencanaan yang menyangkut kepetingan banyak orang. Kriteria etika utilitarianisme lalu menjadi kriteria seleksi bagi setiap alternatif yang bisa diambil. 2) Sebagai Standar Penilaian. Etika utilitarianisme digunakan sebagai standar penilaian atas tindakan atau kebijakan yang telah dilakukan. Kriteria etika utilitarianisme benar-benar digunakan untuk menilai apakah tindakan atau kebijakan yang ditetapkan tersebut memang baik atau tidak. Ini berarti bahwa pada wujud ini etika utilitarianisme sangat tepat digunakan untuk mengevaluasi tindakan yang sudah dijalankan. 2014 4 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1.4 Analisis Keuntungan dan Kerugian Dalam Etika Utilitarianisme, manfaat dan kerugian selalu dikaitkan dengan semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi sematamata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan. 1) Keuntungan dan Kerugian (Cost and Benefits), yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan. Perhatikan bagaimana dan sejauh mana suatu kebijaksanaan dan kegiatan bisnis suatu perusahaan membawa akibat yang menguntungkan dan merugikan bagi kreditor, konsumen, pemasok, penyalur, karyawan, masyarakat luas, dan sebagainya. 2) Tidak ditempatkan dalam kerangka uang. Perlu juga mendapat perhatian serius, bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut aspek financial, melainkan juga aspek-aspek moral: hak dan kepentingan konsumen, hak karyawan, kepuasan konsumen, dan sebagainya. Jadi, manfaat harus ditafsirkan secara luas dalam kerangka kesejateraan, kebahagiaan, keamanan sebanyak mungkin pihak terkait yang berkepentingan. 3) Untuk jangka panjang. Benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan adalah longterm net bisnis. 1.5 Kelemahan Etika Utilitarianisme Suatu rangkaian masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada hambatan-hambatan yang dihadapi saat menilai atau mengukur utilitas. Perbuatan baik dan etis didasarkan atas kegunaan, manfaat, manfaat atau keuntungan. Namun, pendapat aliran ini tidak diberlakukan secara universal. Sebab, nilai guna tidak mungkin bermakna seragam pada semua manusia. Apalagi dipergunakan untuk menilai persoalan moral. Dengan sifat humanistik dan universal yang diembannya, maka moral tidak akan pernah mungkin dinilai menurut versi kegunaan, manfaat, dan keuntungan sebagaimana diisyaratkan aliran utilitarianisme dengan argumentasi: 1) Bagaimana nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda orang-orang yang berbeda pada orang-orang yang berbeda dapat diukur dan dibandingkan. 2) Sejumlah biaya dan keuntungan tertentu tampak sangat sulit dinilai, misalnya, bagaimana menilai nyawa atau kesehatan seseorang. 2014 5 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3) Banyak biaya dan keuntungan dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi dengan baik, maka penilaian pun juga tidak dapat dilakukan dengan baik 4) Sampai saat ini masih belum jelas apa yang bisa dihitung sebagai biaya. 5) Asumsi utilitarian yang menyatakan bahwa semua barang diukur atau dinilai mengimplikasikan bahwa semua barang dapat diperdagangkan. Para pendukung utilitarianisme memberikan sejumlah tanggapan berikut ini untuk menghadapi keberatan-keberatan yang muncul: 1) Kaum utilitarian menyatakan bahwa, meskipun utilitarianisme idealnya mensyaratkan penilaian-penilaian yang akurat dan dapat dikuantifikasikan atas biaya dan keuntungan. Namun, persyaratan ini dapat diperlonggar jika penilaian seperti itu tidak dapat dilakukan. Utilitarianisme hanya menegaskan konsekuensi dari tindakan wajib dinyatakan dengan tingkat kejelasan dan ketepatan sebaik mungkin, dan bahwa semua informasi harus relevan. Sehubungan dengan konsekuensi-konsekuensi tersebut, haruslah disajikan dalam bentuk yang memungkinkan dilakukannya perbandingan secara sistematis antara satu dengan yang lain. Kaum utilitarian juga menunjuk pada sejumlah kriteria akal sehat yang dapat digunakan untuk menentukan nilai relatif yang perlu diberikan pada berbagai kategori barang. Satu kriteria misalnya: tergantung pada intrinsik dan barang instrumental. Barang-barang instrumental adalah barang yang dianggap bernilai hanya karena barang-barang tersebut mengarah kepada hal-hal yang dianggap baik. Misalnya, berobat ke dokter gigi merupakan barang instrumental, tindakan tersebut hanya diinginkan atau dilakukan sebagai cara agar kita menjadi sehat. Sedangkan barang intrinsik adalah barang-barang yang diinginkan dan tidak tergantung pada keuntungan-keuntungan yang lain yang mungkin dihasilkan. Jadi, kesehatan adalah barang intrinsik, karena memang diinginkan. 2) Utilitarianisme juga bisa salah, menurut para kritikus, apabila diterapkan pada situasi-situasi yang berkaitan dengan keadilan sosial. Misalnya, upah subsistensi memaksa sekelompok pekerja pendatang untuk tetap melaksanakan pekerjaan yang paling tidak diinginkan dalam bidang pertanian dalam sebuah perekonomian, namun menghasilkan tingkat kepuasan sangat tinggi bagi mayoritas, karena kelompok mayoritas tersebut menikmati barang-barang produksi hasil pertanian yang murah dan memungkinkan mereka untuk memenuhi keinginan-keinginan lain. 2014 6 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id II. Deontologi: Mengambil Keputusan Berdasarkan Prinsip-Prinsip Etis 2.1 Sumber-Sumber Peraturan Deon berasal dari kata Yunani yang artinya adalah kewajiban yang akan dilakukan, tidak mengukur baik buruknya suatu perbuatan/tindakan berdasarkan hasil/dampaknya, melainkan berdasarkan maksud pelaku dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Pendekatan deontologi berfokus pada kegiatan atau ukuran moral pengambilan keputusan dengan pendekatan deontologi akan selalu menjaga pada ukuran itu sendiri. Keputusan diambil dengan mempertimbangkan keadaan pada saat itu dan dibandingkan dengan dampaknya apabila keputusan tersebut diambil. Atas dasar itu, etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelaku. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting. Ada tiga prinsip yang harus dipenuhi: 1) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban. 2) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik. 3) Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal. 2014 7 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Teori etika lama, deontologi (Deontology), mengajukan sistem etik yang mungkin lebih dikenal bagi praktisi pelayanan kesehatan. Dasar ilmu ini berasal dari id3eseorang filsuf abad delapan belas, Immanuel Kant (1724-1804). Deontologi mendefenisikan tindakan yang benar atau salah berdasarkan “karakteristik berbuat benar seperti menepati janji, berkata benar, dan berlaku adil” (Banchamp dan Childress,2001). Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat. Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak. Bahasa deontologi dan etika deontologis merupakan sesuatu yang sangat abstrak, sehingga akan sulit untuk dipahami. Namun ide-ide dibalik pendekatan ini didasarkan pada rasio. Prinsip-prinsip etis dapat dianggap sebagai jenis peraturan dan pendekatan etika ini berpendapat bahwa terdapat beberapa peraturan yang harus diikuti, walaupun dengan mengikutinya dapat mencegah terjadinya konsekuensi yang baik dan bahkan bisa menghasilkan konsekuensi yang buruk. Praturan-peraturan atu prinsip-prinsip (seperti: “patuhi aturan hukum”, “tepati janjimu”) menciptakan kewajiban yang mengharuskan kita untuk bertindak atau memutuskan dalam cara tertentu. Sebagai contoh, banyak orang berargumen bahw terdapat sebuah peraturan etis yang melarang pekerja anak dibawah umur, bahkan jika praktik ini akan menghasilkan konsekuensi ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat. Akan ada banyak kesempatab dimana kewajiban berdasarkan peran akan timbul didalam bisnis. Sebagai seorang karyawan, kita mengambil peran yang tentu saja akan melahirkan kewajiban. 2014 8 Setiap bisnis akan memiliki seperangkat peraturan yang Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id diharapkan diikuti oleh para karyawannya. Kadang-kadang, peraturan secara eksplisit tercantum dalam kode perilaku, lain waktu didalam buku pegangan karyawan, dan lainnya hanya dijelaskan oleh para manajer. Demikian juga sebagai seorang manajer bisnis, kita harus mengikuti berbagai peraturan terkait para pemegang saham, karyawan, pemasok, dan pemegang kepentingan lainnya. Sejauh membahas mengenai peraturan hukum, peraturan organisasi, peraturan berdasarkan peran, dan peraturan professional; kita dapat memikirkan peraturanperaturan ini sebagai bagian dari perjanjian social atau kontrak social (social contract). Fungsi dari social kontrak tersebut adalah mengatur dan memperlancar hubungan antar individu. Tidak ada satupun kelompok yang dapat berfungsi jika anggota- anggotanya dibebaskan setiap saat untuk mengambil keputusan bagi diri mereka sendiri mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Kesimpulannya adalah aktifitas kooperatif apapun mengharuskan adanya kerja sama, yaitu menuntut adanya peraturan yang harus diikuti setiap anggota. 2.2 Hak dan Kewajiban Moral Apakah ada peraturan yang seharusnya kita ikuti?, keputusan yang seharusnya kita ambil?, apapun konsekuensinya? Pendukung paling penting dari tradisi ini dalam etika, filsuf Jerman abad 18 Immanuel Kant berargumen bahwa terdapat satu prinsip etis yang mendasar yaitu: menghormati martabat setiap manusia. Kant berpendapat bahwa kewajiban untuk menghormati setiap martabat manusia dapat dilakukan beberapa cara. Satu versi mengarahkan kita untuk bertindak berdasarkan peraturan yang secara universal diterima oleh semua orang (etika “imperatif kategoris” /categorical imperative). Versi lainya adalah mengharuskan kita memperlakukan semua orang sebagai tujuan pada diri mereka sendiri dan bukan sekadar alat untuk mencapai tujuan kita sendiri. Dengan kata lain, tugas dasar kita adalah untuk memperlakukan orang lain sebagai subyek yang mampu menjalani kehidupan mereka sendiri dan buka semata-mata sebagai obyek yang ada untuk kepentingan kita. Manusia adalah subyek karena sanggup mengambil keputusan dan melakukan tindakan alih-alih menjadi obyek yang dikenai suatu tindakan. Manusia memiliki tujuan dan maksud mereka sendiri dan bukan oleh karena itu semestinya tidak diperlakukan hanya sebagai suatu alat untuk mencapat tujuan orang lain. 2014 9 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Karena setiap orang memiliki kewajiban dasar yang sama ini terhadap orang lain, dapat dikatakan bahwa setiap individu memiliki hak-hak moral dasar: hak untuk diperlakukan dengan rasa hormat, untuk mengharapkan orang lain memperlakukan kita sebagai tujuan alih-alih hanya sebagai alat, hak untuk diperlakukan sebagai individu yang otonom. Konsep dari hak moral merupakan pusat dari tradisi deontologis. Martabat yang melekat pada tiap orang memiliki arti bahwa kita tidak bisa melakkan apa pun yang kita inginkan terhadap orang lain. Hak-hak moral melindungi orang-orang dari perlakuan yang akan menghina martabat mereka dan menjadikan mereka semata-mata sebagai obyek atau alat. Secara tidak langsung, hak-hak moral menyatakan bahwa beberapa tindakan dan keputusan bersifat “diluar jangkauan”. Karena itu kewajiban moral dasar kita (imperatif kategoris) adalah untuk menghormati hak-hak moral dasar orang lain. Hak-hak kita membentuk batasan atas keputusan dan otoritas terhadap orang lain. III. Etika Keutamaan: Mengambil Keputusan Berdasarkan Integritas dan Karakter Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak mendasarkan penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal seperti kedua teori sebelumnya. Etika ini lebih mengutamakan pembangunan karakter moral pada diri setiap orang. Nilai moral bukan muncul dalam bentuk adanya aturan berupa larangan atau perintah, namun dalam bentuk teladan moral yang nyata dipraktikkan oleh tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat. Di dalam etika karakter lebih banyak dibentuk oleh komunitasnya. Pendekatan ini terutama berguna dalam menentukan etika individu yang bekerja dalam sebuah komunitas profesional yang telah mengembangkan norma dan standar yang cukup baik. Keuntungan teori ini bahwa para pengambil keputusan dapat dengan mudah mencocokkan dengan standar etika komunitas tertentu untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah tanpa ia harus menentukan kriteria terlebih dahulu (dengan asumsi telah ada kode perilaku). 2014 10 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Indikator Etika (Ethics) merupakan kemampuan individu untuk memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan issue etika dan moral, baik dan buruk, salah dan benar (Forsyth, 1980; Kohlberg, 1981; Velasques, 2005): 1) 2) 3) 4) 5) 6) Karena untuk menghindari hukuman; Melakukan hal yang baik jika mendapat imbalan; Sesuai dengan pendapat teman; Mentaati hukum dan Peraturan; Memenuhi kontrak sosial; dan Kesadaran individu, memenuhi tuntutan moral dan menerapkan dengan konsisten Etika keutamaan menggeser fokus dari pertanyaan mengenai apa yang seharusnya dilakukan seseorang, menjadi berfokus pada siapa orang yang dimaksud. Pergeseran ini tidak hanya mengharuskan pandangan yang berbeda mengenai etika, tetapi sama pentingnya, juga pandangan yang berbeda mengenai diri kita sendiri. Secara implisit dalam pembedaan ini adalah pengakuan bahwa identitas kita sebagai seorang pribadi sebagian dibangun dari keinginan, keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku kita. Karakter seseorang yang berupa watak, hubungan, perilaku, nilai-nilai, dan keyakinan yang secara popular disebut dengan “kepribadian” bukanlah ciri-ciri yang independen dari identitas orang tersebut. Karakter tidak sama dengan sebuah stelan pakaian yang dipakai atau dilepas sesukanya. Melainkan pribadi itu sendiri identic dengan watak, perilaku, nilai-nilai, dan keyakinan seseorang yang paling mendasar dan permanen. Etika keutamaan dapat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh terhadap kehidupan dalam bisnis. Ketimbang hanya menggambarkan manusia sebagai yang baik atau buruk, benar atau salah, etika keutamaan memberikan deskripsi yang lebih utuh. Etika keutamaan mencari lebih dari sekadar deskripsi detail dari kehidupan bisnis. Seperti semua teori etis, etika keutamaan juga menjadi petunjuk dalam memberikan saran bagaimana seharusnya kita hidup. Etika keutamaan meminta kita untuk merefleksikan diri atas dua pertanyaan yang mendalam. Berhadapan dengan deskripsi perilaku moral yang lebih detail dan mendalam, perangkat keutamaan mana yang lebih mungkin mewujudkan manusia yang utuh, memuaskan, berarti, dan berharga? Dunia bisnis menyediakan banyak kesempatan bagi perilaku yang dermawan atau tidak serakah, kejam atau berempati, adil atau manipulative. Dengan adanya 2014 11 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id berbagai kesempatan ini, masing-masing dari kita harus bertanya kepada diri sendiri sifat-sifat karakter mana yang mungkin membantu kita menjalani kehidupan yang baik dan mana yang akan menghalanginya. Kita ingin menjadi orang seperti apa? Daftar Pustaka Bertens, K., 2013. Etika. Penerbit Kanisius, Yogjakarta. Hartman, L.P. dan Desjardin, J., 2011. Etika Bisnis: Pengambilan Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial, Penerbit Erlangga, Jakarta. Frans Magnis Suseno, 1994, Etika Bisnis, Dasar dan Aplikasinya, PT Gramedia, Jakarta. Tom L. Beauchamp dan Norman E. Bowie, 1997, Ethical Theory and Business, Fifth Edition, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458. 2014 12 Business Ethic and Good Governance Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id