MANAJEMEN KASUS DALAM PEKERJAAN SOSIAL (A. Zein Arifin/ Widyaiswara Pusdiklat Kesos) I. Konsepsi Manajemen kasus Seringkali seseorang mengalami suatu permasalahan yang sesungguhnya membahayakan jiwa maupun raga. Namun mereka tidak tahu cara keluar dari masalahnya tersebut atau tidak berani melakukakannya, sehingga kondisi demikian membutuhkan pertolongan orang lain untuk membantu mengatasi permasalahannya. Keterampilan manajemen kasus (case management) merupakan suatu metoda pendekatan pekerjaan sosial yang bertujuan memberikan pelayanan terhadap orang dalam situasi dan kondisi meminta atau mencari pertolongan. Pelayanan yang diberikan diharapkan dapat menjamin orang yang mempunyai masalah akan memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya secara cepat dan tepat. Oleh karena itu, seorang manajer kasus harus mempelajari dan mampu mempertimbangkan masalah dan kebutuhan klien berdasarkan hasil asesmen yang dibuat oleh assesor. Dengan beragamnya jenis masalah yang dihadapi klien, maka seorang manajer kasus dituntut melaksanakan fungsi-fungsinya guna memaksimalkan pertolongan yang akan diberikan. Salah satu fungsi manajemen kasus yang tidak dapat dilaksanakan sendirian adalah fungsi koordinasi, karena dalam pelaksanaannya akan selalu berhubungan dengan orang lain untuk mengakses sumber-sumber yang tersedia di masyarakat guna memaksimalkan pertolongan yang akan diberikan. Rose,1992 dalam Compton, 1999, bahwa: “untuk beberapa hal, manajemen kasus berarti membantu klien untuk mengakses sumber-sumber yaitu dengan mengatur sumber-sumber dari masyarakat” Lauber: 1992 dan More:1990 dalam Comton :1999 bahwa: “salah satu fungsi dari pekerjaan sosial adalah koordinasi dukungan sosial formal”. Begitu juga Robert L. Balker (1982: 20) bahwa: Case management is a procedure to coordinate all the helping activities on be help of client or group of clients” (kegiatan dalam 1 manajemen kasus merupakan kegiatan yang memiliki prosedur untuk mengkoordinasi seluruh aktivitas pertolongan yang diberikan kepada klien secara perorangan maupun kelompok). Koordinasi seyogyanya dilakukan secara professional oleh teamwork yaitu antara pekerja sosial satu dengan pekerja sosial dan atau dengan profesi lain sehingga upaya pelayannya dapat ditingkatan sesuai kebutuhan klien. Selaku teamwork, maka ada beberapa kaidah yang harus dilaksanakan oleh pekerja sosial, antara lain: 1) Tumbuhkan rasa perhatian terhadap klien. 2) Ciptakan kepecayaan antar team. 3) Tanggung jawab terhadap persoalan yang dihadapi klien. 4) Terbuka. 5) Fokus pada tujuan pemecahan masalah. II. Tujuan Manajemen kasus 1. Menjamin kontinyuitas pelayanan lintas bidang pada waktu atau kurun waktu tertentu 2. Menjamin responsivitas pelayanan terhadap berbagai kebutuhan klien termasuk perubahan pelayanan, jika perlu seumur hidup klien. 3. Membantu klien memperoleh akses terhadap pelayanan yang dibutuhkan, memecahkan hambatan aksesibilitas yang disebabkan oleh kriteria keterjangkauan, peraturan, kewajiban. 4. Menjamin bahwa pelayanan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan klien, diberikan dengan cara tepat dan tidak duplikatif. III. Dasar-dasar pekerjaan sosial 1. Fungsi managemen kasus. a. Identifikasi klien dan orientasi (Client Identification and Orientation). Manajer kasus harus terlibat langsung dalam melakukan identifikasi dan orientasi sekaligus melakukan seleksi terhadap permasalahan yang dialami oleh klien, serta mempengaruhi secara positif kepada orang / lembaga yang dapat menerima rujukan terkait dengan kebutuhan klien. 2 b. Asesmen klien (Client Assessment). Asesmen berfungsi menggali dan mengumpulkan informasi biopsikososial dan spiritual terkait dengan kebutuhan-kebutuhan klien, serta sumber-sumber serta potensi klien baik kekuatan dan kelemahannya. Melalui asesmen tersebut maka akan diperoleh data yang lebih mendalam, jelas dan akurat karena diperoleh secara menyeluruh dan integral, sehingga dapat dijadikan langkah menyusun rencana intervesi yang tepat guna pemecahan masalah yang dihadapi klien. Lambert Maguire (2008:46) dalam bukunya mengatakan bahwa: “..ada penyebab-penyebab biologis, sosial psikhologis lingkungan dan penyebab-penyebab yang dipelajari dari perilaku dan/atau masalah-masalah. Oleh karena itu, manajer kasus harus mempelajari dengan cermat hasil asesmen dilakukan oleh pekerja sosial selaku asesor, guna menentukan rencana intervensi yang akan disusunnya. c. Rencana memahami Intervensi, hasil setelah asesmen, manajer dilanjutkan kasus mempelajari membuat telaahan dan dan merencanakan pelayanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan klien, dengan mempertimbangkan hak azasi manusia, artinya bahwa layanan tersebut mempertimbangkan hak-hak dasar yang dibutuhkan oleh korban tindak kekerasan terhadap perempuan.Selanjutnya manajer kasus bersama klien menyusun rencana intervensi yang sebelumnya manajer kasus memberikan informasi tentang lembaga layanan yang dapat diakses oleh klien. Yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa korban tindak kekerasan biasanya memiliki ketakutan yang luar biasa, ataupun rasa malu jika masalahnya diketahui oleh orang lain, sehingga rencana intervensi yang akan diberikan benar-benar memberikan rasa aman, nyaman.Selanjutnya manajer kasus juga menginterpretasikan tujuan dan fungsi rencana kasus kepada pemberi pelayanan, agar terdapat sinkronisasi dalam memberikan pelayanan. d. Koordinasi, manajer kasus melakukan koordinasi dalam rangka menghubungkan klien dengan sumber-sumber bantuan yang sesuai dengan kebutuhan klien. Koordinasi yang efektif dilakukan tidak hanya 3 pada saat akan melakukan rujukan, namun sebaiknya dilaksanakan sebelum dan sesudah melakukan rujukan, artinya bahwa berkoordinasi sama dengan berjejaring artinya sebaiknya selalu dijaga. Oleh karena itu, penting bagi seorang manajer kasus mengenal lebih dekat lembagalembaga tersebut, dan memiliki daftar alamat lengkap dan kontak person yang bisa dihubungi. e. Tindak lanjut, monitoring dan evaluasi Seorang manajer kasus harus selalu melakukan kontak secara kontinyu terhadap klien paska rujukan, untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan benar-benar tepat, sehingga klien berada di lingkungan yang nyaman dan aman. Selanjutnya monitoring dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan klien selama berada di lembaga tersebut, apakah mengalami perubahan signifikan dengan pelayanan yang diberikan. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan terhadap lembaga terkait (rujukan), guna mengetahui Alayanan yang sedang / sudah diberikan kepada kliennya. f. Dukungan, Manajer kasus harus selalu memberikan dukungan selama masa pelayanan melalui: informasi-informasi yang dibutuhkan, memberikan konseling pada saat klien mengalami permasalahan, serta melakukan pembelaan terhadap klien jika hak-hak dasarnya tidak dipenuhi di lembaga rujukan tersebut. g. Pencatatan, pencatatan selama proses pelayanan penting bagi manager kasus, guna mengetahui perkembangan / kemajuan yang dicapai klien, pelaksanaan pelayanan serta kesesuaiannya terhadap rencana yang telah diusun sebelumnya. Manajer kasus wajib menjaga kerahasiaan file ini karena menyangkut kehidupan klien selanjutnya. 2. Prinsip-prinsip Manajemen Kasus(Gerhart, 1990). a. Individualisasi pelayanan (Individualization of services) Dalam memberikan pelayanan kepada klien, walaupun memiliki persamaan masalah, ataupun persamaan karakter yang dimiliki klien, maka seorang manajer kasus harus dapat memberikan pelayanan yang 4 spesifik, karena bahwa manusia memiliki kebutuhan yang berbeda bagi setiap indvidu. b. Pelayanan yang komprehensif (comprehensiveness of services) Pelayanan diberikan tidak hanya terfokus pada klien, tetapi juga sistem klien (lingkungan) yang mempengaruhi keberadaan klien, agar tercita suasana yang kondusip bagi kehidupan klien. c. Pelayanan yang teratur (parsimonious services) d. Kemandirian (fostering autonomy) Pelayanan yang diberikan bertujuan agar klien mampu hidup normal dan kedepan mampu mengatasi masalahnya sendiri. e. Keberlanjutan pelayanan (continuity of care) Pelayanan dilakukansesuai dengan tahapan pelayanan yang dimulai dari pendekatan awal sampai dengan terminasi yang berakhir dengan kemandirian klien. 3. Peranan dan tugas Pekerjaan Sosial a. Pembela, tugasnyanya: 1) Mengidentifikasi hak dan kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi baik yang disengaja maupun terabaikan. 2) Mempertemukan kelayan dengan sumber-sumber untuk pemenuhan hak-hak dasarnya. 3) Mempengaruhi sistem sumber agar dapat diakses oleh klien. b. Pendidik, dengan tugas; 1) Meningkatan kesadaran dalam menghadapi masalah. 2) Memberikan informasi baru untuk meningkatkan wawasan berfikir dalam menghadapi masalah yang dihadapi. 3) Mempengaruhi klien agar meningkatkan kapasitas dirinya untuk mengatasi permasalahannya. c. Fasilitator, dengan tugas: 1) Membantu klien dalam memanfaatkan sistem sumber tersebut, 2) Membantu sistem sumber sehingga dapat menjangkau klien. 5 d. Mediator, dengan tugas: Menjembatani antara klien dan sistem sumber dalam rangka pemenuhan kebutuhan e. Broker, dengan tugas: Mencari solusi dalam rangka membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak dasar yang terabaikan. f. Perencana 1) Megidentifikasi dan menganalisa masalah dan kebutuhan klien. 2) Memanfaatkan dukungan sosial yang ada di sekitar klien 3) Menyusun rencana program sesuai dengan masalah dan kebutuhan. 4) Merekomendasikan kepada pekerja sosial penanggung jawab kasus (manajer kasus tersendiri) g. Organisator, dengan tugas: 1) Menghimpun data dan informasi terkait dengan rencana pelayanan terhadap klien 2) Membangun kerjamama dengan tim sesuai dengan tugas dan fungsinya. 3) Melakukan koordinasi dengan lembaga terkait dalam rangka menyelesaikan masalah klien. h. Evaluator, dengan tugas: 1) Memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi klien. 2) Memperhatikan ketepatan pelayanan yang telah diberikan. i. Konsultan, dan tugas: 1) Memberikan nasehat-nasehat kepada klien. 2) Memberikan pertimbangan-pertimbangan (solusi) untuk dijadikan alternatif pilihan dalam memecahkan masalah yang dihadapi klien. 4. Etika pekerjaan sosial dalam manajemen kasus 1) Penerimaan (acceptance). Seorang pekerja sosial harus menerima kondisi klien apa adanya tentang diri klien dengan tidak memandang latar belakang kondisi klien. 6 2) Individualisasi (individualization). Bahwa setiap individu hidup memiliki perbedaan, sehingga dari perbedaan tersebut, maka seorang pekerja sosial harus memperlakukan berbeda pula antara klien satu dengan yang lainnya. 3) Ekspresi emosional secara bertujuan. bahwa emosi egatif maupun positif yang keluar dari perempuan korban kekerasan, sama pentingnya untuk dipahami oleh pekerja sosial sebagai ekspresi untuk mencairkan kondisi emosinya agar dapat kembali stabil. 4) Keterlibatan emosional secara terkendali (empaty), bahwa seorang pekerja sosial mampu menunjukkan pemahaman yang sungguh-sungguh tentang perasaan yang dialami oleh RTSM, seolaholah ia berada dalam situasi dan kondisi yang sama dengannya 5) Sikap tidak menghakimi (non-judmental attitude). Pekerja sosial dilarang menghakimi orang lain, artinya memberikan pendapat tentang kesalahan atau tak bersalah yang sudah dilakukan oleh perempuan korban tindak kekerasan, karena ia mempunyai hak untuk mengemukakan situasi yang dihadapinya tanpa memperoleh tanggapan negatif, agar klien dapat mengeluarkan perasaan yang mengganjal pada dirinya. 6) Menentukan kehidupan dirinya sendiri ( self determination ) Pekerja sosial dalam memberikan pertolongan terhadap dengan perempuan kornban tindak kekerasan hanya sebatas memotivasi ataupun memberikan solusi saja. Selanjutnya klien mempunyai hak untuk menerima atau menolak usul pertolongan yang diberikan, dan klien memiliki kebebasan dalam menentukan pemecahan masalahnya yang paling sesuai dengan yang diinginkannya. 7) Kerahasiaan (confidentiality). bahwa pekerja sosial wajib merahasiakan masalah yang dialami oleh klien, dan permasalahan dibuka hanya untuk kepentingan pemecahan masalahnya terhadap lembaga lain dalam rangka mencari solusi lain yang lebih baik. 7 8) Kesadaran diri (self awareness) Pekerja sosial dalam memberikan pertolongan harus mawas diri, artinya ia harus menyadari bahwa dirinya memiliki keterbatasan-keterbatasan sehingga ia berkewajiban bekerja sama dengan pihak lain /profesi lain yang berkompeten dalam rangka pemacahan masalah RTS. 9) Ketulusan/kesungguhan (genuiness). Seorang pekerja sosial harus tulus atau sungguh-sungguh dalam membantu memecahkan masalah wanita korban tindak kekerasan, sehingga tidak ada motif-motif tertentu kecuali hanya ingin menolong. 10) Kejujuran (honesty). Pekerja sosial harus berani mengatakan apa adanya tentang sesuatu yang harus diketahui oleh kliennya, selama tidak akan menimbulkan halhal yang membahayakan, atau merugikan diri klien. 5. Langkah-langkah pekerja sosial dalam manajemen kasus a. Mengakses lembaga layanan 1) Manajer kasus menyiapkan dan membuat kerja sama dengan lembaga-lembaga layanan yang sesuai dengan kenutuhan klien perempuan korban tindak kekerasan. 2) Manajer kasus menyiapkan surat referal klien dirujuk pada organisasi atau lembaga pelayanan tersebut. 3) Manajer kasus menghubungkan klien untuk melakukan rujukan ke lembaga-lembaga yang sesuai dengan kebutuhannya. 4) Manajer kasus melakukan penjangkauan (outreach) terhadap klien yang kesulitan menjangkau lembaga pelayanan, dan mendorong mereka agar bersedia datang ke lembaga layanan untuk dibantu menyelesaikan masalahnya. b. Tahap awal masuk (intake process). 1) Menghimpun data dan informasi dari pekerja sosial dari hasil asesmen 2) Menganalisa data dan informasi yang telah masuk / diterima. 8 3) Manajer kasus atau pekerja sosial menggali atau mengeksplorasi masalah dan kebutuhan klien serta membantu klien memenuhi persyaratan (elijibilitas) untuk mendapatkan pelayanan 4) Manajer kasus memberikan informasi tentang pelayanan yang disediakan oleh organisasi atau lembaga pelayanan serta tata cara mengisi formulir-formulir yang diperlukan 5) Melihat dukungan sosial yang ada disekitar klien (dukungan keluarga, budaya, nilai-nilai yang ada di lingkungan sekitar). 6) Keterampilan dalam mengembangkan rapport (membangun kepercayaan klien pada pekerja sosial) dan keterampilan dalam mendapatkan informasi. c. Menyusun rencana intervensi: 1) Merumuskan tujuan pelayanan baik jangka pendek maupun jangka panjang dan realistis sesuai dengan kemampuan dan keinginan klien berdasarkan hasil konseling atau terapi awal sebelum mengkaitkan klien dengan sumber-sumber. 2) Menyusun rencana program yang sesuai dengan kebutuhan klien. 3) Merekomendasikan rencana program kepada lembaga rujukan. d. Menghubungkan klien (linking clients) 1) Manajer kasus mengantarkan klien ke lembaga rujukan 2) Menajer kasus meyakinkan klien bahwa lembaga rujukan merupakan lembaga yang tepat terhadap pemecahan masalahnya dan keamanan klien. 3) Manajer kasus memberikan dukungan berupa konseling, motivasi untuk penguatan klien selama dalam lembaga rujukan. 4) Memberikan inormasi-informasi baru yang dibutuhkan klien. e. Monitor dan reasesmen (monitoring and reassessment) Secara berkala melakukan monitoring terhadap keberadaan klien untuk melihat tingkat perkembangan keseluruhan diri klien. Jika terdapat ketidak nyamananan klien, maka perlu dilakukan asesmen ulang untuk mengetahui permasalahannya sehingga dapat memberikan layanan yang lebih baik. \ 9 f. Evaluasi hasil (outcome evaluation) Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil pelayananan yang dilakukan oleh lembaga rujukan tersebut, baik yang menyangkut kondisi klien maupun lembaga layanan itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Achlis, ( 1982 ). Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi dan Praktek Pertolongan, Koperasi Mahasiswa STKS Bandung. Barker, Robert L. , (1999) : The Social Work Dictionary, 4th edition, Washington, DC, NASW Press Departemen Sosial RI, (2003) : Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial Di Indonesia, Lampiran Kep.Mensos RI. No. 87/HUK/2003, Jakarta, Balatbangsos. Roberts, Albert R dan Greene, Gilbert J. (2008) : Social Workers’ Desk Reference, yang diterjemahkan oleh Juda Damanik, Drs. MSW, dan Cynthia Pattiasina, MSW. MPIA : Buku Pintar Pekerja Sosial; Jakarta, PT BPK Gunung Mulia. Blume W Thomas,2008, Menjadi Konselor Keluarga, sebagai jembatan untuk terapi keluarga, Pustaka Societa, Jakarta. Maguire Lambert, 2008, Pekerja Sosial Klinis, Pustaka Societa, Jakarta. http://carapedia.com/pengertian_definisi_konsep_menurut_para_ahli_info402.html https://sites.google.com/site/espatkonseling/ Yusman Iskandar, ( 1988 ), Beberapa Keahlian Penting dalam Pekerjaan Sosial, STKS, Bandung 10