I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan protein hewani dan perkembangan industri kuliner menjadikan itik sebagai sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di perkotaan. Pemeliharaan itik saat ini masih terpusat di pedesaan yang jauh dari pusat konsumen, sehingga meningkatnya permintaan ternak itik membuat aktivitas pengangkutan atau transportasi ternak dari sentra ternak ke pusat konsumen mengalami peningkatan. Transportasi itik dari sentra ternak ke pusat konsumen seringkali menimbulkan dampak negatif, yang ditandai dengan dehidrasi dan penyusutan bobot badan, kondisi tersebut secara ekonomis merugikan bagi peternak. Angka penyusutan bobot badan ternak akibat transportasi mencapai 4 – 7 %, namun tinggi rendah angka penyusutan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang diyakini mempengaruhi kondisi ternak selama transportasi yaitu penanganan ternak yang kasar, jarak dan waktu tempuh perjalanan, perubahan suhu lingkungan, pemuasaan ternak, kepadatan keramba, kondisi jalan dan kenyamanan sarana angkut. Pengaruh pemuasaan ternak dan perubahan suhu lingkungan khususnya pada transportasi yang dilakukan siang hari, menyebabkan keseimbangan panas tubuh akan terganggu dan ternak berupaya mempertahankan kondisi normal (homeostasis). Peningkatan proses homeostasis memerlukan sejumlah energi tambahan, namun ternak dipuasakan dari makan dan minum sehingga tidak ada asupan nutrisi, sehingga ternak berpotensi membongkar cadangan energi dalam tubuh. 2 Adanya peningkatan aktivitas metabolisme memerlukan tambahan oksigen terutama sel darah merah yang memadai. Meningkatnya jumlah sel darah merah dan hemoglobin akan mengangkut lebih banyak oksigen ke dalam sel-sel jaringan, sehingga proses metabolisme dalam tubuh akan berjalan optimal. Guna memenuhi kebutuhan oksigen tersebut itik akan memproduksi sel darah merah dan hemoglobin yang lebih tinggi, namun di sisi lain meningkatnya metabolisme secara langsung atau tidak langsung akan memicu terjadinya stres oksidatif khususnya pada sel darah merah sehingga mempercepat penurunan jumlah sel darah merah yang disebabkan oleh kerusakan membran sel darah merah. Berbagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dari transportasi ternak telah banyak dipublikasikan, diantaranya penggunaan vitamin C sintetis dan tambahan elektrolit, namun ada pula yang memfokuskan pada pemberian zat penenang asal herbal. Tanaman kecubung (Datura metel. Linn) merupakan tanaman yang mengandung senyawa aktif yaitu tanin, saponin, flavonoid, dan senyawa alkaloid tropan, yang terdiri atas atropin, hyosiamin dan skopolamin yang bersifat antikolinergik. Senyawa alkaloid tropan bekerja pada sistem syaraf parasimpatik dengan bekerja berkompetitif dengan asetilkolin pada postsinap khususnya pada reseptor muskarinik dengan memblok kerja asetilkolin sehingga dapat memberikan efek tenang. Pemberian tanaman kecubung berdasarkan hasil pengamatan para peneliti terdahulu secara umum mampu menekan penyusutan bobot badan dan tingkat stres pada hamster dan domba. Pengamatan pada itik belum banyak dipublikasikan sehingga informasi dampak pemberian daun kecubung pada profil darah merah perlu diteliti. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan 3 penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Infusa Daun Kecubung (Datura metel. Linn) terhadap Profil Darah Merah pada Itik Lokal yang Mengalami Transportasi”. 1.2 1) Identifikasi Masalah Adakah pengaruh pemberian infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) terhadap profil darah merah itik lokal yang mengalami transportasi. 2) Berapa dosis infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) yang dapat mempertahankan profil darah merah itik lokal yang mengalami transportasi. 1.3 1) Maksud dan Tujuan Mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) terhadap profil darah merah itik lokal yang mengalami transportasi. 2) Mendapatkan dosis infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) yang dapat mempertahankan profil darah merah itik lokal yang mengalami transportasi. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan informasi dasar bagi pengembangan sistem transportasi ternak khususnya dalam aplikasi penggunaan zat penenang asal herbal. Selain itu diharapkan dapat memberi informasi mengenai pengaruh zat penenang asal herbal terhadap profil darah merah. 4 1.5 Kerangka Pemikiran Peternakan itik banyak ditemukan di pedesaan sementara pusat-pusat konsumen terdapat diperkotaan, oleh karenanya dalam mengusahakan usaha ternak itik tidak dapat dipisahkan dari kegiatan transportasi khususnya dalam pendistribusian ternak atau tataniaga. Kegiatan transportasi seringkali berdampak negatif, yaitu menyebabkan stres pada ternak yang dimanifestasikan dengan terjadi dehidrasi dan penyusutan bobot badan, yang secara ekonomis mengancam berkurangnya penghasilan bagi peternak. Selama mengalami transportasi, itik mendapatkan berbagai stressor yang dimulai sejak penanganan ternak di kandang hingga transportasi berlangsung. Stressor dapat berupa lama dan jarak perjalanan, terbatasnya pakan, kelelahan, ketakutan, gelisah dan terkejut (Abbas, 2009). Stressor yang diterima akan mengaktifkan mekanisme homeostasis yang mencakup keseimbangan panas, pengaturan panas, tekanan darah, pernafasan dan aktifitas lainnya dalam tubuh (Hafez, 1969 dalam Abbas, 2009). Peningkatan aktivitas fisiologis tubuh akan berakibat pada peningkatan kebutuhan energi, sehingga diperlukan energi tambahan yang bersumber dari perombakan cadangan energi tubuh. Penanggulangan stres akan meningkatkan metabolisme yang pada gilirannya angka kebutuhan oksigen meningkat, sementara pengangkut oksigen adalah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Proses homeostasis tubuh atas kondisi tersebut dituntut untuk meningkatkan jumlah sel darah merah agar bisa lebih banyak mengikat oksigen. Homeostasis akan mengaktifkan limfe untuk mengeluarkan cadangan sel darah merah untuk menunjang kelancaran metabolisme tubuh. 5 Darah dapat mengindikasikan kondisi fisiologis ternak (Ismoyowati dkk, 2006) karena darah merupakan komponen yang berperan penting dalam pengaturan fisiologis tubuh (Ali dkk, 2013). Beberapa indikator terjadinya stres secara fisiologis juga dapat diamati melalui perubahan pada profil darah, yaitu jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Itik jantan memiliki jumlah sel darah merah sebanyak 2,46 juta/mm3 dan kadar hemoglobin sebesar 13,30 g/dL (Sturkie, 1976). Rataan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit itik pada sistem pemeliharaan ekstensif dan intensif berkisar antara 2,18 – 2,93 106 /μl, 8,02 – 9,24 g/dL, dan 38,53 – 43 % (Ismoyowati dkk, 2011). Itik manila jantan memiliki jumlah sel darah merah sebanyak 2,61 juta/mm3 dan kadar hemoglobin sebesar 11,23 g/dL (Purwatmoko dkk, 2013). Nilai hematokrit Nigerian duck (Anas platyrhynchos) 42,58 % (Olayemi dkk, 2006), sedangkan pada itik lokal (Anas Platyrhynchos L.) 40,9% (Vega dkk, 2014). Berbagai cara dilakukan untuk mengurangi stres pada ternak yang ditransportasikan, diantaranya penanganan ternak yang tidak kasar selama pengambilan dan pemasukan ke dalam keramba, pengaturan kepadatan ternak, hingga pemberian elektrolit dan vitamin C sintetis. Upaya lain telah dilakukan yaitu dengan menggunakan obat penenang herbal, tanaman yang dikenal sebagai obat penenang salah satunya adalah tanaman kecubung (Datura metel. Linn). Tanaman kecubung (Datura metel. Linn) merupakan tanaman yang dikenal memiliki khasiat obat, yaitu memberikan efek relaksasi. Semua bagian tanaman kecubung, seperti akar, tangkai, daun, bunga dan biji mengandung senyawa alkaloid tropan (Dharma, 1985). Alkaloid tropan terbanyak dalam tumbuhan kecubung 6 terdapat di dalam akar dan biji dengan kadar antara 0,4-0,9%, sedangkan dalam daun dan bunga hanya 0,2-0,3% (Sastrapradja, 1978). Tanaman kecubung juga mengandung saponin, flavonoid, polifenol dan tanin (Idris, 2015). Senyawa antikolinergik yang terkandung dalam tanaman kecubung dapat bekerja menghambat golongan reseptor muskarinik dengan menyekat reseptor muskarinik, yang menyebabkan hambatan fungsi muskarinik pada susunan syaraf parasimpatis sehingga efeknya berlawanan dengan kolinergik. Kerja senyawa antikolinergik dapat memblok pengikatan asetilkolin pada reseptor muskarinik sehingga memberikan dampak relaksasi tubuh. Pemberian ekstrak kecubung pada domba memiliki derajat stres transportasi yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemberian ekstrak kecubung (Budiman dkk, 2014). Penelitian ini menggunakan unggas air yaitu itik yang diberi infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) sebelum ditransportasikan. Pemberian infusa tersebut dilakukan melalui air minum dan diharapkan dapat meredam stres. Penggunaan kecubung pada ternak pada umumnya terkendala karena tidak memiliki enzim atropin hidroksilase, namun khusus ternak unggas diyakini tahan pada paparan alkaloid tropan karena memiliki enzim atropin hidroksilase, sehingga dapat menonaktifkan alkaloid tropan (Werner dan Brehmer, 1967 dalam Alexander dkk, 2008). Terbatasnya informasi penggunan kecubung pada unggas sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menekan dampak negatif dari transportasi khususnya pada ternak itik. Penggunaan kecubung dalam bentuk infusa diharapkan dapat membuat itik lebih tenang, sehingga stressor menjadi kurang direspon dan metabolisme otot tidak mengalami perubahan yang nyata. Kebutuhan oksigen relatif tidak berubah sehingga jumlah sel darah merah dapat dipertahankan pada kondisi normal. 7 Hasil preliminary menunjukkan bahwa itik yang diberi infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) pada air minum dengan dosis 0, 20, 40, dan 60 %, selama 2 jam dan itik ditempatkan pada lokasi yang mendapat pancaran cahaya matahari langsung. Hasil pengamatan menunjukkan itik mengalami penyusutan bobot badan berturutturut sebesar 3,60; 1,36; 2,02; dan 1,51 %. Berdasarkan kerangka pemikiran, diajukan hipotesis bahwa pemberian infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) dengan dosis 60 % mampu mempertahankan profil darah itik selama transportasi. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan selama pada bulan Mei – Juni selama 15 hari melalui beberapa tahapan persiapan dan pelaksanaan. Pelaksanaan penelitian di kandang itik di Gunungmanik Tanjung Sari, perjalanan dari Tanjung Sari, Sumedang menuju Kadipaten dan kembali ke Tanjung Sari dan pengujian darah di Laboratorium Biokimia dan Fisiologi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang.