BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran oleh logam berat merupakan masalah disetiap negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Logam berat merupakan senyawa kimia yang sangat berpotensi menimbulkan masalah pencemaran tanah yang berkaitan erat dengan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan. Menurut Alloway (1995) terdapat sebanyak 80 jenis dari sejumlah 109 unsur kimia yang telah teridentifikasi di muka bumi ini yang termasuk ke dalam jenis logam berat. Salah satunya adalah tembaga (Cu). Tembaga dan paduannya merupakan salah satu logam yang paling banyak dimanfaatkan karena kelimpahannya yang sangat besar di alam. Logam tembaga digunakan secara luas dalam industri peralatan listrik. Unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral. Pencemaran logam berat Cu ini juga dapat membahayakan lingkungan pertanian baik tanah maupun tanaman. Pada tanaman, logam Cu ini merupakan salah satu unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit. Tembaga diserap tanaman dalam bentuk ion Cu2+ atau Cu3+, unsur ini beperan sebagai aktifator enzim dalam proses penyimpanan cadangan makanan, katalisator dalam proses pernapasan dan perombakan karbohidrat, sebagai salah satu elemen dalam proses pembentukan vitamin A dan secara tidak langsung berperan dalam pembentukan klorofil. Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan memicu terjadinya 1 keracunan pada tanaman. Di dalam jaringan tanaman yang tumbuh normal hanya terdapat sekitar 5 sampai 20 ppm saja, apabila kadar ini meningkat maka akan terjadi mulai terjadi gejala keracunan yang ditandai dengan munculnya klorosis kemudian pertumbuhan tanaman mulai terhambat (Lakitan, 2007). Selain itu tembaga juga merupakan salah satu logam berat yang memiliki potensi sebagai cekaman abiotik yang dapat memacu sintesis metabolit sekunder (Marschner, 1988). Metabolit sekunder merupakan hasil reaksi lanjutan dari metabolisme primer yang biasa digunakan tumbuhan untuk pertahanan diri. Menurut Bhattacharjee (2004) kecubung merupakan salah satu tanaman dari Genus Datura yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap logam berat serta dapat menghasilkan metabolit sekunder saat terjadinya cekaman yang disebabkan oleh logam berat. Datura dapat menyerap logam berat hingga 2000 ppm. Metabolit sekunder yang paling banyak diteliti pada genus Datura berasal dari golongan tropan alkaloid antara lain:atropin, hiosiamin dan scopalamin yang besifat antikholinergikyang memiliki potensi sebagai obat asma (Karimi, 2012). Selain golongan tropan alkaloid, genus Datura juga memiliki metabolit sekunder lainnya, seperti terpenoid dan flavonoid. Senyawa ini terdapat di semua bagian tumbuhan kecubung, mulai dari akar, tangkai, daun, bunga, buah, hingga bijinya (Mann, 1989).Tembaga dalam konsentrasi yang tinggi memiliki potensi sebagai cekaman abiotik yang dapat memacu sintesis metabolit sekunder. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin dipelajari mengenai pengaruh konsentrasi Cu terhadap anatomi dan profil metabolit sekunder pada daun kecubung. 2 B. Permasalahan Dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya dengan demikian didapatkan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh berbagai macam konsentrasi Cu terhadap respon anatomi daun kecubung? 2. Bagaimana profil metabolit sekunder yang terdapat pada daun kecubung setelah diberi berbagai macam konsentrasi Cu? C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari pengaruh berbagai macam konsentrasi Cu terhadap respon anatomi daun kecubung. 2. Mempelajari profil metabolit sekunder yang terdapat pada daun kecubung setelah diberi berbagai macam konsentrasi Cu. D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi awal kepada pembaca mengenai potensi Cu terhadap sintesismetabolit sekunderkecubung serta dapat dijadikan acuan mengenai toleransi kecubung terhadap toksisitas tembaga. 3