Nama : Muhammad Akram NIM : N011191168 Kelas :B Mata kuliah : Kultur Jaringan Tumbuhan B Rangkuman Kultur Jaringan Tumbuhan “Pendekatan Untuk Meningkatkan Produk” Kultur jaringan tanaman adalah salah satu metode menumbuhkan organ tanaman dalam suatu wadah atau botol yang berisi media dalam keadaan steril . tujuannya untuk mendapatkan tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Selain itu dapat diperoleh tanaman yang bebas virus, membantu pemulian tanaman untuk mempercepat tujuan pencapaian penelitian pada tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif. Selain itu dapat juga meningkatkan jumlah produksi metabolit sekunder (Yuniardi, 2019). A. Optimasi kondisi kultur 1. Medium Kandungan metabolit sekunder melalui teknik in vitro dapat ditingkatkan dengan cara optimasi media baik internal maupun eksternal. Komponen semua media kultur jaringan tanaman meliputi makronutrien, mikronutrien, zat besi, vitamin-vitamin, sumber karbon, dan zat pengatur tumbuh. Asam amino dan nitrogen-nitrogen lainnya dapat ditambahkan dalam campuran vitamin. Manipulasi nutrien (makro dan mikro) Manipulasi zat pengatur pertumbuhan Manipulasi zat organik tambahan Kemampuan memanipulasi pada spesies tanaman berkembang pesat karena adanya peningkatan penggunaannya, seperti di bidang pangan, kualitas makanan, dan nutraceutical. Rekayasa metabolik, yaitu modulasi jaringan metabolik dan biosintesis dari suatu organisme dengan tujuan fluks metabolic langsung ke jalur biokimia dari molekul penting tertentu, akan menjadi teknik yang penting dalam meningkatkan produksi sel tanaman untuk menghasilkan senyawa yang diinginkan. 2. Suhu, ph, cahaya, oksigen Di dalam ruang kultur, lingkungan fisik diatur sedemikian rupa sehingga mendukung pertumbuhan yang optimal, untuk itu perlu ada pengaturan terhadap suhu, oksigen dan cahaya. Unsur-unsur dan cahaya yang perlu diperhatikan adalah kualitas, lama penyinaran dan intensitas cahaya. pH mempengaruhi absopsi ion-ion dan juga kepadatan medium. pH optimum untuk kultur sebelum disterilisasi adalah 5,8. Jika pH kurang dari 4.5 atau lebih 25 tinggi dari 7.0 maka akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan kultur in itro. pH medium biasanya akan turun sekitar 0.3 -0.5 unit setelah diautoklaf. 3. Kultur dengan kerapatan sel tinggi 4. Penjerapan produk (misalnya dengan XAD-7) B. Seleksi galur sel unggul Seleksi galur merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam penanganan generasi bergsegregasi dengan pengamatan keragaman di dalam dan antar baris-baris keturunan. Kegiatan seleksi akan dilakukan terus menerus hingga genotipe tanaman menunjukkan keseragaman terhadap sifat yang dikhendaki. C. Penambahan prekursor (prazat) Apabila suatu tanaman menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang sedikit maka untuk meningkatkan produksi metolit sekundernya dapat dilakukan dengan memberikan salah satu prazatnya. Contohnya yaitu triptofan 50 mgL-1 berhasil meningkatkan reserpin pada kultur kalus Rauwolfia tetraphylla D. Elisitasi Elisitasi yaitu perlakuan dengan elisitor, dimana elisitor adalah senyawa asing yang bila dikenakan pada sel tumbuhan maka sel tersebut akan menghasilkan fitoaleksin. Senyawa tersebut dapat berasal dari dinding sel kapang. Pembuatan elisitor dapat dengan autoclaving kapang atau homogenate kapang. Esilator yang umum digunakan adalam kultur in vitro adalah dinding sel cendawa, toksin mikrob, kitosan, metil jasmonat, asam salisilat, kasar garam tinggi, suhu rendah atau tinggi, dan zat penghambat tumbuhan. Contoh elisitasi dalam kultur suspensi sel 1. Peningkatan produksi diosgenin dengan ekstrak khamir dalam kss dioscorea deltoidei 2. Peningkatan produksi alkaloid dengan homogenat kapang botyris sp.dalam kss papaver somniferum 3. Peningkatan kadar asam rosmariat dengan ekstrak khamir dalam kss lithospermum erythrorhizon E. Penerapan sel amobil Salah satu masalah utama dalam komersialisasi proses berbasis kultur sel untuk produksi metabolit sekunder adalah biayanya yang tinggi karena pertumbuhan sel tanaman yang lambat, hasil produk yang rendah, ketidakstabilan genetik dari galur terpilih, ketahanan geser sel yang rendah, dan intraselularisasi produk. Beberapa masalah ini dapat diatasi dengan imobilisasi kultur sel dengan menjebaknya dalam gel (kalsium alginat, agar, agarosa, carrageenen), busa poliuretan atau di dalam reaktor membran. Imobilisasi sel pada permukaan penyangga inert seperti alas fiberglass dan poliester serat pendek yang tidak dirajut juga telah diperiksa untuk produksi in vitro dari metabolit sekunder. Imobilisasi sel hanya dapat diterapkan pada sistem seperti itu di mana proses produksinya melibatkan dua langkah. Pada langkah pertama, kondisi dioptimalkan untuk produksi biomassa dengan kultur suspensi dan pada tahap kedua kondisi dioptimalkan untuk pembentukan produk oleh sel yang tidak dapat bergerak. Sel amobil Capsicum frutescens menghasilkan kapsaisin hampir 50 kali lebih banyak daripada dalam kultur suspense. Demikian pula, produksi diosgenin ditingkatkan hampir 40% selama kultur suspensi dengan, pada dasarnya, menjebak sel-sel Dioscorea del Aptoidea ke dalam kubus busa poliuretan dan menumbuhkannya dalam media dengan sukrosa 3%. Namun, produksi komersial metabolit sekunder oleh sel yang tidak bisa bergerak masih harus dikembangkan. F. Sekresi produk Metode sekresi produk bertujuan membantu suatu kultur jaringan dalam memperbanyak metabolit sekunder yang di diproduksi. Kebanyakan ms dihasilkan dalam kss yang diakumulasi intraseluler dimana hal ini menghambat produksi ms selanjutnya. Sehingga perlu dicari upaya untuk mengsekresi produk ke medium yaitu dengan menambahan DMSO atau Triton-X-100, elektroporasi, ultrasonifikasi dan mekanisme akumulasi produk dalam sel. G. Mutagenesis Mutagenesis adalah salah satu kelainan genetik yang dapat terjadi secara alami maupun buatan. rekayasa genetik dapat menyebabkan terjadinya mutagenesis. Untuk meningkatkan produksi metabolit dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan genetic. Seleksi mutan dilakukan dengan pengumpanan dengan senyawa yang bukan metabolit (antimetabolit). Sel yang tahan atau tetap hidup terhadap antimetabolit (bukan metabolit) dipilih dan dianggap sebagai mutan. Mutan digunakan sebagai sel awal yang diharapkan dapat memproduksi ms tinggi. H. Kultur organ dan kultur akar berambut Kultur organ adalah kultur dari sebagian organ atau seluruh bagian organ embrio secara in vitro. Kultur organ diinisiasi dari organ-organ tanaman seperti pada pucuk terminal dan axillar, meristem, buah muda, dan embrio. Salah satu tipe kultur organ adalah kultur akar dimana eksplan yang digunakan berupa akar. Akar mampu mengakumulasi berbagai macam metabolit sekunder yang mencerminkan kapasitas biosintesisnya. Masalah utama dalam produksi fitokimia dengan kultur in vitro dari akar normal adalah tingkat pertumbuhannya yang lambat. Sebaliknya, akar rambut yang diinduksi Agrobacterium rhizogenes (gram negatif, bakteri tanah) dicirikan oleh percabangan luas, tingkat pertumbuhan tinggi di bawah kondisi bebas hormon, waktu penggandaan rendah, kemudahan pemeliharaan, dan stabilitas genetik. Kemampuan rambut akar untuk menghasilkan metabolit sekunder di tingkat yang sebanding dengan atau lebih besar dari tanaman utuh, seperti akar normal, mengubah prospek produksi metabolit dengan kultur akar secara dramatis. Rambut akar menyediakan cara produksi biomassa yang efisien karena pertumbuhan yang cepat, kemampuan biosintetik yang tinggi sebanding dengan yang tanaman yang memiliki akar normal di alam.