NCB Interpol Indonesia - Antara Terorisme Negara dan Perjuangan

advertisement
NCB Interpol Indonesia - Antara Terorisme Negara dan Perjuangan
Tuesday, 11 September 2001 20:32
There are no translations available.
Sejak terjadinya serangan teror 11 September 2001 yang meluluhlantakkan menara kembar
WTC di New York, masalah yang paling hangat dibicarakan adalah isu perang melawan
terorisme. Sejauh ini tak ada yang menentang slogan memerangi terorisme. Sebab, terorisme
memang sebuah fenomena buruk yang harus dibasmi keamanan dan kedamaian dunia. Hanya
saja yang menjadi masalah adalah tampilnya kelompok neo konservatif di Gedung Putih
sebagai pihak yang mengklaim kepemimpinan dalam perang ini. Akibatnya, isu perang
melawan teror ditunggangi oleh kepentingan kelompok ini.
Dengan bantuan media massa yang ada, kelompok neo konservatif sengaja mengacaukan
makna dua hal yang berbeda yaitu terorisme dan perjuangan yang sah. Tak jarang pula,
perjuangan disama-artikan dengan terorisme seperti yang terjadi pada perjuangan rakyat
Palestina. Selain itu, Barat juga menyempitkan istilah terorisme hanya pada terorisme pribadi
atau kelompok dan menafikan adanya praktik terorisme negara.
Terorisme dalam arti menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan, adalah
fenomena yang sudah ada sejak dahulu. Dalam beberapa dekade yang lalu, sejumlah
kelompok dan organisasi terbiasa menggunakan cara-cara kekerasan untuk menekan
pemerintah, lembaga internasional atu phak-pihak lain agar menuruti kehendaknya. Salah satu
contoh nyatanya adalah kelompok mafia di negara-negara Barat, yang menggunakan teror
untuk meraih kekuasaan, kekuatan dan kekayaan.
Ciri khas dari teror yang membedakannya dari cara kekerasan yang lain adalah
kemampuannya menciptakan suasana mencekam. Suasana mencekam yang menghantui
rakyat di AS pasca serangan ke WTC, membuat peristiwa itu disebut dengan aksi terorisme,
dan kondisi inilah yang lantas dimanfaatkan oleh Gedung Putih untuk kepentingannya.
Bahwa terorisme harus diperangi, itu merupakan sebuah kesepakatan. Tetapi untuk memerangi
fenomena ini harus ada penjelasan terlebih dahulu tentang makna dari terorisme. Dengan kata
lain, terorisme harus didefinisikan terlebih dahulu sebelum ada langkah untuk memeranginya.
Sejauh ada Perserikatan Bangsa-bangsa telah menyatakan bahwa siapa saja yang
menciptakan ketakutan di tengah rakyat, atau pemerintah atau bahkan lembaga internasional,
memaksa mereka melakukan dan meninggalkan suatu perbuatan, membunuh atau mencederai
warga sipil, dapat digolongkan sebagai teroris.
1/4
NCB Interpol Indonesia - Antara Terorisme Negara dan Perjuangan
Tuesday, 11 September 2001 20:32
Menurut definisi PBB, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemberian perintah teror termasuk
ke dalam terorisme. Meskipun definisi ini lebih banyak menyorot terorisme individu dan
kelompok, namun melihat isi dan maksudnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah
negara pun dapat pula melakukan aksi-aksi terorisme sehingga sudah barang tentu dapat pula
disebut sebagai teroris.
Untuk dapat melihat lebih jelas wajah terorisme negara, maka bisa dilihat ciri-ciri teror dan
membandingkannya dengan kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah negara.
Dalam terorisme biasa penduduk sipil menjadi sasaran. Melihat aksi-aksi beberapa negara
imperialis Barat, akan tampak dengan jelas bahwa mereka ini telah membunuh bukan sepuluh
atau seratus orang, tapi puluhan ribu manusia tak berdosa di negara-negara jajahan mereka,
selain merampas sebanyak mungkin harta kekayaan nasional negara jajahan.
Di antaranya dapat dikatakan bahwa lebih dari 100.000 warga Irak tak berdosa, sejak awal
penjajahan atas negara ini pada tahun 2003 hingga kini menjadi korban ketamakan hegemoni
AS. Salah satu contoh nyata terorisme negara ialah rezim zionis, yang hingga kini telah
membunuh dan mencederai ratusan ribu warga tak berdosa Palestina, dan mengusir jutaan
orang dari mereka dari kampung halaman, dalam rangka merampok tanah Palestina dan
melanjutkan pemerintahan ilegal mereka di kawasan ini.
Di antara ciri-ciri lain terorisme ialah penciptaan rasa takut dan ngeri di tengah warga.
Pembunuhan rakyat di berbagai negara oleh penguasa-penguasa Barat dan rezim zionis,
merupakan contoh paling nyata dalam masalah penciptaan rasa takut dan cemas di tengah
rakyat luas. Mereka menciptakan suasana seperti itu dengan tujuan memaksa para pejuang
untuk menghentikan perlawanan dan menyerah kepada mereka. Tiap harinya, puluhan warga
sipil Irak di bunuh secara massal oleh orang-orang dan kelompok tertentu, yang berdasarkan
berbagai bukti dan saksi, memiliki jalinan hubungan dekat dengan para pejabat AS. Tel Aviv
pun, dengan tuduhan luas Washington, membunuhi warga Palestina dan menganggap aksi keji
ini sebagai hak mereka.
Teror adalah perbuatan kekerasan yang mengancam keamanan dan kedamaian. Tak
diragukan bahwa aksi-aksi militer negara-negara Barat, terutama AS di negara-negara
berkembang, di masa lalu dan sekarang, merupakan contoh paling jelas untuk aksi-aksi anti
keamanan dan kedamaian ini. Untuk itulah, sejumlah besar penduduk dan cendekiawan dunia,
memandang As sebagai bahaya terbesar bagi perdamaian internasional.
2/4
NCB Interpol Indonesia - Antara Terorisme Negara dan Perjuangan
Tuesday, 11 September 2001 20:32
Noam Chomsky, kritikus terkenal AS berkali-kali menekankan bahwa AS adalah negara teroris
terbesar di dunia. Dengan demikian, terorisme negara-negara Barat merupakan terorisme
terburuk dan paling kejam, yang telah menelan korban sejumlah besar manusia dan merampas
kekayaan-kekayaan nasional mereka, dan mengancam kedamaian dunia. Meski demikian,
negara-negara Barat berusaha membatasi terorisme hanya pada terorisme pribadi dan
kelompok. Selain itu mereka juga berusaha meyakinkan masyarakat dunia bahwa terorisme
semacam ini banyak muncul dan bersumber dari dunia Islam.
Tipu muslihat lain negara dan media massa Barat ialah, mengesankan perjuangan legal setiap
bangsa untuk mempertahankan negara dan kepentingan nasionalnya, sebagai terorisme.
Mereka melancarkan propaganda sedemikian rupa dimana jika setiap bangsa yang berada di
bawah jajahan mereka bangkit melawan dan mengangkat senjata, berarti mereka melakukan
teror. Padahal menurut akal dan fitrah, bertahan dan membela diri dalah perkara yang lazim
dan dibenarkan. UU internasional pun membenarkan serta mendorong siapa saja untuk
melakukan pembelaan dan pertahanan diri.
Dalam artikel 51 Piagam PBB dikatakan, “Jika terjadi serangan bersenjata terhadap sebuah
negara anggota PBB, sampai ketika DK bertindak untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasional, maka tak ada satu pun dari ketetapan-ketetapan Piagam ini tidak menolak hak
memeprtahankan diri, baik dilakukan secara perorangan maupun kolektif.” Dengan demikian
rakyat Palestina, Irak dan Afganistan, bukan saja dapat mempertahankan negara mereka
menghadapi para penjajah, bahkan DK pun harus bertindak secepatnya untuk menghapus
penjajahan atas negara manapun. Sikap diam lembaga ini terhadap penjajahan, tak lain
merupakan kelalaian dan ketidakmampuannya dalam mengemban kewajiban.
Sementara itu, negara-negara dan berbagai media massa Barat menyebut pertahanan legal
negara-negara berkembang menghadapi para penjajah sebagai terorisme. Akan tetapi mereka
lupa bahwa mereka pun bangkit mempertahankan diri menghadapi ekspansi pasukan Hitler,
bahkan memandangnya sebagai salah satu kebanggaan terbesar mereka. Di masa Perang
Dunia kedua, sejumlah negara Eropa jatuh ke dalam jajahan Nazi Jerman. Akan tetapi di
negara-negara ini muncul kelompok-kelompok pejuang yang bangkit melawan kekuatan
penjajah. Saat ini, sejumlah negara dunia ketiga pun tengah berada di bawah penjajahan
negara Barat. Seharusnya, mereka pun berhak bahkan harus dibantu dan didorong untuk
bangkit melawan para penjajah mereka dengan sekuat tenaga.
Alakulihal, terorisme adalah fenomena buruk, penuh dengan kekerasan, dan sama sekali tak
dapat dibela. Sebagaimana terorisme perorangan dan kelompok harus dikecam dan dilawan,
maka terorisme negara pun harus dikecam dan dibasmi. Bagaimana pun, propaganda
3/4
NCB Interpol Indonesia - Antara Terorisme Negara dan Perjuangan
Tuesday, 11 September 2001 20:32
tendensius media-media massa Barat, tidak mungkin mampu mengurangi legalitas perjuangan
menentang para agresor dan tidak mampu pula mengendurkan tekad dan semangat rakyat
untuk bangkit menentang mereka.
4/4
Download