BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Gronroos dalam Tjiptono dan Chandra (2005) pelanggan bukan hanya semata-mata membeli barang atau jasa, namun mereka membeli manfaat yang di berikan oleh barang dan jasa yang bersangkutan. Mereka membeli penawaran yang terdiri atas barang, layanan, informasi, perhatian personal, dan komponen lainnya. Penawaran semacam ini mencerminkan layanan bagi pelanggan dan customer-perceived service tersebut memberikan nilai tambah bagi setiap pelanggan. Dengan demikian, setiap perusahaan selalu menawarkan pelayanan bagi pelanggan, terlepas dari hal apa pun bentuk produk yang di berikan. Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam Lupiyoadi (2001) salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi serta peningkatan profit perusahaan tersebut sangat di tentukan oleh pendekatan yang di gunakan. Konsequensi atas pendekatan kualitas pelayanan suatu produk memiliki esensi penting bagi straregi perusahaan untuk mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaiangan. Menurut Edvardsson dalam Griselda dan Panjaitan (2007) kualitas adalah bagaimana mencari tahu apa yang menciptakan nilai bagi konsumen dan perusahaan harus menberikan nilai itu. Untuk itu, perusahaan harus dapat mengerti konsumennya dan bagaimana mendefinisikan keinginan konsumen tersebut dengan benar. Sedangkan layanan adalah berbagai tindakan dan kinerja yang di tawarkan suatu produk kepada orang lain yang pada dasarnya tidak dapat di lihat dan tidak menghasilkan hak milik terhadap sesuatu. Menurut Parasuraman 7 dalam Griselda dan Panjaitan, (2007) faktor utama yang mempengaruhi pelayanan atau jasa adalah jasa yang di harapkan dan jasa yang di terima. Apabila jasa yang diterima konsumen sama dengan yang di harapkan atau bahkan lebih maka di persepsikan bahwa kualitas jasa tersebut baik atau positif dan baik, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, baik tidaknya kualitas jasa atau pelayanan sangat di pengaruhi oleh kemampuan dari penyedia jasa dalam memenuhi harapan konsumen secara konsisten. Berdasarkan penjelasan di atas, Griselda dan Panjaitan (2007) mendefinisikan kualitas jasa sebagi ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang di berikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Berdasarkan definisi ini, kualitas pelayanan bisa di wujudkan malalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Kotler dalam Griselda dan Panjaiatan (2007) Kualitas layanan harus di mulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas pelayanan. Sebagai pihak yang mengkonsumsi jasa, pelanggan yang manilai tingkat kualitas jasa sebuah perusahaan. Sementara itu, persepsi dan interaksi dengan pelanggan dalam pemberian pelayanan juga ikut menentukan evaluasi kualitas pelayanan. Konsequensinya jasa yang sama bisa di nilai berlainan oleh konsumen yang berbeda. 2.1.1.1 Dimensi Kualitas Layanan Gorvin dalam Tjiptono dan Chandra (2005) mengemukakan delapan dimensi kualitas yang bisa digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik. Berikut ini adalah deskripsi dimensi tersebut. a. Kinerja (performance), karakteristik operasi pokok dan produk inti yang dibeli, misalkan kecepatan, konsumsi bahan bakar, kemudahan dan kenyamanan, dan sebagainya. 8 b. Fitur atau ciri-ciri tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. Misalkan kelengkapan interior dan eksterior seperti AC, soud system dan sebagainya. c. Reliabilitas (reliability) yaitu kemungkinan hasil akan mengalami kerusakan atau gagal di pakai misalnya mobil tidak sering mogok. d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar keamanan dan emisi terpenuhi. e. Daya tarik (durability) berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus di gunakan. Umumnya daya tahan mobil buatas AS lebih baik di bandingkan Korea selatan. f. Service ability meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan, direparasi serta penanganan keluhan secara memuaskan. g. Estetika yaitu daya tarik produk terhadap pancaindra, misalkan bentuk fisik mobil yang menarik, model yang artistik, warna, dan sebagainya. h. Kualitas yang di persepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Umumnya orang akan mempersepsikan merek Mercedes, rool Royce, porche dan BMW sebagai jaminan mutu. Sementara itu, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Tjiptono dan Chandra (2005) ada lima dimensi pokok jasa : 1. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang di sepakati. 2. Daya tanggap (responsiveness), berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan di berikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. 9 3. Jaminan (assurance), yakni perilaku karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan dapat menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. 4. Empati (emphaty), berarti perusahaan memahami masalah para pelangganya dan bertindak demi kepentingan pelangga, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlangkapan, dan materi yang di gunakan perusahaan serta penampilan karyawan. Johnston dan Silvestro dalam Tjiptono dan Chandra (2005), mengelompokan dimensi kualitas jasa ke dalam kategori : 1. Hygiene factors, yakni atribut jasa yang mutlak dibutuhkan demi terciptanya persepsi kualitas jasa yangt bagus. Contoh faktor ini antara lain reliabilitas, fungsionalitas dan kompetensi. 2. Quality enhacing factors, yakni atribut jasa yang bila tingkat kinerjanya tinggi akan berdampak positif pada persepsi kualitas, namun bila kinerjanya sudah mencapai tingkat rendah tertentu, tidak ada dampak negatif signifikan. Contohnya antara lain friendliness, attentiveness, kebersihan dan ketersediaan. 3. Dual-thareshold factors, yakni atribut jasa yang bila tidak ada atau tidak tepat penyampaiannya akan membuat pelanggan akan mempersepsikan kualitas jasa secara negatif. Namun bila penyampaiannnya mencapai tingkat tertentu yang bisa di terima, maka akan menyebabkan pelanggan puas dan persepsinya terhadap jasa menjadi positif. Sementara itu, Gummeson dalam Tjiptono dan Chandra (2005) mengidentifikasi empat sumber kualitas yang menentukan penilaian kualitas jasa : 1. Design quality, yang menjelaskan bahwa kualitas jasa di tentukan sejak pertama kali jasa di rancang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. 2. Production quality, yang menjelaskan bahwa kualitas jasa di tentukan oleh kerja sama antara departemen produksi dengan departemen pemasaran. 10 3. Delivery quality, yang menjelaskan bahwa kualitas jasa di tentukan pula oleh relasi professional dan sosial antara perusahaan dan stakeholder. Dari penjelasan para ahli tentang dimensi kualitas pelayanan, maka dapat di simpulkan beberapa dimensi yang sesuai agar pelayanan dapat memberikan kepuasan kepada para pelanggan. Adapun dimensi tersebut diantaranya bukti fisik (tangible), keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) serta empati (emphaty). 2.1.2 Logistic Service Provider Logistik merupakan intgrasi atau gabungan dan interaksi antara informasi, transfortasi, inventori, gudang (warehouse), penanganan material (material handling), dan pengepakan (packaging), diman semua bagian ini mempunyai dorong an kerja yang berbeda dan kesemuanya pada akhirnya akan menjadi kombinasi dalam bentuk manajemen (Bowersox and Closs, 2002). Tanggung jawab operasional dari logistik penempatan geografis (geographical positioning) persedian bahan baku, produk setengan jadi dan produk jadi, yang memerlukan biaya serendah mungkin melalui proses logistik, material mengalir ke industri manufaktur yang besar dan produk didistribusikan melalui saluran pasar ke konsumen. Logistik busa juga diartikan sebagai semua kegiatan yang bersifat manajerial untuk merancang dan mengatur sebuah sistem dalam mengendalikan aliran dan penyimpanan strategis dari material, komponen, maupun barang jadi untuk memaksimalkankeuntungan (Wiliamson,et.al, 2000), sehingga dalam memenuhifungsinya logistik melakukan aktivitas seperti pelayanan pelanggan, peramalan permintaan, dokumentasi menajemen status persediaan dukungan paleyanan, dukungan terhadap komponen atau material, pemindahan material, pemrosesan, perintah, pemilihan lokasi pabrik dan gudang, penjadwalan produksi, pengemasan atau pengepakan, pembelian, pembuangan sisa-sisa bahan baku yang tidak terpakai, pengaturan lalu intas, pengaturan usat ligistik dan gudang (Wood, et.al, 2004). 11 2.1.3 Logistik Service Quality Ada banyak ahli yang memiliki pendapat mengenai dimensi kualitas pelayanan, salah satunya adalah Parasuraman et al, dimana konsepnya mengenai kualitas pelayanan banyak dijadikan referensi oleh beberapa penelitian di berbagai bidang industri jasa yang berbeda. Dalam jurnalnya Parasuraman et al membagi kualitas pelayanan ke dalam 10 dimensi pengukuran, dimana dalam selanjutnya Parasuraman mengubah 10 dimensi pengukuran, antara lain : tangible, realibility, responsiveness, assurance, dan empathy dengan 22 item pertanyaan yang mewakili kelima dimensi tersebut. Dalam jurnalnya juga terdapat teorinya mengenai gap analysis, dimana metode tersebut digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap sebuah pelayanan jasa. Dengan membandingkan hasil persepsi konsumen, akan didapatkan tingkat kepuasan pelanggan yang dicapai oleh perusahaan di mata konsumen. Selanjutnya, teori tersebut mengalami penyesuaian dan perbaikan, dimana nantinya agar dapat digunakan dalam penelitian berbagai bidang jasa. Parasuraman et al (1991) dalam Lee at al (2000) menambahakan penyesuaian ke dalam teori SERVQUAL nya, diantaranya adalah menyesuaikan kalimat atau penggunaan kata-kata dalam kusisionernya (wording) dengan bidang jasa yang sedang diteliti, serta kalimat yang digunakan dalam kuisionernya sebaniknya berbentuk kalimat positif seluruhnya dan tidak menggunakan bentuk kalimat negatif. Namun, Carman (1990), Babakus dan Boller (1992) dalam Lee at el (2000) membantah konsep SERVQUAL, diman menurutnya untuk mengukur kualitas pelayanan pada industri jasa yan berbeda haruslah disesuaikan dengan jasa tersebut, maka dari itu tidak bisa menggunakan SERVQUAL untuk semua jenis industri jasa. Terlepas dari perdebatan mengenai konsep SERVQUAL Parasuraman, Sureshchander et al (2001) memiliki pendapat yang berbeda mengenai dimensi kualitas pelayanan, meliputi: 1. Core Service, yang meliputi karakteristik jasa yang ditawarkan oleh perusahaan 12 2. Human element of service delivery, meliputi aktivitas yang melibatkan orang atau pekerja saat proses penyampaian jasa tersebut pada konsumen (reliability, assurance, responsiveness, empathy, reccovery) 3. Systematization of service delivey, meliputi hal-hal yang tidak melibatkan orang dalam penyampaian jasa tersebut pada konsumen (teknologi yang digunakan, prosedur dan sistem kerja) 4. Tangibles of service, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kelayakan fasilitas, alat-alat, serta penampilan orang-orang yang berhubungan langsung dengan konsumen saat penyampaian jasa tersebut 5. Social responsibility, dimana pertanggungjawaban sosial perusahaan tersebut dapat memberikan image atau citra perusahaan yang baik di mata konsumen, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi secara kesuluruhan tingkat persepsi pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Dimensi-dimensi dari pendapat tersebut kemudian banyak digunakan oleh penelitian selanjutnya untuk mengukur kualitas pelayanan mereka di industri jasa yang berbeda, namun untuk bidang jasa 3PLs atau logistik sendiri masih belum banyak peneliti yang memfokuskan penelitian mereka untuk mengukur kualitas pelayanan yang mereka berikan kepada konsumen. Menurut Mentzer et al (2002) dalam Supriyono (2008), kualitas pelayanan dalam logistik telah menjadi sumber diferensiasi kompetitif yang ditawarkan oleh perusahaan. Pendapat mengenai dimensi kualitas pelayanan logistik juga dianjurkan oleh Bowersex (2002) dalam bukunya, dimana dalam buku tersebut dimensi customer service logistik dibagi menjadi 3 dimensi, yaitu: 1. Availabity, meliputi Stock out frequency, Fill rate, dan Orders shipped complete, 2. Operational performance, meliputi speed of pperformance, consistency, flexibility, dan malfunction recovery. 3. Service reliability, meliputi demage free, invoice are contact and errrorfree, shipment are made to the correct locations, the exact amount of product ordered is included in the shopment, capability dan provide 13 acccurate information to customers regarding operations and order status. Sama seperti Bowersox (2002) Coyle et al (1992) dalam Mentzer (2001) juga membagi pelayanan logistik menjadi beberapa dimensi yang hanya mencakup quality saja, meliputi Right product, Right place, Right time, Right quality saja, Right amount, Right product, Right place, Right time, Right ccondition, Right price, dan Right infomation (7P’s). Sedangkan Beinstock et al (1997) dalam jurnalnyafokus terhadap Physical distribution service dalam mengukur kualitas pelayanan logistik. Menurut Beinstock Physical distribution service meliputi transportasi, fasilitas gudang, manajemen pergudangan, serta penanganan barang (material handling). Penggunaan definisi kualitas pelayanan logistik membawa penelitian distribusi ffisik, dimana contoh jurnal yang disebutkan di atas fokus pada atributatributoperasional yang secara fisik dapat diamati, seperti nilai yang dirasakan konsumen. Namun, selanjutnya Mentzer et al (1999) dalam jurnalnya berpendapat mengenai dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang tidak hanya mengukur secara fisik saja, namun mengukur: Personnel contact quality, release quantities, information quality, Ordering procedures, Order accuracy, Order condition, Order quality, Order discrepancy handling, Timeliness. Aspek yang dikemukakan Mentzer tersebut lebih dikenal dengan sembilan konsep LSQ. 2.2 Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari kinerja yang dipersepsikan dibandingkan dengan harapannya (Kotler, 2006). Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja dibawah harapan maka pelanggan akan merasa tidak puas, sedangkan jika kinerja melebihi harapn maka pelanggan akan merasa puas atau senang. 14 Sedangkan menurut Rangkuti (2002) kepuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelum dan kinerja aktual yang dirasakan pemakainya. Schiffman & Kanuk (2007) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen merupakan persepsi individu terhadap kinerja suatu produk atau jasa yang berhubungan dengan harapannya. Dari beberapa definisi diatas mengenai kepuasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan konsumen merupakan suatu perbandingan antara kinerja yang diterima sesuai dengan harapan konsumen. Dimana kinerja yang diterima paling tidak harus sama dengan harapan konsumen atau bahkan melebihinya. Dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, pada akhirnya akan berakhir pada nilai yang akan diberikan oleh konsumen mengeni kepuasan yang dirasakan, karena baik atau buruk kepuasan pelanggan dilihat dari sudut pandang pelanggan buka dari sudut pandang perusahaan. Untuk itu pelanggan merupakan aspek penting dalam perusahaan karena pelangganlah yang menikmati jasa layanan yang diberikan. Kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja produk jasa yang dirasakan setelah pemakaiannya (Day dalam Tjiptono, 2008). Menurut Zeithaml & Bitner (2006) mendefinsikan bahwa “satisfaction is the customer’s evauation of a product or service in term of their that product or service has met the customer’s needs and expectations”. Dengan demikian, kepuasan merupakan perbedaan antara kinerja yang dirasakan (perceived performance) dengan harapan (expectation). Konsumen akan mengalami salah satu dari tiga kondisi yaitu jika kinerja melebihi harapan, maka konsumen sangat puas; kinerja sesuai harapan, maka konsumen puas; dan jika kinerja dibawah harapan maka konsumen tidak puas. 15 Berikut merupakan konsep kepuasan konsumen menurut Rangkuti (2008). Tujuan perusahaan Kebutuhan dan Keinginan Produk Nilai produk bagi pelanggan Harapan pelanggan terhadap produk Tingkat Kepuasan Gambar 2.2: Konsep kepuasan konsumen Sumber: Rangkuti (2008) Dari gambar tesebut dapat dilihat bahwa kepuasan konsumen merupakam gabungan dari kebutuhan dan keinginan konsumen yang menjadi harapan konsumen dengan produk yang dikonsumsi yang memiliki nilai bagi konsumen dan merupakan tujuan dari perusahaan. Sehingga kepuasan konsumen merupakam kesesuaian antara harpan atas produk yang dikonsumsi dengan nilai produk atas produk apa yang dikonsumsinya dan nilai produk yang dapat memenuhi kebutuhan secaa keseluruhan. Dalam menentukan tingkat kepuasan seorang konsumen juga melihat dari nila llebih produk maupun kinerja pelayanan yang diterima dari suatu proses pembelian produk atau jasa dengan dibandingkan dengan perusahaan lain. Alsam lain mengapa pelanggan melakukan pilihanna juga dipengaruhi oleh besarnya nilai lebih yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa yang diberikan suatu produk atau jasa. Berbagai jenis pelayanan yang didapatkan konsumen pada saat ia menggunakan beberapa tahapan layanan akan sangat menentukan kepuasan mereka. Ketidakpuasan yang terjadi pada tahap awal pelayanan akan membuat persepsi buruk atas kualitas layanan untuk tahap layanan selanjutnya, sehingga ketidakpuasan tersebut akan dirasakan untuk keseluruhan layanan. 16 2.2.1 Faktor-faktor Pembentuk Kepuasan Konsumen Menurut Suhartanto (2008) menyatakan bahwa kepuasan konsumen dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap kualitas jasa, kualitas produk, harga dan oleh faktor situasi dan pribadi konsumen. Sedangkan menurut Jasfar (2005) menyebutkan bahwa dalam menentukan tingkat kepuasan konsume, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu pertama, kualitas produk, konsumen akan merasa puasa bila hasil penilaian mereka menunjukan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Kedua, kualitas pelayanan, terutama dalam industri jasa konsumen akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelaynan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan, dalam hal ini kinerja karyawan berada pada posisi yang juga menentukan service quality. Ketiga adalah emosional, pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orrang lain akan kagum terhadao dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lbeih tinggi. Keempat adalah harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya. Kelima adalah niaya, konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung akan merasa puas. Berikut dibawah ini bagan yang menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Service quality Situasional Factors Product quality Customers Satisfaction Price Personal Factors Gambar 2.2 Model Hubungan Antara Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan (Zeithaml dan Bitner, 2006) 17 Dari bagan diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, adaoun faktor yang berasal dari produk itu sendiri meliputi service qualilty, product quality, dan price. Sedangkan faktor berasal dari luar produk meliputi situasional factors, dan personal factor. yang 2.2.2 Efek Kepuasan Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2009), kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (hasil) erhadap ekspektasi mereka. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi atau harapan konsumen, maka konsumen akan meras tidak puas. Sebaliknya, apabila kinerja sesuai dengan ekspektasi, amka pelanggan akan merasa puas. Berikut adalah tabel yang menjelaskan efek kepuasan pelanggan terhadap perilaku pelanggan. Tabel 2.1 Efek Kepuasan Konsumen Pelanggan Efek Keinginan merekomendasikan produk kepada ornag lain Kenginan mendorong orang lain membeli produk Mempertimbangkan produk sebagai pilihan pertama Puas Keinginan untuk membeli lagi dimasa mendatang Keinginan menginformasikan hal-hal yang baik dari produk Jumlah produk yang dibeli bertambah Jumlah uang yang dibelanjakan untuk produk naik Frekuensi pembelian produk meningkat Kompen ke penjual Berhenti membeli produk dari toko yang sama Tidak Puas Komunikasi dari mulut ke mulut negatif Komplain ke lembaga berwenang Mengambil tindakan hukum Sumber : Menurut Kotler (2009) 18