I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Inflamasi

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Inflamasi merupakan respon fisiologis tubuh terhadap iritasi maupun stimuli
yang mengubah homeostasis jaringan. Inflamasi akut dapat mengalami pemulihan
sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak
mampu mengeliminasinya akan berlanjut menjadi inflamasi kronis.
King (2000) berpendapat bahwa pada perkembangan suatu lesi, kondisi
inflamasi menjadi faktor yang dapat memperparah lesi. Beberapa lesi jinak berubah
menjadi agresif kemungkinan karena adanya iritasi kronis, transformasi menuju
agresif ini karena sel-sel mengalami metaplasia dan displasia sehingga kehilangan
bentuk awal sel. Menurut King agresifitas lesi menuju keganasan tidak lepas dari
proliferasi yang berlebihan.
Ramandeep (2012) dan Saracoglu (2005) berpendapat inflamasi merupakan
proses yang berpengaruh pada proliferasi sel dan metaplasia, karena epitel yang
mengalami metaplasia terdapat banyak ditemukan sel radang.
Saracoglu (2005)
mengatakan bahwa inflamasi dapat menjadi modulator proliferasi sel baik
peningkatan maupun penekanan proliferasi sel .
Kaplan (2004) , Garg dan Sarma (2010), berpendapat bahwa proses inflamasi
berpengaruh kuat pada agresifitas dan proliferasi sel menuju keadaan neoplastik. Hal
1
ini sependapat dengan Ayoub (2011) yang mengatakan bahwa inflamasi kronis
merupakan stimulator proliferasi epitel.
Carneiro (2010) mengatakan bahwa inflamasi kronis berhubungan erat
dengan peningkatan degradasi matriks ekstra seluler. Kerusakan matriks ekstra
seluler yang berlanjut akan mengubah arsitektur awal jaringan dan meningkatkan
agresifitas lesi menuju keganasan. Meleti dan van der Waal (2013), dalam
penelitiaanya pada kista odontogenik mengatakan bahwa metaplasi skuamosa pada
lapisan epitel kista merupakan akibat dari proses inflamasi dan terjadinya proliferasi
sel menandakan agresifitas perkembangan kista.
Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Calderon (2011) dan Takata, (2011)
bahwa jaringan mempunyai sistem imunitas yang memiliki potensi sitotstatik untuk
merespon perkembangan epitel kista odontogenik. Calderon dan William (2011)
mengatakan bahwa inflamasi kronis melalui aktifitas makrofag dapat menghambat
proliferasi sel karena aktifitas fagositosis makrofag yang besar meningkatkan aktifitas
sitostatik.
Woodworth (1995) mengatakan bahwa produk makrofag seperti interleukin dan
TNFα mampu menghambat proliferasi sel pada sel yang tidak ditemukan sifat
keganasan, tetapi pada jaringan yang mempunyai tanda keganasan seperti pada
karsinoma sifat inhibisi ini tidak berlaku.
2
Kista dentigerous dan kista radikular merupakan kista odontogenik yang
jinak, berdasarkan patogenesisnya keduanya mempunyai persamaan yaitu adanya
proses inflamasi. Inflamasi pada kista radikular merupakan proses inflamasi yang
berasal dari infiltrasi bakteri karena pulpa terbuka sedangkan pada kista dentigerous
inflamasi didapat dari pembesaran ukuran kista yang menjadi iritasi persisten pada
jaringan (Sudiono,2011).
Reichart dan Philipsen (2004) berpendapat bahwa kista dentigerous dan kista
radikular mempunyai perbedaan dalam agresifitas perkembangan. Kista dentigerous
dan odontogenik keratokis berpotensi berdiferensiasi menjadi ameloblastoma tipe
periferal maupun tipe unikistik akibat perkembangan neoplastik pada dinding kista ,
hal ini terlihat dalam penelitiannya hampir 30 % ameloblastoma berasosiasi dengan
kista dentigerous dan insidensi gigi yang terbenam.
Pada penelitiannya Ueno dan Reichart mengatakan bahwa dari 90 kasus
ameloblastoma yang diteliti nampak 82% berhubungan erat dengan kista dentigerous
dan gigi molar ketiga yang terbenam, 15 % berhubungan dengan impaksi molar
kedua, 6% berhubungan dengan impaksi premolar dan tidak ada yang berhubungan
dengan kista radikular (Reichart,2004)
Kaplan (2004) mengatakan bahwa kista dentigerous merupakan kista
perkembangan (developmental cyst) yang kemungkinan memiliki sifat biologis
yang agresif dan berpotensi untuk mengalami transformasi menjadi ameloblastoma.
3
Menurut Kaplan sifat agresif ditandai dari perubahan epitel berkeratinisasi menjadi
tidak berkeratin yang kemungkinan disebabkan oleh proses inflamasi sehinggga
mengakibatkan perubahan morfologi epitel yang mempengaruhi kemampuan
proliferasi epitel.
Tanda lain yang menunjukan adanya potensi progresifitas epitel adalah
hiperplasi epitel. Gardner (1996) mengatakan hiperplasi epitel merupakan salah satu
tanda potensi progresifitas epitel kista yang mengalami transformasi menjadi
ameloblastoma. Hiperplasia epitel sering ditemukan baik pada kista dentigerous dan
merupakan pola karakteristik yang sering ditemukan pada ameloblastoma terutama
tipe pleksiform (Gardner,1996).
Kista radikular jarang bertransformasi menjadi agresif lokal mempunyai
kemampuan sitostatik yang lebih baik karena aktifitas sel radang terutama makrofag
yang kuat. Menurut Qureshi dan Idris (2011), makrofag menghambat proliferasi sel
epitel pada kista radikular melalui produk tumor necrotizing factor (TNF). TNFα
yang dihasilkan oleh makrofag pada konsentrasi rendah akan meningkatkan
proliferasi sel epitel kista radikular tetapi TNFα yang dihasilkan pada konsentrasi
yang tinggi akan menghambat proliferasi sel epitel kista radikular.
Proses agresifitas tidak lepas dari proses proliferasi epitel, karena agresifitas
lesi ditentukan oleh laju proliferasi sel dan pemeriksaan imunohistokimiawi
merupakan salah satu indikator untuk laju proliferasi sel (Saracoglu,dkk.,2005).
4
Matriks metalloproteinase 9 (MMP 9) adalah protease zinc dependent yang
berfungsi sebagai mediator pada proses degradasi matriks ekstraseluler dan
membrane basalis. Pemeriksaan imunohistokimia menggunakan MMP 9 sering
digunakan untuk melihat proliferasi epitel tumor dan sifat agresifitas tumor.
Wahlgreen (2003) mengatakan MMP 9 dihasilkan oleh monosit, leukosit
polimorfonuklear , limfosit T,sel plasma , sel yang mengalami transformasi dan sel
malignansi, biasanya MMP 9 teridentifikasi pada makrofag manusia. Qureishi dan
Idris (2012) mengatakan bahwa makrofag terekspresi kuat pada pemeriksaan
imunohistokimiawi dengan MMP 9 karena makrofag mengeluarkan endotoksin
kolagenase yang mampu mendegradasi kolagen pada membran basalis.
MMP 9 bekerja dengan cara mendegradasi membran basalis dan matrik
ekstra seluler pada keadaan patologis atau inflamasi persisten. Florescu (2012)
mengatakan bahwa kerusakan membran basalis dapat dipicu oleh proses proliferasi
yang berlanjut sehingga keseimbangan perkembangan sel tidak sempurna, menurut
Florescu inflamasi kronis merupakan salah satu proses yang memacu proliferasi sel
epitel.
Kerusakan
membran
basalis
yang
meluas
menandakan
adanya
kecenderungan lesi menjadi lebih agresif.
Persamaan cara kerja makrofag dan MMP 9 dengan mendegradasi kolagen
menjadi pertimbangan penggunaan MMP 9 sebagai indikator proliferasi sel epitel.
Ekspresi berlebih dari MMP 9 ditemukan biasanya pada reaksi inflamasi di paruparu dan adanya kelainan pada periodontal, hal ini sependapat dengan Yu Liu
5
(2009) bahwa MMP 9 mayoritas diekspresikan oleh netrofil dan makrofag yang
merupakan sel sel respon inflamasi.
Penelitian mengenai pengaruh
matriks metalloproteinase 9 (MMP9)
sebelumnya telah dilakukan oleh banyak peneliti, dalam bidang bedah oral dan
maksilofasial antara lain dilakukan oleh Florescu (2012), yang meneliti mengenai
ekspresi matriks metalloproteinase 9 pada pemeriksaan imunohistokimiawi kasus
ameloblastoma. Pada penelitian ini Florescu meneliti hubungan ekspresi MMP 9
dengan implikasinya terhadap agresifitas tumor.
Penelitian mengenai MMP 9 juga dilakukan oleh Henriques dkk.(2011)
yang membandingkan ekspresi MMP 9 dan TIMP 2 pada ameloblastoma dengan
melihat hubungan antara MMP 9 danTIMP 2 dengan ekspresi kolagen tipe IV.
Penelitian MMP 9 pada kista odontogenik sebelumnya dilakukan oleh Andrado
Santos (2011) yang membandingkan ekspresi MMP 9 dan CD 105 dalam
hubungannya dengan proliferasi sel epitel kista pada tiga jenis kista odontogenik
yaitu kista radikular, kista dentigerous dan kista odontogenik keratokis. Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Kubota (2000) yang meneliti ekspresi MMP 9 pada
kista odontogenik dan hubungannya dengan proliferasi sel epitel dengan regulasi
Interleukin alpha-1.
Penelitian matriks metalloproteinase 9 mengenai hubungannya dengan respon
inflamasi telah banyak dilakukan pada organ lain antara lain paru-paru, kandung
kemih (Sorokin,2010 dan Yi ,2010), sedangkan pada bagian oral penelitian
mengenai ekspresi MMP 9 terhadap pulpitis kronis dan peradangan periodontal
6
sebelumnya telah dilakukan oleh Wahlgreen (2003), namun penelitian mengenai
MMP 9 terhadap pengaruh respon inflamasi pada kista dentigerous dan kista
radikular
terhadap terhadap proliferasi sel kista dentigerous dan kista radikular
sampai saat ini belum pernah dilakukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka muncul permasalahan apakah
respon inflamasi berpengaruh terhadap proliferasi sel
epitel pada kista
dentigerous dan kista radikular ditinjau dari ekspresi MMP 9 pada
pemeriksaan imunohistokimiawi.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : bagaimanakah pengaruh respon inflamasi terhadap
proliferasi sel epitel pada kista dentigerous dan kista radikular ditinjau dari ekspresi
matriks metalloproteinase 9 (MMP-9) pada pemeriksaan imunohistokimiawi.
C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
Mengetahui pengaruh respon inflamasi terhadap proliferasi sel epitel pada
kista dentigerous dan kista radikular ditinjau dari ekspresi matriks metalloproteinase
9 (MMP-9) pada pemeriksaan imunohistokimiawi.
D. Manfaat penelitian
1. Mendapat informasi pengaruh respon inflamasi terhadap proliferasi sel
epitel pada kista dentigerous dan kista radikular ditinjau dari ekspresi
7
matriks
metalloproteinase
9
(MMP-9)
pada
pemeriksaan
imunohistokimiawi.
2. Membantu klinisi bedah mulut dan maksilofasial
dalam menentukan
prognosis klinis terhadap progresifitas lesi yang dimanifestasikan dengan
proliferasi sel epitel.
3. Pertimbangan penggunaan anti inflamasi terhadap pengaruhnya pada
proliferasi epitel kista.
E. Keaslian penelitian
Penelitian MMP 9 pada kista odontogenik sebelumnya dilakukan oleh
Kubota (2000) dan Andrado Santos (2011), keduanya membandingkan ekspresi
MMP 9 dan CD 105 dalam hubungannya pada proliferasi sel epitel kista pada tiga
jenis kista odontogenik yaitu kista radikular, kista dentigerous dan kista
odontogenik keratokis,.
Penelitian
mengenai ekspresi MMP 9 terhadap pulpitis kronis dan
peradangan periodontal sebelumnya telah dilakukan oleh Wahlgreen (2003), namun
penelitian mengenai MMP 9 terhadap pengaruh respon inflamasi
terhadap
peningkatan proliferasi sel epitel pada kista dentigerous dan kista radikular ditinjau
dari ekspresi matriks metalloproteinase 9 (MMP-9) sampai saat ini belum pernah
dilakukan.
8
Download