LAPORAN KASUS KM-BM PENATALAKSANAAN KASUS KISTA DENTIGEROUS DI POLI GIGI BEDAH MULUT RSUD PARE KABUPATEN KEDIRI Oleh: CHANDRA DEWI S 1400701000110007 Pembimbing: drg. J. Widyastomo, Sp. BM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan kasus KM-BM berjudul “Penatalaksanaan Kasus Kista Dentigerous di Poli Bedah Mulut RSUD Pare Kabupaten Kediri.” Kegiatan ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. drg. J. Widyastomo, Sp. BM, selaku Kepala Poli Bedah Mulut yang telah meluangkan banyak waktu untuk berdiskusi, mengarahkan dan membimbing kepada penulis selama kepaniteraan klinik KM-BM di RSUD Pare Kabupaten Kediri. 2. Bu Hesti dan Pak Nuril, selaku perawat Poli Bedah Mulut yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis selama kepaniteraan klinik KM-BM di RSUD Pare Kabupaten Kediri. 3. Segenap pegawai RSUD Pare yang telah banyak membantu penulis ketika berada di RSUD Pare Kabupaten Kediri. Penulis berharap semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Penulis juga merasa masih ada kekurangan dalam laporan ini. Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran, sehingga penulis bisa memperbaiki kekurangan tersebut. Pare, 8 Oktober 2015 Penulis 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kista merupakan rongga patologis yang berisi cairan atau semi cairan, tidak disebabkan oleh akumulasi pus. Bisa dibatasi oleh epitel, namun bisa juga tidak.Papiloma adalah neoplasma epitel jinak yang paling umum dalam rongga mulut. Papiloma muncul berupa massa yang kecil, eksofitik, berwarna merah muda putih dan tidak sakit, serta biasanya berdiameter kurang dari 1 cm. Permukaan papula halus berwarna merah muda dan lembek atau memiliki beberapa tonjolan kecil. Kista rahang lebih sering ditemukan dibandingkan kista tulang lainnya karena banyaknya sisa-sisa epitel yang tertinggal pada jaringan setelah pembentukan gigi. Pertumbuhan kista rahang berlangsung lambat, asimtomatik kecuali bila terinfeksi. Kista yang terinfeksi menyebabkan rasa sakit dan sensitif bila disentuh. Semua tanda klasik infeksi akut dapat terlihat ketika terjadi infeksi. Ukuran Kista Dentigerous juga dapat membesar menjadi 10-15cm. Kista yang terletak di dekat permukaan, telah meluas ke dalam jaringan lunak, sering terlihat berwarna biru terang dan membran mukosa yang menutupinya sangat tipis Kista rahang dibagi ke dalam dua kelompok besar berdasarkan dugaan asal dinding epitelnya, yakni Kista Odontogenik dan Kista Nonodontogenik. Salah satu jenis Kista Odontogenik adalah Kista Dentigerous. Kista Dentigerous berasal dari akumulasi cairan antara epitel email tereduksi dan mahkota gigi. Kista ini melekat pada cemento-enamel junction hingga jaringan folikular yang menutupi mahkota gigi yang tidak erupsi. Oleh karena itu, Kista Dentigerous disebut juga sebagai Kista Folikular Jumlah kasus Kista Dentigerous cukup banyak sehingga menjadi Kista Odontogenik kedua yang paling banyak terjadi setelah Kista Radikular. Laporan ini berisi tentang penatalaksanaan salah satu kasus kista dentigerous yang terjadi di Poli Bedah Mulut RSUD Pare. 3 1.2 Tujuan a. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik KM-BM di Poli Bedah Mulut RSUD Pare Kabupaten Kediri. b. Sebagai informasi untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai kista dentigerous dan penatalaksanaannya. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KISTA DENTIGEROUS 2.1.1 Definisi Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini mulai terbentuk bila cairan menumpuk di dalam lapisan- lapisan epitel email yang tereduksi atau diantara epitel dan mahkota gigi yang belum erupsi . 2.1.2 Gambaran Klinis Berkembang disekitar supernumerary, mahkota Pemeriksaan gigi klinis yang tidak menunjukkan erupsi/ suatu gigi missing, pembengkakan yang keras (hard swelling) dan biasanya mengakibatkan asimetri wajah. Khasnya pasien tidak merasakan nyeri dan ketidaknyamanan. Palpasi intraoral dapat teraba adanya keadaan krepitasi dan benjolan keras. Ini bergantung pada jauh tidaknya letak kista di dalam tulang. Keluhan pasien juga dapat timbul bila mengetahui adanya gigi yang tidak tumbuh. Kista ini sering terjadi pada usia dewasa yakni usia 30 tahun pada laki-laki dan 10-20 tahun pada wanita. Banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Banyak melibatkan molar tiga mandibula,caninus tetap maksila, premolar mandibula dan molar tiga maksila. Pembengkakan yang terjadi secara perlahan-lahan, nyeri jika terjadi infeksi. Gambar 2.1 Kista Dentigerous 5 2.1.3 Gambaran Radiologi Daerah radiolusen unilokular yang berhubungan dengan mahkota gigi yang tidak erupsi. Kista ini mempunyai tepi sklerotik yang berbatas tegas jika tidak terjadi infeksi. Gigi yang tidak erupsi dapat terimpaksi akibat ruangan pada lengkung gigi yang tidak cukup atau sebagai akibat malposisi sedemikian rupa karena molar tiga mandibula terimpaksi secara horizontal. Selain itu juga lazim ditemukan resorpsi radiks gigi di daerah yang berdekatan dengan lesi. Gigi yang supernumerary dapat menyebabkan kista dentigerous. Gambar 2.2 Gambaran Radiologi Kista Dentigerous 2.1.4 Etiologi Kista dentigerous berkembang dari proliferasi enamel yang tersisa atau pembentukan epitelium enamel. Sama seperti kista tipe lain, ekspansi dari kista tipe ini berhubungan dengan proliferasi epitel, menghilangkan tulang- faktor resorbsi, dan meningkatnya cairan osmolalitas kista 2.1.4 Prevalensi Kista ini merupakan jenis kista terbanyak setelah kista radikuler. Tumbuh paling sering di regio posterior mandibula atau maksila dan umumnya berkaitan dengan gigi molar ketiga. Predileksi tumbuh tersering kedua adalah di regio kaninus yang dikaitkan dengan gigi kaninus impaksi. Kista jenis ini dapat ditemukan pada semua jenis usia dengan predileksi terbesar pada usia 20 tahun. Kista dapat tumbuh dalam ukuran besar dengan diameter mencapai 10-15 cm. 6 2.1.5 Lokasi Kista dentigerous merupakan kista yang paling sering berhubungan dengan gigi molar ketiga dan kaninus maksila, yang mana merupakan dua gigi yang paling sering mengalami impaksi. 2.1.6 Differensial Diagnosis Diferensial diagnosa dari perikoronal radiolusen juga termasuk odontogenic keratosit, ameloblastoma, dan tumor odontogenik lainnya. Transformasi ameloblastik dari kista dentigerous juga merupakan bagian dari DD. Tumor odontogenik adenomatoid dapat dijadikan pertimbangan jika ada radiolusen pada daerah anterior perikoronal, sedangkan ameloblastik fibroma untuk lesi yang terjadi pada posterior rahang pada pasien usia muda. Gambar 2.3 Odontogenic keratocyst Gambar 2.4 Ameloblastoma 2.1.7 Patofisiologi 7 Sisa-sisa epitel atau glands of serres yang tersisa setelah terputusnya dental lamina. Ini merupakan penyebab keratosis odontogenik. Juga dapat menjadi penyebab beberapa kista odontogenik developmental lainnya, seperti kista gingival dan kista lateral periodontal. Epitel email tereduksi yang berasal dari organ email dan mennutupi gigi impaksi yang sudah terbentuk sempurna.Kista dentigerous , kista erupsi, dan kista paradental inflamatorry berasal dari jaringan ini. Sisa-sisa malasses yang terbentuk melalui fragmentasi dari ephithelial root sheath of hertwig. Seluruh kista radikuler berasal dari sisa jaringan ini. 2.1.8 HPA Fibrosa jaringan pendukung pada kista ini biasanya menunjukan adanya epitel Squamos yang strafikasi. Pada kista dentigerous yang tidak terinflamasi memiliki epitel lining yang tidak berkeratin dan memiliki sel layers sebanyak empat hingga enam ketebalannya. Kemudian, mungkin ditemukan sel mukosa, sel siliasi, dan terkadang sel sebaceous pada epitelium lining. Epitelium ini – perlekatan jaringan konektiv biasanya berbentuk datar, walaupun pada kasus dengan second inflamasi, nampak adanya bercak – bercak. 2.1.9 Penatalaksanaan a) Enukleasi Cara enukleasi yaitu pengambilan kista secara keseluruhan. Cara ini dilakukan pada kista yang kecil dan jauh letaknya dari jaringan vital, seperti kanalis mandibularis dan sinus maxillaris. Mula- mula dibuat Ro-foto untuk mengetahui lokalisasi kista, hubungan dengan jaringan disekitarnya. Anesthesia yang dilakukan adalah local anesthesia, bisa plexus anesthesia, block anesthesia atau submukus anesthesia/infiltrasi anesthesia, tergantung dari lokalisasi kista. Anesthesi diberikan kanan-kiri secara infiltrasi anesthesia dan jika ada gigi yang ikut terlibat pada kista ini harus dicabut, maka anesthesia dilakukan secara bersamaan. Waktu menganesthesi tidak boleh jarumnya ditusuk ke dalam kista, karena dapat menambah rasa sakit dan anesthesia gagal. Selanjutnya dilakukan insisi berbentuk 8 semilunar atau trapezium dimana flap harus dibuat lebih besar dari luasnya kista. Pembukaan flap harus hati-hati dengan memakai raspatorium karena ada kalanya kista itu telah berada dibawah mukosa, sehingga bila tidak hati-hati dapat menyebabkan sobeknya dinding kista dan cairan kista akan keluar, akibatnya menyukarkan pekerjaan kita untuk memisahkan dinding kista dari mukosa. Setelah flap dibuka lalu ditahan dengan alat penahan flap dan kista masih dibawah tulang, maka tulang tersebut harus diambil dengan hati-hati dengan memakai bor bulat; tulang diambil dibagian bukkal dan labial. Kalau kista sudah agak besar maka biasanya sudah berada dibawah mukosa karena tulangnya telah tipis. Untuk mengetahui lokasi yang tepat dari kista maka ditusuk dengan jarum suntik. Tulang dibuang disini secukupnya, sampai kista dapat keluar melalui tulang yang sudah dibuang itu. Setelah dinding kista terlihat dari sebelah bukkal maka dengan sendok granuloma atau sendok kista, dinding-dinding kista dilepaskan dari tulang yang mengelilinginya, dengan cara memasukkan sendok tersebut dengan bagian cekungnya menghadap kearah tulang. Pekerjaan ini diteruskan sampai semua kapsul kista terlepas dari tulang. Usahakan jangan sampai dinding kista pecah, karena akan menyusahkan pekerjaan. Setelah kista keluar maka rongga dibersihkan dan tulang-tulang panjang dihaluskan, kemudian flap ditutup dan dijahit. Deberikan tampon yang menekan flap untuk menghentikan pendarahan. Pasien disuruh istirahat dan keesokan harinya dikontrol untuk mengetahui apakah ada pendarahan, dan kalau keadaan baik-baik saja maka setelah 5-6 hari baru dibuka jahitan. Kalau pada pengambilan kista ini ada gigi yang harus dicabut maka dilakukan pada waktu bersamaan. Untuk gigi-gigi depan, dimana kista tidak lebih dari 1/3 panjang akar gigi, maka masih dapat dipertahankan dengan melakukan apeks reseksi. b) Marsupialisasi Mula-mula dibuat juga Ro-foto dan dari gambar ini kita pelajari luasnya daerah tang terserang kista. Anesthesia yang diberikan bias secara blok atau infiltrasi anesthesia disekitar daerah kista. Pada 9 keadaan dimana kista sudah sedemikian besarnya, maka bagian yang menonjol adakalanya hanya ditutupi oleh mukosa saja, dan dalam hal ini telah terjadi resopsi tulang, dan ini berarti dinding kista langsung melekat pada periosteum dan mukosa mulut. Pada keadaan dimana dinding kista pada bagian yang menonjol masih ditutupi tulang, maka dengan teknik ini muko-periost flap harus dilepaskan dulu dari tulang, dan kemudian tulang diambil; keadaan ini dapat diketahui melalui palpasi. Insisi dilakukan pada bagian terendah dari permukaan kista untuk rahang atau, atau pada bagian yang paling atas dari kista untuk rahang bawah. Sebagai contoh dilakukan pengambilan kista pada rahang bawah region posterior yang disertai dengan pencabutan gigi. Dilakukan insisi pada bagian atas dari benjolan kista divestibulum oris, dengan gambaran melengkung kearah forniks secukupnya sesuai dengan besarnya kista. Kalau kista hanya ditutupi oleh mukoperiost saja maka kita pisahkan dulu dari dinding kista, dan hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan gunting rambut. Jika dinding kista masih ditutupi oleh tulang, maka flap muko-periost harus dilepaskan dahulu dari tulang, dan flap diangkat. Tulang yang menutupi kista diambil dengan bor atau pahat, atau dapat juga dipakai tang pemotong tulang (knabel tang). Permukaan tulang dengan hatihati dilicinkan/dihaluskan sehingga tidak ada iritasi terhadap jaringan lunak. Luasnya daerah tulang yang diambil, dimaksudkan sebagai besarnya jendela yang akan dibuat. Sebaiknya jendela yang dibuat sebesar mungkin, sehingga diharapkan penutupan jendela ini sesuai dengan penyembuhan kista. Dapat juga jendela yang dibuat luasnya 2/3 dari besarnya rongga kista. Umumnya suatu hasil yang memuaskan dapat dicapai pada pengambilan kista ini dengan pembuatan jendela yang besar pada perluasannya. Kemudian dinding-dinding kista dipotong dengan scapel/pisau seluas jendela yang dibuat dan cairannya dikeluarkan. Jika ada pendarahan, maka rongga kista tadi dapat diberi tampon yang padat untuk sementara waktu, dimana tampon tadi telah dibasahi dengan adrenalin. Luka dicuci dengan larutan fisiologis atau aquadest steril. 10 2.1.9 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi dari kista dentigerous di antaranya: a) Kista yang terjadi pada rahang atas dapat menyumbat dan merubah posisi maxillary antrum dan rongga hidung, terutama kista yang berukuran besar. b) Kista yang terjadi pada rahang bawah dapat menyebabkan parestesi dan dapat terjadi 11 perubahan displastik BAB III OBSERVASI KASUS DAN PEMBAHASAN 3.1 Data Pasien No RM : 47041 Tanggal Periksa : 5 Oktober 2015 Nama Pasien : Zahwa Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 5 Tahun Alamat : Bangkok Kandangan Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada pipi kiri. Anamnesa : Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada pipi kiri sejak 3 bulan yang lalu. Pernah ke puskesmas dan diberi obat namun obat. Tidak tetap ada benjolan. Tidak ada alergi ada 12 riwayat penyakit 3.2 Pemeriksaan Pemeriksaan Klinis Kondisi Umum : Kompos Mentis Ekstra Oral : Ada benjolan pada pipi kiri Intra Oral : Terdapat benjolan keras sewarna gingiva pada gigi 64-65 Pemeriksaan radiografi: Terdapat radiolusen berbatas jelas pada maksila kiri posterior Diagnosis Kerja : Suspect Kista Dentigerous Terapi : Enukleasi 3.3 Penatalaksanaan 1. Anamnesa dan Pemeriksaan Klinis : Senin, 5 Oktober 2015 Pasien An.Z datang ke poli bedah mulut RSUD Pare dengan keluhan terdapat benjolan di pipi kiri sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan saat ini berukuran kurang lebih 5 cm dan terus membesar, namun tidak terasa sakit. Pernah berobat ke puskesmas namun tidak sembuh. Pada pemeriksaan intra oral didapatkan Benjolan pada gigi 64 65 sewarna dengan gingiva dengan konsistensi keras, bulat, tidak berdarah saat disentuh. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Tidak terdapat riwayat penyakit sistemik dan alergi. 2. Treatment : Kamis, 8 Oktober 2015 Pasien belum dilakukan perawatan 13 3.4 Pembahasan Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi yang belum erupsi. Pada kasus An.Z usia 5 tahun diagnosa yang ditemukan adalah kista dentigerous. Diagnosa tersebut didukung oleh anamnesa pasien dan beberapa tanda klinis yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan intra oral dan ekstra oral. Diagnose pada kasus An.Z ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan klinis intra oral, ekstra oral dan foto radiografi. Penatalaksanaan kista dentigerous adalah enukleasi dimana seluruh jaringan kista diambil beserta gigi yang terlibat 14 BAB IV PENUTUP a.1 Kesimpulan a. Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi yang belum erupsi b. Diagnosa kasus pada pasien An.W (5 tahun) adalah kista dentigerous pada pipi kiri. Penatalaksanaan belum dilakukan. 4.2 Saran Mahasiswa profesi pendidikan dokter gigi perlu aktif dan banyak berdiskusi tentang kasus kista dentigerous dan kasus bedah mulut lainnya yang sering terjadi pada masyarakat dan penatalaksanaannya agar menambah ilmu 15 pengetahuan DAFTAR PUSTAKA Burket. Oral Medicine diagnosis & treatment 10th edition. BC Decker.Inc.London : 2003. Hal 9 – 20 Peterson. Contemporary oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. CV Mosby Company. 1993 Regezi, J.A., Sciubba, J.J., Jordan, R.C.K. 2003. Oral Pathology, 4th edition. St.Louis: Saunders Langlais & Miller., 2014. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan. Jakarta. EGC. 16