Asosiasi Pengusaha Indonesia Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Buku 3 Kesetaraan dalam Praktik Perusahaan International Labour Organization Asosiasi Pengusaha Indonesia International Labour Organization Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Buku 3 Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Kode praktik dan Panduan praktis dalam lima bagian Kode praktik bagi pengusaha Panduan praktis dalam lima bagian: 1. Kesetaraan Dalam Pekerjaan: Konsep Dan Prinsip Utama 2. Kasus Bisnis Untuk Kesetaraan 3. Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan 4. Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja 5. Sumber Dukungan Eksternal Untuk Manajemen Kesetaraan Pada Perusahaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kantor Perburuhan Internasional (ILO), Jakarta Copyright © International Labour Organization 2013 Cetakan Pertama, 2013 Publikasi-publikasi International Labour Office memperoleh hak cipta yang dilindungi oleh Protokol 2 Konvensi Hak Cipta Universal. Meskipun demikian, bagian-bagian singkat dari publikasi-publikasi tersebut dapat diproduksi ulang tanpa izin, selama terdapat keterangan mengenai sumbernya. Permohonan mengenai hak reproduksi atau penerjemahan dapat diajukan ke ILO Publications (Rights and Permissions), International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland. International Labour Office menyambut baik permohonan-permohonan seperti itu. International Labour Organization Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia. (Kode praktik dan panduan praktis dalam lima bagian) Jakarta, International Labour Organization, 2013 ISBN 978-92-2-828037-1 (print) 978-92-2-828038-8 (web pdf) Versi Bahasa Inggris: Practical guidelines for employers for promoting equality and preventing discrimination at work in Indonesia (Code of practice and practical guide in five parts); ISBN: 978-92-2-128038-5 (web pdf); International Labour Organization; Jakarta, 2013 Katalog ILO dalam terbitan Penggambaran-penggambaran yang terdapat dalam publikasi-publikasi ILO, yang sesuai dengan praktik-praktik Persatuan Bangsa-Bangsa, dan presentasi materi yang berada didalamnya tidak mewakili pengekspresian opini apapun dari sisi International Labour Office mengenai status hukum negara apa pun, wilayah atau teritori atau otoritasnya, atau mengenai delimitasi batas-batas negara tersebut. Tanggung jawab atas opini-opini yang diekspresikan dalam artikel, studi dan kontribusi lain yang ditandatangani merupakan tanggung jawab pengarang seorang, dan publikasi tidak mengandung suatu dukungan dari International Labour Office atas opini-opini yang terdapat didalamnya. Referensi nama perusahaan dan produk-produk komersil dan proses-proses tidak merupakan dukungan dari International Labour Office, dan kegagalan untuk menyebutkan suatu perusahaan, produk komersil atau proses tertentu bukan merupakan tanda ketidaksetujuan. Publikasi ILO dapat diperoleh melalui penjual buku besar atau kantor ILO lokal di berbagai negara, atau langsung dari ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland. Katalog atau daftar publikasi baru akan dikirimkan secara cuma-cuma dari alamat diatas. Dicetak di Jakarta Daftar Isi Kata Pengantar APINDOvii Kata Pengantar ILO ix Pendahuluan1 3 10 11 12 21 23 24 25 25 2. Perlakuan adil selama bekerja 2.1 Upah dan benefit 2.2 Syarat dan ketentuan kerja 2.3 Kontrak kerja dan hubungan kerja 2.4 Manajemen dan penilaian kinerja 2.5 Pelatihan dan pengembangan 2.6 Promosi dan pengembangan karir 2.7 Pemutusan hubungan kerja 27 27 31 32 33 34 36 37 3. Menciptakan lingkungan kerja yang produktif 3.1 Pelecehan 3.2 Perlindungan kehamilan 3.3 Keseimbangan pekerjaan-keluarga 3.4 Akomodasi yang bijaksana 39 39 42 45 46 4. Kesetaraan dalam praktik usaha perusahaan 49 iii 3 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan 1. Praktik perekrutan yang adil 1.1 Dokumen perekrutan: Uraian pekerjaan, iklan pekerjaan dan formulir lamaran 1.2Penyaringan 1.3 Tes seleksi dan tes kemampuan 1.4 Wawancara Kerja 1.5 Pemeriksaan kesehatan pra-kerja 1.6 Catatan dan prosedur pasca perekrutan 1.7 Pelatihan induksi 1.8 Perekrutan melalui agen ketenagakerjaan 1.9 Perekrutan melalui perantara lain (alih daya dan subkontrak) Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Ringkasan isi Kode Praktik, buku Panduan praktis serta daftar Kasus, Bagan dan Alat Kode praktik untuk pengusaha: 1.Pendahuluan 2. Prinsip-prinsip Untuk Mempromosikan Kesetaraan Kesempatan Dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja 3. Kemungkinan Metode Pelaksanaan 4. Lampiran: Daftar Untuk Pengusaha Pada Prinsip Kerja Untuk Promosi Kesetaraan Panduan praktis dalam lima bagian: Buku 1: Kesetaraan Dalam Pekerjaan: Konsep Dan Prinsip Utama Kata Pengantar Pendahuluan 1. Apa arti dari kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja? 1.1 Apakah kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja? 1.2 Non-diskriminasi: Konsep-konsep utama dalam Konvensi ILO No.111 dan hukum Indonesia Buku 2: Kasus Bisnis Untuk Kesetaraan 1. Mengapa pengusaha harus peduli tentang kesetaraan? 2. Apa yang dapat majikan lakukan untuk mendorong kesetaraan? Buku 4: Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja 1. Perencanaan dan pelaksanaan langkah-langkah kesetaraan 2. Menangani keluhan terkait diskriminasi Buku 5: Sumber Daya Pendukung Eksternal Untuk Manajemen Kesetaraan Pada Perusahaan 1. Organisasi pengusaha 2. Otoritas negara, organisasi pekerja dan kelompok masyarakat sipil 3. Belajar dari pengalaman di luar negeri 4. Sumber informasi dari ILO Bibliografi Studi Kasus Buku 2: Kasus Bisnis Untuk Kesetaraan 1. Contoh kasus 1. Kasus bisnis yang menarik untuk tempat kerja kemitraan, keragaman dan kesetaraan - Irlandia 2. Contoh Kasus 2. Kepemimpinan perempuan dan profitabilitas perusahaan 3. Contoh Kasus 3. Keanekaragaman dalam manajemen perusahaan-perusahaan Eropa Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan 1. Contoh Kasus 4. Penggunaan diskriminatif tes seleksi - Inggris Raya 2. Contoh Kasus 5. Stereotip gender di Indonesia iv 3. Contoh Kasus 6. Praktik yang baik pada perlindungan kehamilan dari PT. Dewhirst Company 4. Contoh Kasus 7. Dhamawangsa Hotel Jakarta dan penyandang disabilitas. Buku 5: Sumber Dukungan Eksternal Untuk Manajemen Kesetaraan Pada Perusahaan 1. Contoh Kasus 8. Hong Kong Komisi Persamaan Kesempatan - Hong Kong, Cina Bagan Buku 1: Kesetaraan Dalam Pekerjaan: Konsep Kunci Dan Prinsip 1. Bagan 1: Tiga komponen definisi diskriminasi berdasarkan Konvensi No.111 Buku 4: Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja 1. Bagan 2: Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja Alat Buku 1: Kesetaraan Dalam Pekerjaan: Konsep Dan Prinsip Utama 1. Tips Manajemen 1. Yang dilarang untuk diskriminasi 2. Tips Manajemen 2. Kenali berbagai bentuk diskriminas 3. Tips Manajemen 3. Ketentuan kesetaraan dalam hukum nasional Buku 2: Kasus Bisnis Untuk Kesetaraan 1. Tips Manajemen 4. Pikirkan tentang bisnis Anda 2. Tips Manajemen 5. Diskriminasi dalam SA8000 dan ISO26000 3. Tips Manajemen 6. Daftar Periksa: Seberapa baik adalah bisnis Anda lakukan dalam manajemen kesetaraan? Buku 4: Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja 1. Tips Manajemen 12. Peta jalan non-diskriminasi 2. Tips Manajemen 13. Contoh kebijakan kesempatan yang sama 3. Tips Manajemen 14. Contoh langkah-langkah kesetaraan khusus yang diambil di tingkat perusahaan - Selandia Baru 4. Tips Manajemen 15. Ingat peran manajer menengah dan supervisor 5. Tips Manajemen 16. Contoh Prosedur untuk menangani keluhan-keluhan terkait diskriminasi v Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan 1. Tips Manajemen 7. Kriteria yang tidak boleh ada di iklan lowongan kerja 2. Tips Manajemen 8. Kapankah karakteristik pribadi menjadi persyaratan yang melekat dari pekerjaan? 3. Tips Manajemen 9. Menyadari bias 4. Tips Manajemen 10. Yang dapat dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam Wawancara 5. Tips Manajemen 11. Bagaimana mendefinisikan “nilai” dari pekerjaan? Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia vi Kata Pengantar APINDO Prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja merupakan prinsip dasar ketenagakerjaan yang juga sudah temuat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada dasarnya, prinsip ini bermaksud untuk menjunjung harkat dan martabat manusia dalam mewujudkan keadilan sosial dan ekonominya. Bagi kalangan pelaku usaha, prinsip ini pun telah diterima secara sebagai standar universal demi mencapai efisiensi pasar dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Berbagai pengaturan kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendukung penerapan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi. Sejumlah perusahaan tertentu juga telah memiliki kebijakan khusus dalam perusahannya untuk menerapkan prinsip ini. Namun tantangan di lapangan tetap lah ada. Berbagai praktik diskriminatif di tempat kerja masih sering ditemui. Kaum perempuan, kalangan minoritas dan kelompok rentan lainnya masih berpeluang besar mengalami perlakuan yang diskriminatif ini. Dengan mengeluarkan Panduan Praktis dan Kode Praktik bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat kerja, APINDO telah mengambil langkah pro-aktif untuk membantu kalangan pengusaha di Indonesia untuk menerapkan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja. Kode Praktik berisikan prinsip-prinsip umum yang diserap dari perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia dan juga Konvensi ILO khususnya Konvensi tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1951 (No. 111) dan Konvensi Upah yang sama untuk pekerjaan yang setara yang nilainya, 1951 (No. 100). Sementara Panduan Praktis memuat pengejawantahan prinsip-prinsip umum tadi secara lebih terperinci dalam bentuk langkah-langkah praktis. Panduan Praktis ini dipilah menjadi 5 buku sesuai temanya agar lebih mudah dipergunakan. Jakarta, 1 Oktober 2013 Sofjan Wanandi Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN APINDO) vii Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Kami mengucapkan terima kasih kepada Kantor ILO Jakarta dan proyek ILO MAMPU yang telah memberikan masukan teknis dan bantuan dalam penyusunan dan penerbitan Kode Praktik dan Panduan Praktis ini. Kami berharap bahwa kedua bahan acuan ini dapat memberikan masukan dan manfaat tidak hanya kepada pengusaha, tapi juga kepada mitra APINDO; pekerja dan pemerintah, untuk bersama-sama menerapkan prinsip non-diskriminasi dan kesetaraan di tempat kerja. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia viii Kata Pengantar ILO Non diskriminasi serta peluang dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan merupakan hak ketenagakerjaan dasar dan fundamental bagi pencapaian keadilan sosial dan pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Prinsip hak atas kesetaraan dalam peluang kerja dan perlakuan memungkinkan orang dari segala ras, jenis kelamin, agama, latar belakang sosial atau etnis, status kesehatan atau disabilitas untuk melakukan cara mereka keluar dari kemiskinan dan untuk menghidupi keluarga mereka. Kesetaraan peluang dan perlakuan dalam pekerjaan merupakan bagian integral dari Agenda Kerja Layak ILO dan Program Kerja Layak Nasional di Indonesia. ILO mempromosikan peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif dalam kondisi bebas, adil, aman dan bermartabat. Konvensi tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 (No. 111) diadopsi oleh negara-negara anggota ILO pada tahun 1958 dan diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1999. Ini tetap menjadi instrumen internasional yang paling komprehensif yang didedikasikan untuk mempromosikan kesetaraan peluang dan perlakuan di dunia kerja. Menyusul ratifikasi Konvensi ILO, Indonesia telah memasukkan prinsipprinsip kesetaraan dalam pekerjaan di UU Ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003). Konvensi ILO No.111 dan UU Ketenagakerjaan memberi kerangka untuk panduan yang dicantumkan di dalam Pedoman Praktis dan Kode Praktik mengenai kesetaraan dalam pekerjaan . Pengusaha yang berhasil dapat memahami bahwa mengupayakan kesetaraan di tempat kerja memberikan keunggulan kompetitif atas perusahaan dan pengusaha yang melakukan praktikpraktik diskriminatif. Melalui penerapan prinsip-prinsip kesetaraan dan non - diskriminasi, pengusaha mampu menarik dan mempertahankan bakat terbaik, mendukung inovasi yang lebih besar dan menikmati lingkungan kerja yang produktif. Penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan juga merupakan bagian integral untuk mewujudkan globalisasi yang adil. Kami berharap bahwa Pedoman dan Kode Praktik bagi pengusaha untuk mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja di Indonesia ini akan mengilhami para pengusaha untuk mempromosikan dan mewujudkan prinsip-prinsip kesetaraan dan non diskriminasi di tempat kerja mereka. 1 Oktober 2013 Peter van Rooij Direktur, ILO Kantor Jakarta ix Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Pedoman Praktis dan Kode Praktik ini disusun melalui kemitraan antara Proyek MAMPU ILO dan APINDO. Pedoman ini terbagi ke dalam lima booklet terpisah. Pedoman ini dirancang untuk mendukung pemahaman praktis pengusaha tentang bagaimana menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan dalam pekerjaan di tempat kerja mereka. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Kata Pengantar ILO MAMPU – Akses pada Ketenagakerjaan dan Pekerjaan yang Layak mempromosikan kesetaraan dalam dunia kerja bagi pekerja. Ini diupayakan melalui beberapa strategi, seperti kemitraan dan peningkatan kapasitas dengan pengusaha Indonesia. Komitmen pengusaha untuk menyikapi diskriminasi dalam dunia kerja dan mempromosikan kesetaraan kesempatan kerja adalah langkah penting menuju pencapaian kesetaraan substantif bagi perempuan di Indonesia. Perempuan yang berasal dari kelompok etnis atau agama minoritas atau yang memiliki disabilitas atau masalah kesehatan tertentu seperti HIV dan AIDS lebih rentan lagi terhadap bentuk- bentuk diskriminasi dan menghadapi ketidakmujuran berganda dalam pasar tenaga kerja. Dengan mengenali kerentanan khusus pada kelompok perempuan tersebut dan bahwa diskriminasi berbasis gender hanyalah satu dari sekian banyak bentuk diskriminasi yang ditemukan dalam dunia kerja, Pedoman praktis dan Kode Praktik yang dikembangkan bersama APINDO ini memberikan panduan bagi pengusaha tentang bagaimana mencegah dan menyikapi diskriminasi dalam dunia kerja berdasarkan landasan yang berbeda-beda, seperti jenis kelamin, etnisitas, agama, ras, akar sosial, nasionalitas, status kesehatan, disabilitas dan pandangan politik. Proyek ILO MAMPU ingin mengucapkan terima kasih kepada APINDO atas komitmennya mengupayakan kesetaraan dalam pekerjaan dan atas peran utamanya dalam mengembangkan dan menyebarluaskan pedoman praktis tentang kesetaraan kesempatan dan perlakuan kepada para pengusaha di Indonesia. Pengembangan panduan bagi pengusaha tentang keseteraan dan non-diskriminasi ini bermula di Cina melalui upaya Marja Paavilainen, Nelien Haspels dan Tim De Meyer. Proyek ILO MAMPU hendak berterima kasih kepada rekan-rekan kerja dalam Tim Pekerjaan yang Layak ILO atas sumbangsihnya dalam pengembangan Pedoman dan Kode Praktik ini. Kami juga hendak berterima kasih pada Australian Aid, selaku penyandang dana Proyek ILO MAMPU, atas dukungannya yang baik dan komitmennya untuk mempromosikan kesetaraan bagi perempuan di Indonesia. Kami berharap bahwa selanjutnya pengusaha akan menggunakan Panduan dan Kode Praktik ini dalam mempekerjakan, memberhentikan dan proses pengambilan keputusan terkait sumber daya manusia. 1 Oktober 2013 Miranda Fajerman, Kepala Penasehat Teknis MAMPU – Akses pada Ketenagakerjaan dan Pekerjaan yang Layak bagi Perempuan, ILO Jakarta x PENDAHULUAN Dengan senang hati Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bekerja sama dengan Kantor Perburuhan Internasional (ILO), menyajikan Kode praktik dan buku Panduan menyertainya, untuk membantu pengusaha dalam mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja di Indonesia. Buku Panduan terdiri dari lima bagian: 1. Kesetaraan dalam Pekerjaan: Konsep dan Prinsip Utama 2. Kasus Bisnis untuk Kesetaraan 3. Kesetaraan dalam Praktik Perusahaan 4. Mengelola Kesetaraan di Tempat Kerja 5. Sumber Dukungan eksternal untuk Manajemen Kesetaraan di Perusahaan Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Kami berharap bahwa Panduan ini bermanfaat bagi Anda dan dapat digunakan. Kami menyambut umpan balik untuk perbaikan selanjutnya bagi kebijakan-kebijakan Anda terkait kesetaraan dan non-diskriminasi. 1 Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia 2 I. PRAKTIK PEREKRUTAN YANG ADIL Pengalaman internasional menunjukkan bahwa – secara sadar dan tidak sadar – diskriminasi lebih sering terjadi selama proses perekrutan dari pada di praktik sumber daya manusia lainnya. Ini kadang-kadang menghalangi pekerja yang lebih berkualitas dan sesuai untuk mengakses pekerjaan. Karena alasan ini, memastikan bahwa kebijakan dan praktik perekrutan bebas dari diskriminasi merupakan kunci penting untuk mewujudkan tempat kerja setara. Praktik perekrutan non-diskriminatif membawa manfaat yang cukup besar pada perusahaan. Mempekerjakan orang yang tepat untuk pekerjaan adalah penting karena pengusaha yang adil mengakui bahwa orang yang tepat pada pekerjaan tersebut akan: w Lebih produktif. w Lebih cepat belajar. w Memerlukan sedikit pengawasan dan pelatihan. w Lebih puas dengan pekerjaannya dan bertahan lebih lama. w Memberi waktu manajer/penyelia untuk mengelola.1 Proses seleksi dapat berisi beberapa unsur, misalnya, penyusunan uraian pekerjaan, iklan pekerjaan dan formulir lamaran, melakukan uji bakat dan wawancara kerja dan, dalam beberapa kasus, pemeriksaan kesehatan dan psikologis. Pengusaha harus mengikuti pedoman yang ditetapkan dalam panduan ini dan Kode praktik bagi pengusaha tentang mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja yang diterbitkan oleh APINDO bekerja sama dengan ILO di seluruh tahap proses perekrutan untuk menjaga proses seleksi tetap adil dan transparan. Semua kebijakan dan praktik yang berkaitan dengan proses perekrutan harus ditinjau dengan berkonsultasi dengan perwakilan pekerja. Gambaran umum Di sebagian besar organisasi proses perekrutan dimulai dengan penyusunan dokumen perekrutan misalnya uraian pekerjaan, iklan pekerjaan dan formulir lamaran. 1 Lihat European Commission: Continuing the diversity journey: Business practices, perspectives and benefits (2008); Singapore Centre for Fair Employment, Fair employment: Leading fair employment practices handbook (Singapura, 2009). 3 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan 1.1. Dokumen perekrutan: Uraian pekerjaan, iklan pekerjaan dan formulir lamaran Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Untuk memastikan bahwa keputusan perekrutan didasarkan pada prestasi, pengusaha harus menyusun uraian pekerjaan untuk semua pekerjaan sebelum memulai proses perekrutan. Uraian pekerjaan menguraikan tugas dan tanggung jawab pokok posisi tersebut dan keterampilan dan pengalaman khusus yang diperlukan untuk melaksanakan peran tersebut. Iklan pekerjaan harus mencerminkan uraian pekerjaan, dan dengan jelas menyatakan kriteria seleksi yang obyektif terhadap kesesuaian kandidat untuk pekerjaan tersebut akan dinilai. Kriteria pada prinsipnya harus terkait dengan kualifikasi, keterampilan, pengetahuan dan pengalaman. Jika perusahaan menerapkan langkah-langkah tindakan afirmatif, misalnya program perekrutan khusus, langkah ini harus disebutkan di dalam iklan pekerjaan. Merupakan praktik yang baik untuk mencantumkan sebuah pernyataan kesetaraan di dalam iklan pekerjaan, misalnya ‘kami adalah pengusaha pro-kesetaraan dan menyambut baik lamaran dari semua orang yang memenuhi syarat’ atau ‘posisi ini juga terbuka bagi penyandang disabilitas’. Komunikasi strategis juga dapat digunakan untuk mendorong pelamar dari kelompok-kelompok yang kurang terwakili agar mengajukan lamaran untuk posisi tersebut, bahkan jika pekerjaan tersebut bisa dianggap sebagai “pekerjaan non-tradisional” untuk anggota kelompok itu, misalnya, ‘perempuan dan laki-laki dan orang dari semua etnis didorong untuk mengajukan lamaran’. Pengusaha harus menghindari perekrutan semata-mata atas dasar rekomendasi pribadi oleh staf yang ada. Seluruh lowongan harus diiklankan secara terbuka dan disebarluaskan untuk menarik pelamar kerja seluas-luasnya. Isian dalam formulir lamaran kerja harus meminta hanya informasi yang relevan untuk menilai kesesuaian pelamar untuk pekerjaan bersangkutan. Maka penting untuk memastikan bahwa masing-masing lamaran kerja akan dinilai secara adil dan didasarkan pada prestasi. Pertanyaan yang meminta informasi pribadi yang tidak relevan misalnya situasi keluarga, usia anak, status perkawinan, berencana untuk memiliki anak dan sebagainya hendaknya tidak ditanyakan. Karyawan baru dapat diminta untuk memberikan informasi pribadi untuk tujuan administratif setelah perekrutan. Uraian Pekerjaan - Pedoman n Uraian pekerjaan harus menguraikan tugas dan tanggung jawab pokok pekerjaan. Cantumkan juga nama pekerjaan, dan uraikan dengan siapa karyawan tersebut akan bekerja dan kepada siapa akan menyampaikan laporan. n Uraikan secara seksama keterampilan, kemampuan, pengetahuan, pendidikan dan pengalaman khusus yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab pokok pekerjaan. Misalnya, jika pada dasarnya pelamar perlu memiliki surat izin mengemudi, untuk bisa sering bepergian, atau perlu memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas fisik yang berat, hal-hal ini harus dijelaskan. n Jangan melebih-lebihkan persyaratan dan tugas sebuah pekerjaan. Ini dapat membuat pelamar berkualifikasi tertentu enggan untuk mengajukan lamaran (misalnya perempuan hamil, orang dengan tanggung jawab keluarga atau penyandang disabilitas). 4 n Jangan menentukan kualifikasi pendidikan khusus, kecuali jika hukum mengharuskannya untuk posisi tersebut. Perbolehkan orang menawarkan pengalaman yang relevan dari satu bagian dari kehidupan mereka, bukan hanya kualifikasi atau pekerjaan sebelumnya. n Jangan n Gunakan n Ketika menyatakan persyaratan yang berkaitan dengan jenis kelamin, usia, etnis, agama, status sosial, status perkawinan atau karakteristik pribadi lainnya yang tidak relevan, karena siapa saja yang mampu melakukan pekerjaan tersebut samasama memenuhi syarat untuk mengajukan lamaran. Mensyaratkan pelamar memiliki karakteristik pribadi tertentu (misalnya jenis kelamin tertentu, agama tertentu, tidak adanya gangguan atau disabilitas tertentu) sah hanya jika karakteristik-karakteristik ini merupakan persyaratan pekerjaan yang melekat. Hanya jika persyaratan ini mutlak diperlukan agar pekerjaan bisa dilaksanakan dengan benar, maka itu dapat dinyatakan dalam uraian pekerjaan dan iklan pekerjaan. Lihat Tips Manajemen 8. Kapankah karakteristik pribadi dapat menjadi persyaratan pekerjaan yang melekat? bahasa dan nama pekerjaan netral, misalnya “Operator kamera” daripada “kamerawan”. Jika tidak ada nama netral yang tersedia, cantumkan nama untuk perempuan dan laki-laki, misalnya “ aktor/aktris” dan “ wartawati/wartawan”. mendefinisikan kewajiban dan tugas posisi tertentu, buatlah spesifik. Mengaculah pada tugas-tugas sebenarnya yang perlu dilaksanakan, daripada menentukan karakteristik seseorang yang mungkin diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas yang diperkirakan (misalnya – ’perlu mengangkat dan memindahkan barang-barang berat’, daripada kalimat ‘memerlukan fisik sehat dan kuat’). Penilaian karakteristik seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas akan dilakukan nanti, saat menilai kesesuaian individu untuk melaksanakan uraian pekerjaan secara penuh. Iklan Pekerjaan - Pedoman n Iklan pekerjaan harus memberikan informasi yang memadai mengenai lowongan pekerjaan tersebut: misalnya indikasi upah, lokasi, dan tugas dan tanggung jawab pokok, sebagaimana yang diuraikan di dalam uraian pekerjaan. n Nyatakan n Jangan n Jika menyatakan persyaratan yang berhubungan dengan jenis kelamin, usia, etnis, agama atau karakteristik pribadi lainnya yang tidak berkaitan dengan pekerjaan tersebut. Iklan hendaknya tidak menyertakan gambar atau foto yang bisa memberi kesan bahwa hanya orang-orang dari jenis kelamin tertentu, etnis tertentu dan sebagainya yang dicari atau diutamakan oleh pengusaha. perusahaan menerapkan langkah-langkah tindakan afirmatif, misalnya program perekrutan khusus yang mentargetkan kelompok-kelompok pekerja yang kurang terwakili (misalnya perempuan atau etnis minoritas), ini harus disebutkan di dalam 5 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan dengan jelas kriteria seleksi terhadap kesesuaian kandidat untuk pekerjaan tersebut akan dinilai. Kriteria harus berkaitan dengan kualifikasi, keterampilan, pengetahuan dan pengalaman. Pastikan bahwa semua kriteria ini bersifat obyektif, didefinisikan dengan jelas dan diurutkan dalam urutan prioritas. Uraikan secara rinci kemampuan khusus yang diperlukan dalam pekerjaan tersebut, misalnya kemampuan untuk sering bepergian. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia iklan pekerjaan untuk mendorong agar anggota kelompok-kelompok ini mengajukan lamaran. n n Merupakan praktik yang baik bila mencantumkan sebuah pernyataan kesetaraan dalam iklan pekerjaan, misalnya ‘kami adalah pengusaha pro-kesetaraan dan menyambut baik lamaran dari semua orang yang memenuhi syarat’. entukan dengan jelas bagaimana harusnya pelamar mengajukan lamaran, tanggal penutupan dan tanggal wawancara. Menempatkan Iklan Pekerjaan - Pedoman n Iklan pekerjaan harus disebarluaskan untuk menarik pelamar pekerjaan seluasluasnya. n Iklan n Media n Sebagai hendaknya tidak dipasang di tempat-tempat di mana hanya beberapa kelompok pelamar dapat melihatnya, misalnya, ruang loker laki-laki, majalah perempuan dan lain-lain. bersasaran tertentu dapat digunakan untuk menarik level pelamar yang tepat di pasar tenaga kerja (misalnya, surat kabar khusus, jurnal profesional, majalah mahasiswa dan lain-lain). langkah tindakan afirmatif untuk menarik pelamar dari bagian angkatan kerja yang sebelumnya kurang terwakili, iklan dapat didistribusikan melalui saluran yang ditargetkan, misalnya masyarakat etnis lokal atau kelompok dukungan bagi penyandang disabilitas. Lihat Subbab 8.3 Menerapkan kebijakan dan rencana aksi kesetaraan.. Pedoman untuk menyusun formulir lamaran kerja n Formulir lamaran kerja hendaknya hanya meminta informasi yang secara langsung relevan dengan persyaratan pekerjaan, misalnya pengalaman kerja, keterampilan, kemampuan, pendidikan, kualifikasi profesional yang relevan dan sebagainya. n Pertanyaan n Jika n Formulir n Pelamar harus fokus pada penilaian kemampuan pelamar untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, bukan mencari informasi tentang diri pelamar, misalnya disabilitasnya, atau provinsi asalnya. posisi tersebut memerlukan komitmen khusus, misalnya kesediaan untuk sering bepergian, formulir lamaran harus menanyakan tentang kemampuan dan kesediaan pelamar untuk melakukannya. lamaran hendaknya tidak mengajukan pertanyaan terkait dengan status perkawinan, situasi keluarga, pekerjaan dan gaji suami/istri, jumlah atau usia anak, kehamilan atau niat untuk hamil dari pelamar. Pertanyaan yang berkaitan dengan etnis, ras, agama atau asal sosial pelamar juga hendaknya tidak diajukan. hendaknya tidak diminta untuk memberikan informasi kesehatan pribadi. Pemeriksaan kesehatan, jika mutlak diperlukan, dapat dilakukan pada tahap berikutnya. 6 n Penyandang disabilitas hendaknya tidak diminta untuk memberikan informasi yang orang-orang bukan penyandang disabilitas biasanya tidak akan diminta untuk memberikannya. n Pelamar hendaknya tidak diminta untuk mengirimkan foto bersamaan dengan lamaran mereka, kecuali jika penampilan fisik dapat secara sah dianggap sebagai persyaratan melekat dari pekerjaan tersebut.2 Tips Manajemen 7 Kriteria yang hendaknya tidak dicantumkan di dalam iklan pekerjaan Usia Pengusaha hendaknya tidak menetapkan usia sebagai syarat untuk pekerjaan. Kata atau frase yang mengesankan pengutamaan kandidat karyawan dari kelompok usia tertentu juga hendaknya tidak digunakan di dalam iklan pekerjaan. Contohnya “muda”, “lingkungan kerja muda” atau “baru lulus sekolah baru/sarjana baru.” Jika sifat pekerjaan menuntut secara fisik misalnya penanganan kargo berat, karakteristik fisik yang dipersyaratkan atau kriteria lain terkait pekerjaan harus digambarkan dengan jelas di dalam iklan pekerjaan, daripada mengindikasikan ambang batas usia. Etnis dan asal-usul 2 • “Kandidat dituntut melaksanakan bongkar muat karung beras yang masing-masing seberat minimal 10kg.” • “Kandidat dituntut menangani alat berat.” Etnis atau asal-usul hendaknya tidak menjadi kriteria untuk seleksi kandidat karyawan karena seleksi berdasarkan ras tidak bisa diterima. Oleh karena itu, iklan pekerjaan yang menampilkan pernyataan seperti “diutamakan etnis Jawa” atau “diutamakan etnis Tionghoa” tidak bisa diterima. Pedoman ini diadaptasi dari ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); European Commission: Diversity at work - A guide for SMEs (2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-hiring and post-hiring procedures”, “Recruitment advertisements”, “The use of consistent selection criteria” dan “Guidelines for application forms design”, dalam Good management practice series (Hongkong); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993); Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite guidelines on fair employment practices (Singapura). 7 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Contoh: Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Tips Manajemen 7 Jika pekerjaan memerlukan kemahiran dalam bahasa tertentu, pengusaha harus menjustifikasi kebutuhan tersebut untuk persyaratan. Ini akan mengurangi ambiguitas dan meminimalkan timbulnya kesalahpahaman antara pencari kerja dan pihak perekrut. Bahasa Misalnya: • “Guru bahasa Inggris untuk pusat pra-sekolah, kefasihan dalam bahasa Inggris diperlukan.” • “Penterjemah untuk sebuah majalah olahraga berbahasa Cina terkemuka. Kemahiran dalam bahasa Cina Mandarin adalah keharusan. “ • “Pemandu wisata untuk menangani kelompok turis Jepang/India. Pengetahuan bahasa Jepang/India sangat penting. “ Jenis kelamin hendaknya tidak menjadi kriteria untuk perekrutan. Selain itu, kata atau frase yang mengesankan pengutamaan kandidat karyawan dari kelompok jenis kelamin tertentu misalnya “lingkungan kerja perempuan” atau “perawat perempuan” hendaknya tidak digunakan di dalam iklan pekerjaan. Bila persyaratan praktis pekerjaan tersebut menentukan kebutuhan karyawan dari jenis kelamin tertentu, ini harus didukung oleh alasan yang sah. Gender Contoh: Status perkawinan 8 • “Aktris untuk peran pendukung perempuan dalam sebuah drama.” • “Butik busana perempuan membutuhkan pramuniaga perempuan untuk model baju saat bekerja.” Status perkawinan merupakan kriteria yang tidak relevan dalam pekerjaan; karena pekerjaan dapat dilakukan sama baiknya baik oleh orang yang sudah menikah ataupun lajang. Pekerjaan yang mensyaratkan perempuan untuk tetap lajang selama jangka waktu tertentu sehingga mereka dapat bepergian atau diberi pelatihan secara intensif tidak bisa diterima. Adalah Tips Manajemen 7 sang kandidat yang menentukan apakah mereka dapat memenuhi fungsi ini atau tidak. Jika perjalanan atau jam kerja panjang menjadi persyaratan pekerjaan tersebut, maka iklan harus menjelaskannya. Contoh: Agama • “Pekerjaan memerlukan sering bepergian jauh” • “Kandidat akan diminta untuk berada jauh dari rumah untuk jangka waktu hingga 4 bulan” • “Posisi memerlukan sering lembur” Agama tidak bisa diterima sebagai kriteria untuk perekrutan kecuali dalam kasus di mana karyawan harus melaksanakan fungsi-fungsi keagamaan sebagai bagian dari persyaratan pekerjaan. Dalam kasus semacam itu, persyaratan harus ditampilkan secara jelas dan obyektif. Sumber: Diadaptasi dari Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite guidelines on non-discriminatory job advertisements (Singapura, 1999). Tips Manajemen 8 Persyaratan pekerjaan yang melekat mengacu pada persyaratan sangat penting, obyektif dan proporsional yang perlu dimiliki oleh pelamar atau karyawan agar dapat melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab penting dari pekerjaan bersangkutan. Dalam beberapa kasus luar biasa karakteristik pribadi pelamar atau karyawan, misalnya jenis kelamin, agama atau tidak adanya gangguan tertentu atau disabilitas, bisa menjadi persyaratan pekerjaan yang melekat. Dalam kasus-kasus ini pembedaan, pengecualian atau pengutamaan berdasarkan karakteristik pribadi tidak akan dianggap sebagai diskriminasi. Contoh: • Tidak adanya gangguan penglihatan merupakan persyaratan melekat pekerjaan untuk pilot. 9 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Kapankah karakteristik pribadi dapat menjadi persyaratan pekerjaan yang melekat? Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Tips Manajemen 8 • Sebuah teater dapat menetapkan persyaratan jenis kelamin ketika mempekerjakan aktor untuk melakonkan peran perempuan atau laki-laki dalam pertunjukan drama untuk memastikan keaslian pertunjukan. • Untuk memastikan privasi dan kesopanan, jenis kelamin bisa menjadi persyaratan yang melekat seorang penunggu pekerjaan di ruang ganti laki-laki dan ruang ganti perempuan. • Sebuah sekolah agama bisa mensyaratkan guru yang memimpin murid-murid berdoa haruslah memeluk sebuah agama. • Karyawan yang bekerja di dapur halal haruslah Muslim dan bersertifikat untuk mengerjakan pekerjaan itu sesuai dengan praktik keagamaan. • Pendapat politik bisa menjadi persyaratan yang melekat untuk jabatan tinggi di pemerintahan. Persyaratan pekerjaan yang melekat perlu dinilai atas dasar kasus per kasus. Fokusnya haruslah pada penilaian isi posisi bersangkutan, bukan organisasi secara keseluruhan. Misalnya, sebuah sekolah agama hanya bisa mensyaratkan staf yang terlibat dalam fungsi keagamaan memeluk agama. Akan merupakan diskriminasi bila menetapkan kriteria mengenai agama terhadap misalnya staf administrasi atau personil pemeliharaan. Sumber: ILO: Equality and non-discrimination at work in East and South East Asia: Guide (Bangkok, 2011). 1.2. Penyaringan Penyaringan dan seleksi kandidat harus dilakukan atas dasar kriteria seleksi yang konsisten. Kriteria seleksi harus disusun atas dasar uraian pekerjaan, dan harus menetapkan kualifikasi, keterampilan, pengetahuan dan karakteristik pribadi yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif. Kriteria seleksi harus obyektif, didefinisikan dengan jelas, dan diurutkan dalam urutan prioritas. Standar terukur harus ditetapkan untuk menilai kandidat terhadap semua kriteria seleksi. Kriteria seleksi obyektif yang didefinisikan dengan jelas akan membantu mengurangi bias dalam proses penyaringan. Panel yang meninjau lamaran-lamaran harus membuang semua asumsi stereotip atau tradisional tentang kemampuan dan bakat berbagai jenis orang, dan memeriksa kesesuaian individual seluruh pelamar seobyektif mungkin. Lihat Tips Manajemen 10. Berhati-hatilah dengan bias Anda di bawah. Keragaman tim dan kebijakan tindakan afirmatif perusahaan juga harus diberi perhatian yang memadai dalam proses penyaringan. Untuk menghindari perempuan dan laki-laki berada di 10 pekerjaan terpisah, pengusaha perlu secara proaktif berupaya mempekerjakan laki-laki dan perempuan di semua pekerjaan bahkan jika pekerjaan tersebut secara tradisional dilaksanakan oleh laki-laki saja atau perempuan saja. Pedoman untuk penyaringan n Untuk menghindari prasangka atau bias, penyaringan sebaiknya dilakukan oleh sebuah panel penilai, bukan hanya satu orang. n Penyaringan n Nilailah n Hindari n Berikan harus dilakukan atas dasar kriteria seleksi obyektif yang digariskan untuk posisi tersebut. Kesesuaian kandidat harus dinilai secara obyektif terhadap standar terukur yang ditetapkan untuk masing-masing kriteria seleksi. seluruh pelamar dengan kriteria yang sama, misalnya, tidak ada persyaratan lebih tinggi untuk pelamar perempuan. penilaian pribadi dan asumsi, dan tinjaulah hasil skoring Anda dengan anggota panel lainnya untuk memeriksa bahwa poin diberikan semata-mata berdasarkan bukti. pelatihan pada orang-rang yang terlibat dalam penyaringan mengenai metode seleksi non-diskriminatif, dan akrab dengan ketentuan hukum yang relevan.3 1.3. Seleksi dan tes kemampuan Tes seleksi atau tes kemampuan yang dirancang dengan baik, dilaksanakan dengan tepat dan divalidasi secara profesional dapat menjadi metode yang berguna untuk memprediksi kinerja kandidat dalam sebuah pekerjaan tertentu. Jika tes seleksi yang digunakan, pengusaha harus memastikan bahwa tes tersebut relevan dengan persyaratan pekerjaan dan mengukur kemampuan aktual kandidat untuk melaksanakan pekerjaan bersangkutan. Tes seleksi harus dilaksanakan oleh staf yang terlatih dalam metodologi penilaian dan kesempatan dan perlakuan yang sama di tempat kerja. Disarankan bahwa tes kemampuan hendaknya hanya digunakan sebagai salah satu dari beberapa metode penilaian. Isi dan standar tes harus ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa tes tersebut relevan dengan persyaratan pekerjaan dan bebas dari bias. Pedoman untuk tes yang obyektif 3 Tes seleksi dan tes kemampuan harus sesuai dengan pekerjaan bersangkutan, dan mengukur tingkat keterampilan dan kemampuan yang tepat yang ditetapkan dalam profil kompetensi untuk pekerjaan bersangkutan. Misalnya, kemampuan mengangkat atau keterampilan berbahasa. Pedoman ini diadaptasi dari lihat ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); European Commission: Diversity at work - A guide for SMEs (2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “The use of consistent selection criteria” dan “Prehiring and post-hiring procedures”, dalam Good management practice series (Hongkong); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993). 11 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan n Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia n Saat menyusun dan melaksanakan tes tertulis, perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan seluruh kandidat dapat memahami petunjuk. Jika Bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa pertama sebagian kandidat (dan bukan merupakan persyaratan pekerjaan yang melekat untuk fasih dalam Bahasa Indonesia), maka ketentuan khusus harus dibuat untuk memastikan para kandidat juga memahami tes tersebut. n Semua kandidat harus menjalani tes yang sama tanpa kecuali.4 Contoh Kasus 4. Penggunaan tes kemampuan yang diskriminatif – Inggris Nn. Mallidi, seorang perempuan Asia, yang telah bekerja lepas untuk Kantor Pos selama beberapa tahun diminta untuk menjalani sebuah tes kemampuan tertulis agar bisa terus bekerja berdasarkan kontrak. Dia tidak lulus tes tersebut, dan pekerjaannya dihentikan. Kemudian Nn. Mallidi mendapati bahwa para pekerja lepas kulit putih diberi kontrak kerja sementara atau permanen tanpa harus menjalani tes kemampuan. Dia merasa diperlakukan tidak adil dan memutuskan untuk mengajukan proses hukum dengan tuduhan diskriminasi ras. Pengadilan menemukan bahwa seluruh pekerja lepas diberi kontrak tanpa melalui tes. Kantor Pos juga tidak dapat menjelaskan mengapa para pekerja harus menjalani tes pada waktu tertentu, dan dalam kasus tertentu tetapi tidak dalam kasus yang lain. Pengadilan menyimpulkan bahwa satu-satunya penjelasan untuk pemecatan perempuan Asia tersebut adalah rasnya. Pengadilan memberikan kompensasi kepada Nn. Mallidi sebesar hampir £20.000, termasuk £10.000 untuk luka perasaan. Sumber: Mallidi v The Post Office, Case No. 2403719/98 [2001] DCLD 47.; UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005). 1.4. Wawancara Kerja Wawancara kerja seringkali merupakan tahap yang menentukan dalam proses perekrutan dan karena alasan ini maka sangat penting bahwa wawancara dirancang dan dilaksanakan secara non-diskriminatif. Pewawancara hendaknya hanya mengajukan pertanyaan yang relevan untuk menilai kesesuaian pelamar untuk pekerjaan bersangkutan. Pewawancara harus sadar akan bias pribadi mereka, dan tidak menstereotip kandidat dengan membuat asumsi tentang kemampuan mereka. 4 Pedoman ini diadaptasi dari European Commission: Diversity at work - A guide for SMEs (2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Interviewing procedure” dan “Pre-hiring and post-hiring procedures”, dalam Good management practice series (Hongkong); UK Commission for Racial Equality: Statutory Code of Practice on Racial Equality in Employment (London, 2005). 12 Pedoman untuk mempersiapkan sebuah wawancara n Wawancara harus dilakukan oleh sebuah panel daripada hanya oleh pewawancara tunggal. Keputusan oleh satu orang lebih mungkin akan terpengaruh oleh bias pribadi. n Tentukan n Pastikan n Kembangkan n Orang-orang pertanyaan wawancara sebelumnya. Pastikan bahwa pertanyaan mengidentifikasi keterampilan, pengalaman dan kompetensi pelamar dalam hubungannya dengan uraian pekerjaan dan spesifikasi orang. bahwa pewawancara memiliki pemahaman yang disepakati tentang kriteria seleksi dan gambaran umum tentang jenis dan tingkat informasi yang mereka perlu dapatkan untuk memenuhi kriteria tersebut. sebuah sistem skoring untuk menilai jawaban pelamar yang ditetapkan terhadap spesifikasi yang telah Anda tetapkan. yang terlibat dalam wawancara harus diberi pelatihan dalam metode seleksi non-diskriminatif, dan akrab dengan ketentuan hukum yang relevan. Pedoman untuk menyelenggarakan wawancara n Waktu dan tempat wawancara harus ditetapkan sehingga semua kandidat tersaring bisa hadir. n Akomodasi yang bijaksana harus diberikan kepada pelamar kerja penyandang disabilitas, misalnya tempat yang terakses. Lihat Subbab 6.4 Akomodasi yang bijaksana Pedoman untuk mewawancarai n Pertanyaan wawancara harus berhubungan semata-mata dengan persyaratan pekerjaan. Fokus pada kemampuan, pengetahuan, pengalaman dan kualifikasi pribadi yang diperlukan dalam pekerjaan. n Jangan n Jika n Jika n Pengusaha mengajukan pertanyaan yang bersifat pribadi, misalnya tentang status perkawinan atau rencana untuk memiliki anak. posisi tersebut memerlukan komitmen, misalnya lembur rutin atau kesediaan untuk sering bepergian, pewawancara harus memberikan rincian lengkap persyaratan pekerjaan tersebut dan menanyakan kepada kandidat apakah mereka akan mampu memenuhi semua persyaratan tersebut. Persyaratan pekerjaan ini harus didiskusikan secara obyektif tanpa pertanyaan yang berkaitan dengan status perkawinan atau tanggung jawab keluarga pelamar. bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pelamar dengan disabilitas atau kondisi kesehatan tentang kemampuan mereka untuk melaksanakan fungsi pekerjaan tertentu atau kebutuhan atas suatu fasilitas khusus untuk melaksanakan fungsi pekerjaan. Pelamar hendaknya tidak diminta untuk memberikan informasi umum tentang disabilitas atau status kesehatan mereka yang tidak relevan 13 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan pertanyaan yang bisa dianggap diskriminatif perlu ditanyakan, misalnya karena persyaratan pekerjaan yang melekat, panel harus menjelaskan alasan meminta informasi tersebut. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia untuk menilai kemampuan mereka melaksanakan pekerjaan. n Pertimbangkan apa yang perlu dilakukan untuk memungkinkan Anda mempekerjakan Tips Manajemen 9 Berhati-hatilah dengan bias Anda Kata “bias” mengacu pada keberpihakan, prasangka, pengaruh yang tidak adil, atau pandangan satu-sisi. Bias menghambat kemampuan seseorang untuk membuat keputusan netral, tanpa prasangka dan obyektif. Tidak seorang pun mau percaya – apalagi mengakui – bahwa mereka memiliki bias, tetapi ada bukti kuat berbasis penelitian bahwa prasangka kita mungkin lebih jelas dari pada yang kita kira. Semua orang secara alami memiliki bias (dalam satu atau lain cara), karena wajar bagi orang untuk merasakan simpati dan penerimaan terhadap hal-hal yang “familier” dan orang-orang yang “mirip” dengan dirinya sendiri. Bias yang tersembunyi bisa sangat bermasalah dalam manajemen sumber daya manusia, karena dengan mudah dapat menghantarkan pada praktikpraktik yang bersifat diskriminatif. Karena alasan ini perhatian khusus harus diberikan pada semua praktik manajemen sumber daya manusia untuk memastikan bahwa bias pribadi para pengambil keputusan tidak akan secara tidak sadar mempengaruhi keputusan yang dibuat. Semua keputusan manajemen sumber daya manusia harus didasarkan pada kriteria obyektif, dengan perhatian yang memadai diberikan pada keragaman tim dan langkahlangkah tindakan afirmatif perusahaan. Staf yang bertanggung jawab atas perekrutan harus diberi pelatihan tentang praktik perekrutan non-diskriminatif. Pelatihan tersebut juga harus membahas bahaya melakukan generalisasi tentang kemampuan dan bakat laki-laki, perempuan, penyandang disabilitas, atau orang-orang dari usia berbeda atau latar belakang berbeda. Anggapan tentang apa yang merupakan “pekerjaan laki-laki” atau “pekerjaan perempuan” dan gagasan stereotip tentang jenis pekerjaan yang cocok untuk orang dengan latar belakang tertentu harus dihindari. Sumber: P. Babcock: “Detecting hidden bias”, dalam HR magazine (2006) Vol. 51, No.2, Februari; Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-hiring and post-hiring procedures” dan “Use of consistent selection criteria”, dalam Good management practice series (Hongkong). 5 Pedoman ini diadaptasi dari ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); European Commission: Diversity at work - A guide for SMEs (2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Interviewing procedure”, dalam Good management practice series (Hongkong); Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite guidelines on fair employment practices (Singapura). 14 Contoh Kasus 5. Stereotip gender di Indonesia Indonesia mempertahankan ide-ide tradisional yang kuat tentang karakteristik perempuan dan laki-laki. Pengaruh budaya dan hubungan gender berdampak pada persepsi bahwa pekerjaan-pekerjaan tertentu paling cocok untuk perempuan, sementara pekerjaan-pekerjaan lain lebih baik dilaksanakan oleh laki-laki. Gagasan ini telah tertanam dalam ideologi hubungan gender pada era Presiden Soeharto, di mana perempuan dilihat sebagai tunduk dan patuh dan pelengkap suami mereka, dan bertahan dalam budaya Indonesia saat ini. Persepsi ini cenderung memposisikan fungsi utama perempuan adalah untuk suami dan anak-anak ketimbang untuk pekerjaan mereka terkait dengan pekerjaan dibayar. Akibatnya, perempuan yang bekerja di berbagai macam pekerjaan - dari mengajar hingga berdagang – fokus pada identitas mereka sebagai istri dan ibu ketimbang pada status mereka sebagai pekerja. Peran-peran gender tradisional ini juga tercermin dalam pembagian kerja berdasarkan gender di Indonesia. Gagasan-gagasan stereotip membatasi pilihan jabatan dan pekerjaan bagi perempuan maupun laki-laki, tetapi sangat berbahaya bagi anak perempuan dan perempuan, karena gagasan-gagasan tersebut berujung pada hambatan kesempatan kerja bagi perempuan. Pengusaha harus menyadari gagasan-gagasan stereotip ini di masyarakat dan secara aktif menghindari membiarkannya mempengaruhi keputusan kerja. Semua keputusan perekrutan harus didasarkan pada kemampuan sebenarnya pelamar kerja individual, bukan pada kualitas yang diasumsikan dimiliki oleh pelamar karena jenis kelamin mereka. Sumber: Ford, Michele, dan Parker, Lyn, Women and Work in Indonesia (Abingdon, 2008) Tips Manajemen 10 Usia Pertanyaan yang bisa diterima: • Tidak ada. Bertanya tentang lama pengalaman kerja dapat diterima jika pengalaman diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Setiap pertanyaan yang dirancang untuk mencari tahu usia seseorang. 15 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Yang boleh dan tidak boleh dalam wawancara Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Tips Manajemen 10 Pertanyaan yang bisa diterima: • Pertanyaan tentang apakah pelamar memiliki kemampuan untuk melaksanakan fungsifungsi pekerjaan tertentu. Meminta pelamar untuk menggambarkan atau menunjukkan bagaimana dia akan melaksanakan tugastugas pekerjaan. • Pertanyaan tentang apakah pelamar akan membutuhkan akomodasi yang bijaksana hanya bila pelamar tersebut memiliki disabilitas yang jelas, atau bila pelamar tersebut secara sukarela mengungkapkan bahwa dia memiliki disabilitas. Disabilitas Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Pertanyaan umum yang cenderung untuk memperoleh informasi mengenai disabilitas yang tidak terkait dengan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, misalnya “Apakah Anda memiliki disabilitas?” Pertanyaan yang bisa diterima: • Pertanyaan mengenai gelar, program studi, pengalaman yang sepadan, atau pelatihan yang diperlukan untuk pekerjaan tertentu. Pendidikan Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Pertanyaan umum tentang tingkat sekolah menengah atau sarjana kecuali jika Anda bisa membuktikan tingkat pendidikan yang ditanyakan diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Pertanyaan yang bisa diterima: • Setiap pertanyaan terkait dengan pengalaman, kekuatan dan kelemahan, promosi, prestasi, gaji saat ini, permintaan gaji, alasan meninggalkan sebuah posisi. Pekerjaan Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Tidak ada. Pertanyaan yang bisa diterima: • Apakah pelamar memiliki kegiatan, komitmen, atau tanggung jawab yang mungkin menghalanginya memenuhi jadwal kerja atau Status keluarga 16 Tips Manajemen 10 persyaratan kehadiran. Pertanyaan tentang kesediaan pelamar untuk bekerja malam hari dan/atau akhir pekan bisa diterima, asalkan Anda menanyakannya kepada pelamar lakilaki maupun perempuan, dan asalkan posisi tersebut benar-benar memerlukan atau akan memerlukan bekerja pada malam hari dan/ atau akhir pekan. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Jangan bertanya tentang apakah pelamar sudah menikah atau lajang, jumlah dan usia anak, pekerjaan suami/istri, tanggung jawab keluarga suami/istri atau pelamar, tanggung jawab perawatan anak, tunjangan anak, kehamilan, dan lain-lain. • Jangan mengarahkan langsung kepada pelamar dari jenis kelamin tertentu - misalnya, bertanya kepada perempuan tentang pengaturan perawatan anak, atau bertanya kepada laki-laki tentang kewajiban menafkahi anak • Jangan bertanya tentang kesediaan untuk bekerja malam hari dan/atau akhir pekan jika bukan merupakan persyaratan untuk posisi tersebut. Pertanyaan ini cenderung memiliki dampak diskriminatif terhadap pelamar berkeluarga - terutama perempuan. Pertanyaan yang bisa diterima: • Tidak ada, kecuali jika terkait pekerjaan. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Pertanyaan tentang kondisi keuangan, rekening bank, sejarah kredit, atau peringkat kredit pelamar yang tidak berkaitan dengan pekerjaan bersangkutan. Persyaratan kredit yang baik dipandang sebagai diskriminatif karena bisa memiliki dampak buruk terhadap kaum minoritas. • Pertanyaan tentang kepemilikan rumah atau kepemilikan mobil (kecuali memiliki mobil dipersyaratkan untuk pekerjaan tersebut). 17 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Status keuangan Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Tips Manajemen 10 Tinggi dan Berat badan Pertanyaan yang bisa diterima: • Pertanyaan tentang persyaratan tinggi atau berat badan yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut atau tentang apakah pelamar memiliki kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pekerjaan tertentu (tanpa menyebutkan tinggi atau berat badan orang tersebut). • Harus dapat membuktikan bahwa tinggi atau berat badan minimal atau maksimal diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Setiap pertanyaan tentang tinggi atau berat badan yang tidak didasarkan pada persyaratan pekerjaan yang sebenarnya. • Jika persyaratan tinggi atau berat badan tertentu ditentukan, Anda harus dapat membuktikan bahwa tinggi atau berat badan minimal atau maksimal diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Status perkawinan Pertanyaan yang bisa diterima: • Tidak ada. Pertanyaan yang berkaitan dengan tunjangan keluarga dapat dibuat setelah perekrutan. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Apakah pelamar menikah, lajang, bercerai, pisah, bertunangan, janda Asal kebangsaan Pertanyaan yang bisa diterima: • Pertanyaan tentang kemampuan pelamar membaca, menulis dan berbicara bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya bila dipersyaratkan untuk sebuah pekerjaan tertentu. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Pertanyaan tentang silsilah, leluhur, asal-usul kebangsaan, keturunan, tempat kelahiran atau bahasa ibu, negara asal orang tua atau suami/istri pelamar. Bagaimana pelamar memperoleh kemampuan membaca, menulis atau berbicara bahasa asing. 18 Tips Manajemen 10 Kehamilan Pertanyaan yang bisa diterima: • Pertanyaan tentang kemungkinan durasi pelamar bertahan dalam pekerjaan tersebut atau kemungkinan ketidakhadiran – hanya jika ditanyakan kepada pelamar laki-laki maupun perempuan. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan kehamilan atau sejarah medis berkenaan dengan kehamilan, atau pertanyaan yang mungkin memunculkan jawaban berdasarkan kehamilan atau status keluarga berencana. CATATAN: Menolak mempekerjakan seorang perempuan semata-mata karena dia hamil merupakan diskriminasi jenis kelamin. Ras atau warna kulit Pertanyaan yang bisa diterima: • Tidak ada. Agama atau kepercayaan Pertanyaan yang bisa diterima: • Pertanyaan tentang apakah pelamar dapat memenuhi jadwal kerja dengan akomodasi yang wajar adalah bisa diterima. Jika jawabannya mengungkapkan ketaatan atau praktik keagamaan pelamar, beritahukan kepada pelamar bahwa upaya yang wajar akan dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan keagamaan bila dia diterima bekerja. • Pertanyaan tentang apakah pelamar bisa melakukan sedikit penyesuaian untuk penampilan simbol-simbol keagamaan mereka (misalnya jilbab) untuk memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja untuk pekerjaan tersebut. Catatan: mensyaratkan seseorang tidak memakai simbol-simbol agama untuk alasan selain kesehatan dan keselamatan kerja tidak bisa diterima. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Pertanyaan tentang denominasi keagamaan, afiliasi keagamaan, gereja, pendeta, atau hari 19 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Setiap pertanyaan tentang ras, warna kulit, atau corak kulit. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Tips Manajemen 10 • • libur keagamaan yang dipatuhi oleh pelamar. Pertanyaan tentang apakah pelamar akan mempertimbangkan untuk tidak mengenakan jilbab atau simbol-simbol keagamaan lainnya dalam bekerja. Pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan pelamar untuk membaca AlQur’an, Alkitab atau teks-teks keagamaan lainnya. Pertanyaan yang bisa diterima: • Pertanyaan tentang alamat pelamar yang diperlukan untuk kontak dengan pelamar di masa mendatang. Tempat tinggal Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Apakah pelamar memiliki atau menyewa rumah sendiri (menunjukkan kelas ekonomi). Nama dan hubungan orang-orang yang tinggal dengan pelamar. Pertanyaan yang bisa diterima: • Tidak ada, kecuali jika jenis kelamin merupakan persyaratan pekerjaan yang melekat. Jenis kelamin Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Penyebutan jenis kelamin pelamar, jika jenis kelamin tertentu bukan merupakan persyaratan pekerjaan yang melekat. • Pertanyaan tentang keperawanan atau kegiatan seksual. Ini tidak relevan dengan pekerjaan seseorang. Status HIV dan AIDS Pertanyaan yang bisa diterima: • Tidak ada. Semua pekerjaan harus memiliki peraturan kesehatan dan keselamatan kerja yang mencegah paparan tidak aman terhadap darah antar orang. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Pertanyaan yang menanyakan tentang status HIV dan AIDS seseorang. Ini tidak relevan dengan kemampuan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan. 20 Tips Manajemen 10 Afiliasi serikat pekerja Pertanyaan yang bisa diterima: • Tidak ada. Pertanyaan yang tidak bisa diterima: • Setiap pertanyaan tentang niat untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan serikat pekerja pada saat ini, sebelumnya atau mendatang. Sumber: Diadaptasi dari Wake Forest University: Guidelines for interviewing applicants; UNC Charlotte: Guidelines for interviewing job applicants. kandidat terbaik, misalnya pelatihan bahasa, persyaratan akses atau peralatan baru.5 1.5. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja Pemeriksaan kesehatan pra-kerja kadang-kadang digunakan sebagai bagian dari proses perekrutan, dan biasanya dilakukan pada tahap akhir proses perekrutan. Pemeriksaan kesehatan hendaknya tidak dilakukan sebagai rutinitas, tetapi secara sah dapat diterapkan dalam kasus-kasus terbatas misalnya untuk menilai kemampuan pelamar untuk melaksanakan persyaratan pekerjaan yang melekat atau untuk memastikan kesehatan dan keselamatan rekan kerja dan pelanggan (dalam pekerjaan-pekerjaan di mana persyaratan kesehatan diatur dalam undang-undang).6 Seorang pengusaha yang mensyaratkan pelamar menjalani pemeriksaan kesehatan pra-kerja harus selalu menjelaskan tujuan sah pemeriksaan tersebut kepada pelamar. Jika pemeriksaan tidak dapat dibenarkan dengan mengacu pada salah satu alasan di atas, tetapi disyaratkan hanya untuk mengecualikan pelamar yang memiliki penyakit menular atau disabilitas, atau untuk menyaring perempuan hamil, ini merupakan diskriminasi. Diskriminasi terhadap perempuan hamil, penyandang disabilitas dan orang hidup dengan HIV dan AIDS merupakan pelanggaran hukum berdasarkan hukum Indonesia. 6ILO Kode praktik tentang perlindungan data pribadi pekerja, Pasal 6.7. 7 Lihat Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-employment medical examinations”, dalam Good management practice series (Hongkong). 21 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Pengusaha harus menginformasikan kepada dokter atau lembaga yang melakukan pemeriksaan tentang tujuan pemeriksaan tersebut dan persyaratan pekerjaan yang melekat. Pemeriksaan hendaknya hanya mencakup tes kesehatanb dan pekerjaan yang diperlukan untuk menentukan apakah pelamar dapat melaksanakan persyaratan pekerjaan yang melekat.7 Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Tes kehamilan Pengusaha hendaknya tidak menggunakan tes kehamilan sebagai persyaratan perekrutan, kecuali dalam situasi terbatas di mana pekerjaan bersangkutan dilarang untuk perempuan hamil berdasarkan undang-undang atau ada resiko yang diketahui atau signifikan terhadap kesehatan perempuan dan anak.8 Di sebagian besar pekerjaan, kehamilan tidak berdampak pada kemampuan pelamar perempuan yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dan pengusaha tidak memiliki alasan yang sah untuk mensyaratkan pelamar menjalani tes. Menolak pelamar yang memenuhi syarat karena kehamilannya merupakan diskriminasi. Jika pekerjaan tersebut mengharuskan bekerja di lingkungan berbahaya atau melibatkan tugas-tugas yang secara fisik berat, pengusaha harus memberitahukan kepada seluruh pelamar tentang hal ini di dalam iklan pekerjaan Lihat juga Subbab 6.2 Perlindungan kehamilan dan 6.3 Keseimbangan pekerjaan dan keluarga. Tes HIV Jika persyaratan kerja untuk pekerjaan bersangkutan telah diatur di dalam undang-undang untuk menyangkut tidak adanya penyakit menular, pengusaha bisa mensyaratkan pelamar menjalani tes kesehatan untuk memeriksa adanya penyakit menular. Jika tidak ada persyaratan kesehatan tertentu yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut maka pelamar secara sah bisa menolak menjalani tes. Mensyaratkan karyawan atau pelamar kerja menjalani tes HIV wajib sangat dilarang berdasarkan Rekomendasi ILO Mengenai HIV dan AIDS di Dunia Kerja, 2010 (No. 200) (Pasal 25) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, No. 68 dari 2004 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 20 tahun 2005 tentang Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS di Tempat Kerja. Menilai kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan Pengusaha boleh meminta pelamar untuk menjalani tes untuk menguji kemampuan mereka melaksanakan persyaratan pekerjaan yang melekat. Pelamar dengan atau tanpa disabilitas dapat diminta untuk menjalani tes. Ketika menilai kemampuan fisik seorang pelamar penyandang disabilitas, pengusaha juga harus mempertimbangkan apakah pelamar tersebut akan mampu melaksanakan fungsi-fungsi penting pekerjaan dengan bantuan beberapa penyesuaian yang wajar pada prosedur atau praktik kerja, misalnya penyesuaian anjungan kerja, penggunaan peralatan khusus dan sebagainya Menolak seorang pelamar penyandang disabilitas yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi penting pekerjaan dengan bantuan akomodasi yang wajar merupakan diskriminasi. Jika pelamar penyandang disabilitas tidak dapat melaksanakan persyaratan melekat pekerjaan bersangkutan, atau penyesuaian yang diperlukan akan menyebabkan kesulitan yang tidak dapat dibenarkan pada pengusaha, maka pngusaha secara sah dapat menolak pelamar bersangkutan. Lihat juga Subbab 6.4 Akomodasi yang bijaksana. 8 ILO Konvensi Perlindungan Kehamilan, 2000, (No.183), Pasal 9.2. 22 Setelah pemeriksaan kesehatan Jika seorang pelamar tidak diterima bekerja setelah pemeriksaan kesehatan, pengusaha harus dengan jelas memberitahukan kepadanya alasannya. w Jika pelamar ditolak karena disabilitasnya, pengusaha harus menjelaskan kepadanya mengapa dia dianggap tidak mampu melaksanakan persyaratan pekerjaan yang melekat tersebut, dan mengapa penyesuaian yang diperlukan untuk membantunya melaksanakan pekerjaan akan menimbulkan kesulitan yang tidak dapat dibenarkan pada pengusaha. w Jika pelamar ditolak karena infeksinya, pengusaha harus menjelaskan apakah alasan medis untuk penolakan tersebut adalah penyakit menular, pelamar harus diberitahu oleh pengusaha mengenai kebutuhan wajar untuk melindungi kesehatan umum. Catatan: tidak ada kondisi untuk membenarkan penolakan pelamar perempuan semata-mata atas dasar kehamilan, status perkawinan atau rencananya untuk memiliki anak. Kerahasiaan data kesehatan pekerja Informasi klinis yang diberikan oleh pelamar kepada dokter atau lembaga yang melakukan pemeriksaan kesehatan bersifat rahasia dan hendaknya tidak diungkapkan kepada pengusaha tanpa persetujuan dari pelamar. Alih-alih memberikan rincian medis lengkap pelamar kepada pengusaha, lebih tepat bila dokter atau lembaga pemeriksa menyampaikan laporan kepada pengusaha yang memberikan informasi medis yang relevan dengan pekerjaan. Pengungkapan informasi hanya dibenarkan berdasarkan persyaratan pekerjaan tertentu atau karena alasan kesehatan atau keselamatan umum.9 Kode praktik tentang perlindungan data pribadi pekerja dari ILO dan Rekomendasi Mengenai HIV dan AIDS di Dunia Kerja, 2010 (No. 200) dari ILO sama-sama melarang pengungkapan informasi mengenai status kesehatan karyawan atau pelamar pekerjaan. 1.6. Catatan dan prosedur pasca perekrutan Setelah seorang pelamar diterima bekerja, pengusaha dapat mengumpulkan informasi pribadi darinya untuk menetapkan tunjangan kesehatan, tunjangan keluarga atau tunjangan pendidikan, atau guna untuk memastikan siapa yang harus dihubungi bila terjadi keadaan darurat. Informasi dapat diminta berkenaan dengan misalnya suami/istri, jumlah anak dan keluarga dekat karyawan tersebut. Pengusaha juga dapat meminta karyawan untuk memberikan informasi kesehatan lebih rinci guna untuk membantu karyawan bila terjadi keadaan darurat. Semua informasi kesehatan harus dijaga kerahasiaannya dan hendaknya tidak diungkapkan tanpa persetujuan tertulis dari karyawan. 9 Lihat Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-employment medical examinations”, dalam Good management practice series (Hongkong). 23 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Catatan staf Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Catatan mengenai proses perekrutan Pengusaha disarankan untuk menyimpan catatan skor penyaringan, wawancara dan tes seleksi sekurang-kurangnya selama 12 bulan, agar siap untuk menangani pengaduan tentang diskriminasi dalam proses seleksi di kemudian hari. Merupakan praktik yang baik bila meninjau hasil perekrutan perusahaan dari waktu ke waktu untuk memeriksa bahwa proses perekrutan tetap obyektif dan setara. Prosedur pasca perekrutan Pengusaha harus memberitahukan kepada seluruh kandidat yang tersaring mengenai keputusan perekrutan sesegera mungkin. Merupakan praktik yang baik bila memberikan umpan balik kepada kandidat yang tidak lulus jika diminta.10 1.7. Pelatihan induksi Sebagian besar perusahaan memberi karyawan baru pelatihan induksi untuk memperkenalkan mereka dengan lingkungan kerja baru mereka. Pelatihan induksi harus mencakup pelatihan kerja, orientasi, dan pengenalan kebijakan perusahaan dan jenis-jenis perilaku yang diterima di tempat kerja. Sebuah orientasi dan pelatihan kerja yang efektif membantu karyawan baru untuk memahami tugas dan tanggung jawab mereka dan standar kinerja yang diharapkan. Ini dapat membantu meningkatkan pemahaman dan komunikasi antara manajemen dan pekerja, mempromosikan produktivitas yang lebih tinggi bagi perusahaan dan mengurangi potensi perselisihan di tempat kerja. Induksi juga memberi pengusaha kesempatan untuk memahami kebutuhan dan potensi karyawan baru, sehingga program pelatihan on-the-job selanjutnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Pengenalan kebijakan dan praktik perusahaan memungkinkan karyawan baru memahami budaya organisasi. Pelatihan induksi harus, antara lain, membiasakan karyawan dengan komitmen perusahaan terhadap kesempatan dan perlakuan yang sama, dan memperkenalkan bidang-bidang berikut: w Apa hak dan tanggung jawab yang dimiliki oleh karyawan berdasarkan undangundang ketenagakerjaan dan kebijakan perusahaan, termasuk kebijakan kesetaraan wApa perilaku yang bisa diterima dan tidak bisa diterima di tempat kerja berdasarkan kebijakan perusahaan mengenai disiplin dan pelecehan. Lihat Subbab 6.1 Pelecehan. w Apa jenis mekanisme perusahaan memiliki keluhan untuk penanganan, termasuk keluhan tentang diskriminasi atau pelecehan terhadap rekan kerja atau manajer Lihat Subbab 9. Menangani pengaduan terkait diskriminasi. 10 Lihat Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-hiring and post-hiring procedures”, dalam Good management practice series (Hongkong); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993). 24 Program induksi harus disesuaikan dengan berbagai kebutuhan karyawan baru, misalnya, orang yang pertama masuk ke dunia kerja, perubahan pekerjaan internal atau promosi, orang yang kembali ke dunia kerja setelah beberapa waktu keluar untuk tanggung jawab keluarga, pekerja yang lebih tua, anggota kelompok ras tertentu. Bila memungkinkan, seorang “rekan” atau mentor dapat ditunjuk untuk membantu dan membimbing karyawan baru.11 1.8. Perekrutan melalui agen ketenagakerjaan Jika pengusaha melibatkan agen ketenagakerjaan atau pihak ketiga lain untuk membantu perusahaan merekrut staf, pengusaha harus memberitahukan kepada agen tersebut komitmen perusahaan terhadap ketenagakerjaan yang setara. Pengusaha juga harus memeriksa pengetahuan konsultan sumber daya manusia tersebut dan penggunaan praktik-praktik kesetaraan, dan menyarankan mereka untuk mematuhi kebijakan kesetaraan, langkah-langkah tindakan afirmatif dan pedoman perekrutan perusahaan. Ini diperlukan untuk memastikan bahwa agen tersebut merekomendasikan kandidat berdasarkan prestasi. Pengusaha hendaknya tidak pernah meminta agen ketenagakerjaan untuk menyaring pelamar pekerjaan atau menseleksi staf sementara untuk mereka gunakan berdasarkan kriteria seleksi yang diskriminatif. Jika perusahaan pengguna meminta agen ketenagakerjaan untuk melakukan diskriminasi dalam seleksi kandidat maka agen ketenagakerjaan harus mengingatkan perusahaan pengguna tentang larangan diskriminasi di dalam undang-undang. 1.9. Perekrutan melalui perantara lain (alih daya dan subkontrak) Dalam kasus perantara bukan merupakan sebuah badan hukum, pengusaha semata-mata bertanggung jawab untuk memastikan kesetaraan dalam hal perekrutan dan perlakuan dalam pekerjaan. Demikian pula, dalam kasus perekrutan pekerja rumahan melalui individu (yang bukan merupakan badan hukum), perusahaan sepenuhnya bertanggung jawab atas proses perekrutan dan memastikan non-diskriminasi terhadap pekerja rumahan dalam hal proses perekrutan.12 11 Lihat UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993). 12 Lihat UU Ketenagakerjaan, pasal 65-66 tentang alih daya. 25 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Jika pengusaha menggunakan pihak ketiga untuk mengalokasikan pekerjaan kepada orangorang melalui pengaturan sub-kontrak penyalur tenaga kerja, termasuk penggunaan pekerja rumahan, pengusaha bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses perekrutan pihak ketiga tersebut adil, dan bahwa syarat dan ketentuan kerja pekerja alih daya, sub-kontrak atau pekerja rumahan ini tidak kurang menguntungkan dari pada syarat dan ketentuan kerja yang diberikan untuk karyawan tetap. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia 26 2. PERLAKUAN ADIL SELAMA BEKERJA Mengikuti prinsip kesempatan dan perlakuan yang sama di semua keputusan sumber daya manusia adalah penting dalam memastikan bahwa semua karyawan dapat berkontribusi sebesar-besarnya untuk keberhasilan perusahaan. Pengusaha harus merawat dengan baik aset terbaik di perusahaan mereka – orang-orang mereka. Perlakuan yang adil terhadap karyawan dalam menentukan dan menetapkan pekerjaan, pelatihan kerja, kemajuan, promosi, pengupahan, pemberian tunjangan sosial, disiplin atau pemutusan kontrak kerja juga merupakan tanggung jawab hukum pengusaha berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Untuk menjamin perlakuan yang adil dan setara terhadap seluruh karyawan, pengusaha harus mengikuti pedoman yang ditetapkan dalam panduan ini dan Kode praktik tentang mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja di Indonesia yang diterbitkan oleh APINDO bekerja sama dengan ILO. “Perlakuan yang sama” terhadap karyawan berarti bahwa karyawan diberi kompensasi dan dihargai sesuai dengan kontribusi mereka dan nilai sebenarnya pekerjaan yang mereka laksanakan. Ini juga berarti bahwa seluruh kondisi kerja lain ditetapkan dan dialokasikan tanpa diskriminasi. Memperlakukan karyawan secara sama membuat pekerja merasa dihargai dan meningkatkan kesejahteraan, komitmen dan loyalitas mereka. 2.1. Upah dan benefit Pengusaha harus membayar upah karyawan sepadan dengan nilai pekerjaan yang mereka laksanakan. Baik gaji pokok maupun hak atas tambahan upah atau tunjangan harus ditentukan berdasarkan kriteria obyektif, tanpa gangguan bias diskriminatif. Prinsip “upah sama untuk pekerjaan bernilai sama” berlaku untuk semua tunjangan tunai dan tunjangan dalam 27 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan “Kesempatan yang sama” mengacu pada pengambilan keputusan tentang akses ke pengembangan profesi, pelatihan dan promosi berdasarkan prestasi, dengan perhatian yang memadai diberikan pada keragaman dalam komposisi tim. Jika karyawan tahu bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama baiknya seperti rekan-rekan kerja mereka untuk dipromosikan, mereka lebih termotivasi untuk bekerja keras untuk mengembangkan keterampilan mereka setinggi-tinginya. Ini pada gilirannya dapat menghantarkan kepada peningkatan substantif dalam produktivitas kerja perusahaan. Perusahaan-perusahaan terkemuka juga mengkaitkan manajemen kinerja berbasis prestasi dan pemberian pelatihan dan kesempatan pengembangan dengan pengembangan kepemimpinan dan perencanaan suksesi. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia bentuk barang yang dibayarkan oleh pengusaha yang timbul dari pekerjaan pekerja laki-laki maupun perempuan. Kelayakan atas tambahan upah, tunjangan, fasilitas dan layanan perlu didasarkan pada kriteria obyektif dan diterapkan secara non-diskriminatif – termasuk untuk pekerja kontrak non-permanen seperti pekerja alih daya, pekerja rumahan, pekerja kontrak, pekerja musiman dan pekerja lepas. Tunjangan kepala keluarga harus diberikan kepada semua karyawan yang dapat menunjukkan bahwa mereka merupakan pencari nafkah utama atau tertinggi dalam keluarga mereka. Hendaknya tidak menjadi masalah apakah pekerja tersebut adalah laki-laki atau perempuan untuk menerima tunjangan ini. Perbedaan upah perorangan karena berbedanya peringkat kinerja tidak dengan sendirinya bersifat diskriminatif, tetapi harus dibayarkan berdasarkan sistem penilaian kinerja yang adil tanpa bias atau diskriminasi. Karena upah kinerja jauh lebih rawan menimbulkan diskriminasi dibandingkan upah senioritas atau tambahan upah atau tunjangan lain berdasarkan fakta-fakta obyektif, maka pengusaha harus memperhatikan dengan cermat rancangan dan penerapan sistem penilaian kinerja. Prasangka dan ketidaknetralan dalam sistem penilaian kinerja menghantarkan kepada peringkat kinerja yang berbias, dan akibatnya menghantarkan kepada diskriminasi dalam pembayaran tambahan upah kinerja. Lihat Subbab 5.3 Manajemen dan penilaian kinerja. Karyawan harus selalu berhak tahu bagaimana gaji mereka disusun, termasuk misalnya sistem untuk menghitung upah kinerja. Pedoman kesetaraan upah n n n Pastikan bahwa perusahaan Anda membayar semua karyawan upah yang sepadan dengan nilai pekerjaan yang mereka laksanakan. Nilai pekerjaan harus ditentukan dengan mengacu pada kriteria misalnya keterampilan, upaya, tanggung jawab dan kondisi kerja terkait dengan pekerjaan bersangkutan. Lihat Tips Manajemen 12. Bagaimana cara menentukan “nilai” sebuah pekerjaan? Jangan pernah mendiskriminasi orang atau kelompok pekerja dengan membiarkan jenis kelamin, ras, disabilitas, asal-usul, keanggotaan serikat pekerja, tempat kerja (misalnya pekerja rumahan) atau karakteristik lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan mempengaruhi tingkat upah pekerjaan apapun Bayarkan semua tunjangan tunai dan dalam bentuk barang dengan cara yang nondiskriminatif, termasuk: w Tambahan upah berdasarkan senioritas. w Tunjangan perumahan atau akomodasi asrama bersubsidi. w Fasilitas atau tunjangan transportasi. w Tunjangan kepala rumah tangga dan benefit dan tambahan upah berdasarkan status perkawinan. w Pensiun. w Rencana asuransi kesehatan. 28 w Komisi dan bonus. w Hak atas cuti tahunan dan tunjangan hari raya. w Makan siang, layanan diskon perjalanan, atau benefit dalam bentuk barang lain dengan nilai moneter. w Benefit tambahan lain yang tersedia bagi karyawan dan pekerja. w Bonus berbasis kinerja dan bonus lain. n Pastikan bahwa peraturan, persyaratan dan praktik perusahaan tentang akses ke tambahan upah, tunjangan, fasilitas atau layanan adalah obyektif. Hendaknya tidak ada perbedaan yang dilakukan atas dasar jenis kelamin, ras, asal-usul, keanggotaan serikat pekerja atau karakteristik pribadi lainnya. n Pastikan bahwa sistem penilaian kinerja yang digunakan untuk menghitung upah kinerja dirancang dan diterapkan secara adil dan non-diskriminatif.13 Tips Manajemen 11 Bagaimana cara menentukan “nilai” sebuah pekerjaan? Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat ini sedang menyusun Pedoman Langkah demi Langkah untuk Pengusaha tentang Evaluasi Upah yang Netral Gender. Setelah diadopsi, Pedoman ini harus digunakan untuk mengevaluasi dan meninjau struktur upah perusahaan. Di bawah ini adalah gambaran singkat unsur-unsur yang terlibat dalam membandingkan pekerjaan untuk menetapkan ‘nilai’ relatif sebuah pekerjaan. 1. 13 Keterampilan: Pengetahuan dan kemampuan yang terakumulasi melalui pendidikan atau pengalaman praktis ILO: Equal remuneration: General survey of Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations, Konferensi Perburuhan Internasional, Sesi ke-72, (Jenewa, 1986); ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Code of practice on the Race Discrimination Ordinance” (Hongkong, 2009); UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Code of practice on the race discrimination ordinance” (Hongkong, 2009). 29 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Prinsip “upah sama untuk pekerjaan bernilai sama” dimapankan di dalam Konvensi ILO tentang Pengupahan Setara, 1950 (No.100), yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1958. Konvensi tersebut mengharuskan upah yang sama (dalam hal semua bentuk pengupahan tunai, pengupahan dengan barang atau bentuk pengupahan lain) tidak hanya untuk pekerja yang melaksanakan pekerjaan yang sama, tetapi juga untuk pekerja yang melaksanakan pekerjaan berbeda yang “bernilai sama”. Kriteria dan unsurunsur pekerjaan berikut ini kerap digunakan ketika membandingkan nilai pekerjaan yang berbeda: Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Tips Manajemen 11 2. Upaya: upaya fisik atau mental, atau tekanan fisik, mental atau saraf yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan 3. Tanggung Jawab: Tanggung Jawab yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan, termasuk sifat, ruang lingkup dan kompleksitas tugas, sejauh mana pengusaha mengandalkan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dan akuntabilitas karyawan terhadap pengusaha untuk sumber daya dan untuk pekerjaan karyawan lain 4. Kondisi kerja: Kondisi di mana pekerjaan dilaksanakan, termasuk faktor-faktor seperti suara, panas, dingin, isolasi, bahaya fisik, bahaya kesehatan, dan kondisi-kondisi lain yang dihasilkan oleh lingkungan kerja Di tingkat perusahaan sebuah evaluasi keadilan upah yang netral gender dapat membantu memastikan bahwa besaran upah untuk seluruh pekerjaan ditentukan secara non-diskriminatif. Evaluasi keadilan upah biasanya dilakukan untuk membandingkan besaran upah perempuan dan laki-laki, tetapi metode yang sama dapat digunakan untuk membandingkan besaran upah misalnya karyawan lokal dan pekerja asing, atau pekerja dengan jangka waktu yang tidak ditentukan, pekerja rumahan dan kontrak jangka waktu tetap. Komite ILO untuk Penerapan Konvensi dan Rekomendasi (CEACR) telah mendorong pemerintah Indonesia, dengan kerjasama organisasi pekerja dan organisasi pengusaha, agar mengembangkan dan mempromosikan metode evaluasi pekerjaan obyektif di Indonesia. Upah rendah biasanya dikarenakan oleh persepsi umum yang tertanam kuat tentang pekerjaan-pekerjaan tertentu yang “kurang penting”, seringkali disebabkan oleh fakta bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut secara tradisional dilaksanakan terutama oleh perempuan. Di Indonesia, misalnya perbedaan pendapatan perempuan dan laki-laki terkait erat dengan pembagian kerja berbasis gender di pasar tenaga kerja dan kurang dihargainya “pekerjaan perempuan”. Memastikan bahwa seluruh pekerja dalam organisasi dibayar sesuai dengan nilai pekerjaan mereka membantu dalam mencegah perselisihan upah di perusahaan. Lihat Subbab 8.2 Melakukan audit kesetaraan sebagai pedoman untuk melakukan audit keadilan upah. ILO: Equal remuneration: General survey of Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations, Konferensi Perburuhan Internasional, Sidang ke-72, (Jenewa, 1986); ILO Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations: Direct request concerning Equal Remuneration Convention, 1951 (No.100) with respect to Indonesia (Jenewa, 2011). 30 Faktor-faktor pasar eksternal yang berdampak pada upah Pekerjaan yang berbeda sifat tetapi sama dalam hal nilai harus dibayar sama. Sekurangkurangnya, perbedaan upah hendaknya tidak didasarkan pada jenis kelamin, etnis, keanggotaan serikat pekerja atau karakteristik pribadi lainnya dari para pekerja. Namun, perbedaan upah yang sepenuhnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor pasar tenaga kerja di luar kendali pengusaha, pada prinsipnya, tidaklah bersifat diskriminatif. Misalnya, jika nilai dua pekerjaan adalah sama, tetapi pengusaha perlu membayar upah tambahan untuk menarik kandidat yang memenuhi syarat untuk salah satu pekerjaan akibat kelangkaan keterampilan teknis yang diperlukan di pasar tenaga kerja, membayar upah tambahan tersebut tidak selalu menjadi diskriminasi upah . Meski begitu, pasar tenaga kerja secara keseluruhan bisa beroperasi secara diskriminatif jika misalnya pasar tersebut mempersulit perempuan untuk memperoleh keterampilan teknis bersangkutan. Oleh karena itu, penyesuaian harus dilakukan dari waktu ke waktu untuk memastikan pekerja yang melaksanakan pekerjaan yang bernilai sama dibayar secara sesuai. Dengan cara yang sama, perbedaan upah provinsi juga dapat berdampak pada gaji di cabangcabang berbeda dari sebuah perusahaan. Meskipun pengusaha individual mungkin tidak banyak memiliki pengaruh atas faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi besaran upah, mereka harus berkomitmen terhadap keadilan upah dan mempromosikannya secara aktif di dalam lingkup pengaruh mereka. Untuk mewujudkan potensi keuntungan usaha yang dapat ditimbulkan oleh kesetaraan pada sebuah perusahaan, pengusaha perlu membayar seluruh karyawannya dengan besaran yang adil dan setara. 2.2. Syarat dan ketentuan kerja Tidak dibenarkan bagi pengusaha untuk melakukan diskriminasi dalam syarat dan ketentuan kerja yang mereka tawarkan kepada karyawan, termasuk w Upah dan benefit. Lihat Subbab 5.1 Upah dan benefit di atas. w Penetapan pekerjaan dan tugas. w Jam kerja, termasuk lembur. w Hak cuti tahunan w Pelatihan dan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja w Peluang untuk pelatihan keterampilan w Cuti melahirkan dan cuti ayah. Lihat Subbab 6.2 Perlindungan kehamilan dan 6.3 Keseimbangan pekerjaan-keluarga. Pengusaha harus menetapkan tugas-tugas untuk para pekerja dengan cara yang sama dan adil. Memberi sebagian kelompok pekerja tugas-tugas yang lebih berbahaya dari pada karyawan lain atau menempatkan kelompok pekerja tertentu dalam kondisi kerja tidak aman 31 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan wCuti sakit Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia (di mana perlindungan yang lebih besar dapat diberikan), merupakan diskriminasi. Memberi pengutamaan yang tidak adil untuk sebagian karyawan dengan terus-menerus memberi mereka tugas-tugas yang kurang menuntut juga diskriminatif. Mengganggu karyawan dengan terus-menerus memberinya tugas-tugas yang paling tidak menyenangkan padanya juga dapat dianggap sebagai pelecehan. Pengusaha harus memastikan bahwa tempat kerja aman dan bebas dari bahaya, termasuk unsur-unsur fisik dan mental yang berdampak pada kesehatan. Ini termasuk memastikan pekerja yang tidak bekerja di dalam perusahaan, misalnya pekerja rumahan, menerima pelatihan dan peralatan pelindung yang memadai untuk memastikan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Pelecehan di tempat kerja adalah satu bentuk bahaya kerja, yang menimbulkan ketakutan, stres, kecemasan dan sakit fisik pada para korban. Pengusaha harus memastikan bahwa tidak ada pelecehan, termasuk pelecehan seksual, yang ditoleransi di tempat kerja.14 Lihat juga Subbab 6.1 Pelecehan. Jam kerja juga harus dialokasikan secara adil, dan seluruh karyawan harus memiliki hak yang sama atas kompensasi lembur. Karyawan hendaknya tidak pernah dipaksa untuk bekerja lembur, namun pengaturan lembur harus dirundingkan yang memungkinkan organisasi pekerja dan karyawan yang secara langsung terkait menyampaikan pandangan mereka tentang masalah ini. Pengusaha hendaknya tidak mendasarkan profitabilitas mereka pada lembur yang berlebihan, namun memperhatikan karyawan mereka dan meningkatkan produktivitas mereka melalui cara-cara yang berkelanjutan. Merupakan praktik yang baik bila mempertimbangkan kebutuhan khusus pekerja ketika mengalokasikan giliran kerja dan masa libur. Misalnya, pekerja yang berasal dari etnis minoritas harus diizinkan mengambil libur selama festival tradisional mereka, kecuali jika ini menyebabkan kesulitan yang tidak semestinya pada organisasi kerja. Lihat juga Subbab 6.4 Akomodasi yang bijaksana. 2.3. Kontrak kerja dan hubungan kerja Pengusaha memiliki tanggung jawab untuk memastikan kesetaraan dalam perlakuan untuk SELURUH karyawan. Termasuk pekerja kontrak, musiman, lepas, alih daya dan rumahan.15 Meskipun uang pesangon dan cuti hari raya mungkin tidak selalu perlu diberikan kepada pekerja kontrak, lepas atau musiman, semua bentuk manfaat, tunjangan dan kondisi kerja lain harus disediakan bagi para pekerja ini. Jika pekerja rumahan dipekerjakan oleh perusahaan (secara langsung, atau melalui perantara) dan mereka berkontribusi terhadap proses produksi inti, pengusaha secara langsung 14 Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 1981 (No.155) ILO mendefinisikan kesehatan sebagai “tidak sekedar tidak adanya penyakit atau kelemahan ... [tetapi juga] unsur-unsur fisik dan mental yang berdampak pada kesehatan yang secara langsung berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja”. 15Lihat UU Ketenagakerjaan, pasal 65 dan 66. 32 bertanggung jawab untuk memastikan kondisi kerja dan manfaat bagi pekerja rumahan berstandar sama dengan pekerja biasa yang bekerja di pabrik.16 Pengusaha harus memastikan standar yang sama untuk pekerja rumahan termasuk, misalnya pelatihan dan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan kehamilan, pembayaran jaminan sosial dan tunjangan, upah minimum dan tambahan upah dan bonus. Benefit tambahan untuk kerja lembur dan kompensasi tambahan untuk pekerja rumahan atas penggunaan dan penyediaan peralatan dan fasilitas mereka sendiri misalnya listrik dan air untuk proses produksi juga perlu dihitung dan disediakan melalui pengupahan tambahan. Ini akan memastikan pekerja rumahan tidak terdiskriminasi dalam hal kondisi kerja dan pengupahan. Pekerja rumahan, pekerja alih daya dan pekerja kontrak juga memiliki hak yang sama untuk berserikat secara bebas dan atas perundingan bersama untuk hak-hak mereka tanpa khawatir akan konsekuensi negatif dari pengusaha mereka. 2.4. Manajemen dan penilaian kinerja Manajemen kinerja yang efektif menyangkut pembuatan sistem penilaian yang obyektif berdasarkan standar yang terukur dan dapat dikuantifikasikan. Sistem penilaian yang adil sangat penting untuk memastikan bahwa karyawan diakui, dihargai dan dipromosikan berdasarkan prestasi dan kontribusi mereka. 1. Memberi dasar bagi keputusan ketenagakerjaan misalnya tambahan gaji, bonus, promosi, pemindahan, pemberhentian, dan retensi. 2. Mengidentifikasi potensi karyawan untuk pengembangan karir. 3. Menetapkan rencana pelatihan dan pengembangan yang relevan. 4. Membantu manajemen dalam perencanaan bisnis dengan menyediakan informasi yang terdokumentasi dengan baik tentang angkatan kerja organisasi tersebut. Penilaian kinerja harus fokus pada peninjauan pelaksanaan aktual tugas-tugas tertentu, yang diukur terhadap standar yang netral dan obyektif. Penting untuk tidak membiarkan asumsi pribadi atau gagasan-gagasan stereotip tentang kemampuan berbagai jenis orang mempengaruhi penilaian. Hasil penilaian yang berbias sangat mudah menghantarkan pada diskriminasi. Keadilan sistem penilaian sangat penting bila kinerja dikaitkan dengan promosi atau manfaat, misalnya upah atau bonus. Lihat Tips Manajemen 9. Berhati-hatilah dengan bias Anda di atas. 16Lihat UU Ketenagakerjaan, pasal 65 dan 66, yang mengharuskan bahwa hanya pekerjaan yang non-inti yang dapat disubkontrakkan. Bila terjadi pekerjaan non-inti disubkontrakkan atau dialihdayakan, [engusaha secara langsung bertanggungjawab secara hukum untuk memastikan kondisi kerja dan benefit pekerja yang terlibat diberikan. 33 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Informasi yang diterima melalui penilaian kinerja yang adil harus memandu keputusan manajemen sumber daya manusia perusahaan di bidang-bidang berikut: Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Pedoman melakukan penilaian kinerja: n Kinerja seluruh staf harus secara berkala ditinjau terhadap kriteria kinerja yang adil dan obyektif. Tujuan penilaian ini adalah untuk meninjau kinerja di masa lalu dan menentukan potensi pengembangan atau promosi. n Kriteria n Sistem n Kriteria n Penyelia n Selama penilaian kinerja harus jelas, obyektif dan adil, dan harus dibuat tersedia bagi seluruh pekerja. manajemen dan kriteria penilaian kinerja harus disusun dengan berkonsultasi dengan organisasi pekerja dan karyawan yang bersangkutan. Karyawan juga harus diperbolehkan untuk memberikan umpan balik tentang pelaksanaan sistem penilaian tersebut. dan sistem penilaian kinerja harus ditinjau secara berkala dengan berkonsultasi dengan organisasi pekerja untuk memastikannya tetap relevan dan bebas dari diskriminasi dan bias. dan manajer harus diberi pelatihan tentang cara untuk melakukan penilaian yang adil terhadap pekerjaan karyawan. penilaian, kinerja masa lalu masing-masing karyawan harus ditinjau ulang, dan tujuan pemilaian kinerja yang jelas dan terukur harus ditetapkan untuk periode berikutnya. Tujuan kinerja individual harus disepakati bersama antara karyawan dan penyelia/manajer pada awal siklus penilaian kinerja yang baru.17 2.5. Pelatihan dan pengembangan Pelatihan memiliki peran sentral dalam mempromosikan kemajuan karir yang merata di antara semua kelompok karyawan. Karena alasan ini, penting bahwa pengusaha tidak melakukan diskriminasi dalam pengaturan yang mereka buat untuk pelatihan, pemindahan atau peluang pengembangan lainnya. Merupakan praktik yang baik bila mengadopsi sebuah kebijakan mengenai pelatihan, pemindahan dan pengembangan yang menguraikan berbagai peluang pengembangan yang terbuka untuk seluruh staf. Kelayakan untuk pelatihan dan pengembangan harus ditentukan dengan mengacu pada kriteria seleksi yang obyektif. Langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan juga harus diberi perhatian yang memadai. perolehan pelatihan dan peluang pengembangan lainnya harus dipantau secara berkala untuk mengidentifikasi kesenjangan antara berbagai kelompok pekerja menurut misalnya jenis kelamin, disabilitas atau status etnis. Jika ada kesenjangan yang signifikan, langkah-langkah perlu diambil untuk mendorong kelompok-kelompok yang kurang terwakili agar mendaftar pelatihan. 17 Pedoman diadaptasi dari New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993); Singapore Centre for Fair Employment: Fair Employment: Leading fair employment practices handbook (Singapura); UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005). 34 Pedoman untuk pelatihan dan pengembangan: n Pengusaha n Seluruh n Jangkauan n Bila n Sebuah n Tujuan n Manajer n Sesi n Karyawan staf harus memiliki akses yang sama ke pelatihan, terlepas dari apakah mereka perempuan atau laki-laki, atau bekerja paruh waktu atau penuh waktu, rumahan atau di perusahaan. dan cakupan pelatihan kerja yang disediakan harus memberi seluruh karyawan sebuah dasar yang setara untuk pengembangan karir. Perhatian yang memadai harus diberikan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan di dalam langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan. kesempatan untuk pelatihan dibuka, pengusaha harus menginformasikan kepada seluruh karyawan yang memenuhi syarat (seluas mungkin) tentang kesempatan ini dan prosedur pendaftaran. Pengusaha harus menilai semua calon yang tertarik berdasarkan kriteria seleksi yang obyektif, dengan perhatian yang memadai terhadap langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan, untuk memastikan tidak ada yang terabaikan. rencana pelatihan menyeluruh harus disusun berdasarkan tinjauan rutin terhadap kebutuhan pelatihan di perusahaan. baik kebutuhan pelatihan individual maupun kebutuhan pelatihan kelompok harus dipertimbangkan di dalam perencanaan. Organisasi pekerja dan perwakilan kelompok-kelompok karyawan yang bersangkutan secara langsung (misalnya perempuan, penyandang disabilitas) harus berpartisipasi dalam penyusunan rencana pelatihan. pengembangan individual dan rencana pelatihan individual harus disepakati bersama antara manajer individual dan sang karyawan. dan penyelia yang bertanggung jawab menyeleksi pekerja untuk pelatihan dan peluang pengembangan lainnya harus diberi pelatihan tentang mengenali kebutuhan pelatihan pekerja dan kebijakan kesetaraan perusahaan. Manajer dan penyelia harus secara aktif mendorong seluruh pekerja agar mendaftar. pelatihan harus diatur secara fleksibel sehingga seluruh karyawan yang memenuhi syarat dapat mengikuti. Misalnya, pelatihan setelah jam kerja atau jauh dari tempat kerja mungkin tidak sesuai untuk karyawan yang memiliki tanggung jawab keluarga. harus diberi kesempatan untuk memberikan umpan balik mengenai pelatihan yang diberikan.18 Lihat UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005); Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite Guidelines on fair employment practices (Singapura); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993). 35 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan 18 harus memberi karyawan akses ke pelatihan karir dan peluang pengembangan individual lain. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia 2.6. Promosi dan pengembangan karir Pengembangan karir pekerja individual harus semata-mata ditentukan oleh kemampuan pribadi dan motivasi mereka, tanpa gangguan diskriminasi atau bias. Keputusan promosi harus didasarkan pada prestasi. Selain keragaman dalam komposisi tim dan setiap kemungkinan langkah-langkah tindakan afirmatif yang diadopsi di dalam perusahaan perlu dipertimbangkan. Komite Ahli ILO untuk Penerapan Konvensi dan Rekomendasi (CEACR) dan Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) telah mencatat perlunya mempercepat akses perempuan ke promosi dan pekerjaan tingkat senior di Indonesia.19 Perempuan harus diberi kesempatan untuk tidak hanya mengawasi perempuan lain di tempat kerja, tetapi juga pekerja laki-laki. Pengusaha harus memastikan bahwa manajer yang terlibat dalam pengambilan keputusan tentang promosi diberi pelatihan untuk tidak membiarkan bias pribadi mereka atau suatu asumsi stereotip mengganggu dalam proses pengambilan keputusan. Untuk memastikan bahwa promosi diputuskan secara non-diskriminatif, disarankan bahwa prosedur yang sama digunakan untuk promosi sebagaimana untuk perekrutan. Ini melibatkan mengiklankan pekerjaan secara internal atau eksternal dan menilai kelayakan pelamar terhadap kriteria seleksi yang telah ditentukan sebelumnya. Pedoman promosi non-diskriminatif: n Merupakan n Semua n Kualifikasi n Proses n Bila n Untuk 19 praktik yang baik bila mengadopsi kebijakan dan prosedur promosi formal. Kebijakan dan kriteria promosi harus diumumkan kepada semua karyawan dan manajer. Bila tidak ada kebijakan promosi yang telah ditetapkan, seleksi untuk promosi harus dilakukan sama seperti perekrutan. peluang promosi, termasuk peluang pengembangan yang dapat menghantarkan pada promosi, harus diiklankan secara luas di seluruh organisasi. kepemimpinan tidak harus fokus pada karakteristik yang biasanya digambarkan oleh laki-laki atau oleh perempuan saja. Pengusaha harus memungkinkan berbagai gaya kepemimpinan akan dinilai. promosi harus mempertimbangkan kinerja, keterampilan, kemampuan, kualitas, aspirasi dan potensi karyawan saat ini. Keputusan promosi juga harus secara memadai mempertimbangkan keragaman tim dan langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan. posisi diiklankan secara internal dan eksternal, prosedur dan kriteria seleksi yang sama harus diberlakukan untuk kandidat internal dan eksternal. mendorong kesempatan yang lebih besar bagi perempuan atau kelompok pekerja lain yang biasanya terpinggirkan (dengan alasan disabilitas mereka atau alasan lain), pengusaha dapat menetapkan langkah-langkah tindakan afirmatif, misalnya kuota, untuk mendukung lebih besarnya promosi kelompok-kelompok ini. ILO Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations: Direct request concerning Discrimination (Employment and Occupation) Convention, 1958 (No.111) with respect to Indonesia (Jenewa, 2011); Committee on the Elimination of Discrimination against Women: Concluding comments of the Committee on Elimination of Discrimination against Women: Indonesia (Jenewa, 2012). 36 n Untuk menghindari prasangka atau bias, penilaian kelayakan pelamar untuk promosi harus dilakukan oleh sebuah panel penilai beranggotakan lebih dari satu orang yang memiliki perwakilan perempuan dan laki-laki yang seimbang. Semua orang yang terlibat dalam proses promosi harus diberi pelatihan tentang kesetaraan, tindakan afirmatif, dan perekrutan berdasarkan prestasi. n Pengusaha harus menyimpan catatan penetapan promosi. Catatan harus diperiksa secara berkala untuk memastikan bahwa penetapan tersebut tidak terbatas pada anggota satu kelompok karyawan tertentu.20 2.7. Pemutusan hubungan kerja Pengusaha harus memastikan bahwa karyawan tidak diberhentikan, ditolak perpanjangan kontraknya, dirumahkan, atau dipensiunkan atas dasar yang bersifat diskriminatif. Pemberhentian dan pengurangan karyawan harus dilakukan dengan kepatuhan penuh terhadap ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi dan prinsip perlakuan yang sama harus dihormati. Pemberhentian Pemberhentian harus selalu adil dan wajar. Undang-undang Ketenagakerjaan mencegah pemutusan hubungan kerja yang dikarenakan “... perbedaan pemahaman/kepercayaan, agama, orientasi politik, suku, warna kulit, ras, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan”.21 Sebelum keputusan untuk memberhentikan dibuat, karyawan harus diizinkan untuk menyajikan kasus dan pandangannya mengenai peringkat kinerja bersangkutan. Tidak diperpanjangnya kontrak jangka waktu tetap 20 Pedoman diadaptasi dari Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Code of practice on the Race Discrimination Ordinance” (Hongkong, 2009); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993); Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite guidelines on fair employment practices (Singapura); UK Commission for Racial Equality: Statutory Code of practice on racial equality in employment (London, 2005). 21 UU Ketenagakerjaan, pasal 153(1)(i). 22 UU Ketenagakerjaan, pasal 59(7). 37 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Undang-undang Ketenagakerjaan memperbolehkan penggunaan kontrak jangka waktu tetap hingga dua tahun kerja dan perpanjangan satu tahun tambahan. Kontrak jangka waktu tetap berubah menjadi kontrak permanen jika perpanjangan menyebabkan waktu total kumulatif di dalam kontrak kerja melampaui jangka waktu total dua tahun.22 Seorang pengusaha tidak dapat menolak untuk memperpanjang kontrak jangka waktu tetap untuk alasan diskriminasi atas dasar misalnya keanggotaan serikat pekerja atau kehamilan. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Pengurangan karyawan Bila pengusaha perlu melakukan langkah-langkah pengurangan karyawan, misalnya karena perubahan volume usaha, perhatian khusus harus diberikan pada pelaksanaan pengaturan tersebut secara non-diskriminatif. Semua kebijakan, prosedur dan praktik pengurangan karyawan harus adil dan non-diskriminatif. Perhatian yang memadai juga harus diberikan kepada langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan. Praktik-praktik yang dapat secara tidak sah dan secara berbeda berdampak pada kelompok-kelompok karyawan tertentu (misalnya pekerja perempuan, pekerja penyandang disabilitas) harus dihapuskan. Jika tes kemampuan dirancang dan digunakan untuk menyeleksi orang untuk pengurangan karyawan, tes tersebut harus obyektif, dan dilaksanakan secara adil dan konsisten. Pesangon redundansi suka rela, jika tersedia, harus diberikan secara sama bagi semua karyawan yang ada dalam keadaan yang sama atau serupa. Bila penurunan atau pengaturan kerja short-time diterapkan, ini harus dilaksanakan secara non-diskriminatif. Pengusaha harus selalu berkonsultasi dengan organisasi pekerja dan perwakilan kelompok pekerja yang bersangkutan tentang pengurangan karyawan yang diusulkan dan kriteria seleksi.23 Pengusaha hendaknya tidak merumahkan perempuan secara lebih mudah daripada lakilaki berdasarkan asumsi bahwa perempuan merupakan pencari nafkah sekunder di dalam keluarga. Pendapatan yang diperoleh oleh pekerja perempuan kadang-kadang merupakan penghasilan utama untuk sebuah keluarga. Usia pensiun yang sama Usia pensiun resmi di Indonesia bagi PNS adalah 56, atau 50 jika telah lebih dari 20 tahun dalam pelayanan publik. Di sektor swasta, pensiun dapat dimulai dari usia 55. Pengusaha hendaknya tidak menuntut karyawan perempuan pensiun lebih awal dari pada pekerja lakilaki. Memantau pemberhentian dan pengurangan karyawan Pengusaha harus menyimpan catatan pemberhentian dan pengurangan karyawan. Catatancatatan ini harus ditinjau secara berkala untuk memantau apakah ada kelompok karyawan yang secara tidak proporsional terdampak oleh pemberhentian dan pengurangan karyawan. Organisasi pekerja atau perwakilan karyawan lainnya harus dilibatkan dalam peninjauan catatan pemberhentian dan pengurangan karyawan. Data pemantauan dapat juga ditinjau untuk melihat apakah kebijakan, prosedur atau praktik yang berbias di bidang lain, misalnya penilaian kinerja, dapat berkontribusi terhadap kesenjangan yang signifikan di antara tingkat pemberhentian berbagai kelompok karyawan. Lihat Subbab 8.5 Memantau kebijakan dan rencana aksi kesetaraan. 23 Lihat Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Code of practice on the Race Discrimination Ordinance” (Hongkong, 2009); Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite Guidelines guidelines on fair employment practices (Singapura); UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005). 38 3. MENCIPTAKAN LINGKUNGAN KERJA YANG PRODUKTIF Selain memastikan bahwa karyawan merasa bahwa mereka dihargai dan diperlakukan secara adil, meningkatnya kesejahteraan staf juga mengharuskan bahwa lingkungan kerja di perusahaan adalah ramah dan mendukung. Sebuah lingkungan kerja yang inklusif mengacu pada tempat kerja di mana: w Seluruh karyawan diperlakukan dengan hormat dan tidak ada pelecehan (termasuk pelecehan seksual) yang ditoleransi. w Kebutuhan khusus karyawan dipertimbangkan dan mereka diberi dukungan khusus sesuai dengan situasi kehidupan atau kebutuhan pribadi mereka. Sebuah tempat kerja yang adil dan inklusif mengakui adanya perbedaan antar kelompok pekerja dan kebutuhan mereka. Di perusahaan yang inovatif perbedaan ini dihargai dan dihormati, dan dipandang sebagai sumber gagasan baru dan kreativitas yang berkontribusi terhadap keuntungan kompetitif organisasi. Mempertimbangkan kebutuhan pribadi karyawan juga penting untuk memastikan bahwa karyawan yang terampil, berpengalaman dan bermotivasi tidak perlu meninggalkan perusahaan karena melahirkan anak, tanggung jawab keluarga, masalah kesehatan, atau kebutuhan pribadi lainnya yang membutuhkan akomodasi dalam pengaturan kerja, tetapi mereka dapat terus memberikan kontribusi terhadap perusahaan. Untuk memastikan perhatian yang memadai terhadap kebutuhan khusus karyawan, pengusaha harus mengikuti pedoman yang ditetapkan di dalam panduan ini dan Kode praktik bagi pengusaha tentang mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja di Indonesia yang diterbitkan oleh APINDO bekerja sama dengan ILO. 3.1. Pelecehan Pelecehan terdiri dari perilaku atau komentar tidak diinginkan yang melanggar martabat orang lain dan/atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, tidak ramah, merendahkan atau menyinggung. Pelecehan adalah diskriminatif jika didasarkan pada jenis kelamin, etnis, disabilitas, status kesehatan, tempat asal atau dasar diskriminasi apapun lainnya yang dilarang yang tercakup di dalam hukum Indonesia atau Konvensi No.111. Tindakan-tindakan yang merupakan pelecehan bisa meliputi: wLelucon yang menyinggung, penghinaan pribadi, kritik terus-menerus, bahasa yang menghina. 39 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Pengusaha harus memastikan bahwa seluruh karyawan di dalam organisasi dapat menikmati lingkungan kerja yang aman dan menghargai yang bebas dari pelecehan. Seluruh staf harus disadarkan perilaku seperti apa yang bisa diterima dan tidak bisa diterima di tempat kerja. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia w Kontak fisik yang tidak diinginkan. w Perilaku dan gerak tubuh yang mengancam. w Mengucilkan seseorang. Di tempat kerja, pelecehan dapat muncul dari pengusaha, penyelia, kolega, pengunjung, pelanggan, dan siapapun dengan siapa pekerja berinteraksi. Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa perilaku yang melecehkan dan penggunaan bahasa yang melecehkan oleh penyelia dapat ditemukan di sebagian industri Indonesia, misalnya di industri garmen. Karena kenyataan bahwa banyak penyelia lini adalah laki-laki, sementara sebagian besar pekerja adalah perempuan, perilaku ini juga mungkin memiliki karakteristik pelecehan seksual.24 Pelecehan seksual Pelecehan seksual adalah satu bentuk diskriminasi jenis kelamin yang serius yang sebagian besar, tapi bukan hanya, perempuan hadapi saat mengajukan lamaran pekerjaan dan selama bekerja di tempat kerja. Pelecehan seksual dilarang di bawah Undang-undang Ketenagakerjaan karena merupakan satu bentuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja pada tahun 2011 melalui Surat Edaran Menteri Nomor SE.03/MEN/IV/2011. Pedoman ini dan Panduan untuk Pengusaha: Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja (2012) dari APINDO memberikan panduan praktis bagi pengusaha tentang bagaimana cara mencegah dan menangani pelecehan seksual di tempat kerja. Pelecehan seksual mengacu pada perilaku yang bersifat seksual atau perilaku lain yang didasarkan pada seks, yang berdampak pada martabat perempuan dan laki-laki, yang tidak diinginkan, tidak wajar dan menyinggung bagi penerimanya. Pelecehan seksual dapat terjadi dalam dua bentuk: w “Pemerasan seksual” (quid pro quo): perilaku yang menghasilkan keuntungan pekerjaan – misalnya kenaikan gaji, promosi, atau bahkan berlanjutnya pekerjaan – sebagai syarat pemberian layanan seksual. w “Lingkungan kerja yang tidak ramah”: perilaku yang menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, tidak ramah atau menghinakan bagi penerimanya. Tindakan-tindakan yang merupakan pelecehan seksual bisa berupa: w Fisik – misalnya kekerasan seksual atau kontak fisik yang tidak diinginkan, seperti memeluk, mencium atau menyentuh. w Verbal – misalnya komentar dan pertanyaan mengganggu yang bersifat seksual tentang kehidupan pribadi seseorang. w Non-verbal – misalnya menatap, mengerling, bersiul, gerakan, poster, pesan teks, gambar yang bernada seksual. 24 ILO dan IFC, “Better Work Indonesia: Garment Industry 1st Compliance Synthesis Report” (Jenewa, Oktober 2012), hlm. 8. 40 Selain itu, penciptaan lingkungan yang secara seksual tidak ramah atau mengintimidasi, misalnya melalui tampilan gambar atau poster yang secara seksual eksplisit merupakan pelecehan seksual. Beberapa tindakan pelecehan seksual bisa menjadi tindak pidana berdasarkan KUHP, misalnya, kekerasan seksual dan pemerkosaan. Sebagian besar korban adalah perempuan muda, tetapi bisa juga laki-laki atau perempuan yang lebih tua. Pelecehan seksual juga dapat terjadi antar orang dari jenis kelamin yang sama. Pelaku di tempat kerja biasanya bos, tetapi pelecehan seksual juga dapat muncul dari kolega atau pelanggan. Dampak pelecehan Pelecehan dan gangguan di tempat kerja menyebabkan rasa takut, stres, kecemasan dan sakit fisik di kalangan karyawan. Pelecehan dapat menyebabkan meningkatnya ketidakhadiran, kurangnya komitmen, kinerja yang buruk dan bahkan pengunduran diri. Mencegah pelecehan di tempat kerja sangat penting untuk kesejahteraan pekerja dan hubungan kerja yang baik, yang keduanya sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Merupakan kepentingan karyawan maupun pengusaha untuk memastikan pelecehan tidak terjadi di tempat kerja. Pedoman penanganan dan pencegahan pelecehan di tempat kerja n Pastikan n Pastikan n Adopsilah n bangunlah n Pastikan n Tumbuhkan bahwa perusahaan Anda memiliki salinan Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja dari Kemenakertrans dan Panduan untuk Pengusaha: Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja dari APINDO. Penting bahwa seluruh manajemen senior memahami pedoman-pedoman ini. Keduanya dapat diunduh dari internet dari situs http://betterwork.com/indolabourguide/?page_id=319 kebijakan penanganan dan pencegahan pelecehan di tempat kerja. Kebijakan pelecehan dapat diadopsi baik secara terpisah, atau sebagai bagian dari kebijakan kesetaraan perusahaan. Lihat Subbab 8.1. Berkomitmen terhadap kesetaraan, mengadopsi kebijakan kesetaraan. sebuah sistem pengaduan internal untuk menangani pengaduan terkait pelecehan. Pastikan bahwa pengaduan pelecehan ditangani secara efektif, adil dan rahasia. Berikan hukuman kepada pelaku secara memadai. Lihat Subbab 9. Menangani pengaduan terkait diskriminasi. bahwa seluruh manajer, penyelia dan staf mengetahui bahwa pelecehan tidak diterima di tempat kerja. dan promosikan budaya perusahaan yang menghargai untuk membangun sebuah tempat kerja yang bebas dari pelecehan.25 ILO: “General observation on Convention No. 111”, dalam Report of the Committee of Experts (RCE), Konferensi Perburuhan Internasional, Sesi ke-91 (Jenewa, 2003); ILO: Equality and non-discrimination at work in China: Training manual (Beijing, 2010; N. Haspels et al: Action against sexual harassment at work in Asia and the Pacific (Bangkok, 2001). Lihat juga ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Sexual harassment in the workplace”, dalam Good management practice series (Hongkong). 41 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan 25 bahwa perusahaan Anda memiliki komitmen manajemen senior yang jelas untuk mencegah pelecehan di tempat kerja. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia 3.2. Perlindungan kehamilan Pengusaha harus memastikan kepatuhan yang penuh terhadap Undang-undang Dasar dan Undang-undang Ketenagakerjaan dalam hal pemberian perlindungan kehamilan bagi seluruh pekerja perempuan dan pemberian perlindungan ayah untuk seluruh pekerja lakilaki. Pemberian perlindungan kehamilan yang memadai adalah penting untuk memastikan kesehatan ibu dan anak, dan untuk memastikan bahwa karyawan perempuan dapat terus bekerja untuk organisasi tersebut selama kehamilan dan setelah melahirkan. Memperhatikan kesejahteraan pekerja perempuan selama kehamilan dapat juga membawa manfaat untuk pengusaha. Ibu bekerja yang didukung dengan baik lebih mungkin untuk kembali bekerja setelah cuti melahirkan. Ini memungkinkan pengusaha untuk mempertahankan pekerja terlatih, berpengalaman dan bermotivasi yang memiliki loyalitas kuat terhadap pengusaha tesrebut. Standar internasional tentang perlindungan kehamilan diatur di dalam Konvensi Perlindungan Kehamilan ILO, 2000 (No. 183). Perlindungan kehamilan terdiri dari lima unsur: cuti melahirkan, tunjangan tunai dan tunjangan medis, perlindungan kesehatan, perlindungan pekerjaan dan non-diskriminasi, dan menyusui. 1. Cuti melahirkan Seluruh karyawan perempuan yang hamil berhak atas cuti melahirkan untuk jangka waktu minimal 3 bulan, 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan, sebagaimana diatur di Pasal 82 Undang-undang Ketenagakerjaan. Jangka waktu ini dapat diperpanjang jika diperlukan dan diminta dengan pernyataan tertulis dari bidan atau dokter kandungan sebelum atau setelah melahirkan. Pengusaha harus memberikan kepada seluruh perempuan hamil cuti melahirkan, termasuk perempuan yang memiliki kontrak waktu tertentu, tanpa memandang berapa lama mereka telah bekerja di perusahaan tersebut. Pekerja yang hamil harus memberitahukan kepada pengusaha mereka tentang tanggal perkiraan mereka sedini mungkin sehingga pengusaha dapat memastikan tidak ada gangguan terhadap usaha karena cuti melahirkan. Perempuan yang mengalami keguguran juga berhak atas 1,5 bulan cuti berbayar berdasarkan Pasal 82 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Setelah cuti melahirkan, pekerja perempuan harus berhak untuk kembali ke pekerjaan yang sama atau pekerjaan dengan upah yang sama. Perempuan harus tetap memiliki senioritas mereka dan semua manfaat yang terkait. Banyak perusahaan Indonesia mengizinkan perempuan untuk menunda kembali bekerja setelah tiga bulan cuti melahirkan selama satu atau dua bulan dengan cuti berbayar atau tidak berbayar. 2. Tunjangan tunai dan tunjangan medis Perempuan berhak atas 3 bulan cuti melahirkan berbayar. Ini berarti mereka berhak upah mereka secara penuh selama jangka waktu cuti berdasarkan pasal 84 Undang-undang Ketenagakerjaan. Ini berlaku untuk seluruh pekerja, baik karyawan tetap, pekerja alih daya, pekerja waktu tertentu atau pekerja rumahan, tanpa diskriminasi. 42 Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri No. 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, perempuan pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT) berhak atas kondisi kerja yang sama, termasuk perlindungan kehamilan, sebagaimana karyawan tetap. 3. Perlindungan kesehatan Perempuan hamil atau menyusui hendaknya tidak pernah diwajibkan melaksanakan pekerjaan yang merugikan kesehatan ibu atau anak. Jika lingkungan kerja seorang perempuan hamil atau menyusui mengandung resiko, misalnya tekanan fisik atau paparan zat berbahaya, kesehatan perempuan tersebut harus dilindungi dengan menghilangkan resiko, penyesuaian kondisi kerja dan/atau, jika penyesuaian tidak memungkinkan, pemindahan sementara ke posisi lain atau cuti berbayar. Menurut Pasal 76(2) pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan di malam hari jika ada resiko medis untuk bayinya yang belum lahir. Perempuan hamil juga harus berhak atas libur untuk pemeriksaan kesehatan. 4. Perlindungan pekerjaan dan non-diskriminasi Kehamilan hendaknya tidak menjadi sumber diskriminasi atau kerugian dalam pekerjaan. Pengusaha hendaknya tidak membuat keputusan ketenagakerjaan atas dasar kehamilan atau cuti melahirkan seorang perempuan, yang berdampak negatif pada status pekerjaan seorang perempuan hamil, termasuk keputusan tentang pemberhentian, hilangnya senioritas, atau pemotongan upah. Praktik-praktik ini tidak sah berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan, yang melarang merumahkan perempuan karena kehamilan atau cuti melahirkan (Pasal 153). Pemberhentian pekerja perempuan atas dasar yang terkait dengan kehamilan juga dilarang di dalam Konvensi Perlindungan Kehamilan, 2000 (No.183) dan Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 (No.158) ILO. Cuti melahirkan harus dihitung sebagai kerja untuk tujuan penghitungan senioritas. Pengusaha hendaknya tidak mencantumkan suatu konten di dalam kontrak kerja yang membatasi hak pekerja perempuan untuk menikah atau melahirkan anak. Penggunaan tes kehamilan sebagai syarat untuk mempekerjakan atau berlanjutnya pekerjaan adalah dilarang. Lihat juga Sub-Subbab Penggunaan tes kehamilan di Subbab 4.6 Pemeriksaan kesehatan pra-kerja. Ibu baru harus diberi istirahat menyusui dan fasilitas untuk mendukung pemberian ASI eksklusif setelah kembali bekerja. Pasal 83 Undang-undang Ketenagakerjaan menyatakan: “Pengusaha berkewajiban memberi kesempatan sepatutnya untuk pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.” 43 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan 5.Menyusui Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Peraturan Pemerintah No. 33 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (2012) Pasal 35 Peraturan Pemerintah no. 33 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (2012) mewajibkan manajer tempat kerja dan penyelenggara fasilitas umum untuk membuat peraturan internal yang mendukung dan membantu keberhasilan program pemberian ASI. Peraturan internal tersebut menunjukkan dukungan perusahaan terhadap pemberian ASI dan memungkinkan perusahaan untuk menerapkan kebijakan BFW efektif melalui cara-cara berikut: w Mendirikan fasilitas tempat kerja yang layak bagi ibu bekerja untuk menyusui/ memompa ASI (ruang menyusui). w Memberi ibu bekerja kesempatan untuk menyusui/mengeluarkan air susu pada jam kerja. w Memastikan bahwa kebijakan 3 bulan cuti melahirkan lebih fleksibel. Tidak selalu diperlukan untuk mendapatkan jangka waktu 1,5 (satu setengah) bulan istirahat sebelum melahirkan dan jangka waktu 1,5 (satu setengah) bulan istirahat setelah melahirkan, tetapi disarankan bahwa cuti melahirkan disesuaikan lebih dekat dengan tanggal kelahiran, berdasarkan surat rujukan dari dokter. Ini akan memungkinkan seorang ibu untuk memiliki waktu lebih banyak untuk menyusui setelah melahirkan dan mempersiapkan diri untuk kembali bekerja. Untuk panduan lebih praktis dalam membangun tempat kerja yang ramah pemberian ASI, lihat ILO, Tempat Kerja Ramah Pemberian ASI - Pedoman untuk Pengusaha (Jakarta, 2012), yang disusun oleh Proyek Better Work ILO bekerja sama dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) untuk memandu praktik-praktik pengusaha dan membantu dalam pemenuhan Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Contoh Kasus 6. Praktik bagus tentang perlindungan kehamilan dari PT. Dewhirst Company PT. Dewhirst mengundang Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) ke pabrik mereka setiap 2 bulan untuk menyebarluaskan informasi mengenai pemberian ASI. Program pertama diadakan pada 29 Juli 2010, yang diikuti oleh 13 kegiatan lain sampai November 2012, setiap sesi berlangsung selama 90 menit (14.3016.00). Sebelum kunjungan pertama AIMI, PT. Dewhirst sudah memiliki kebijakan menyusui di tempat kerja. Contohnya, PT. Dewhirst mengizinkan pekerjanya merencanakan cuti melahirkannya sendiri (daripada berpegang pada istirahat 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan secara ketat). Penyelia/ manajer juga memprakarsai program asupan vitamin pendukung untuk pekerja PT. Dewhirst yang hamil. Bekerja sama dengan AIMI, PT. Dewhirst 44 Contoh Kasus 6. menyelenggarakan seminar sehari bertajuk “Early Latch-On (Inisiasi Dini)” untuk para bidan yang bekerja di bawah PT. Dewhirst dan para mitra. Pabrik menyediakan 2 ruang menyusui di lokasi pabrik. Setiap ruang dapat dikunci dan berisi kursi, listrik dan sebuah kulkas. Sumber: ILO, “Breastfeeding Friendly Workplaces – Guidelines for Employers” (Jakarta, 2012). 3.3 Keseimbangan pekerjaan-keluarga Di Indonesia struktur kependudukan dan keluarga berubah. Ini menghantarkan pada meningkatnya tanggung jawab keluarga untuk penduduk usia kerja, dan lebih jelasnya konflik antara pekerjaan dan keluarga. Pengusaha harus mempertimbangkan untuk merancang pilihan-pilihan kerja yang lebih fleksibel untuk mempertahankan atau menarik karyawan perempuan dan laki-laki dengan tanggung jawab keluarga yang, jika tidak, mungkin harus keluar dari angkatan kerja. Banyak perusahaan menggunakan praktik-praktik tempat kerja yang ramah keluarga sebagai strategi integral untuk meningkatkan kesejahteraan, produktivitas dan komitmen staf mereka terhadap perusahaan. Penerapan praktik ramah keluarga sangat bermanfaat tidak hanya untuk karyawan, tetapi juga untuk perusahaan. Praktik tempat kerja ramah keluarga dapat berkontribusi untuk menarik dan mempertahankan bakat, meningkatkan semangat dan produktivitas staf, menurunkan tingkat cuti sakit dan ketidakhadiran, mengurangi perpindahan kerja staf, dan membuat lebih rendahnya biaya perekrutan dan pelatihan. w Pengaturan kerja yang fleksibel, misalnya kerja paruh-waktu, berbagi pekerjaan, minggu kerja yang dipadatkan dan kerja jarak jauh. w Cuti perawatan keluarga, misalnya cuti menikah, cuti ayah, cuti perawatan orang lanjut usia, cuti berkabung dan cuti adopsi. w Cuti studi dan jeda karir dan cuti untuk keperluan lain. w Fasilitas perawatan anak atau dukungan perawatan anak, misalnya pusat penitipan anak di tempat kerja 45 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Praktik ramah keluarga penting bagi karyawan yang memiliki anak kecil, keluarga yang sakit atau lanjut usia yang membutuhkan perawatan, atau karyawan yang karena alasan lain mencari keseimbangan lebih antara pekerjaan dan kehidupan. Skema tempat kerja ramah keluarga mungkin mencakup jenis langkah-langkah berikut: Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Pedoman perancangan dan penerapan skema tempat kerja ramah keluarga: n Sesuaikan praktik tempat kerja ramah keluarga dengan kebutuhan karyawan dan perusahaan. n Libatkan n Pastikan n Menyesuaikan n Pastikan organisasi pekerja dan perwakilan kelompok karyawan yang terkait secara langsung dalam merancang dan meninjau skema ramah keluarga. bahwa karyawan mengetahui skema tempat kerja ramah keluarga yang tersedia di perusahaan, dan bahwa mereka semua memiliki akses ke skema tersebut. sistem manajemen kinerja sehingga memungkinkan penilaian obyektif terhadap kinerja karyawan yang mendapatkan pengaturan kerja fleksibel bahwa semua manajer diberi pelatihan mengenai skema ramah keluarga, dukunglah mereka dan pupuklah budaya tempat kerja ramah keluarga. Manajer harus membantu staf mereka dalam menyesuaikan pengaturan kerja fleksibel yang memenuhi kebutuhan mereka masing-masing.26 3.4. Akomodasi yang bijaksana Akomodasi yang bijaksana mengacu pada modifikasi atau penyesuaian praktis pada pengaturan kerja, praktik ketenagakerjaan, waktu kerja, atau lingkungan kerja yang memungkinkan pelamar yang memenuhi syarat atau karyawan dengan kebutuhan khusus untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Di Indonesia, menyediakan akomodasi yang bijaksana bagi penyandang disabilitas merupakan kewajiban hukum pengusaha berdasarkan Pasal 19 dan 37 Undang-undang Ketenagakerjaan. Untuk setiap 100 karyawan, pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya satu penyandang disabilitas mental atau fisik.27 Oleh karena itu seluruh pengusaha harus mempertimbangkan bagaimana mereka dapat membuat penyesuaian kecil terhadap tempat kerja mereka untuk menyertakan penyandang disabilitas. Lihat ILO, Mempekerjakan Penyandang Disabilitas, Pedoman untuk Perusahaan (Jakarta, 2012) untuk informasi lebih lanjut tentang bagaimana cara mengakomodasi penyandang disabilitas di tempat kerja Anda. Penting juga untuk menyediakan akomodasi yang bijaksana untuk pekerja berkebutuhan khusus terkait dengan kondisi kesehatan, agama, tanggung jawab keluarga mereka atau alasan lain untuk memastikan pengusaha memenuhi tanggung jawab hukum mereka untuk mewujudkan non-diskriminasi dalam pekerjaan. Beberapa contoh langkah akomodasi yang bijaksana meliputi: w Memodifikasi ruang kantor sehingga karyawan yang menggunakan kursi roda dapat mengaksesnya. 26 Lihat Singapore Centre for Fair Employment: Fair employment: Leading fair employment practices handbook (Singapura, 2009); ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: Code of practice on the family Status Discrimination Ordinance (Hongkong). 27 Lihat Peraturan Pemerintah No. 43/1998 (tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas) 46 w Memberi karyawan yang memiliki gangguan penglihatan kacamata yang memungkinkannya melaksanakan pekerjaan. w Mengizinkan karyawan etnis minoritas untuk mengambil liburan selama festival tradisional mereka. w Mengizinkan karyawan yang memiliki masalah ginjal mengambil waktu pergi ke rumah sakit untuk cuci darah. w Memodifikasi jam kerja untuk memungkinkan umat Islam mengambil istirahat untuk sholat. w Mengizinkan perempuan Muslim mengenakan jilbab untuk bekerja. Akomodasi yang bijaksana dapat dilakukan di setiap tahap pekerjaan, termasuk tahap perekrutan. Pada tahap perekrutan ini bisa berarti misalnya mengadakan tes dan wawancara di tempat yang bisa diakses oleh kursi roda dan pada waktu yang memungkinkan semua pelamar, termasuk yang memiliki tanggung jawab keluarga, untuk hadir. 28 Lihat ILO Recommendation Concerning HIV and AIDS at the World of Work, 2010 (No. 200), Pasal 1(g); ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Absence of disability as a genuine occupational qualification”, dalam Good management practice series (Hongkong); Hong Kong Equal Opportunities Commission: Code of practice on the Race Discrimination Ordinance (Hongkong);.Singapore Centre for Fair Employment: Fair employment: Leading fair employment practices handbook (Singapura, 2009). 47 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Pengusaha hendaknya tidak menolak pelamar kerja yang memenuhi syarat dan sesuai dikarenakan kebutuhan khususnya, jika orang tersebut dapat melaksanakan pekerjaan dengan bantuan langkah-langkah akomodasi yang bijaksana. Namun, ketika akomodasi menyebabkan kesulitan yang tidak semestinya (misalnya, biaya tinggi, atau penyesuaian tempat kerja yang luas) untuk operasi bisnis pengusaha, pengusaha tidak diharuskan untuk membuat akomodasi tersebut. Apa yang wajar dan apa yang menimbulkan kesulitan yang tidak semestinya harus ditentukan berdasarkan kasus per kasus.28 Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia 48 4. KESETARAAN DALAM PRAKTIK USAHA PERUSAHAAN Selain praktik manajemen sumber daya manusianya, perusahaan harus mempromosikan kesetaraan dan non-diskriminasi di semua praktik usahanya, dan di seluruh lingkup kendali dan pengaruh perusahaan. Prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi yang tercantum di dalam undang-undang dan instrumen hukum internasional tidak hanya mencakup ketenagakerjaan tetapi juga bidang-bidang kehidupan lainnya, politik, ekonomi, sosial dan budaya.29 Ini berarti bahwa perusahaan harus menghormati prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi juga dalam praktik usaha mereka, termasuk layanan pelanggan, pemasaran, sourcing dan lain-lain. Di banyak negara diskriminasi dalam penyediaan barang, jasa dan fasilitas secara khusus dilarang di dalam undang-undang. Misalnya, di Hongkong undang-undang diskriminasi mencakup tidak hanya ketenagakerjaan dan pendidikan, tetapi juga penyediaan barang, jasa dan fasilitas, partisipasi dalam klub, dan dalam kasus Ordonansi Diskriminasi Disabilitas juga akses ke sarana/bangunan.30 Sementara di Indonesia belum ada undang-undang yang secara eksplisit melarang hal ini, namun merupakan praktik usaha yang baik untuk memastikan nondiskriminasi dalam penyediaan barang, jasa dan fasilitas. Perusahaan juga harus memastikan bahwa tidak ada pelanggan yang dilecehkan atau diperlakukan secara diskriminatif, misalnya menolak layanan atas dasar etnis, disabilitas atau karakteristik pribadi mereka lainnya. Memastikan bahwa materi pemasaran perusahaan mengkomunikasikan citra positif tentang keragaman dan kesetaraan merupakan praktik yang baik yang dapat meningkatkan citra merek perusahaan dan membantu mengakses segmen pasar baru. Perusahaan dengan komitmen yang kuat terhadap kesetaraan memasukkan kesetaraan dan non-diskriminasi dalam kebijakan manajemen rantai pasokan mereka, dan mengharuskan pemasok dan subkontraktor mereka mematuhi prinsip-prinsip ini. Ini termasuk untuk perantara yang mempekerjakan pekerja rumahan. Memasukkan klausul non-diskriminasi dalam kebijakan sourcing dan pengadaan dan membuat kelayakan untuk kontrak bergantung pada 29 Lihat misalnya pelarangan diskriminasi dalam Konvensi PBB tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Ras (1965) dan Konvensi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (1979). 30 Website Hong Kong Equal Opportunities Commission http://www.eoc.org.hk [8 Sep2010]. 49 Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan Paling sering perusahaan berusaha untuk mempromosikan kesetaraan dan non-diskriminasi dalam praktik usaha sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang lebih luas. Bila berkomitmen pada CSR perusahaan menegaskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip mereka dalam kebijakan maupun proses internal mereka, dan dalam interaksi mereka dengan para pelaku lain, termasuk pemasok, subkontraktor, pembeli, penyalur, dan mitra bisnis dan pemangku kepentingan lainnya. Bias diskriminatif hendaknya tidak berdampak pada keputusan usaha apapun di perusahaan, misalnya seleksi subkontraktor atau pemasok. Buku 3 Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia kepatuhan terhadap prinsip kesetaraan merupakan praktik yang baik bagi lembaga publik maupun perusahaan swasta, yang memperluas dampak kebijakan kesetaraan perusahaan ke seluruh rantai pasokannya. Merupakan praktik yang baik bila menetapkan kepatuhan terhadap Kode praktik bagi pengusaha tentang mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja di Indonesia yang diterbitkan oleh APINDO bekerja sama dengan ILO sebagai syarat bisnis dengan pemasok, subkontraktor dan mitra bisnis lainnya.31 Contoh Kasus 7. Hotel Dharmawangsa Jakarta Hotel Dharmawangsa adalah sebuah hotel mewah berbintang 5 yang terletak di Jakarta Selatan. Hotel ini dibuka pada tahun 1997 dan mempekerjakan 350 orang dengan total 100 kamar. Saat ini dua orang penyandang disabilitas bekerja di hotel tersebut. Salah satunya menderita gangguan pendengaran dan bekerja sebagai asisten koki di dapur restoran hotel. Dia lulus dari sekolah pariwisata dan dipekerjakan atas dasar keterampilan dan kemampuannya. Sarana komunikasi adalah membaca bibir dan komunikasi tertulis. Manajer Sumber Daya Manusia hotel juga telah berlatih bahasa isyarat guna untuk berkomunikasi dengan karyawan tuna rungu dan menderita gangguan pendengaran. Karyawan penyandang disabilitas satunya bekerja sebagai petugas keamanan pencatat waktu untuk hotel ini. Karena kecelakaan sepeda motor dia menderita gangguan fisik dan pada awalnya ingin mengundurkan diri dari pekerjaannya. Dia berpikir bahwa menderita disabilitas berarti dia tidak bisa terus bekerja untuk hotel itu lagi. Namun, karena panjangnya masa kerjanya dan kemampuannya, manajemen hotel tidak menemukan alasan untuk menerima pengunduran dirinya dan memintanya untuk bertahan di dalam tim keamanan hotel. Memberikan kesempatan kepada pekerja yang mengalami cidera untuk mempertahankan pekerjaannya sekalipun kecelakaan mereka memiliki konsekuensi yang mengubah hidup adalah penting. Upaya untuk mempertahankan anggota staf ketika sesuatu terjadi pada mereka selama atau setelah jam kerja memperkuat hubungan pengusaha-pekerja dan meningkatkan komitmen pekerja terhadap pekerjaan mereka karena mereka melihat perusahaan mempedulikan mereka. Sumber: diadaptasi dari ILO, “Mempekerjakan Penyandang Disabilitas, Pedoman untuk Perusahaan” (Jakarta, 2012) 31ILO: Equality at work: Tackling the challenges (Jenewa, 2007); ILO: Time for equality at work (Jenewa, 2003). 50