Kesetaraan dalam Praktik Perusahaan

advertisement
Asosiasi
Pengusaha
Indonesia
Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk
Mempromosikan dan Mencegah Diskriminasi
di Tempat Kerja di Indonesia
Buku
3
Kesetaraan dalam Praktik
Perusahaan
International
Labour
Organization
Asosiasi
Pengusaha
Indonesia
International
Labour
Organization
Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan
dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Buku
3
Kesetaraan Dalam Praktik
Perusahaan
Kode praktik dan
Panduan praktis dalam lima bagian
Kode praktik bagi pengusaha
Panduan praktis dalam lima bagian:
1.
Kesetaraan Dalam Pekerjaan: Konsep Dan Prinsip Utama
2.
Kasus Bisnis Untuk Kesetaraan
3.
Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
4.
Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja
5.
Sumber Dukungan Eksternal Untuk Manajemen Kesetaraan
Pada Perusahaan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)
Kantor Perburuhan Internasional (ILO), Jakarta
Copyright © International Labour Organization 2013
Cetakan Pertama, 2013
Publikasi-publikasi International Labour Office memperoleh hak cipta yang dilindungi oleh Protokol 2 Konvensi
Hak Cipta Universal. Meskipun demikian, bagian-bagian singkat dari publikasi-publikasi tersebut dapat diproduksi
ulang tanpa izin, selama terdapat keterangan mengenai sumbernya. Permohonan mengenai hak reproduksi atau
penerjemahan dapat diajukan ke ILO Publications (Rights and Permissions), International Labour Office, CH 1211
Geneva 22, Switzerland. International Labour Office menyambut baik permohonan-permohonan seperti itu.
International Labour Organization
Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan mencegah Diskriminasi di Tempat
Kerja di Indonesia. (Kode praktik dan panduan praktis dalam lima bagian)
Jakarta, International Labour Organization, 2013
ISBN 978-92-2-828037-1 (print)
978-92-2-828038-8 (web pdf)
Versi Bahasa Inggris: Practical guidelines for employers for promoting equality and preventing discrimination
at work in Indonesia (Code of practice and practical guide in five parts); ISBN: 978-92-2-128038-5 (web pdf);
International Labour Organization; Jakarta, 2013
Katalog ILO dalam terbitan
Penggambaran-penggambaran yang terdapat dalam publikasi-publikasi ILO, yang sesuai dengan praktik-praktik
Persatuan Bangsa-Bangsa, dan presentasi materi yang berada didalamnya tidak mewakili pengekspresian opini
apapun dari sisi International Labour Office mengenai status hukum negara apa pun, wilayah atau teritori atau
otoritasnya, atau mengenai delimitasi batas-batas negara tersebut.
Tanggung jawab atas opini-opini yang diekspresikan dalam artikel, studi dan kontribusi lain yang ditandatangani
merupakan tanggung jawab pengarang seorang, dan publikasi tidak mengandung suatu dukungan dari
International Labour Office atas opini-opini yang terdapat didalamnya.
Referensi nama perusahaan dan produk-produk komersil dan proses-proses tidak merupakan dukungan dari
International Labour Office, dan kegagalan untuk menyebutkan suatu perusahaan, produk komersil atau proses
tertentu bukan merupakan tanda ketidaksetujuan.
Publikasi ILO dapat diperoleh melalui penjual buku besar atau kantor ILO lokal di berbagai negara, atau langsung
dari ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland. Katalog atau daftar publikasi
baru akan dikirimkan secara cuma-cuma dari alamat diatas.
Dicetak di Jakarta
Daftar Isi
Kata Pengantar APINDOvii
Kata Pengantar ILO
ix
Pendahuluan1
3
10
11
12
21
23
24
25
25
2.
Perlakuan adil selama bekerja
2.1 Upah dan benefit
2.2 Syarat dan ketentuan kerja
2.3 Kontrak kerja dan hubungan kerja
2.4 Manajemen dan penilaian kinerja
2.5 Pelatihan dan pengembangan
2.6 Promosi dan pengembangan karir
2.7 Pemutusan hubungan kerja
27
27
31
32
33
34
36
37
3.
Menciptakan lingkungan kerja yang produktif
3.1 Pelecehan
3.2 Perlindungan kehamilan
3.3 Keseimbangan pekerjaan-keluarga
3.4 Akomodasi yang bijaksana
39
39
42
45
46
4.
Kesetaraan dalam praktik usaha perusahaan
49
iii
3
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
1. Praktik perekrutan yang adil
1.1 Dokumen perekrutan: Uraian pekerjaan, iklan pekerjaan dan
formulir lamaran
1.2Penyaringan
1.3 Tes seleksi dan tes kemampuan
1.4 Wawancara Kerja
1.5 Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
1.6 Catatan dan prosedur pasca perekrutan
1.7 Pelatihan induksi
1.8 Perekrutan melalui agen ketenagakerjaan
1.9 Perekrutan melalui perantara lain (alih daya dan subkontrak)
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Ringkasan isi Kode Praktik, buku Panduan praktis serta daftar Kasus,
Bagan dan Alat
Kode praktik untuk pengusaha:
1.Pendahuluan
2. Prinsip-prinsip Untuk Mempromosikan Kesetaraan Kesempatan Dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja
3. Kemungkinan Metode Pelaksanaan
4. Lampiran: Daftar Untuk Pengusaha Pada Prinsip Kerja Untuk Promosi Kesetaraan
Panduan praktis dalam lima bagian:
Buku 1: Kesetaraan Dalam Pekerjaan: Konsep Dan Prinsip Utama
Kata Pengantar
Pendahuluan
1. Apa arti dari kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja?
1.1 Apakah kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja?
1.2 Non-diskriminasi: Konsep-konsep utama dalam Konvensi ILO No.111 dan hukum Indonesia
Buku 2: Kasus Bisnis Untuk Kesetaraan
1. Mengapa pengusaha harus peduli tentang kesetaraan?
2. Apa yang dapat majikan lakukan untuk mendorong kesetaraan?
Buku 4: Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja
1. Perencanaan dan pelaksanaan langkah-langkah kesetaraan
2. Menangani keluhan terkait diskriminasi
Buku 5: Sumber Daya Pendukung Eksternal Untuk Manajemen Kesetaraan Pada
Perusahaan
1. Organisasi pengusaha
2. Otoritas negara, organisasi pekerja dan kelompok masyarakat sipil
3. Belajar dari pengalaman di luar negeri
4. Sumber informasi dari ILO
Bibliografi
Studi Kasus
Buku 2: Kasus Bisnis Untuk Kesetaraan
1. Contoh kasus 1. Kasus bisnis yang menarik untuk tempat kerja kemitraan, keragaman dan kesetaraan - Irlandia
2. Contoh Kasus 2. Kepemimpinan perempuan dan profitabilitas perusahaan
3. Contoh Kasus 3. Keanekaragaman dalam manajemen perusahaan-perusahaan Eropa
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
1. Contoh Kasus 4. Penggunaan diskriminatif tes seleksi - Inggris Raya
2. Contoh Kasus 5. Stereotip gender di Indonesia
iv
3. Contoh Kasus 6. Praktik yang baik pada perlindungan kehamilan dari PT. Dewhirst Company
4. Contoh Kasus 7. Dhamawangsa Hotel Jakarta dan penyandang disabilitas.
Buku 5: Sumber Dukungan Eksternal Untuk Manajemen Kesetaraan Pada Perusahaan
1. Contoh Kasus 8. Hong Kong Komisi Persamaan Kesempatan - Hong Kong, Cina
Bagan
Buku 1: Kesetaraan Dalam Pekerjaan: Konsep Kunci Dan Prinsip
1. Bagan 1: Tiga komponen definisi diskriminasi berdasarkan Konvensi No.111
Buku 4: Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja
1. Bagan 2: Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja
Alat
Buku 1: Kesetaraan Dalam Pekerjaan: Konsep Dan Prinsip Utama
1. Tips Manajemen 1. Yang dilarang untuk diskriminasi
2. Tips Manajemen 2. Kenali berbagai bentuk diskriminas
3. Tips Manajemen 3. Ketentuan kesetaraan dalam hukum nasional
Buku 2: Kasus Bisnis Untuk Kesetaraan
1. Tips Manajemen 4. Pikirkan tentang bisnis Anda
2. Tips Manajemen 5. Diskriminasi dalam SA8000 dan ISO26000
3. Tips Manajemen 6. Daftar Periksa: Seberapa baik adalah bisnis Anda lakukan dalam manajemen kesetaraan?
Buku 4: Mengelola Kesetaraan Di Tempat Kerja
1. Tips Manajemen 12. Peta jalan non-diskriminasi
2. Tips Manajemen 13. Contoh kebijakan kesempatan yang sama
3. Tips Manajemen 14. Contoh langkah-langkah kesetaraan khusus yang diambil di tingkat perusahaan - Selandia Baru
4. Tips Manajemen 15. Ingat peran manajer menengah dan supervisor
5. Tips Manajemen 16. Contoh Prosedur untuk menangani keluhan-keluhan terkait diskriminasi
v
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
1. Tips Manajemen 7. Kriteria yang tidak boleh ada di iklan lowongan kerja
2. Tips Manajemen 8. Kapankah karakteristik pribadi menjadi persyaratan yang melekat dari pekerjaan?
3. Tips Manajemen 9. Menyadari bias
4. Tips Manajemen 10. Yang dapat dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam Wawancara
5. Tips Manajemen 11. Bagaimana mendefinisikan “nilai” dari pekerjaan?
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
vi
Kata Pengantar APINDO
Prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja merupakan prinsip dasar
ketenagakerjaan yang juga sudah temuat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Pada dasarnya, prinsip ini bermaksud untuk menjunjung harkat dan martabat
manusia dalam mewujudkan keadilan sosial dan ekonominya. Bagi kalangan pelaku usaha,
prinsip ini pun telah diterima secara sebagai standar universal demi mencapai efisiensi pasar
dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Berbagai pengaturan kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendukung penerapan
prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi. Sejumlah perusahaan tertentu juga telah memiliki
kebijakan khusus dalam perusahannya untuk menerapkan prinsip ini. Namun tantangan di
lapangan tetap lah ada. Berbagai praktik diskriminatif di tempat kerja masih sering ditemui.
Kaum perempuan, kalangan minoritas dan kelompok rentan lainnya masih berpeluang besar
mengalami perlakuan yang diskriminatif ini.
Dengan mengeluarkan Panduan Praktis dan Kode Praktik bagi Pengusaha untuk
Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat kerja, APINDO telah
mengambil langkah pro-aktif untuk membantu kalangan pengusaha di Indonesia untuk
menerapkan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja. Kode Praktik berisikan
prinsip-prinsip umum yang diserap dari perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia
dan juga Konvensi ILO khususnya Konvensi tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan),
1951 (No. 111) dan Konvensi Upah yang sama untuk pekerjaan yang setara yang nilainya,
1951 (No. 100). Sementara Panduan Praktis memuat pengejawantahan prinsip-prinsip umum
tadi secara lebih terperinci dalam bentuk langkah-langkah praktis. Panduan Praktis ini dipilah
menjadi 5 buku sesuai temanya agar lebih mudah dipergunakan.
Jakarta, 1 Oktober 2013
Sofjan Wanandi
Ketua Umum
Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN APINDO)
vii
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Kami mengucapkan terima kasih kepada Kantor ILO Jakarta dan proyek ILO MAMPU yang telah
memberikan masukan teknis dan bantuan dalam penyusunan dan penerbitan Kode Praktik
dan Panduan Praktis ini. Kami berharap bahwa kedua bahan acuan ini dapat memberikan
masukan dan manfaat tidak hanya kepada pengusaha, tapi juga kepada mitra APINDO; pekerja
dan pemerintah, untuk bersama-sama menerapkan prinsip non-diskriminasi dan kesetaraan
di tempat kerja.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
viii
Kata Pengantar ILO
Non diskriminasi serta peluang dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan merupakan hak
ketenagakerjaan dasar dan fundamental bagi pencapaian keadilan sosial dan pembangunan
ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Prinsip hak atas kesetaraan dalam peluang kerja dan
perlakuan memungkinkan orang dari segala ras, jenis kelamin, agama, latar belakang sosial
atau etnis, status kesehatan atau disabilitas untuk melakukan cara mereka keluar dari
kemiskinan dan untuk menghidupi keluarga mereka.
Kesetaraan peluang dan perlakuan dalam pekerjaan merupakan bagian integral dari Agenda
Kerja Layak ILO dan Program Kerja Layak Nasional di Indonesia. ILO mempromosikan peluang
bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif dalam
kondisi bebas, adil, aman dan bermartabat. Konvensi tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan
Jabatan), 1958 (No. 111) diadopsi oleh negara-negara anggota ILO pada tahun 1958 dan
diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1999. Ini tetap menjadi instrumen internasional yang
paling komprehensif yang didedikasikan untuk mempromosikan kesetaraan peluang dan
perlakuan di dunia kerja. Menyusul ratifikasi Konvensi ILO, Indonesia telah memasukkan prinsipprinsip kesetaraan dalam pekerjaan di UU Ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003). Konvensi
ILO No.111 dan UU Ketenagakerjaan memberi kerangka untuk panduan yang dicantumkan di
dalam Pedoman Praktis dan Kode Praktik mengenai kesetaraan dalam pekerjaan .
Pengusaha yang berhasil dapat memahami bahwa mengupayakan kesetaraan di tempat kerja
memberikan keunggulan kompetitif atas perusahaan dan pengusaha yang melakukan praktikpraktik diskriminatif. Melalui penerapan prinsip-prinsip kesetaraan dan non - diskriminasi,
pengusaha mampu menarik dan mempertahankan bakat terbaik, mendukung inovasi yang
lebih besar dan menikmati lingkungan kerja yang produktif. Penghapusan diskriminasi dalam
pekerjaan juga merupakan bagian integral untuk mewujudkan globalisasi yang adil.
Kami berharap bahwa Pedoman dan Kode Praktik bagi pengusaha untuk mempromosikan
kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja di Indonesia ini akan mengilhami
para pengusaha untuk mempromosikan dan mewujudkan prinsip-prinsip kesetaraan dan non
diskriminasi di tempat kerja mereka.
1 Oktober 2013
Peter van Rooij
Direktur, ILO Kantor Jakarta
ix
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Pedoman Praktis dan Kode Praktik ini disusun melalui kemitraan antara Proyek MAMPU ILO
dan APINDO. Pedoman ini terbagi ke dalam lima booklet terpisah. Pedoman ini dirancang untuk
mendukung pemahaman praktis pengusaha tentang bagaimana menerapkan prinsip-prinsip
kesetaraan dalam pekerjaan di tempat kerja mereka.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Kata Pengantar
ILO MAMPU – Akses pada Ketenagakerjaan dan Pekerjaan yang Layak mempromosikan
kesetaraan dalam dunia kerja bagi pekerja. Ini diupayakan melalui beberapa strategi, seperti
kemitraan dan peningkatan kapasitas dengan pengusaha Indonesia. Komitmen pengusaha
untuk menyikapi diskriminasi dalam dunia kerja dan mempromosikan kesetaraan kesempatan
kerja adalah langkah penting menuju pencapaian kesetaraan substantif bagi perempuan di
Indonesia.
Perempuan yang berasal dari kelompok etnis atau agama minoritas atau yang memiliki
disabilitas atau masalah kesehatan tertentu seperti HIV dan AIDS lebih rentan lagi terhadap
bentuk- bentuk diskriminasi dan menghadapi ketidakmujuran berganda dalam pasar tenaga
kerja. Dengan mengenali kerentanan khusus pada kelompok perempuan tersebut dan
bahwa diskriminasi berbasis gender hanyalah satu dari sekian banyak bentuk diskriminasi
yang ditemukan dalam dunia kerja, Pedoman praktis dan Kode Praktik yang dikembangkan
bersama APINDO ini memberikan panduan bagi pengusaha tentang bagaimana mencegah dan
menyikapi diskriminasi dalam dunia kerja berdasarkan landasan yang berbeda-beda, seperti
jenis kelamin, etnisitas, agama, ras, akar sosial, nasionalitas, status kesehatan, disabilitas
dan pandangan politik.
Proyek ILO MAMPU ingin mengucapkan terima kasih kepada APINDO atas komitmennya
mengupayakan kesetaraan dalam pekerjaan dan atas peran utamanya dalam mengembangkan
dan menyebarluaskan pedoman praktis tentang kesetaraan kesempatan dan perlakuan kepada
para pengusaha di Indonesia.
Pengembangan panduan bagi pengusaha tentang keseteraan dan non-diskriminasi ini bermula
di Cina melalui upaya Marja Paavilainen, Nelien Haspels dan Tim De Meyer. Proyek ILO MAMPU
hendak berterima kasih kepada rekan-rekan kerja dalam Tim Pekerjaan yang Layak ILO atas
sumbangsihnya dalam pengembangan Pedoman dan Kode Praktik ini.
Kami juga hendak berterima kasih pada Australian Aid, selaku penyandang dana Proyek ILO
MAMPU, atas dukungannya yang baik dan komitmennya untuk mempromosikan kesetaraan
bagi perempuan di Indonesia.
Kami berharap bahwa selanjutnya pengusaha akan menggunakan Panduan dan Kode Praktik
ini dalam mempekerjakan, memberhentikan dan proses pengambilan keputusan terkait
sumber daya manusia.
1 Oktober 2013
Miranda Fajerman,
Kepala Penasehat Teknis
MAMPU – Akses pada Ketenagakerjaan dan Pekerjaan yang Layak bagi Perempuan,
ILO Jakarta
x
PENDAHULUAN
Dengan senang hati Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bekerja sama dengan Kantor
Perburuhan Internasional (ILO), menyajikan Kode praktik dan buku Panduan menyertainya,
untuk membantu pengusaha dalam mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi
di tempat kerja di Indonesia.
Buku Panduan terdiri dari lima bagian:
1. Kesetaraan dalam Pekerjaan: Konsep dan Prinsip Utama
2. Kasus Bisnis untuk Kesetaraan
3. Kesetaraan dalam Praktik Perusahaan
4. Mengelola Kesetaraan di Tempat Kerja
5. Sumber Dukungan eksternal untuk Manajemen Kesetaraan di Perusahaan
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Kami berharap bahwa Panduan ini bermanfaat bagi Anda dan dapat digunakan. Kami
menyambut umpan balik untuk perbaikan selanjutnya bagi kebijakan-kebijakan Anda terkait
kesetaraan dan non-diskriminasi.
1
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
2
I.
PRAKTIK PEREKRUTAN YANG ADIL
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa – secara sadar dan tidak sadar – diskriminasi
lebih sering terjadi selama proses perekrutan dari pada di praktik sumber daya manusia lainnya.
Ini kadang-kadang menghalangi pekerja yang lebih berkualitas dan sesuai untuk mengakses
pekerjaan. Karena alasan ini, memastikan bahwa kebijakan dan praktik perekrutan bebas dari
diskriminasi merupakan kunci penting untuk mewujudkan tempat kerja setara.
Praktik perekrutan non-diskriminatif membawa manfaat yang cukup besar pada perusahaan.
Mempekerjakan orang yang tepat untuk pekerjaan adalah penting karena pengusaha yang
adil mengakui bahwa orang yang tepat pada pekerjaan tersebut akan:
w
Lebih produktif.
w
Lebih cepat belajar.
w
Memerlukan sedikit pengawasan dan pelatihan.
w
Lebih puas dengan pekerjaannya dan bertahan lebih lama.
w
Memberi waktu manajer/penyelia untuk mengelola.1
Proses seleksi dapat berisi beberapa unsur, misalnya, penyusunan uraian pekerjaan, iklan
pekerjaan dan formulir lamaran, melakukan uji bakat dan wawancara kerja dan, dalam
beberapa kasus, pemeriksaan kesehatan dan psikologis. Pengusaha harus mengikuti
pedoman yang ditetapkan dalam panduan ini dan Kode praktik bagi pengusaha tentang
mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja yang diterbitkan oleh
APINDO bekerja sama dengan ILO di seluruh tahap proses perekrutan untuk menjaga proses
seleksi tetap adil dan transparan. Semua kebijakan dan praktik yang berkaitan dengan proses
perekrutan harus ditinjau dengan berkonsultasi dengan perwakilan pekerja.
Gambaran umum
Di sebagian besar organisasi proses perekrutan dimulai dengan penyusunan dokumen
perekrutan misalnya uraian pekerjaan, iklan pekerjaan dan formulir lamaran.
1
Lihat European Commission: Continuing the diversity journey: Business practices, perspectives and benefits (2008); Singapore
Centre for Fair Employment, Fair employment: Leading fair employment practices handbook (Singapura, 2009).
3
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
1.1. Dokumen perekrutan: Uraian pekerjaan, iklan pekerjaan dan formulir lamaran
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Untuk memastikan bahwa keputusan perekrutan didasarkan pada prestasi, pengusaha
harus menyusun uraian pekerjaan untuk semua pekerjaan sebelum memulai proses
perekrutan. Uraian pekerjaan menguraikan tugas dan tanggung jawab pokok posisi tersebut
dan keterampilan dan pengalaman khusus yang diperlukan untuk melaksanakan peran
tersebut.
Iklan pekerjaan harus mencerminkan uraian pekerjaan, dan dengan jelas menyatakan
kriteria seleksi yang obyektif terhadap kesesuaian kandidat untuk pekerjaan tersebut akan
dinilai. Kriteria pada prinsipnya harus terkait dengan kualifikasi, keterampilan, pengetahuan
dan pengalaman. Jika perusahaan menerapkan langkah-langkah tindakan afirmatif, misalnya
program perekrutan khusus, langkah ini harus disebutkan di dalam iklan pekerjaan.
Merupakan praktik yang baik untuk mencantumkan sebuah pernyataan kesetaraan di
dalam iklan pekerjaan, misalnya ‘kami adalah pengusaha pro-kesetaraan dan menyambut
baik lamaran dari semua orang yang memenuhi syarat’ atau ‘posisi ini juga terbuka bagi
penyandang disabilitas’. Komunikasi strategis juga dapat digunakan untuk mendorong
pelamar dari kelompok-kelompok yang kurang terwakili agar mengajukan lamaran untuk posisi
tersebut, bahkan jika pekerjaan tersebut bisa dianggap sebagai “pekerjaan non-tradisional”
untuk anggota kelompok itu, misalnya, ‘perempuan dan laki-laki dan orang dari semua etnis
didorong untuk mengajukan lamaran’.
Pengusaha harus menghindari perekrutan semata-mata atas dasar rekomendasi pribadi oleh
staf yang ada. Seluruh lowongan harus diiklankan secara terbuka dan disebarluaskan untuk
menarik pelamar kerja seluas-luasnya.
Isian dalam formulir lamaran kerja harus meminta hanya informasi yang relevan untuk
menilai kesesuaian pelamar untuk pekerjaan bersangkutan. Maka penting untuk memastikan
bahwa masing-masing lamaran kerja akan dinilai secara adil dan didasarkan pada prestasi.
Pertanyaan yang meminta informasi pribadi yang tidak relevan misalnya situasi keluarga, usia
anak, status perkawinan, berencana untuk memiliki anak dan sebagainya hendaknya tidak
ditanyakan. Karyawan baru dapat diminta untuk memberikan informasi pribadi untuk tujuan
administratif setelah perekrutan.
Uraian Pekerjaan - Pedoman
n
Uraian pekerjaan harus menguraikan tugas dan tanggung jawab pokok pekerjaan.
Cantumkan juga nama pekerjaan, dan uraikan dengan siapa karyawan tersebut akan
bekerja dan kepada siapa akan menyampaikan laporan.
n
Uraikan secara seksama keterampilan, kemampuan, pengetahuan, pendidikan
dan pengalaman khusus yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawab pokok pekerjaan. Misalnya, jika pada dasarnya pelamar perlu memiliki surat
izin mengemudi, untuk bisa sering bepergian, atau perlu memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas fisik yang berat, hal-hal ini harus dijelaskan.
n
Jangan
melebih-lebihkan persyaratan dan tugas sebuah pekerjaan. Ini dapat
membuat pelamar berkualifikasi tertentu enggan untuk mengajukan lamaran
(misalnya perempuan hamil, orang dengan tanggung jawab keluarga atau penyandang
disabilitas).
4
n
Jangan
menentukan kualifikasi pendidikan khusus, kecuali jika hukum
mengharuskannya untuk posisi tersebut. Perbolehkan orang menawarkan pengalaman
yang relevan dari satu bagian dari kehidupan mereka, bukan hanya kualifikasi atau
pekerjaan sebelumnya.
n
Jangan
n
Gunakan
n
Ketika
menyatakan persyaratan yang berkaitan dengan jenis kelamin, usia, etnis,
agama, status sosial, status perkawinan atau karakteristik pribadi lainnya yang
tidak relevan, karena siapa saja yang mampu melakukan pekerjaan tersebut samasama memenuhi syarat untuk mengajukan lamaran. Mensyaratkan pelamar memiliki
karakteristik pribadi tertentu (misalnya jenis kelamin tertentu, agama tertentu, tidak
adanya gangguan atau disabilitas tertentu) sah hanya jika karakteristik-karakteristik
ini merupakan persyaratan pekerjaan yang melekat. Hanya jika persyaratan ini
mutlak diperlukan agar pekerjaan bisa dilaksanakan dengan benar, maka itu dapat
dinyatakan dalam uraian pekerjaan dan iklan pekerjaan.  Lihat Tips Manajemen
8. Kapankah karakteristik pribadi dapat menjadi persyaratan pekerjaan yang
melekat?
bahasa dan nama pekerjaan netral, misalnya “Operator kamera” daripada
“kamerawan”. Jika tidak ada nama netral yang tersedia, cantumkan nama untuk
perempuan dan laki-laki, misalnya “ aktor/aktris” dan “ wartawati/wartawan”.
mendefinisikan kewajiban dan tugas posisi tertentu, buatlah spesifik.
Mengaculah pada tugas-tugas sebenarnya yang perlu dilaksanakan, daripada
menentukan karakteristik seseorang yang mungkin diperlukan untuk memenuhi
tugas-tugas yang diperkirakan (misalnya – ’perlu mengangkat dan memindahkan
barang-barang berat’, daripada kalimat ‘memerlukan fisik sehat dan kuat’). Penilaian
karakteristik seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas akan dilakukan nanti, saat
menilai kesesuaian individu untuk melaksanakan uraian pekerjaan secara penuh.
Iklan Pekerjaan - Pedoman
n
Iklan
pekerjaan harus memberikan informasi yang memadai mengenai lowongan
pekerjaan tersebut: misalnya indikasi upah, lokasi, dan tugas dan tanggung jawab
pokok, sebagaimana yang diuraikan di dalam uraian pekerjaan.
n
Nyatakan
n
Jangan
n
Jika
menyatakan persyaratan yang berhubungan dengan jenis kelamin, usia, etnis,
agama atau karakteristik pribadi lainnya yang tidak berkaitan dengan pekerjaan
tersebut. Iklan hendaknya tidak menyertakan gambar atau foto yang bisa memberi
kesan bahwa hanya orang-orang dari jenis kelamin tertentu, etnis tertentu dan
sebagainya yang dicari atau diutamakan oleh pengusaha.
perusahaan menerapkan langkah-langkah tindakan afirmatif, misalnya program
perekrutan khusus yang mentargetkan kelompok-kelompok pekerja yang kurang
terwakili (misalnya perempuan atau etnis minoritas), ini harus disebutkan di dalam
5
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
dengan jelas kriteria seleksi terhadap kesesuaian kandidat untuk
pekerjaan tersebut akan dinilai. Kriteria harus berkaitan dengan kualifikasi,
keterampilan, pengetahuan dan pengalaman. Pastikan bahwa semua kriteria ini
bersifat obyektif, didefinisikan dengan jelas dan diurutkan dalam urutan prioritas.
Uraikan secara rinci kemampuan khusus yang diperlukan dalam pekerjaan tersebut,
misalnya kemampuan untuk sering bepergian.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
iklan pekerjaan untuk mendorong agar anggota kelompok-kelompok ini mengajukan
lamaran.
n
n
Merupakan
praktik yang baik bila mencantumkan sebuah pernyataan kesetaraan
dalam iklan pekerjaan, misalnya ‘kami adalah pengusaha pro-kesetaraan dan
menyambut baik lamaran dari semua orang yang memenuhi syarat’.
entukan
dengan jelas bagaimana harusnya pelamar mengajukan lamaran, tanggal
penutupan dan tanggal wawancara.
Menempatkan Iklan Pekerjaan - Pedoman
n
Iklan
pekerjaan harus disebarluaskan untuk menarik pelamar pekerjaan seluasluasnya.
n
Iklan
n
Media
n
Sebagai
hendaknya tidak dipasang di tempat-tempat di mana hanya beberapa kelompok
pelamar dapat melihatnya, misalnya, ruang loker laki-laki, majalah perempuan dan
lain-lain.
bersasaran tertentu dapat digunakan untuk menarik level pelamar yang tepat
di pasar tenaga kerja (misalnya, surat kabar khusus, jurnal profesional, majalah
mahasiswa dan lain-lain).
langkah tindakan afirmatif untuk menarik pelamar dari bagian angkatan
kerja yang sebelumnya kurang terwakili, iklan dapat didistribusikan melalui saluran
yang ditargetkan, misalnya masyarakat etnis lokal atau kelompok dukungan bagi
penyandang disabilitas.  Lihat Subbab 8.3 Menerapkan kebijakan dan rencana
aksi kesetaraan..
Pedoman untuk menyusun formulir lamaran kerja
n
Formulir
lamaran kerja hendaknya hanya meminta informasi yang secara langsung
relevan dengan persyaratan pekerjaan, misalnya pengalaman kerja, keterampilan,
kemampuan, pendidikan, kualifikasi profesional yang relevan dan sebagainya.
n
Pertanyaan
n
Jika
n
Formulir
n
Pelamar
harus fokus pada penilaian kemampuan pelamar untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut, bukan mencari informasi tentang diri pelamar, misalnya
disabilitasnya, atau provinsi asalnya.
posisi tersebut memerlukan komitmen khusus, misalnya kesediaan untuk sering
bepergian, formulir lamaran harus menanyakan tentang kemampuan dan kesediaan
pelamar untuk melakukannya.
lamaran hendaknya tidak mengajukan pertanyaan terkait dengan status
perkawinan, situasi keluarga, pekerjaan dan gaji suami/istri, jumlah atau usia anak,
kehamilan atau niat untuk hamil dari pelamar. Pertanyaan yang berkaitan dengan
etnis, ras, agama atau asal sosial pelamar juga hendaknya tidak diajukan.
hendaknya tidak diminta untuk memberikan informasi kesehatan pribadi.
Pemeriksaan kesehatan, jika mutlak diperlukan, dapat dilakukan pada tahap
berikutnya.
6
n
Penyandang
disabilitas hendaknya tidak diminta untuk memberikan informasi
yang orang-orang bukan penyandang disabilitas biasanya tidak akan diminta untuk
memberikannya.
n
Pelamar
hendaknya tidak diminta untuk mengirimkan foto bersamaan dengan
lamaran mereka, kecuali jika penampilan fisik dapat secara sah dianggap sebagai
persyaratan melekat dari pekerjaan tersebut.2
Tips Manajemen 7
Kriteria yang hendaknya tidak dicantumkan di dalam iklan
pekerjaan
Usia
Pengusaha hendaknya tidak menetapkan usia
sebagai syarat untuk pekerjaan. Kata atau frase
yang mengesankan pengutamaan kandidat karyawan
dari kelompok usia tertentu juga hendaknya tidak
digunakan di dalam iklan pekerjaan. Contohnya
“muda”, “lingkungan kerja muda” atau “baru lulus
sekolah baru/sarjana baru.”
Jika sifat pekerjaan menuntut secara fisik misalnya
penanganan kargo berat, karakteristik fisik yang
dipersyaratkan atau kriteria lain terkait pekerjaan
harus digambarkan dengan jelas di dalam iklan
pekerjaan, daripada mengindikasikan ambang batas
usia.
Etnis dan asal-usul
2
•
“Kandidat dituntut melaksanakan bongkar
muat karung beras yang masing-masing
seberat minimal 10kg.”
•
“Kandidat dituntut menangani alat berat.”
Etnis atau asal-usul hendaknya tidak menjadi kriteria
untuk seleksi kandidat karyawan karena seleksi
berdasarkan ras tidak bisa diterima. Oleh karena
itu, iklan pekerjaan yang menampilkan pernyataan
seperti “diutamakan etnis Jawa” atau “diutamakan
etnis Tionghoa” tidak bisa diterima.
Pedoman ini diadaptasi dari ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); European Commission: Diversity at work
- A guide for SMEs (2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-hiring and post-hiring procedures”, “Recruitment
advertisements”, “The use of consistent selection criteria” dan “Guidelines for application forms design”, dalam Good management
practice series (Hongkong); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment
(Wellington, 1993); Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite guidelines on fair employment
practices (Singapura).
7
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Contoh:
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Tips Manajemen 7
Jika pekerjaan memerlukan kemahiran dalam
bahasa tertentu, pengusaha harus menjustifikasi
kebutuhan tersebut untuk persyaratan. Ini akan
mengurangi ambiguitas dan meminimalkan timbulnya
kesalahpahaman antara pencari kerja dan pihak
perekrut.
Bahasa
Misalnya:
•
“Guru bahasa Inggris untuk pusat pra-sekolah,
kefasihan dalam bahasa Inggris diperlukan.”
•
“Penterjemah untuk sebuah majalah olahraga
berbahasa Cina terkemuka. Kemahiran dalam
bahasa Cina Mandarin adalah keharusan. “
•
“Pemandu wisata untuk menangani kelompok
turis Jepang/India. Pengetahuan bahasa
Jepang/India sangat penting. “
Jenis kelamin hendaknya tidak menjadi kriteria
untuk perekrutan. Selain itu, kata atau frase yang
mengesankan pengutamaan kandidat karyawan
dari kelompok jenis kelamin tertentu misalnya
“lingkungan kerja perempuan” atau “perawat
perempuan” hendaknya tidak digunakan di dalam
iklan pekerjaan. Bila persyaratan praktis pekerjaan
tersebut menentukan kebutuhan karyawan dari jenis
kelamin tertentu, ini harus didukung oleh alasan yang
sah.
Gender
Contoh:
Status perkawinan
8
•
“Aktris untuk peran pendukung perempuan
dalam sebuah drama.”
•
“Butik busana perempuan membutuhkan
pramuniaga perempuan untuk model baju saat
bekerja.”
Status perkawinan merupakan kriteria yang tidak
relevan dalam pekerjaan; karena pekerjaan dapat
dilakukan sama baiknya baik oleh orang yang sudah
menikah ataupun lajang. Pekerjaan yang mensyaratkan
perempuan untuk tetap lajang selama jangka waktu
tertentu sehingga mereka dapat bepergian atau diberi
pelatihan secara intensif tidak bisa diterima. Adalah
Tips Manajemen 7
sang kandidat yang menentukan apakah mereka
dapat memenuhi fungsi ini atau tidak. Jika perjalanan
atau jam kerja panjang menjadi persyaratan pekerjaan
tersebut, maka iklan harus menjelaskannya.
Contoh:
Agama
•
“Pekerjaan memerlukan sering bepergian
jauh”
•
“Kandidat akan diminta untuk berada jauh dari
rumah untuk jangka waktu hingga 4 bulan”
•
“Posisi memerlukan sering lembur”
Agama tidak bisa diterima sebagai kriteria untuk
perekrutan kecuali dalam kasus di mana karyawan
harus melaksanakan fungsi-fungsi keagamaan
sebagai bagian dari persyaratan pekerjaan. Dalam
kasus semacam itu, persyaratan harus ditampilkan
secara jelas dan obyektif.
Sumber: Diadaptasi dari Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite guidelines on
non-discriminatory job advertisements (Singapura, 1999).
Tips Manajemen 8
Persyaratan pekerjaan yang melekat mengacu pada persyaratan sangat
penting, obyektif dan proporsional yang perlu dimiliki oleh pelamar atau
karyawan agar dapat melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab penting
dari pekerjaan bersangkutan. Dalam beberapa kasus luar biasa karakteristik
pribadi pelamar atau karyawan, misalnya jenis kelamin, agama atau tidak
adanya gangguan tertentu atau disabilitas, bisa menjadi persyaratan
pekerjaan yang melekat. Dalam kasus-kasus ini pembedaan, pengecualian
atau pengutamaan berdasarkan karakteristik pribadi tidak akan dianggap
sebagai diskriminasi.
Contoh:
•
Tidak adanya gangguan penglihatan merupakan persyaratan melekat
pekerjaan untuk pilot.
9
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Kapankah karakteristik pribadi dapat menjadi persyaratan
pekerjaan yang melekat?
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Tips Manajemen 8
•
Sebuah teater dapat menetapkan persyaratan jenis kelamin ketika
mempekerjakan aktor untuk melakonkan peran perempuan atau
laki-laki dalam pertunjukan drama untuk memastikan keaslian
pertunjukan.
•
Untuk memastikan privasi dan kesopanan, jenis kelamin bisa menjadi
persyaratan yang melekat seorang penunggu pekerjaan di ruang ganti
laki-laki dan ruang ganti perempuan.
•
Sebuah sekolah agama bisa mensyaratkan guru yang memimpin
murid-murid berdoa haruslah memeluk sebuah agama.
•
Karyawan yang bekerja di dapur halal haruslah Muslim dan
bersertifikat untuk mengerjakan pekerjaan itu sesuai dengan praktik
keagamaan.
•
Pendapat politik bisa menjadi persyaratan yang melekat untuk jabatan
tinggi di pemerintahan.
Persyaratan pekerjaan yang melekat perlu dinilai atas dasar kasus per
kasus. Fokusnya haruslah pada penilaian isi posisi bersangkutan, bukan
organisasi secara keseluruhan. Misalnya, sebuah sekolah agama hanya bisa
mensyaratkan staf yang terlibat dalam fungsi keagamaan memeluk agama.
Akan merupakan diskriminasi bila menetapkan kriteria mengenai agama
terhadap misalnya staf administrasi atau personil pemeliharaan.
Sumber: ILO: Equality and non-discrimination at work in East and South East Asia: Guide (Bangkok, 2011).
1.2.
Penyaringan
Penyaringan dan seleksi kandidat harus dilakukan atas dasar kriteria seleksi yang konsisten.
Kriteria seleksi harus disusun atas dasar uraian pekerjaan, dan harus menetapkan kualifikasi,
keterampilan, pengetahuan dan karakteristik pribadi yang diperlukan untuk pelaksanaan
pekerjaan yang efektif. Kriteria seleksi harus obyektif, didefinisikan dengan jelas, dan diurutkan
dalam urutan prioritas. Standar terukur harus ditetapkan untuk menilai kandidat terhadap
semua kriteria seleksi.
Kriteria seleksi obyektif yang didefinisikan dengan jelas akan membantu mengurangi bias dalam
proses penyaringan. Panel yang meninjau lamaran-lamaran harus membuang semua asumsi
stereotip atau tradisional tentang kemampuan dan bakat berbagai jenis orang, dan memeriksa
kesesuaian individual seluruh pelamar seobyektif mungkin.  Lihat Tips Manajemen 10.
Berhati-hatilah dengan bias Anda di bawah.
Keragaman tim dan kebijakan tindakan afirmatif perusahaan juga harus diberi perhatian yang
memadai dalam proses penyaringan. Untuk menghindari perempuan dan laki-laki berada di
10
pekerjaan terpisah, pengusaha perlu secara proaktif berupaya mempekerjakan laki-laki dan
perempuan di semua pekerjaan bahkan jika pekerjaan tersebut secara tradisional dilaksanakan
oleh laki-laki saja atau perempuan saja.
Pedoman untuk penyaringan
n
Untuk
menghindari prasangka atau bias, penyaringan sebaiknya dilakukan oleh
sebuah panel penilai, bukan hanya satu orang.
n
Penyaringan
n
Nilailah
n
Hindari
n
Berikan
harus dilakukan atas dasar kriteria seleksi obyektif yang digariskan untuk
posisi tersebut. Kesesuaian kandidat harus dinilai secara obyektif terhadap standar
terukur yang ditetapkan untuk masing-masing kriteria seleksi.
seluruh pelamar dengan kriteria yang sama, misalnya, tidak ada persyaratan
lebih tinggi untuk pelamar perempuan.
penilaian pribadi dan asumsi, dan tinjaulah hasil skoring Anda dengan anggota
panel lainnya untuk memeriksa bahwa poin diberikan semata-mata berdasarkan bukti.
pelatihan pada orang-rang yang terlibat dalam penyaringan mengenai metode
seleksi non-diskriminatif, dan akrab dengan ketentuan hukum yang relevan.3
1.3. Seleksi dan tes kemampuan
Tes seleksi atau tes kemampuan yang dirancang dengan baik, dilaksanakan dengan tepat
dan divalidasi secara profesional dapat menjadi metode yang berguna untuk memprediksi
kinerja kandidat dalam sebuah pekerjaan tertentu. Jika tes seleksi yang digunakan, pengusaha
harus memastikan bahwa tes tersebut relevan dengan persyaratan pekerjaan dan mengukur
kemampuan aktual kandidat untuk melaksanakan pekerjaan bersangkutan.
Tes seleksi harus dilaksanakan oleh staf yang terlatih dalam metodologi penilaian dan
kesempatan dan perlakuan yang sama di tempat kerja. Disarankan bahwa tes kemampuan
hendaknya hanya digunakan sebagai salah satu dari beberapa metode penilaian. Isi dan
standar tes harus ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa tes tersebut relevan
dengan persyaratan pekerjaan dan bebas dari bias.
Pedoman untuk tes yang obyektif
3
Tes
seleksi dan tes kemampuan harus sesuai dengan pekerjaan bersangkutan, dan
mengukur tingkat keterampilan dan kemampuan yang tepat yang ditetapkan dalam
profil kompetensi untuk pekerjaan bersangkutan. Misalnya, kemampuan mengangkat
atau keterampilan berbahasa.
Pedoman ini diadaptasi dari lihat ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); European Commission: Diversity at
work - A guide for SMEs (2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “The use of consistent selection criteria” dan “Prehiring and post-hiring procedures”, dalam Good management practice series (Hongkong); New Zealand Employers’ Federation:
A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993).
11
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
n
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
n
Saat
menyusun dan melaksanakan tes tertulis, perhatian khusus harus diberikan
untuk memastikan seluruh kandidat dapat memahami petunjuk. Jika Bahasa
Indonesia bukan merupakan bahasa pertama sebagian kandidat (dan bukan
merupakan persyaratan pekerjaan yang melekat untuk fasih dalam Bahasa
Indonesia), maka ketentuan khusus harus dibuat untuk memastikan para kandidat
juga memahami tes tersebut.
n
Semua
kandidat harus menjalani tes yang sama tanpa kecuali.4
Contoh Kasus 4.
Penggunaan tes kemampuan yang diskriminatif – Inggris
Nn. Mallidi, seorang perempuan Asia, yang telah bekerja lepas untuk Kantor
Pos selama beberapa tahun diminta untuk menjalani sebuah tes kemampuan
tertulis agar bisa terus bekerja berdasarkan kontrak. Dia tidak lulus tes tersebut,
dan pekerjaannya dihentikan. Kemudian Nn. Mallidi mendapati bahwa para
pekerja lepas kulit putih diberi kontrak kerja sementara atau permanen tanpa
harus menjalani tes kemampuan. Dia merasa diperlakukan tidak adil dan
memutuskan untuk mengajukan proses hukum dengan tuduhan diskriminasi
ras.
Pengadilan menemukan bahwa seluruh pekerja lepas diberi kontrak tanpa
melalui tes. Kantor Pos juga tidak dapat menjelaskan mengapa para pekerja
harus menjalani tes pada waktu tertentu, dan dalam kasus tertentu tetapi
tidak dalam kasus yang lain. Pengadilan menyimpulkan bahwa satu-satunya
penjelasan untuk pemecatan perempuan Asia tersebut adalah rasnya.
Pengadilan memberikan kompensasi kepada Nn. Mallidi sebesar hampir
£20.000, termasuk £10.000 untuk luka perasaan.
Sumber: Mallidi v The Post Office, Case No. 2403719/98 [2001] DCLD 47.; UK Commission for Racial Equality:
Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005).
1.4.
Wawancara Kerja
Wawancara kerja seringkali merupakan tahap yang menentukan dalam proses perekrutan
dan karena alasan ini maka sangat penting bahwa wawancara dirancang dan dilaksanakan
secara non-diskriminatif. Pewawancara hendaknya hanya mengajukan pertanyaan yang relevan
untuk menilai kesesuaian pelamar untuk pekerjaan bersangkutan. Pewawancara harus sadar
akan bias pribadi mereka, dan tidak menstereotip kandidat dengan membuat asumsi tentang
kemampuan mereka.
4
Pedoman ini diadaptasi dari European Commission: Diversity at work - A guide for SMEs (2009); Hong Kong Equal Opportunities
Commission: “Interviewing procedure” dan “Pre-hiring and post-hiring procedures”, dalam Good management practice series
(Hongkong); UK Commission for Racial Equality: Statutory Code of Practice on Racial Equality in Employment (London, 2005).
12
Pedoman untuk mempersiapkan sebuah wawancara
n
Wawancara
harus dilakukan oleh sebuah panel daripada hanya oleh pewawancara
tunggal. Keputusan oleh satu orang lebih mungkin akan terpengaruh oleh bias pribadi.
n
Tentukan
n
Pastikan
n
Kembangkan
n
Orang-orang
pertanyaan wawancara sebelumnya. Pastikan bahwa pertanyaan
mengidentifikasi keterampilan, pengalaman dan kompetensi pelamar dalam
hubungannya dengan uraian pekerjaan dan spesifikasi orang.
bahwa pewawancara memiliki pemahaman yang disepakati tentang kriteria
seleksi dan gambaran umum tentang jenis dan tingkat informasi yang mereka perlu
dapatkan untuk memenuhi kriteria tersebut.
sebuah sistem skoring untuk menilai jawaban pelamar yang ditetapkan
terhadap spesifikasi yang telah Anda tetapkan.
yang terlibat dalam wawancara harus diberi pelatihan dalam metode
seleksi non-diskriminatif, dan akrab dengan ketentuan hukum yang relevan.
Pedoman untuk menyelenggarakan wawancara
n
Waktu
dan tempat wawancara harus ditetapkan sehingga semua kandidat tersaring
bisa hadir.
n
Akomodasi
yang bijaksana harus diberikan kepada pelamar kerja penyandang
disabilitas, misalnya tempat yang terakses.  Lihat Subbab 6.4 Akomodasi yang
bijaksana
Pedoman untuk mewawancarai
n
Pertanyaan
wawancara harus berhubungan semata-mata dengan persyaratan
pekerjaan. Fokus pada kemampuan, pengetahuan, pengalaman dan kualifikasi pribadi
yang diperlukan dalam pekerjaan.
n
Jangan
n
Jika
n
Jika
n
Pengusaha
mengajukan pertanyaan yang bersifat pribadi, misalnya tentang status
perkawinan atau rencana untuk memiliki anak.
posisi tersebut memerlukan komitmen, misalnya lembur rutin atau kesediaan
untuk sering bepergian, pewawancara harus memberikan rincian lengkap persyaratan
pekerjaan tersebut dan menanyakan kepada kandidat apakah mereka akan mampu
memenuhi semua persyaratan tersebut. Persyaratan pekerjaan ini harus didiskusikan
secara obyektif tanpa pertanyaan yang berkaitan dengan status perkawinan atau
tanggung jawab keluarga pelamar.
bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pelamar dengan
disabilitas atau kondisi kesehatan tentang kemampuan mereka untuk melaksanakan
fungsi pekerjaan tertentu atau kebutuhan atas suatu fasilitas khusus untuk
melaksanakan fungsi pekerjaan. Pelamar hendaknya tidak diminta untuk memberikan
informasi umum tentang disabilitas atau status kesehatan mereka yang tidak relevan
13
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
pertanyaan yang bisa dianggap diskriminatif perlu ditanyakan, misalnya karena
persyaratan pekerjaan yang melekat, panel harus menjelaskan alasan meminta
informasi tersebut.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
untuk menilai kemampuan mereka melaksanakan pekerjaan.
n
Pertimbangkan
apa yang perlu dilakukan untuk memungkinkan Anda mempekerjakan
Tips Manajemen 9
Berhati-hatilah dengan bias Anda
Kata “bias” mengacu pada keberpihakan, prasangka, pengaruh yang tidak
adil, atau pandangan satu-sisi. Bias menghambat kemampuan seseorang
untuk membuat keputusan netral, tanpa prasangka dan obyektif.
Tidak seorang pun mau percaya – apalagi mengakui – bahwa mereka memiliki
bias, tetapi ada bukti kuat berbasis penelitian bahwa prasangka kita mungkin
lebih jelas dari pada yang kita kira. Semua orang secara alami memiliki bias
(dalam satu atau lain cara), karena wajar bagi orang untuk merasakan simpati
dan penerimaan terhadap hal-hal yang “familier” dan orang-orang yang “mirip”
dengan dirinya sendiri.
Bias yang tersembunyi bisa sangat bermasalah dalam manajemen sumber
daya manusia, karena dengan mudah dapat menghantarkan pada praktikpraktik yang bersifat diskriminatif. Karena alasan ini perhatian khusus harus
diberikan pada semua praktik manajemen sumber daya manusia untuk
memastikan bahwa bias pribadi para pengambil keputusan tidak akan
secara tidak sadar mempengaruhi keputusan yang dibuat. Semua keputusan
manajemen sumber daya manusia harus didasarkan pada kriteria obyektif,
dengan perhatian yang memadai diberikan pada keragaman tim dan langkahlangkah tindakan afirmatif perusahaan.
Staf yang bertanggung jawab atas perekrutan harus diberi pelatihan tentang
praktik perekrutan non-diskriminatif. Pelatihan tersebut juga harus membahas
bahaya melakukan generalisasi tentang kemampuan dan bakat laki-laki,
perempuan, penyandang disabilitas, atau orang-orang dari usia berbeda atau
latar belakang berbeda. Anggapan tentang apa yang merupakan “pekerjaan
laki-laki” atau “pekerjaan perempuan” dan gagasan stereotip tentang jenis
pekerjaan yang cocok untuk orang dengan latar belakang tertentu harus
dihindari.
Sumber: P. Babcock: “Detecting hidden bias”, dalam HR magazine (2006) Vol. 51, No.2, Februari; Hong Kong
Equal Opportunities Commission: “Pre-hiring and post-hiring procedures” dan “Use of consistent selection
criteria”, dalam Good management practice series (Hongkong).
5
Pedoman ini diadaptasi dari ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); European Commission: Diversity at work - A
guide for SMEs (2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Interviewing procedure”, dalam Good management practice
series (Hongkong); Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite guidelines on fair employment
practices (Singapura).
14
Contoh Kasus 5.
Stereotip gender di Indonesia
Indonesia mempertahankan ide-ide tradisional yang kuat tentang karakteristik
perempuan dan laki-laki. Pengaruh budaya dan hubungan gender berdampak
pada persepsi bahwa pekerjaan-pekerjaan tertentu paling cocok untuk
perempuan, sementara pekerjaan-pekerjaan lain lebih baik dilaksanakan oleh
laki-laki. Gagasan ini telah tertanam dalam ideologi hubungan gender pada
era Presiden Soeharto, di mana perempuan dilihat sebagai tunduk dan patuh
dan pelengkap suami mereka, dan bertahan dalam budaya Indonesia saat
ini. Persepsi ini cenderung memposisikan fungsi utama perempuan adalah
untuk suami dan anak-anak ketimbang untuk pekerjaan mereka terkait dengan
pekerjaan dibayar. Akibatnya, perempuan yang bekerja di berbagai macam
pekerjaan - dari mengajar hingga berdagang – fokus pada identitas mereka
sebagai istri dan ibu ketimbang pada status mereka sebagai pekerja.
Peran-peran gender tradisional ini juga tercermin dalam pembagian kerja
berdasarkan gender di Indonesia. Gagasan-gagasan stereotip membatasi
pilihan jabatan dan pekerjaan bagi perempuan maupun laki-laki, tetapi sangat
berbahaya bagi anak perempuan dan perempuan, karena gagasan-gagasan
tersebut berujung pada hambatan kesempatan kerja bagi perempuan.
Pengusaha harus menyadari gagasan-gagasan stereotip ini di masyarakat dan
secara aktif menghindari membiarkannya mempengaruhi keputusan kerja.
Semua keputusan perekrutan harus didasarkan pada kemampuan sebenarnya
pelamar kerja individual, bukan pada kualitas yang diasumsikan dimiliki oleh
pelamar karena jenis kelamin mereka.
Sumber: Ford, Michele, dan Parker, Lyn, Women and Work in Indonesia (Abingdon, 2008)
Tips Manajemen 10
Usia
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Tidak ada. Bertanya tentang lama pengalaman
kerja dapat diterima jika pengalaman
diperlukan untuk pekerjaan tersebut.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Setiap pertanyaan yang dirancang untuk
mencari tahu usia seseorang.
15
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Yang boleh dan tidak boleh dalam wawancara
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Tips Manajemen 10
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Pertanyaan tentang apakah pelamar memiliki
kemampuan untuk melaksanakan fungsifungsi pekerjaan tertentu. Meminta pelamar
untuk menggambarkan atau menunjukkan
bagaimana dia akan melaksanakan tugastugas pekerjaan.
• Pertanyaan tentang apakah pelamar akan
membutuhkan akomodasi yang bijaksana
hanya bila pelamar tersebut memiliki
disabilitas yang jelas, atau bila pelamar
tersebut secara sukarela mengungkapkan
bahwa dia memiliki disabilitas.
Disabilitas
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Pertanyaan umum yang cenderung untuk
memperoleh informasi mengenai disabilitas
yang tidak terkait dengan kemampuan untuk
melaksanakan pekerjaan tertentu, misalnya
“Apakah Anda memiliki disabilitas?”
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Pertanyaan mengenai gelar, program studi,
pengalaman yang sepadan, atau pelatihan
yang diperlukan untuk pekerjaan tertentu.
Pendidikan
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Pertanyaan umum tentang tingkat sekolah
menengah atau sarjana kecuali jika Anda
bisa membuktikan tingkat pendidikan yang
ditanyakan diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut.
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Setiap pertanyaan terkait dengan pengalaman,
kekuatan dan kelemahan, promosi, prestasi,
gaji saat ini, permintaan gaji, alasan
meninggalkan sebuah posisi.
Pekerjaan
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Tidak ada.
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Apakah pelamar memiliki kegiatan, komitmen,
atau tanggung jawab yang mungkin
menghalanginya memenuhi jadwal kerja atau
Status keluarga
16
Tips Manajemen 10
persyaratan kehadiran. Pertanyaan tentang
kesediaan pelamar untuk bekerja malam hari
dan/atau akhir pekan bisa diterima, asalkan
Anda menanyakannya kepada pelamar lakilaki maupun perempuan, dan asalkan posisi
tersebut benar-benar memerlukan atau akan
memerlukan bekerja pada malam hari dan/
atau akhir pekan.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Jangan bertanya tentang apakah pelamar
sudah menikah atau lajang, jumlah dan usia
anak, pekerjaan suami/istri, tanggung jawab
keluarga suami/istri atau pelamar, tanggung
jawab perawatan anak, tunjangan anak,
kehamilan, dan lain-lain.
• Jangan mengarahkan langsung kepada
pelamar dari jenis kelamin tertentu - misalnya,
bertanya kepada perempuan tentang
pengaturan perawatan anak, atau bertanya
kepada laki-laki tentang kewajiban menafkahi
anak
• Jangan bertanya tentang kesediaan untuk
bekerja malam hari dan/atau akhir pekan jika
bukan merupakan persyaratan untuk posisi
tersebut. Pertanyaan ini cenderung memiliki
dampak diskriminatif terhadap pelamar
berkeluarga - terutama perempuan.
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Tidak ada, kecuali jika terkait pekerjaan.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Pertanyaan tentang kondisi keuangan,
rekening bank, sejarah kredit, atau peringkat
kredit pelamar yang tidak berkaitan dengan
pekerjaan bersangkutan. Persyaratan kredit
yang baik dipandang sebagai diskriminatif
karena bisa memiliki dampak buruk terhadap
kaum minoritas.
• Pertanyaan tentang kepemilikan rumah atau
kepemilikan mobil (kecuali memiliki mobil
dipersyaratkan untuk pekerjaan tersebut).
17
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Status keuangan
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Tips Manajemen 10
Tinggi dan Berat
badan
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Pertanyaan tentang persyaratan tinggi atau
berat badan yang diperlukan untuk pekerjaan
tersebut atau tentang apakah pelamar
memiliki kemampuan untuk melaksanakan
fungsi-fungsi pekerjaan tertentu (tanpa
menyebutkan tinggi atau berat badan orang
tersebut).
• Harus dapat membuktikan bahwa tinggi
atau berat badan minimal atau maksimal
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Setiap pertanyaan tentang tinggi atau berat
badan yang tidak didasarkan pada persyaratan
pekerjaan yang sebenarnya.
• Jika persyaratan tinggi atau berat badan
tertentu ditentukan, Anda harus dapat
membuktikan bahwa tinggi atau berat badan
minimal atau maksimal diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.
Status perkawinan
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Tidak ada. Pertanyaan yang berkaitan dengan
tunjangan keluarga dapat dibuat setelah
perekrutan.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Apakah pelamar menikah, lajang, bercerai,
pisah, bertunangan, janda
Asal kebangsaan
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Pertanyaan tentang kemampuan pelamar
membaca, menulis dan berbicara bahasa
Inggris atau bahasa asing lainnya bila
dipersyaratkan untuk sebuah pekerjaan
tertentu.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Pertanyaan tentang silsilah, leluhur, asal-usul
kebangsaan, keturunan, tempat kelahiran
atau bahasa ibu, negara asal orang tua atau
suami/istri pelamar. Bagaimana pelamar
memperoleh kemampuan membaca, menulis
atau berbicara bahasa asing.
18
Tips Manajemen 10
Kehamilan
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Pertanyaan tentang kemungkinan durasi
pelamar bertahan dalam pekerjaan tersebut
atau kemungkinan ketidakhadiran – hanya jika
ditanyakan kepada pelamar laki-laki maupun
perempuan.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan
kehamilan atau sejarah medis berkenaan
dengan kehamilan, atau pertanyaan yang
mungkin memunculkan jawaban berdasarkan
kehamilan atau status keluarga berencana.
CATATAN: Menolak mempekerjakan seorang
perempuan semata-mata karena dia hamil
merupakan diskriminasi jenis kelamin.
Ras atau warna
kulit
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Tidak ada.
Agama atau
kepercayaan
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Pertanyaan tentang apakah pelamar dapat
memenuhi jadwal kerja dengan akomodasi
yang wajar adalah bisa diterima. Jika
jawabannya mengungkapkan ketaatan atau
praktik keagamaan pelamar, beritahukan
kepada pelamar bahwa upaya yang wajar akan
dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan
keagamaan bila dia diterima bekerja.
• Pertanyaan tentang apakah pelamar bisa
melakukan sedikit penyesuaian untuk
penampilan simbol-simbol keagamaan mereka
(misalnya jilbab) untuk memenuhi persyaratan
kesehatan dan keselamatan kerja untuk
pekerjaan tersebut. Catatan: mensyaratkan
seseorang tidak memakai simbol-simbol
agama untuk alasan selain kesehatan dan
keselamatan kerja tidak bisa diterima.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Pertanyaan tentang denominasi keagamaan,
afiliasi keagamaan, gereja, pendeta, atau hari
19
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Setiap pertanyaan tentang ras, warna kulit,
atau corak kulit.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Tips Manajemen 10
•
•
libur keagamaan yang dipatuhi oleh pelamar.
Pertanyaan tentang apakah pelamar akan
mempertimbangkan untuk tidak mengenakan
jilbab atau simbol-simbol keagamaan lainnya
dalam bekerja.
Pertanyaan yang berkaitan dengan
kemampuan pelamar untuk membaca AlQur’an, Alkitab atau teks-teks keagamaan
lainnya.
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Pertanyaan tentang alamat pelamar yang
diperlukan untuk kontak dengan pelamar di
masa mendatang.
Tempat tinggal
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Apakah pelamar memiliki atau menyewa
rumah sendiri (menunjukkan kelas ekonomi).
Nama dan hubungan orang-orang yang tinggal
dengan pelamar.
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Tidak ada, kecuali jika jenis kelamin
merupakan persyaratan pekerjaan yang
melekat.
Jenis kelamin
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Penyebutan jenis kelamin pelamar, jika
jenis kelamin tertentu bukan merupakan
persyaratan pekerjaan yang melekat.
• Pertanyaan tentang keperawanan atau
kegiatan seksual. Ini tidak relevan dengan
pekerjaan seseorang.
Status HIV dan AIDS
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Tidak ada. Semua pekerjaan harus memiliki
peraturan kesehatan dan keselamatan kerja
yang mencegah paparan tidak aman terhadap
darah antar orang.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Pertanyaan yang menanyakan tentang status
HIV dan AIDS seseorang. Ini tidak relevan
dengan kemampuan seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan.
20
Tips Manajemen 10
Afiliasi serikat
pekerja
Pertanyaan yang bisa diterima:
• Tidak ada.
Pertanyaan yang tidak bisa diterima:
• Setiap pertanyaan tentang niat untuk terlibat
dalam kegiatan-kegiatan serikat pekerja pada
saat ini, sebelumnya atau mendatang.
Sumber: Diadaptasi dari Wake Forest University: Guidelines for interviewing applicants; UNC Charlotte: Guidelines for
interviewing job applicants.
kandidat terbaik, misalnya pelatihan bahasa, persyaratan akses atau peralatan baru.5
1.5. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
Pemeriksaan kesehatan pra-kerja kadang-kadang digunakan sebagai bagian dari proses
perekrutan, dan biasanya dilakukan pada tahap akhir proses perekrutan. Pemeriksaan
kesehatan hendaknya tidak dilakukan sebagai rutinitas, tetapi secara sah dapat diterapkan
dalam kasus-kasus terbatas misalnya untuk menilai kemampuan pelamar untuk
melaksanakan persyaratan pekerjaan yang melekat atau untuk memastikan kesehatan dan
keselamatan rekan kerja dan pelanggan (dalam pekerjaan-pekerjaan di mana persyaratan
kesehatan diatur dalam undang-undang).6
Seorang pengusaha yang mensyaratkan pelamar menjalani pemeriksaan kesehatan pra-kerja
harus selalu menjelaskan tujuan sah pemeriksaan tersebut kepada pelamar. Jika pemeriksaan
tidak dapat dibenarkan dengan mengacu pada salah satu alasan di atas, tetapi disyaratkan
hanya untuk mengecualikan pelamar yang memiliki penyakit menular atau disabilitas, atau
untuk menyaring perempuan hamil, ini merupakan diskriminasi. Diskriminasi terhadap
perempuan hamil, penyandang disabilitas dan orang hidup dengan HIV dan AIDS merupakan
pelanggaran hukum berdasarkan hukum Indonesia.
6ILO Kode praktik tentang perlindungan data pribadi pekerja, Pasal 6.7.
7
Lihat Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-employment medical examinations”, dalam Good management practice
series (Hongkong).
21
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Pengusaha harus menginformasikan kepada dokter atau lembaga yang melakukan pemeriksaan
tentang tujuan pemeriksaan tersebut dan persyaratan pekerjaan yang melekat. Pemeriksaan
hendaknya hanya mencakup tes kesehatanb dan pekerjaan yang diperlukan untuk menentukan
apakah pelamar dapat melaksanakan persyaratan pekerjaan yang melekat.7
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Tes kehamilan
Pengusaha hendaknya tidak menggunakan tes kehamilan sebagai persyaratan perekrutan,
kecuali dalam situasi terbatas di mana pekerjaan bersangkutan dilarang untuk perempuan
hamil berdasarkan undang-undang atau ada resiko yang diketahui atau signifikan terhadap
kesehatan perempuan dan anak.8 Di sebagian besar pekerjaan, kehamilan tidak berdampak
pada kemampuan pelamar perempuan yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut, dan pengusaha tidak memiliki alasan yang sah untuk mensyaratkan pelamar
menjalani tes. Menolak pelamar yang memenuhi syarat karena kehamilannya merupakan
diskriminasi. Jika pekerjaan tersebut mengharuskan bekerja di lingkungan berbahaya
atau melibatkan tugas-tugas yang secara fisik berat, pengusaha harus memberitahukan
kepada seluruh pelamar tentang hal ini di dalam iklan pekerjaan  Lihat juga Subbab 6.2
Perlindungan kehamilan dan 6.3 Keseimbangan pekerjaan dan keluarga.
Tes HIV
Jika persyaratan kerja untuk pekerjaan bersangkutan telah diatur di dalam undang-undang
untuk menyangkut tidak adanya penyakit menular, pengusaha bisa mensyaratkan pelamar
menjalani tes kesehatan untuk memeriksa adanya penyakit menular. Jika tidak ada persyaratan
kesehatan tertentu yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut maka pelamar secara sah bisa
menolak menjalani tes. Mensyaratkan karyawan atau pelamar kerja menjalani tes HIV wajib
sangat dilarang berdasarkan Rekomendasi ILO Mengenai HIV dan AIDS di Dunia Kerja, 2010
(No. 200) (Pasal 25) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, No. 68 dari
2004 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 20 tahun 2005 tentang Pencegahan dan
Pengendalian HIV/AIDS di Tempat Kerja.
Menilai kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan
Pengusaha boleh meminta pelamar untuk menjalani tes untuk menguji kemampuan mereka
melaksanakan persyaratan pekerjaan yang melekat. Pelamar dengan atau tanpa disabilitas
dapat diminta untuk menjalani tes. Ketika menilai kemampuan fisik seorang pelamar
penyandang disabilitas, pengusaha juga harus mempertimbangkan apakah pelamar tersebut
akan mampu melaksanakan fungsi-fungsi penting pekerjaan dengan bantuan beberapa
penyesuaian yang wajar pada prosedur atau praktik kerja, misalnya penyesuaian anjungan
kerja, penggunaan peralatan khusus dan sebagainya Menolak seorang pelamar penyandang
disabilitas yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi penting pekerjaan dengan bantuan
akomodasi yang wajar merupakan diskriminasi.
Jika pelamar penyandang disabilitas tidak dapat melaksanakan persyaratan melekat pekerjaan
bersangkutan, atau penyesuaian yang diperlukan akan menyebabkan kesulitan yang tidak
dapat dibenarkan pada pengusaha, maka pngusaha secara sah dapat menolak pelamar
bersangkutan.  Lihat juga Subbab 6.4 Akomodasi yang bijaksana.
8
ILO Konvensi Perlindungan Kehamilan, 2000, (No.183), Pasal 9.2.
22
Setelah pemeriksaan kesehatan
Jika seorang pelamar tidak diterima bekerja setelah pemeriksaan kesehatan, pengusaha harus
dengan jelas memberitahukan kepadanya alasannya.
w
Jika pelamar ditolak karena disabilitasnya, pengusaha harus menjelaskan kepadanya
mengapa dia dianggap tidak mampu melaksanakan persyaratan pekerjaan yang
melekat tersebut, dan mengapa penyesuaian yang diperlukan untuk membantunya
melaksanakan pekerjaan akan menimbulkan kesulitan yang tidak dapat dibenarkan
pada pengusaha.
w
Jika pelamar ditolak karena infeksinya, pengusaha harus menjelaskan apakah alasan
medis untuk penolakan tersebut adalah penyakit menular, pelamar harus diberitahu
oleh pengusaha mengenai kebutuhan wajar untuk melindungi kesehatan umum.
Catatan: tidak ada kondisi untuk membenarkan penolakan pelamar perempuan semata-mata
atas dasar kehamilan, status perkawinan atau rencananya untuk memiliki anak.
Kerahasiaan data kesehatan pekerja
Informasi klinis yang diberikan oleh pelamar kepada dokter atau lembaga yang melakukan
pemeriksaan kesehatan bersifat rahasia dan hendaknya tidak diungkapkan kepada pengusaha
tanpa persetujuan dari pelamar. Alih-alih memberikan rincian medis lengkap pelamar kepada
pengusaha, lebih tepat bila dokter atau lembaga pemeriksa menyampaikan laporan kepada
pengusaha yang memberikan informasi medis yang relevan dengan pekerjaan. Pengungkapan
informasi hanya dibenarkan berdasarkan persyaratan pekerjaan tertentu atau karena alasan
kesehatan atau keselamatan umum.9
Kode praktik tentang perlindungan data pribadi pekerja dari ILO dan Rekomendasi Mengenai
HIV dan AIDS di Dunia Kerja, 2010 (No. 200) dari ILO sama-sama melarang pengungkapan
informasi mengenai status kesehatan karyawan atau pelamar pekerjaan.
1.6. Catatan dan prosedur pasca perekrutan
Setelah seorang pelamar diterima bekerja, pengusaha dapat mengumpulkan informasi
pribadi darinya untuk menetapkan tunjangan kesehatan, tunjangan keluarga atau tunjangan
pendidikan, atau guna untuk memastikan siapa yang harus dihubungi bila terjadi keadaan
darurat. Informasi dapat diminta berkenaan dengan misalnya suami/istri, jumlah anak
dan keluarga dekat karyawan tersebut. Pengusaha juga dapat meminta karyawan untuk
memberikan informasi kesehatan lebih rinci guna untuk membantu karyawan bila terjadi
keadaan darurat. Semua informasi kesehatan harus dijaga kerahasiaannya dan hendaknya
tidak diungkapkan tanpa persetujuan tertulis dari karyawan.
9
Lihat Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-employment medical examinations”, dalam Good management practice
series (Hongkong).
23
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Catatan staf
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Catatan mengenai proses perekrutan
Pengusaha disarankan untuk menyimpan catatan skor penyaringan, wawancara dan tes
seleksi sekurang-kurangnya selama 12 bulan, agar siap untuk menangani pengaduan tentang
diskriminasi dalam proses seleksi di kemudian hari. Merupakan praktik yang baik bila meninjau
hasil perekrutan perusahaan dari waktu ke waktu untuk memeriksa bahwa proses perekrutan
tetap obyektif dan setara.
Prosedur pasca perekrutan
Pengusaha harus memberitahukan kepada seluruh kandidat yang tersaring mengenai
keputusan perekrutan sesegera mungkin. Merupakan praktik yang baik bila memberikan
umpan balik kepada kandidat yang tidak lulus jika diminta.10
1.7.
Pelatihan induksi
Sebagian besar perusahaan memberi karyawan baru pelatihan induksi untuk memperkenalkan
mereka dengan lingkungan kerja baru mereka. Pelatihan induksi harus mencakup pelatihan
kerja, orientasi, dan pengenalan kebijakan perusahaan dan jenis-jenis perilaku yang diterima
di tempat kerja.
Sebuah orientasi dan pelatihan kerja yang efektif membantu karyawan baru untuk memahami
tugas dan tanggung jawab mereka dan standar kinerja yang diharapkan. Ini dapat membantu
meningkatkan pemahaman dan komunikasi antara manajemen dan pekerja, mempromosikan
produktivitas yang lebih tinggi bagi perusahaan dan mengurangi potensi perselisihan di tempat
kerja. Induksi juga memberi pengusaha kesempatan untuk memahami kebutuhan dan potensi
karyawan baru, sehingga program pelatihan on-the-job selanjutnya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan mereka.
Pengenalan kebijakan dan praktik perusahaan memungkinkan karyawan baru memahami
budaya organisasi. Pelatihan induksi harus, antara lain, membiasakan karyawan dengan
komitmen perusahaan terhadap kesempatan dan perlakuan yang sama, dan memperkenalkan
bidang-bidang berikut:
w
Apa hak dan tanggung jawab yang dimiliki oleh karyawan berdasarkan undangundang ketenagakerjaan dan kebijakan perusahaan, termasuk kebijakan kesetaraan
wApa perilaku yang bisa diterima dan tidak bisa diterima di tempat kerja berdasarkan
kebijakan perusahaan mengenai disiplin dan pelecehan.  Lihat Subbab 6.1
Pelecehan.
w
Apa jenis mekanisme perusahaan memiliki keluhan untuk penanganan, termasuk
keluhan tentang diskriminasi atau pelecehan terhadap rekan kerja atau manajer 
Lihat Subbab 9. Menangani pengaduan terkait diskriminasi.
10
Lihat Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Pre-hiring and post-hiring procedures”, dalam Good management practice
series (Hongkong); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington,
1993).
24
Program induksi harus disesuaikan dengan berbagai kebutuhan karyawan baru, misalnya,
orang yang pertama masuk ke dunia kerja, perubahan pekerjaan internal atau promosi, orang
yang kembali ke dunia kerja setelah beberapa waktu keluar untuk tanggung jawab keluarga,
pekerja yang lebih tua, anggota kelompok ras tertentu. Bila memungkinkan, seorang “rekan”
atau mentor dapat ditunjuk untuk membantu dan membimbing karyawan baru.11
1.8. Perekrutan melalui agen ketenagakerjaan
Jika pengusaha melibatkan agen ketenagakerjaan atau pihak ketiga lain untuk membantu
perusahaan merekrut staf, pengusaha harus memberitahukan kepada agen tersebut komitmen
perusahaan terhadap ketenagakerjaan yang setara. Pengusaha juga harus memeriksa
pengetahuan konsultan sumber daya manusia tersebut dan penggunaan praktik-praktik
kesetaraan, dan menyarankan mereka untuk mematuhi kebijakan kesetaraan, langkah-langkah
tindakan afirmatif dan pedoman perekrutan perusahaan. Ini diperlukan untuk memastikan
bahwa agen tersebut merekomendasikan kandidat berdasarkan prestasi.
Pengusaha hendaknya tidak pernah meminta agen ketenagakerjaan untuk menyaring pelamar
pekerjaan atau menseleksi staf sementara untuk mereka gunakan berdasarkan kriteria seleksi
yang diskriminatif. Jika perusahaan pengguna meminta agen ketenagakerjaan untuk melakukan
diskriminasi dalam seleksi kandidat maka agen ketenagakerjaan harus mengingatkan
perusahaan pengguna tentang larangan diskriminasi di dalam undang-undang.
1.9. Perekrutan melalui perantara lain (alih daya dan
subkontrak)
Dalam kasus perantara bukan merupakan sebuah badan hukum, pengusaha semata-mata
bertanggung jawab untuk memastikan kesetaraan dalam hal perekrutan dan perlakuan dalam
pekerjaan. Demikian pula, dalam kasus perekrutan pekerja rumahan melalui individu (yang
bukan merupakan badan hukum), perusahaan sepenuhnya bertanggung jawab atas proses
perekrutan dan memastikan non-diskriminasi terhadap pekerja rumahan dalam hal proses
perekrutan.12
11
Lihat UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005); New
Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993).
12
Lihat UU Ketenagakerjaan, pasal 65-66 tentang alih daya.
25
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Jika pengusaha menggunakan pihak ketiga untuk mengalokasikan pekerjaan kepada orangorang melalui pengaturan sub-kontrak penyalur tenaga kerja, termasuk penggunaan pekerja
rumahan, pengusaha bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses perekrutan pihak
ketiga tersebut adil, dan bahwa syarat dan ketentuan kerja pekerja alih daya, sub-kontrak
atau pekerja rumahan ini tidak kurang menguntungkan dari pada syarat dan ketentuan kerja
yang diberikan untuk karyawan tetap.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
26
2. PERLAKUAN ADIL SELAMA BEKERJA
Mengikuti prinsip kesempatan dan perlakuan yang sama di semua keputusan sumber daya
manusia adalah penting dalam memastikan bahwa semua karyawan dapat berkontribusi
sebesar-besarnya untuk keberhasilan perusahaan. Pengusaha harus merawat dengan baik
aset terbaik di perusahaan mereka – orang-orang mereka. Perlakuan yang adil terhadap
karyawan dalam menentukan dan menetapkan pekerjaan, pelatihan kerja, kemajuan,
promosi, pengupahan, pemberian tunjangan sosial, disiplin atau pemutusan kontrak kerja juga
merupakan tanggung jawab hukum pengusaha berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Untuk menjamin perlakuan yang adil dan setara terhadap seluruh karyawan, pengusaha
harus mengikuti pedoman yang ditetapkan dalam panduan ini dan Kode praktik tentang
mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat kerja di Indonesia yang
diterbitkan oleh APINDO bekerja sama dengan ILO.
“Perlakuan yang sama” terhadap karyawan berarti bahwa karyawan diberi kompensasi dan
dihargai sesuai dengan kontribusi mereka dan nilai sebenarnya pekerjaan yang mereka
laksanakan. Ini juga berarti bahwa seluruh kondisi kerja lain ditetapkan dan dialokasikan tanpa
diskriminasi. Memperlakukan karyawan secara sama membuat pekerja merasa dihargai dan
meningkatkan kesejahteraan, komitmen dan loyalitas mereka.
2.1.
Upah dan benefit
Pengusaha harus membayar upah karyawan sepadan dengan nilai pekerjaan yang mereka
laksanakan. Baik gaji pokok maupun hak atas tambahan upah atau tunjangan harus
ditentukan berdasarkan kriteria obyektif, tanpa gangguan bias diskriminatif. Prinsip “upah sama
untuk pekerjaan bernilai sama” berlaku untuk semua tunjangan tunai dan tunjangan dalam
27
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
“Kesempatan yang sama” mengacu pada pengambilan keputusan tentang akses ke
pengembangan profesi, pelatihan dan promosi berdasarkan prestasi, dengan perhatian yang
memadai diberikan pada keragaman dalam komposisi tim. Jika karyawan tahu bahwa mereka
memiliki kesempatan yang sama baiknya seperti rekan-rekan kerja mereka untuk dipromosikan,
mereka lebih termotivasi untuk bekerja keras untuk mengembangkan keterampilan mereka
setinggi-tinginya. Ini pada gilirannya dapat menghantarkan kepada peningkatan substantif
dalam produktivitas kerja perusahaan. Perusahaan-perusahaan terkemuka juga mengkaitkan
manajemen kinerja berbasis prestasi dan pemberian pelatihan dan kesempatan pengembangan
dengan pengembangan kepemimpinan dan perencanaan suksesi.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
bentuk barang yang dibayarkan oleh pengusaha yang timbul dari pekerjaan pekerja laki-laki
maupun perempuan. Kelayakan atas tambahan upah, tunjangan, fasilitas dan layanan perlu
didasarkan pada kriteria obyektif dan diterapkan secara non-diskriminatif – termasuk untuk
pekerja kontrak non-permanen seperti pekerja alih daya, pekerja rumahan, pekerja kontrak,
pekerja musiman dan pekerja lepas.
Tunjangan kepala keluarga harus diberikan kepada semua karyawan yang dapat menunjukkan
bahwa mereka merupakan pencari nafkah utama atau tertinggi dalam keluarga mereka.
Hendaknya tidak menjadi masalah apakah pekerja tersebut adalah laki-laki atau perempuan
untuk menerima tunjangan ini.
Perbedaan upah perorangan karena berbedanya peringkat kinerja tidak dengan sendirinya
bersifat diskriminatif, tetapi harus dibayarkan berdasarkan sistem penilaian kinerja yang adil
tanpa bias atau diskriminasi. Karena upah kinerja jauh lebih rawan menimbulkan diskriminasi
dibandingkan upah senioritas atau tambahan upah atau tunjangan lain berdasarkan fakta-fakta
obyektif, maka pengusaha harus memperhatikan dengan cermat rancangan dan penerapan
sistem penilaian kinerja. Prasangka dan ketidaknetralan dalam sistem penilaian kinerja
menghantarkan kepada peringkat kinerja yang berbias, dan akibatnya menghantarkan kepada
diskriminasi dalam pembayaran tambahan upah kinerja.  Lihat Subbab 5.3 Manajemen
dan penilaian kinerja.
Karyawan harus selalu berhak tahu bagaimana gaji mereka disusun, termasuk misalnya sistem
untuk menghitung upah kinerja.
Pedoman kesetaraan upah
n
n
n
Pastikan
bahwa perusahaan Anda membayar semua karyawan upah yang sepadan
dengan nilai pekerjaan yang mereka laksanakan. Nilai pekerjaan harus ditentukan
dengan mengacu pada kriteria misalnya keterampilan, upaya, tanggung jawab dan
kondisi kerja terkait dengan pekerjaan bersangkutan.  Lihat Tips Manajemen 12.
Bagaimana cara menentukan “nilai” sebuah pekerjaan?
Jangan pernah mendiskriminasi orang atau kelompok pekerja dengan membiarkan
jenis kelamin, ras, disabilitas, asal-usul, keanggotaan serikat pekerja, tempat kerja
(misalnya pekerja rumahan) atau karakteristik lain yang tidak berkaitan dengan
pekerjaan mempengaruhi tingkat upah pekerjaan apapun
Bayarkan
semua tunjangan tunai dan dalam bentuk barang dengan cara yang nondiskriminatif, termasuk:
w
Tambahan upah berdasarkan senioritas.
w
Tunjangan perumahan atau akomodasi asrama bersubsidi.
w
Fasilitas atau tunjangan transportasi.
w
Tunjangan kepala rumah tangga dan benefit dan tambahan upah berdasarkan
status perkawinan.
w
Pensiun.
w
Rencana asuransi kesehatan.
28
w
Komisi dan bonus.
w
Hak atas cuti tahunan dan tunjangan hari raya.
w
Makan siang, layanan diskon perjalanan, atau benefit dalam bentuk barang lain
dengan nilai moneter.
w
Benefit tambahan lain yang tersedia bagi karyawan dan pekerja.
w
Bonus berbasis kinerja dan bonus lain.
n
Pastikan
bahwa peraturan, persyaratan dan praktik perusahaan tentang akses ke
tambahan upah, tunjangan, fasilitas atau layanan adalah obyektif. Hendaknya tidak
ada perbedaan yang dilakukan atas dasar jenis kelamin, ras, asal-usul, keanggotaan
serikat pekerja atau karakteristik pribadi lainnya.
n
Pastikan
bahwa sistem penilaian kinerja yang digunakan untuk menghitung upah
kinerja dirancang dan diterapkan secara adil dan non-diskriminatif.13
Tips Manajemen 11
Bagaimana cara menentukan “nilai” sebuah pekerjaan?
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat ini sedang menyusun
Pedoman Langkah demi Langkah untuk Pengusaha tentang Evaluasi Upah
yang Netral Gender. Setelah diadopsi, Pedoman ini harus digunakan untuk
mengevaluasi dan meninjau struktur upah perusahaan. Di bawah ini adalah
gambaran singkat unsur-unsur yang terlibat dalam membandingkan pekerjaan
untuk menetapkan ‘nilai’ relatif sebuah pekerjaan.
1.
13
Keterampilan: Pengetahuan dan kemampuan yang terakumulasi
melalui pendidikan atau pengalaman praktis
ILO: Equal remuneration: General survey of Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations,
Konferensi Perburuhan Internasional, Sesi ke-72, (Jenewa, 1986); ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009);
Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Code of practice on the Race Discrimination Ordinance” (Hongkong, 2009); UK
Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005); Hong Kong Equal
Opportunities Commission: “Code of practice on the race discrimination ordinance” (Hongkong, 2009).
29
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Prinsip “upah sama untuk pekerjaan bernilai sama” dimapankan di dalam
Konvensi ILO tentang Pengupahan Setara, 1950 (No.100), yang telah
diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1958. Konvensi tersebut mengharuskan
upah yang sama (dalam hal semua bentuk pengupahan tunai, pengupahan
dengan barang atau bentuk pengupahan lain) tidak hanya untuk pekerja
yang melaksanakan pekerjaan yang sama, tetapi juga untuk pekerja yang
melaksanakan pekerjaan berbeda yang “bernilai sama”. Kriteria dan unsurunsur pekerjaan berikut ini kerap digunakan ketika membandingkan nilai
pekerjaan yang berbeda:
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Tips Manajemen 11
2.
Upaya: upaya fisik atau mental, atau tekanan fisik, mental atau saraf
yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan
3.
Tanggung Jawab: Tanggung Jawab yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan, termasuk sifat, ruang lingkup dan
kompleksitas tugas, sejauh mana pengusaha mengandalkan karyawan
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dan akuntabilitas karyawan
terhadap pengusaha untuk sumber daya dan untuk pekerjaan
karyawan lain
4.
Kondisi kerja: Kondisi di mana pekerjaan dilaksanakan, termasuk
faktor-faktor seperti suara, panas, dingin, isolasi, bahaya fisik, bahaya
kesehatan, dan kondisi-kondisi lain yang dihasilkan oleh lingkungan
kerja
Di tingkat perusahaan sebuah evaluasi keadilan upah yang netral gender
dapat membantu memastikan bahwa besaran upah untuk seluruh pekerjaan
ditentukan secara non-diskriminatif. Evaluasi keadilan upah biasanya dilakukan
untuk membandingkan besaran upah perempuan dan laki-laki, tetapi metode
yang sama dapat digunakan untuk membandingkan besaran upah misalnya
karyawan lokal dan pekerja asing, atau pekerja dengan jangka waktu yang
tidak ditentukan, pekerja rumahan dan kontrak jangka waktu tetap. Komite
ILO untuk Penerapan Konvensi dan Rekomendasi (CEACR) telah mendorong
pemerintah Indonesia, dengan kerjasama organisasi pekerja dan organisasi
pengusaha, agar mengembangkan dan mempromosikan metode evaluasi
pekerjaan obyektif di Indonesia.
Upah rendah biasanya dikarenakan oleh persepsi umum yang tertanam kuat
tentang pekerjaan-pekerjaan tertentu yang “kurang penting”, seringkali
disebabkan oleh fakta bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut secara tradisional
dilaksanakan terutama oleh perempuan. Di Indonesia, misalnya perbedaan
pendapatan perempuan dan laki-laki terkait erat dengan pembagian kerja
berbasis gender di pasar tenaga kerja dan kurang dihargainya “pekerjaan
perempuan”. Memastikan bahwa seluruh pekerja dalam organisasi dibayar
sesuai dengan nilai pekerjaan mereka membantu dalam mencegah
perselisihan upah di perusahaan.  Lihat Subbab 8.2 Melakukan audit
kesetaraan sebagai pedoman untuk melakukan audit keadilan upah.
ILO: Equal remuneration: General survey of Committee of Experts on the Application of Conventions and
Recommendations, Konferensi Perburuhan Internasional, Sidang ke-72, (Jenewa, 1986); ILO Committee
of Experts on the Application of Conventions and Recommendations: Direct request concerning Equal
Remuneration Convention, 1951 (No.100) with respect to Indonesia (Jenewa, 2011).
30
Faktor-faktor pasar eksternal yang berdampak pada upah
Pekerjaan yang berbeda sifat tetapi sama dalam hal nilai harus dibayar sama. Sekurangkurangnya, perbedaan upah hendaknya tidak didasarkan pada jenis kelamin, etnis,
keanggotaan serikat pekerja atau karakteristik pribadi lainnya dari para pekerja. Namun,
perbedaan upah yang sepenuhnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor pasar tenaga kerja di
luar kendali pengusaha, pada prinsipnya, tidaklah bersifat diskriminatif. Misalnya, jika nilai dua
pekerjaan adalah sama, tetapi pengusaha perlu membayar upah tambahan untuk menarik
kandidat yang memenuhi syarat untuk salah satu pekerjaan akibat kelangkaan keterampilan
teknis yang diperlukan di pasar tenaga kerja, membayar upah tambahan tersebut tidak
selalu menjadi diskriminasi upah . Meski begitu, pasar tenaga kerja secara keseluruhan bisa
beroperasi secara diskriminatif jika misalnya pasar tersebut mempersulit perempuan untuk
memperoleh keterampilan teknis bersangkutan. Oleh karena itu, penyesuaian harus dilakukan
dari waktu ke waktu untuk memastikan pekerja yang melaksanakan pekerjaan yang bernilai
sama dibayar secara sesuai.
Dengan cara yang sama, perbedaan upah provinsi juga dapat berdampak pada gaji di cabangcabang berbeda dari sebuah perusahaan. Meskipun pengusaha individual mungkin tidak
banyak memiliki pengaruh atas faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi besaran upah,
mereka harus berkomitmen terhadap keadilan upah dan mempromosikannya secara aktif di
dalam lingkup pengaruh mereka. Untuk mewujudkan potensi keuntungan usaha yang dapat
ditimbulkan oleh kesetaraan pada sebuah perusahaan, pengusaha perlu membayar seluruh
karyawannya dengan besaran yang adil dan setara.
2.2. Syarat dan ketentuan kerja
Tidak dibenarkan bagi pengusaha untuk melakukan diskriminasi dalam syarat dan ketentuan
kerja yang mereka tawarkan kepada karyawan, termasuk
w
Upah dan benefit.  Lihat Subbab 5.1 Upah dan benefit di atas.
w
Penetapan pekerjaan dan tugas.
w
Jam kerja, termasuk lembur.
w
Hak cuti tahunan
w
Pelatihan dan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja
w
Peluang untuk pelatihan keterampilan
w
Cuti melahirkan dan cuti ayah.  Lihat Subbab 6.2 Perlindungan kehamilan dan 6.3
Keseimbangan pekerjaan-keluarga.
Pengusaha harus menetapkan tugas-tugas untuk para pekerja dengan cara yang sama
dan adil. Memberi sebagian kelompok pekerja tugas-tugas yang lebih berbahaya dari pada
karyawan lain atau menempatkan kelompok pekerja tertentu dalam kondisi kerja tidak aman
31
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
wCuti sakit
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
(di mana perlindungan yang lebih besar dapat diberikan), merupakan diskriminasi. Memberi
pengutamaan yang tidak adil untuk sebagian karyawan dengan terus-menerus memberi
mereka tugas-tugas yang kurang menuntut juga diskriminatif. Mengganggu karyawan dengan
terus-menerus memberinya tugas-tugas yang paling tidak menyenangkan padanya juga dapat
dianggap sebagai pelecehan.
Pengusaha harus memastikan bahwa tempat kerja aman dan bebas dari bahaya, termasuk
unsur-unsur fisik dan mental yang berdampak pada kesehatan. Ini termasuk memastikan
pekerja yang tidak bekerja di dalam perusahaan, misalnya pekerja rumahan, menerima
pelatihan dan peralatan pelindung yang memadai untuk memastikan lingkungan kerja yang
aman dan sehat.
Pelecehan di tempat kerja adalah satu bentuk bahaya kerja, yang menimbulkan ketakutan,
stres, kecemasan dan sakit fisik pada para korban. Pengusaha harus memastikan bahwa
tidak ada pelecehan, termasuk pelecehan seksual, yang ditoleransi di tempat kerja.14 
Lihat juga Subbab 6.1 Pelecehan.
Jam kerja juga harus dialokasikan secara adil, dan seluruh karyawan harus memiliki hak yang
sama atas kompensasi lembur. Karyawan hendaknya tidak pernah dipaksa untuk bekerja
lembur, namun pengaturan lembur harus dirundingkan yang memungkinkan organisasi pekerja
dan karyawan yang secara langsung terkait menyampaikan pandangan mereka tentang
masalah ini. Pengusaha hendaknya tidak mendasarkan profitabilitas mereka pada lembur
yang berlebihan, namun memperhatikan karyawan mereka dan meningkatkan produktivitas
mereka melalui cara-cara yang berkelanjutan.
Merupakan praktik yang baik bila mempertimbangkan kebutuhan khusus pekerja ketika
mengalokasikan giliran kerja dan masa libur. Misalnya, pekerja yang berasal dari etnis
minoritas harus diizinkan mengambil libur selama festival tradisional mereka, kecuali jika ini
menyebabkan kesulitan yang tidak semestinya pada organisasi kerja.  Lihat juga Subbab
6.4 Akomodasi yang bijaksana.
2.3. Kontrak kerja dan hubungan kerja
Pengusaha memiliki tanggung jawab untuk memastikan kesetaraan dalam perlakuan untuk
SELURUH karyawan. Termasuk pekerja kontrak, musiman, lepas, alih daya dan rumahan.15
Meskipun uang pesangon dan cuti hari raya mungkin tidak selalu perlu diberikan kepada
pekerja kontrak, lepas atau musiman, semua bentuk manfaat, tunjangan dan kondisi kerja
lain harus disediakan bagi para pekerja ini.
Jika pekerja rumahan dipekerjakan oleh perusahaan (secara langsung, atau melalui perantara)
dan mereka berkontribusi terhadap proses produksi inti, pengusaha secara langsung
14
Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 1981 (No.155) ILO mendefinisikan kesehatan sebagai “tidak sekedar tidak adanya
penyakit atau kelemahan ... [tetapi juga] unsur-unsur fisik dan mental yang berdampak pada kesehatan yang secara langsung
berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja”.
15Lihat UU Ketenagakerjaan, pasal 65 dan 66.
32
bertanggung jawab untuk memastikan kondisi kerja dan manfaat bagi pekerja rumahan
berstandar sama dengan pekerja biasa yang bekerja di pabrik.16 Pengusaha harus memastikan
standar yang sama untuk pekerja rumahan termasuk, misalnya pelatihan dan perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan kehamilan, pembayaran jaminan sosial dan
tunjangan, upah minimum dan tambahan upah dan bonus. Benefit tambahan untuk kerja
lembur dan kompensasi tambahan untuk pekerja rumahan atas penggunaan dan penyediaan
peralatan dan fasilitas mereka sendiri misalnya listrik dan air untuk proses produksi juga
perlu dihitung dan disediakan melalui pengupahan tambahan. Ini akan memastikan pekerja
rumahan tidak terdiskriminasi dalam hal kondisi kerja dan pengupahan.
Pekerja rumahan, pekerja alih daya dan pekerja kontrak juga memiliki hak yang sama untuk
berserikat secara bebas dan atas perundingan bersama untuk hak-hak mereka tanpa khawatir
akan konsekuensi negatif dari pengusaha mereka.
2.4. Manajemen dan penilaian kinerja
Manajemen kinerja yang efektif menyangkut pembuatan sistem penilaian yang obyektif
berdasarkan standar yang terukur dan dapat dikuantifikasikan. Sistem penilaian yang adil
sangat penting untuk memastikan bahwa karyawan diakui, dihargai dan dipromosikan
berdasarkan prestasi dan kontribusi mereka.
1.
Memberi dasar bagi keputusan ketenagakerjaan misalnya tambahan gaji, bonus,
promosi, pemindahan, pemberhentian, dan retensi.
2.
Mengidentifikasi potensi karyawan untuk pengembangan karir.
3.
Menetapkan rencana pelatihan dan pengembangan yang relevan.
4.
Membantu manajemen dalam perencanaan bisnis dengan menyediakan informasi
yang terdokumentasi dengan baik tentang angkatan kerja organisasi tersebut.
Penilaian kinerja harus fokus pada peninjauan pelaksanaan aktual tugas-tugas tertentu,
yang diukur terhadap standar yang netral dan obyektif. Penting untuk tidak membiarkan
asumsi pribadi atau gagasan-gagasan stereotip tentang kemampuan berbagai jenis orang
mempengaruhi penilaian. Hasil penilaian yang berbias sangat mudah menghantarkan pada
diskriminasi. Keadilan sistem penilaian sangat penting bila kinerja dikaitkan dengan promosi
atau manfaat, misalnya upah atau bonus.  Lihat Tips Manajemen 9. Berhati-hatilah
dengan bias Anda di atas.
16Lihat UU Ketenagakerjaan, pasal 65 dan 66, yang mengharuskan bahwa hanya pekerjaan yang non-inti yang dapat
disubkontrakkan. Bila terjadi pekerjaan non-inti disubkontrakkan atau dialihdayakan, [engusaha secara langsung bertanggungjawab secara hukum untuk memastikan kondisi kerja dan benefit pekerja yang terlibat diberikan.
33
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Informasi yang diterima melalui penilaian kinerja yang adil harus memandu keputusan
manajemen sumber daya manusia perusahaan di bidang-bidang berikut:
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Pedoman melakukan penilaian kinerja:
n
Kinerja
seluruh staf harus secara berkala ditinjau terhadap kriteria kinerja yang adil
dan obyektif. Tujuan penilaian ini adalah untuk meninjau kinerja di masa lalu dan
menentukan potensi pengembangan atau promosi.
n
Kriteria
n
Sistem
n
Kriteria
n
Penyelia
n
Selama
penilaian kinerja harus jelas, obyektif dan adil, dan harus dibuat tersedia bagi
seluruh pekerja.
manajemen dan kriteria penilaian kinerja harus disusun dengan berkonsultasi
dengan organisasi pekerja dan karyawan yang bersangkutan. Karyawan juga harus
diperbolehkan untuk memberikan umpan balik tentang pelaksanaan sistem penilaian
tersebut.
dan sistem penilaian kinerja harus ditinjau secara berkala dengan
berkonsultasi dengan organisasi pekerja untuk memastikannya tetap relevan dan
bebas dari diskriminasi dan bias.
dan manajer harus diberi pelatihan tentang cara untuk melakukan penilaian
yang adil terhadap pekerjaan karyawan.
penilaian, kinerja masa lalu masing-masing karyawan harus ditinjau ulang,
dan tujuan pemilaian kinerja yang jelas dan terukur harus ditetapkan untuk periode
berikutnya. Tujuan kinerja individual harus disepakati bersama antara karyawan dan
penyelia/manajer pada awal siklus penilaian kinerja yang baru.17
2.5. Pelatihan dan pengembangan
Pelatihan memiliki peran sentral dalam mempromosikan kemajuan karir yang merata di antara
semua kelompok karyawan. Karena alasan ini, penting bahwa pengusaha tidak melakukan
diskriminasi dalam pengaturan yang mereka buat untuk pelatihan, pemindahan atau peluang
pengembangan lainnya. Merupakan praktik yang baik bila mengadopsi sebuah kebijakan
mengenai pelatihan, pemindahan dan pengembangan yang menguraikan berbagai peluang
pengembangan yang terbuka untuk seluruh staf.
Kelayakan untuk pelatihan dan pengembangan harus ditentukan dengan mengacu pada
kriteria seleksi yang obyektif. Langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan juga harus
diberi perhatian yang memadai. perolehan pelatihan dan peluang pengembangan lainnya
harus dipantau secara berkala untuk mengidentifikasi kesenjangan antara berbagai kelompok
pekerja menurut misalnya jenis kelamin, disabilitas atau status etnis. Jika ada kesenjangan
yang signifikan, langkah-langkah perlu diambil untuk mendorong kelompok-kelompok yang
kurang terwakili agar mendaftar pelatihan.
17
Pedoman diadaptasi dari New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington,
1993); Singapore Centre for Fair Employment: Fair Employment: Leading fair employment practices handbook (Singapura); UK
Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005).
34
Pedoman untuk pelatihan dan pengembangan:
n
Pengusaha
n
Seluruh
n
Jangkauan
n
Bila
n
Sebuah
n
Tujuan
n
Manajer
n
Sesi
n
Karyawan
staf harus memiliki akses yang sama ke pelatihan, terlepas dari apakah
mereka perempuan atau laki-laki, atau bekerja paruh waktu atau penuh waktu,
rumahan atau di perusahaan.
dan cakupan pelatihan kerja yang disediakan harus memberi seluruh
karyawan sebuah dasar yang setara untuk pengembangan karir. Perhatian yang
memadai harus diberikan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan di dalam
langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan.
kesempatan untuk pelatihan dibuka, pengusaha harus menginformasikan kepada
seluruh karyawan yang memenuhi syarat (seluas mungkin) tentang kesempatan
ini dan prosedur pendaftaran. Pengusaha harus menilai semua calon yang tertarik
berdasarkan kriteria seleksi yang obyektif, dengan perhatian yang memadai
terhadap langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan, untuk memastikan tidak
ada yang terabaikan.
rencana pelatihan menyeluruh harus disusun berdasarkan tinjauan
rutin terhadap kebutuhan pelatihan di perusahaan. baik kebutuhan pelatihan
individual maupun kebutuhan pelatihan kelompok harus dipertimbangkan di dalam
perencanaan. Organisasi pekerja dan perwakilan kelompok-kelompok karyawan yang
bersangkutan secara langsung (misalnya perempuan, penyandang disabilitas) harus
berpartisipasi dalam penyusunan rencana pelatihan.
pengembangan individual dan rencana pelatihan individual harus disepakati
bersama antara manajer individual dan sang karyawan.
dan penyelia yang bertanggung jawab menyeleksi pekerja untuk pelatihan
dan peluang pengembangan lainnya harus diberi pelatihan tentang mengenali
kebutuhan pelatihan pekerja dan kebijakan kesetaraan perusahaan. Manajer dan
penyelia harus secara aktif mendorong seluruh pekerja agar mendaftar.
pelatihan harus diatur secara fleksibel sehingga seluruh karyawan yang
memenuhi syarat dapat mengikuti. Misalnya, pelatihan setelah jam kerja atau jauh
dari tempat kerja mungkin tidak sesuai untuk karyawan yang memiliki tanggung jawab
keluarga.
harus diberi kesempatan untuk memberikan umpan balik mengenai
pelatihan yang diberikan.18
Lihat UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005); Singapore
Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite Guidelines on fair employment practices (Singapura); New
Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington, 1993).
35
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
18
harus memberi karyawan akses ke pelatihan karir dan peluang
pengembangan individual lain.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
2.6. Promosi dan pengembangan karir
Pengembangan karir pekerja individual harus semata-mata ditentukan oleh kemampuan
pribadi dan motivasi mereka, tanpa gangguan diskriminasi atau bias. Keputusan promosi harus
didasarkan pada prestasi. Selain keragaman dalam komposisi tim dan setiap kemungkinan
langkah-langkah tindakan afirmatif yang diadopsi di dalam perusahaan perlu dipertimbangkan.
Komite Ahli ILO untuk Penerapan Konvensi dan Rekomendasi (CEACR) dan Komite PBB
untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) telah mencatat perlunya
mempercepat akses perempuan ke promosi dan pekerjaan tingkat senior di Indonesia.19
Perempuan harus diberi kesempatan untuk tidak hanya mengawasi perempuan lain di tempat
kerja, tetapi juga pekerja laki-laki.
Pengusaha harus memastikan bahwa manajer yang terlibat dalam pengambilan keputusan
tentang promosi diberi pelatihan untuk tidak membiarkan bias pribadi mereka atau suatu
asumsi stereotip mengganggu dalam proses pengambilan keputusan. Untuk memastikan
bahwa promosi diputuskan secara non-diskriminatif, disarankan bahwa prosedur yang sama
digunakan untuk promosi sebagaimana untuk perekrutan. Ini melibatkan mengiklankan
pekerjaan secara internal atau eksternal dan menilai kelayakan pelamar terhadap kriteria
seleksi yang telah ditentukan sebelumnya.
Pedoman promosi non-diskriminatif:
n
Merupakan
n
Semua
n
Kualifikasi
n
Proses
n
Bila
n
Untuk
19
praktik yang baik bila mengadopsi kebijakan dan prosedur promosi
formal. Kebijakan dan kriteria promosi harus diumumkan kepada semua karyawan
dan manajer. Bila tidak ada kebijakan promosi yang telah ditetapkan, seleksi untuk
promosi harus dilakukan sama seperti perekrutan.
peluang promosi, termasuk peluang pengembangan yang dapat
menghantarkan pada promosi, harus diiklankan secara luas di seluruh organisasi.
kepemimpinan tidak harus fokus pada karakteristik yang biasanya
digambarkan oleh laki-laki atau oleh perempuan saja. Pengusaha harus
memungkinkan berbagai gaya kepemimpinan akan dinilai.
promosi harus mempertimbangkan kinerja, keterampilan, kemampuan,
kualitas, aspirasi dan potensi karyawan saat ini. Keputusan promosi juga harus secara
memadai mempertimbangkan keragaman tim dan langkah-langkah tindakan afirmatif
perusahaan.
posisi diiklankan secara internal dan eksternal, prosedur dan kriteria seleksi yang
sama harus diberlakukan untuk kandidat internal dan eksternal.
mendorong kesempatan yang lebih besar bagi perempuan atau kelompok
pekerja lain yang biasanya terpinggirkan (dengan alasan disabilitas mereka atau
alasan lain), pengusaha dapat menetapkan langkah-langkah tindakan afirmatif,
misalnya kuota, untuk mendukung lebih besarnya promosi kelompok-kelompok ini.
ILO Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations: Direct request concerning Discrimination
(Employment and Occupation) Convention, 1958 (No.111) with respect to Indonesia (Jenewa, 2011); Committee on the Elimination
of Discrimination against Women: Concluding comments of the Committee on Elimination of Discrimination against Women:
Indonesia (Jenewa, 2012).
36
n
Untuk
menghindari prasangka atau bias, penilaian kelayakan pelamar untuk promosi
harus dilakukan oleh sebuah panel penilai beranggotakan lebih dari satu orang yang
memiliki perwakilan perempuan dan laki-laki yang seimbang. Semua orang yang
terlibat dalam proses promosi harus diberi pelatihan tentang kesetaraan, tindakan
afirmatif, dan perekrutan berdasarkan prestasi.
n
Pengusaha
harus menyimpan catatan penetapan promosi. Catatan harus diperiksa
secara berkala untuk memastikan bahwa penetapan tersebut tidak terbatas pada
anggota satu kelompok karyawan tertentu.20
2.7. Pemutusan hubungan kerja
Pengusaha harus memastikan bahwa karyawan tidak diberhentikan, ditolak perpanjangan
kontraknya, dirumahkan, atau dipensiunkan atas dasar yang bersifat diskriminatif.
Pemberhentian dan pengurangan karyawan harus dilakukan dengan kepatuhan penuh
terhadap ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi
dan prinsip perlakuan yang sama harus dihormati.
Pemberhentian
Pemberhentian harus selalu adil dan wajar. Undang-undang Ketenagakerjaan mencegah
pemutusan hubungan kerja yang dikarenakan “... perbedaan pemahaman/kepercayaan,
agama, orientasi politik, suku, warna kulit, ras, jenis kelamin, kondisi fisik atau status
perkawinan”.21 Sebelum keputusan untuk memberhentikan dibuat, karyawan harus diizinkan
untuk menyajikan kasus dan pandangannya mengenai peringkat kinerja bersangkutan.
Tidak diperpanjangnya kontrak jangka waktu tetap
20
Pedoman diadaptasi dari Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Code of practice on the Race Discrimination Ordinance”
(Hongkong, 2009); New Zealand Employers’ Federation: A guide for employers on discrimination in employment (Wellington,
1993); Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite guidelines on fair employment practices
(Singapura); UK Commission for Racial Equality: Statutory Code of practice on racial equality in employment (London, 2005).
21
UU Ketenagakerjaan, pasal 153(1)(i).
22
UU Ketenagakerjaan, pasal 59(7).
37
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Undang-undang Ketenagakerjaan memperbolehkan penggunaan kontrak jangka waktu tetap
hingga dua tahun kerja dan perpanjangan satu tahun tambahan. Kontrak jangka waktu tetap
berubah menjadi kontrak permanen jika perpanjangan menyebabkan waktu total kumulatif
di dalam kontrak kerja melampaui jangka waktu total dua tahun.22 Seorang pengusaha tidak
dapat menolak untuk memperpanjang kontrak jangka waktu tetap untuk alasan diskriminasi
atas dasar misalnya keanggotaan serikat pekerja atau kehamilan.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Pengurangan karyawan
Bila pengusaha perlu melakukan langkah-langkah pengurangan karyawan, misalnya karena
perubahan volume usaha, perhatian khusus harus diberikan pada pelaksanaan pengaturan
tersebut secara non-diskriminatif. Semua kebijakan, prosedur dan praktik pengurangan
karyawan harus adil dan non-diskriminatif. Perhatian yang memadai juga harus diberikan
kepada langkah-langkah tindakan afirmatif perusahaan. Praktik-praktik yang dapat secara tidak
sah dan secara berbeda berdampak pada kelompok-kelompok karyawan tertentu (misalnya
pekerja perempuan, pekerja penyandang disabilitas) harus dihapuskan. Jika tes kemampuan
dirancang dan digunakan untuk menyeleksi orang untuk pengurangan karyawan, tes tersebut
harus obyektif, dan dilaksanakan secara adil dan konsisten. Pesangon redundansi suka rela,
jika tersedia, harus diberikan secara sama bagi semua karyawan yang ada dalam keadaan
yang sama atau serupa. Bila penurunan atau pengaturan kerja short-time diterapkan, ini
harus dilaksanakan secara non-diskriminatif. Pengusaha harus selalu berkonsultasi dengan
organisasi pekerja dan perwakilan kelompok pekerja yang bersangkutan tentang pengurangan
karyawan yang diusulkan dan kriteria seleksi.23
Pengusaha hendaknya tidak merumahkan perempuan secara lebih mudah daripada lakilaki berdasarkan asumsi bahwa perempuan merupakan pencari nafkah sekunder di dalam
keluarga. Pendapatan yang diperoleh oleh pekerja perempuan kadang-kadang merupakan
penghasilan utama untuk sebuah keluarga.
Usia pensiun yang sama
Usia pensiun resmi di Indonesia bagi PNS adalah 56, atau 50 jika telah lebih dari 20 tahun
dalam pelayanan publik. Di sektor swasta, pensiun dapat dimulai dari usia 55. Pengusaha
hendaknya tidak menuntut karyawan perempuan pensiun lebih awal dari pada pekerja lakilaki.
Memantau pemberhentian dan pengurangan karyawan
Pengusaha harus menyimpan catatan pemberhentian dan pengurangan karyawan. Catatancatatan ini harus ditinjau secara berkala untuk memantau apakah ada kelompok karyawan
yang secara tidak proporsional terdampak oleh pemberhentian dan pengurangan karyawan.
Organisasi pekerja atau perwakilan karyawan lainnya harus dilibatkan dalam peninjauan
catatan pemberhentian dan pengurangan karyawan. Data pemantauan dapat juga ditinjau
untuk melihat apakah kebijakan, prosedur atau praktik yang berbias di bidang lain, misalnya
penilaian kinerja, dapat berkontribusi terhadap kesenjangan yang signifikan di antara tingkat
pemberhentian berbagai kelompok karyawan.  Lihat Subbab 8.5 Memantau kebijakan
dan rencana aksi kesetaraan.
23
Lihat Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Code of practice on the Race Discrimination Ordinance” (Hongkong, 2009);
Singapore Tripartite Alliance for Fair Employment Practices (TAFEP): Tripartite Guidelines guidelines on fair employment practices
(Singapura); UK Commission for Racial Equality: Statutory code of practice on racial equality in employment (London, 2005).
38
3. MENCIPTAKAN LINGKUNGAN KERJA YANG PRODUKTIF
Selain memastikan bahwa karyawan merasa bahwa mereka dihargai dan diperlakukan
secara adil, meningkatnya kesejahteraan staf juga mengharuskan bahwa lingkungan kerja di
perusahaan adalah ramah dan mendukung. Sebuah lingkungan kerja yang inklusif mengacu
pada tempat kerja di mana:
w
Seluruh karyawan diperlakukan dengan hormat dan tidak ada pelecehan (termasuk
pelecehan seksual) yang ditoleransi.
w
Kebutuhan khusus karyawan dipertimbangkan dan mereka diberi dukungan khusus
sesuai dengan situasi kehidupan atau kebutuhan pribadi mereka.
Sebuah tempat kerja yang adil dan inklusif mengakui adanya perbedaan antar kelompok pekerja
dan kebutuhan mereka. Di perusahaan yang inovatif perbedaan ini dihargai dan dihormati,
dan dipandang sebagai sumber gagasan baru dan kreativitas yang berkontribusi terhadap
keuntungan kompetitif organisasi. Mempertimbangkan kebutuhan pribadi karyawan juga
penting untuk memastikan bahwa karyawan yang terampil, berpengalaman dan bermotivasi
tidak perlu meninggalkan perusahaan karena melahirkan anak, tanggung jawab keluarga,
masalah kesehatan, atau kebutuhan pribadi lainnya yang membutuhkan akomodasi dalam
pengaturan kerja, tetapi mereka dapat terus memberikan kontribusi terhadap perusahaan.
Untuk memastikan perhatian yang memadai terhadap kebutuhan khusus karyawan, pengusaha
harus mengikuti pedoman yang ditetapkan di dalam panduan ini dan Kode praktik bagi
pengusaha tentang mempromosikan kesetaraan dan mencegah diskriminasi di tempat
kerja di Indonesia yang diterbitkan oleh APINDO bekerja sama dengan ILO.
3.1.
Pelecehan
Pelecehan terdiri dari perilaku atau komentar tidak diinginkan yang melanggar martabat orang
lain dan/atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, tidak ramah, merendahkan
atau menyinggung. Pelecehan adalah diskriminatif jika didasarkan pada jenis kelamin, etnis,
disabilitas, status kesehatan, tempat asal atau dasar diskriminasi apapun lainnya yang
dilarang yang tercakup di dalam hukum Indonesia atau Konvensi No.111. Tindakan-tindakan
yang merupakan pelecehan bisa meliputi:
wLelucon yang menyinggung, penghinaan pribadi, kritik terus-menerus, bahasa yang
menghina.
39
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Pengusaha harus memastikan bahwa seluruh karyawan di dalam organisasi dapat menikmati
lingkungan kerja yang aman dan menghargai yang bebas dari pelecehan. Seluruh staf harus
disadarkan perilaku seperti apa yang bisa diterima dan tidak bisa diterima di tempat kerja.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
w
Kontak fisik yang tidak diinginkan.
w
Perilaku dan gerak tubuh yang mengancam.
w
Mengucilkan seseorang.
Di tempat kerja, pelecehan dapat muncul dari pengusaha, penyelia, kolega, pengunjung,
pelanggan, dan siapapun dengan siapa pekerja berinteraksi.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa perilaku yang melecehkan dan
penggunaan bahasa yang melecehkan oleh penyelia dapat ditemukan di sebagian industri
Indonesia, misalnya di industri garmen. Karena kenyataan bahwa banyak penyelia lini adalah
laki-laki, sementara sebagian besar pekerja adalah perempuan, perilaku ini juga mungkin
memiliki karakteristik pelecehan seksual.24
Pelecehan seksual
Pelecehan seksual adalah satu bentuk diskriminasi jenis kelamin yang serius yang sebagian
besar, tapi bukan hanya, perempuan hadapi saat mengajukan lamaran pekerjaan dan selama
bekerja di tempat kerja. Pelecehan seksual dilarang di bawah Undang-undang Ketenagakerjaan
karena merupakan satu bentuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi menerbitkan Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
pada tahun 2011 melalui Surat Edaran Menteri Nomor SE.03/MEN/IV/2011. Pedoman ini
dan Panduan untuk Pengusaha: Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja (2012) dari
APINDO memberikan panduan praktis bagi pengusaha tentang bagaimana cara mencegah
dan menangani pelecehan seksual di tempat kerja.
Pelecehan seksual mengacu pada perilaku yang bersifat seksual atau perilaku lain yang
didasarkan pada seks, yang berdampak pada martabat perempuan dan laki-laki, yang tidak
diinginkan, tidak wajar dan menyinggung bagi penerimanya. Pelecehan seksual dapat terjadi
dalam dua bentuk:
w
“Pemerasan seksual” (quid pro quo): perilaku yang menghasilkan keuntungan
pekerjaan – misalnya kenaikan gaji, promosi, atau bahkan berlanjutnya pekerjaan –
sebagai syarat pemberian layanan seksual.
w
“Lingkungan kerja yang tidak ramah”: perilaku yang menciptakan lingkungan kerja
yang mengintimidasi, tidak ramah atau menghinakan bagi penerimanya.
Tindakan-tindakan yang merupakan pelecehan seksual bisa berupa:
w
Fisik – misalnya kekerasan seksual atau kontak fisik yang tidak diinginkan, seperti
memeluk, mencium atau menyentuh.
w
Verbal – misalnya komentar dan pertanyaan mengganggu yang bersifat seksual
tentang kehidupan pribadi seseorang.
w
Non-verbal – misalnya menatap, mengerling, bersiul, gerakan, poster, pesan teks,
gambar yang bernada seksual.
24
ILO dan IFC, “Better Work Indonesia: Garment Industry 1st Compliance Synthesis Report” (Jenewa, Oktober 2012), hlm. 8.
40
Selain itu, penciptaan lingkungan yang secara seksual tidak ramah atau mengintimidasi,
misalnya melalui tampilan gambar atau poster yang secara seksual eksplisit merupakan
pelecehan seksual. Beberapa tindakan pelecehan seksual bisa menjadi tindak pidana
berdasarkan KUHP, misalnya, kekerasan seksual dan pemerkosaan.
Sebagian besar korban adalah perempuan muda, tetapi bisa juga laki-laki atau perempuan
yang lebih tua. Pelecehan seksual juga dapat terjadi antar orang dari jenis kelamin yang sama.
Pelaku di tempat kerja biasanya bos, tetapi pelecehan seksual juga dapat muncul dari kolega
atau pelanggan.
Dampak pelecehan
Pelecehan dan gangguan di tempat kerja menyebabkan rasa takut, stres, kecemasan dan sakit
fisik di kalangan karyawan. Pelecehan dapat menyebabkan meningkatnya ketidakhadiran,
kurangnya komitmen, kinerja yang buruk dan bahkan pengunduran diri. Mencegah pelecehan
di tempat kerja sangat penting untuk kesejahteraan pekerja dan hubungan kerja yang baik,
yang keduanya sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Merupakan
kepentingan karyawan maupun pengusaha untuk memastikan pelecehan tidak terjadi di
tempat kerja.
Pedoman penanganan dan pencegahan pelecehan di tempat kerja
n
Pastikan
n
Pastikan
n
Adopsilah
n
bangunlah
n
Pastikan
n
Tumbuhkan
bahwa perusahaan Anda memiliki salinan Pedoman Pencegahan Pelecehan
Seksual di Tempat Kerja dari Kemenakertrans dan Panduan untuk Pengusaha:
Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja dari APINDO. Penting bahwa seluruh
manajemen senior memahami pedoman-pedoman ini. Keduanya dapat diunduh dari
internet dari situs http://betterwork.com/indolabourguide/?page_id=319
kebijakan penanganan dan pencegahan pelecehan di tempat kerja.
Kebijakan pelecehan dapat diadopsi baik secara terpisah, atau sebagai bagian dari
kebijakan kesetaraan perusahaan.  Lihat Subbab 8.1. Berkomitmen terhadap
kesetaraan, mengadopsi kebijakan kesetaraan.
sebuah sistem pengaduan internal untuk menangani pengaduan terkait
pelecehan. Pastikan bahwa pengaduan pelecehan ditangani secara efektif, adil dan
rahasia. Berikan hukuman kepada pelaku secara memadai.  Lihat Subbab 9.
Menangani pengaduan terkait diskriminasi.
bahwa seluruh manajer, penyelia dan staf mengetahui bahwa pelecehan
tidak diterima di tempat kerja.
dan promosikan budaya perusahaan yang menghargai untuk membangun
sebuah tempat kerja yang bebas dari pelecehan.25
ILO: “General observation on Convention No. 111”, dalam Report of the Committee of Experts (RCE), Konferensi Perburuhan
Internasional, Sesi ke-91 (Jenewa, 2003); ILO: Equality and non-discrimination at work in China: Training manual (Beijing, 2010;
N. Haspels et al: Action against sexual harassment at work in Asia and the Pacific (Bangkok, 2001). Lihat juga ACAS: Delivering
equality and diversity (London, 2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Sexual harassment in the workplace”,
dalam Good management practice series (Hongkong).
41
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
25
bahwa perusahaan Anda memiliki komitmen manajemen senior yang jelas
untuk mencegah pelecehan di tempat kerja.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
3.2.
Perlindungan kehamilan
Pengusaha harus memastikan kepatuhan yang penuh terhadap Undang-undang Dasar
dan Undang-undang Ketenagakerjaan dalam hal pemberian perlindungan kehamilan bagi
seluruh pekerja perempuan dan pemberian perlindungan ayah untuk seluruh pekerja lakilaki. Pemberian perlindungan kehamilan yang memadai adalah penting untuk memastikan
kesehatan ibu dan anak, dan untuk memastikan bahwa karyawan perempuan dapat terus
bekerja untuk organisasi tersebut selama kehamilan dan setelah melahirkan. Memperhatikan
kesejahteraan pekerja perempuan selama kehamilan dapat juga membawa manfaat untuk
pengusaha. Ibu bekerja yang didukung dengan baik lebih mungkin untuk kembali bekerja
setelah cuti melahirkan. Ini memungkinkan pengusaha untuk mempertahankan pekerja terlatih,
berpengalaman dan bermotivasi yang memiliki loyalitas kuat terhadap pengusaha tesrebut.
Standar internasional tentang perlindungan kehamilan diatur di dalam Konvensi Perlindungan
Kehamilan ILO, 2000 (No. 183). Perlindungan kehamilan terdiri dari lima unsur: cuti melahirkan,
tunjangan tunai dan tunjangan medis, perlindungan kesehatan, perlindungan pekerjaan dan
non-diskriminasi, dan menyusui.
1. Cuti melahirkan
Seluruh karyawan perempuan yang hamil berhak atas cuti melahirkan untuk jangka
waktu minimal 3 bulan, 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan,
sebagaimana diatur di Pasal 82 Undang-undang Ketenagakerjaan. Jangka waktu ini dapat
diperpanjang jika diperlukan dan diminta dengan pernyataan tertulis dari bidan atau dokter
kandungan sebelum atau setelah melahirkan. Pengusaha harus memberikan kepada seluruh
perempuan hamil cuti melahirkan, termasuk perempuan yang memiliki kontrak waktu tertentu,
tanpa memandang berapa lama mereka telah bekerja di perusahaan tersebut. Pekerja yang
hamil harus memberitahukan kepada pengusaha mereka tentang tanggal perkiraan mereka
sedini mungkin sehingga pengusaha dapat memastikan tidak ada gangguan terhadap usaha
karena cuti melahirkan.
Perempuan yang mengalami keguguran juga berhak atas 1,5 bulan cuti berbayar berdasarkan
Pasal 82 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Setelah cuti melahirkan, pekerja perempuan harus berhak untuk kembali ke pekerjaan yang
sama atau pekerjaan dengan upah yang sama. Perempuan harus tetap memiliki senioritas
mereka dan semua manfaat yang terkait. Banyak perusahaan Indonesia mengizinkan
perempuan untuk menunda kembali bekerja setelah tiga bulan cuti melahirkan selama satu
atau dua bulan dengan cuti berbayar atau tidak berbayar.
2. Tunjangan tunai dan tunjangan medis
Perempuan berhak atas 3 bulan cuti melahirkan berbayar. Ini berarti mereka berhak upah
mereka secara penuh selama jangka waktu cuti berdasarkan pasal 84 Undang-undang
Ketenagakerjaan. Ini berlaku untuk seluruh pekerja, baik karyawan tetap, pekerja alih daya,
pekerja waktu tertentu atau pekerja rumahan, tanpa diskriminasi.
42
Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri No. 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, perempuan pekerja kontrak waktu tertentu
(PKWT) berhak atas kondisi kerja yang sama, termasuk perlindungan kehamilan, sebagaimana
karyawan tetap.
3. Perlindungan kesehatan
Perempuan hamil atau menyusui hendaknya tidak pernah diwajibkan melaksanakan pekerjaan
yang merugikan kesehatan ibu atau anak. Jika lingkungan kerja seorang perempuan hamil atau
menyusui mengandung resiko, misalnya tekanan fisik atau paparan zat berbahaya, kesehatan
perempuan tersebut harus dilindungi dengan menghilangkan resiko, penyesuaian kondisi kerja
dan/atau, jika penyesuaian tidak memungkinkan, pemindahan sementara ke posisi lain atau
cuti berbayar. Menurut Pasal 76(2) pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan di malam
hari jika ada resiko medis untuk bayinya yang belum lahir. Perempuan hamil juga harus berhak
atas libur untuk pemeriksaan kesehatan.
4. Perlindungan pekerjaan dan non-diskriminasi
Kehamilan hendaknya tidak menjadi sumber diskriminasi atau kerugian dalam pekerjaan.
Pengusaha hendaknya tidak membuat keputusan ketenagakerjaan atas dasar kehamilan atau
cuti melahirkan seorang perempuan, yang berdampak negatif pada status pekerjaan seorang
perempuan hamil, termasuk keputusan tentang pemberhentian, hilangnya senioritas, atau
pemotongan upah. Praktik-praktik ini tidak sah berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan,
yang melarang merumahkan perempuan karena kehamilan atau cuti melahirkan (Pasal 153).
Pemberhentian pekerja perempuan atas dasar yang terkait dengan kehamilan juga dilarang
di dalam Konvensi Perlindungan Kehamilan, 2000 (No.183) dan Konvensi Pemutusan
Hubungan Kerja, 1982 (No.158) ILO. Cuti melahirkan harus dihitung sebagai kerja untuk
tujuan penghitungan senioritas.
Pengusaha hendaknya tidak mencantumkan suatu konten di dalam kontrak kerja yang membatasi
hak pekerja perempuan untuk menikah atau melahirkan anak. Penggunaan tes kehamilan sebagai
syarat untuk mempekerjakan atau berlanjutnya pekerjaan adalah dilarang.  Lihat juga Sub-Subbab
Penggunaan tes kehamilan di Subbab 4.6 Pemeriksaan kesehatan pra-kerja.
Ibu baru harus diberi istirahat menyusui dan fasilitas untuk mendukung pemberian ASI eksklusif
setelah kembali bekerja. Pasal 83 Undang-undang Ketenagakerjaan menyatakan:
“Pengusaha berkewajiban memberi kesempatan sepatutnya untuk pekerja/buruh
perempuan yang anaknya masih menyusu untuk menyusui anaknya jika hal itu harus
dilakukan selama waktu kerja.”
43
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
5.Menyusui
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Peraturan Pemerintah No. 33 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (2012)
Pasal 35 Peraturan Pemerintah no. 33 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (2012)
mewajibkan manajer tempat kerja dan penyelenggara fasilitas umum untuk membuat
peraturan internal yang mendukung dan membantu keberhasilan program pemberian ASI.
Peraturan internal tersebut menunjukkan dukungan perusahaan terhadap pemberian ASI
dan memungkinkan perusahaan untuk menerapkan kebijakan BFW efektif melalui cara-cara
berikut:
w
Mendirikan fasilitas tempat kerja yang layak bagi ibu bekerja untuk menyusui/
memompa ASI (ruang menyusui).
w
Memberi ibu bekerja kesempatan untuk menyusui/mengeluarkan air susu pada
jam kerja.
w
Memastikan bahwa kebijakan 3 bulan cuti melahirkan lebih fleksibel.
Tidak selalu diperlukan untuk mendapatkan jangka waktu 1,5 (satu setengah) bulan istirahat
sebelum melahirkan dan jangka waktu 1,5 (satu setengah) bulan istirahat setelah melahirkan,
tetapi disarankan bahwa cuti melahirkan disesuaikan lebih dekat dengan tanggal kelahiran,
berdasarkan surat rujukan dari dokter. Ini akan memungkinkan seorang ibu untuk memiliki
waktu lebih banyak untuk menyusui setelah melahirkan dan mempersiapkan diri untuk kembali
bekerja.
Untuk panduan lebih praktis dalam membangun tempat kerja yang ramah pemberian ASI, lihat
ILO, Tempat Kerja Ramah Pemberian ASI - Pedoman untuk Pengusaha (Jakarta, 2012), yang
disusun oleh Proyek Better Work ILO bekerja sama dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
(AIMI) untuk memandu praktik-praktik pengusaha dan membantu dalam pemenuhan Peraturan
Pemerintah No.33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif di Indonesia.
Contoh Kasus 6.
Praktik bagus tentang perlindungan kehamilan dari PT. Dewhirst Company
PT. Dewhirst mengundang Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) ke pabrik
mereka setiap 2 bulan untuk menyebarluaskan informasi mengenai pemberian
ASI. Program pertama diadakan pada 29 Juli 2010, yang diikuti oleh 13 kegiatan
lain sampai November 2012, setiap sesi berlangsung selama 90 menit (14.3016.00).
Sebelum kunjungan pertama AIMI, PT. Dewhirst sudah memiliki kebijakan
menyusui di tempat kerja. Contohnya, PT. Dewhirst mengizinkan pekerjanya
merencanakan cuti melahirkannya sendiri (daripada berpegang pada istirahat
1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan secara ketat). Penyelia/
manajer juga memprakarsai program asupan vitamin pendukung untuk
pekerja PT. Dewhirst yang hamil. Bekerja sama dengan AIMI, PT. Dewhirst
44
Contoh Kasus 6.
menyelenggarakan seminar sehari bertajuk “Early Latch-On (Inisiasi Dini)” untuk
para bidan yang bekerja di bawah PT. Dewhirst dan para mitra.
Pabrik menyediakan 2 ruang menyusui di lokasi pabrik. Setiap ruang dapat
dikunci dan berisi kursi, listrik dan sebuah kulkas.
Sumber: ILO, “Breastfeeding Friendly Workplaces – Guidelines for Employers” (Jakarta, 2012).
3.3 Keseimbangan pekerjaan-keluarga
Di Indonesia struktur kependudukan dan keluarga berubah. Ini menghantarkan pada
meningkatnya tanggung jawab keluarga untuk penduduk usia kerja, dan lebih jelasnya konflik
antara pekerjaan dan keluarga. Pengusaha harus mempertimbangkan untuk merancang
pilihan-pilihan kerja yang lebih fleksibel untuk mempertahankan atau menarik karyawan
perempuan dan laki-laki dengan tanggung jawab keluarga yang, jika tidak, mungkin harus
keluar dari angkatan kerja.
Banyak perusahaan menggunakan praktik-praktik tempat kerja yang ramah keluarga sebagai
strategi integral untuk meningkatkan kesejahteraan, produktivitas dan komitmen staf mereka
terhadap perusahaan. Penerapan praktik ramah keluarga sangat bermanfaat tidak hanya
untuk karyawan, tetapi juga untuk perusahaan. Praktik tempat kerja ramah keluarga dapat
berkontribusi untuk menarik dan mempertahankan bakat, meningkatkan semangat dan
produktivitas staf, menurunkan tingkat cuti sakit dan ketidakhadiran, mengurangi perpindahan
kerja staf, dan membuat lebih rendahnya biaya perekrutan dan pelatihan.
w
Pengaturan kerja yang fleksibel, misalnya kerja paruh-waktu, berbagi pekerjaan,
minggu kerja yang dipadatkan dan kerja jarak jauh.
w
Cuti perawatan keluarga, misalnya cuti menikah, cuti ayah, cuti perawatan orang
lanjut usia, cuti berkabung dan cuti adopsi.
w
Cuti studi dan jeda karir dan cuti untuk keperluan lain.
w
Fasilitas perawatan anak atau dukungan perawatan anak, misalnya pusat
penitipan anak di tempat kerja
45
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Praktik ramah keluarga penting bagi karyawan yang memiliki anak kecil, keluarga yang sakit
atau lanjut usia yang membutuhkan perawatan, atau karyawan yang karena alasan lain mencari
keseimbangan lebih antara pekerjaan dan kehidupan. Skema tempat kerja ramah keluarga
mungkin mencakup jenis langkah-langkah berikut:
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
Pedoman perancangan dan penerapan skema tempat kerja ramah
keluarga:
n
Sesuaikan
praktik tempat kerja ramah keluarga dengan kebutuhan karyawan dan
perusahaan.
n
Libatkan
n
Pastikan
n
Menyesuaikan
n
Pastikan
organisasi pekerja dan perwakilan kelompok karyawan yang terkait secara
langsung dalam merancang dan meninjau skema ramah keluarga.
bahwa karyawan mengetahui skema tempat kerja ramah keluarga yang
tersedia di perusahaan, dan bahwa mereka semua memiliki akses ke skema tersebut.
sistem manajemen kinerja sehingga memungkinkan penilaian obyektif
terhadap kinerja karyawan yang mendapatkan pengaturan kerja fleksibel
bahwa semua manajer diberi pelatihan mengenai skema ramah keluarga,
dukunglah mereka dan pupuklah budaya tempat kerja ramah keluarga. Manajer
harus membantu staf mereka dalam menyesuaikan pengaturan kerja fleksibel yang
memenuhi kebutuhan mereka masing-masing.26
3.4. Akomodasi yang bijaksana
Akomodasi yang bijaksana mengacu pada modifikasi atau penyesuaian praktis pada
pengaturan kerja, praktik ketenagakerjaan, waktu kerja, atau lingkungan kerja yang
memungkinkan pelamar yang memenuhi syarat atau karyawan dengan kebutuhan khusus
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Di Indonesia, menyediakan akomodasi yang bijaksana
bagi penyandang disabilitas merupakan kewajiban hukum pengusaha berdasarkan Pasal
19 dan 37 Undang-undang Ketenagakerjaan. Untuk setiap 100 karyawan, pengusaha harus
mempekerjakan sekurang-kurangnya satu penyandang disabilitas mental atau fisik.27 Oleh
karena itu seluruh pengusaha harus mempertimbangkan bagaimana mereka dapat membuat
penyesuaian kecil terhadap tempat kerja mereka untuk menyertakan penyandang disabilitas.
Lihat ILO, Mempekerjakan Penyandang Disabilitas, Pedoman untuk Perusahaan (Jakarta,
2012) untuk informasi lebih lanjut tentang bagaimana cara mengakomodasi penyandang
disabilitas di tempat kerja Anda.
Penting juga untuk menyediakan akomodasi yang bijaksana untuk pekerja berkebutuhan
khusus terkait dengan kondisi kesehatan, agama, tanggung jawab keluarga mereka atau
alasan lain untuk memastikan pengusaha memenuhi tanggung jawab hukum mereka untuk
mewujudkan non-diskriminasi dalam pekerjaan.
Beberapa contoh langkah akomodasi yang bijaksana meliputi:
w
Memodifikasi ruang kantor sehingga karyawan yang menggunakan kursi roda
dapat mengaksesnya.
26
Lihat Singapore Centre for Fair Employment: Fair employment: Leading fair employment practices handbook (Singapura, 2009);
ACAS: Delivering equality and diversity (London, 2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: Code of practice on the
family Status Discrimination Ordinance (Hongkong).
27
Lihat Peraturan Pemerintah No. 43/1998 (tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas)
46
w
Memberi karyawan yang memiliki gangguan penglihatan kacamata yang
memungkinkannya melaksanakan pekerjaan.
w
Mengizinkan karyawan etnis minoritas untuk mengambil liburan selama festival
tradisional mereka.
w
Mengizinkan karyawan yang memiliki masalah ginjal mengambil waktu pergi ke
rumah sakit untuk cuci darah.
w
Memodifikasi jam kerja untuk memungkinkan umat Islam mengambil istirahat
untuk sholat.
w
Mengizinkan perempuan Muslim mengenakan jilbab untuk bekerja.
Akomodasi yang bijaksana dapat dilakukan di setiap tahap pekerjaan, termasuk tahap
perekrutan. Pada tahap perekrutan ini bisa berarti misalnya mengadakan tes dan wawancara
di tempat yang bisa diakses oleh kursi roda dan pada waktu yang memungkinkan semua
pelamar, termasuk yang memiliki tanggung jawab keluarga, untuk hadir.
28
Lihat ILO Recommendation Concerning HIV and AIDS at the World of Work, 2010 (No. 200), Pasal 1(g); ACAS: Delivering equality
and diversity (London, 2009); Hong Kong Equal Opportunities Commission: “Absence of disability as a genuine occupational
qualification”, dalam Good management practice series (Hongkong); Hong Kong Equal Opportunities Commission: Code of
practice on the Race Discrimination Ordinance (Hongkong);.Singapore Centre for Fair Employment: Fair employment: Leading
fair employment practices handbook (Singapura, 2009).
47
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Pengusaha hendaknya tidak menolak pelamar kerja yang memenuhi syarat dan sesuai
dikarenakan kebutuhan khususnya, jika orang tersebut dapat melaksanakan pekerjaan dengan
bantuan langkah-langkah akomodasi yang bijaksana. Namun, ketika akomodasi menyebabkan
kesulitan yang tidak semestinya (misalnya, biaya tinggi, atau penyesuaian tempat kerja yang
luas) untuk operasi bisnis pengusaha, pengusaha tidak diharuskan untuk membuat akomodasi
tersebut. Apa yang wajar dan apa yang menimbulkan kesulitan yang tidak semestinya harus
ditentukan berdasarkan kasus per kasus.28
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
48
4. KESETARAAN DALAM PRAKTIK USAHA PERUSAHAAN
Selain praktik manajemen sumber daya manusianya, perusahaan harus mempromosikan
kesetaraan dan non-diskriminasi di semua praktik usahanya, dan di seluruh lingkup kendali
dan pengaruh perusahaan. Prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi yang tercantum
di dalam undang-undang dan instrumen hukum internasional tidak hanya mencakup
ketenagakerjaan tetapi juga bidang-bidang kehidupan lainnya, politik, ekonomi, sosial dan
budaya.29 Ini berarti bahwa perusahaan harus menghormati prinsip-prinsip kesetaraan dan
non-diskriminasi juga dalam praktik usaha mereka, termasuk layanan pelanggan, pemasaran,
sourcing dan lain-lain.
Di banyak negara diskriminasi dalam penyediaan barang, jasa dan fasilitas secara khusus
dilarang di dalam undang-undang. Misalnya, di Hongkong undang-undang diskriminasi
mencakup tidak hanya ketenagakerjaan dan pendidikan, tetapi juga penyediaan barang, jasa
dan fasilitas, partisipasi dalam klub, dan dalam kasus Ordonansi Diskriminasi Disabilitas juga
akses ke sarana/bangunan.30 Sementara di Indonesia belum ada undang-undang yang secara
eksplisit melarang hal ini, namun merupakan praktik usaha yang baik untuk memastikan nondiskriminasi dalam penyediaan barang, jasa dan fasilitas.
Perusahaan juga harus memastikan bahwa tidak ada pelanggan yang dilecehkan atau
diperlakukan secara diskriminatif, misalnya menolak layanan atas dasar etnis, disabilitas
atau karakteristik pribadi mereka lainnya. Memastikan bahwa materi pemasaran perusahaan
mengkomunikasikan citra positif tentang keragaman dan kesetaraan merupakan praktik yang
baik yang dapat meningkatkan citra merek perusahaan dan membantu mengakses segmen
pasar baru.
Perusahaan dengan komitmen yang kuat terhadap kesetaraan memasukkan kesetaraan dan
non-diskriminasi dalam kebijakan manajemen rantai pasokan mereka, dan mengharuskan
pemasok dan subkontraktor mereka mematuhi prinsip-prinsip ini. Ini termasuk untuk perantara
yang mempekerjakan pekerja rumahan. Memasukkan klausul non-diskriminasi dalam
kebijakan sourcing dan pengadaan dan membuat kelayakan untuk kontrak bergantung pada
29
Lihat misalnya pelarangan diskriminasi dalam Konvensi PBB tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Ras (1965) dan
Konvensi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (1979).
30
Website Hong Kong Equal Opportunities Commission http://www.eoc.org.hk [8 Sep2010].
49
Buku 3: Kesetaraan Dalam Praktik Perusahaan
Paling sering perusahaan berusaha untuk mempromosikan kesetaraan dan non-diskriminasi
dalam praktik usaha sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang
lebih luas. Bila berkomitmen pada CSR perusahaan menegaskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
mereka dalam kebijakan maupun proses internal mereka, dan dalam interaksi mereka dengan
para pelaku lain, termasuk pemasok, subkontraktor, pembeli, penyalur, dan mitra bisnis
dan pemangku kepentingan lainnya. Bias diskriminatif hendaknya tidak berdampak pada
keputusan usaha apapun di perusahaan, misalnya seleksi subkontraktor atau pemasok.
Buku
3
Panduan Praktis bagi Pengusaha
untuk Mempromosikan Kesetaraan dan
Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia
kepatuhan terhadap prinsip kesetaraan merupakan praktik yang baik bagi lembaga publik
maupun perusahaan swasta, yang memperluas dampak kebijakan kesetaraan perusahaan
ke seluruh rantai pasokannya. Merupakan praktik yang baik bila menetapkan kepatuhan
terhadap Kode praktik bagi pengusaha tentang mempromosikan kesetaraan dan mencegah
diskriminasi di tempat kerja di Indonesia yang diterbitkan oleh APINDO bekerja sama dengan
ILO sebagai syarat bisnis dengan pemasok, subkontraktor dan mitra bisnis lainnya.31
Contoh Kasus 7.
Hotel Dharmawangsa Jakarta
Hotel Dharmawangsa adalah sebuah hotel mewah berbintang 5 yang terletak
di Jakarta Selatan. Hotel ini dibuka pada tahun 1997 dan mempekerjakan 350
orang dengan total 100 kamar.
Saat ini dua orang penyandang disabilitas bekerja di hotel tersebut. Salah
satunya menderita gangguan pendengaran dan bekerja sebagai asisten koki
di dapur restoran hotel. Dia lulus dari sekolah pariwisata dan dipekerjakan atas
dasar keterampilan dan kemampuannya. Sarana komunikasi adalah membaca
bibir dan komunikasi tertulis. Manajer Sumber Daya Manusia hotel juga telah
berlatih bahasa isyarat guna untuk berkomunikasi dengan karyawan tuna rungu
dan menderita gangguan pendengaran.
Karyawan penyandang disabilitas satunya bekerja sebagai petugas keamanan
pencatat waktu untuk hotel ini. Karena kecelakaan sepeda motor dia menderita
gangguan fisik dan pada awalnya ingin mengundurkan diri dari pekerjaannya. Dia
berpikir bahwa menderita disabilitas berarti dia tidak bisa terus bekerja untuk
hotel itu lagi. Namun, karena panjangnya masa kerjanya dan kemampuannya,
manajemen hotel tidak menemukan alasan untuk menerima pengunduran
dirinya dan memintanya untuk bertahan di dalam tim keamanan hotel.
Memberikan kesempatan kepada pekerja yang mengalami cidera untuk
mempertahankan pekerjaannya sekalipun kecelakaan mereka memiliki
konsekuensi yang mengubah hidup adalah penting. Upaya untuk
mempertahankan anggota staf ketika sesuatu terjadi pada mereka selama
atau setelah jam kerja memperkuat hubungan pengusaha-pekerja dan
meningkatkan komitmen pekerja terhadap pekerjaan mereka karena mereka
melihat perusahaan mempedulikan mereka.
Sumber: diadaptasi dari ILO, “Mempekerjakan Penyandang Disabilitas, Pedoman untuk Perusahaan” (Jakarta,
2012)
31ILO: Equality at work: Tackling the challenges (Jenewa, 2007); ILO: Time for equality at work (Jenewa, 2003).
50
Download