Laporan Praktikum Biokimia Hari/ tanggal Waktu PJP Asisten : Selasa/ 1 Oktober 2013 : 13.00-14.40 WIB : Puspa Julistia Puspita, S. Si, M. Sc. : Resti Siti Muthmainah, S. Si. Lusianawati, S. Si. PROTEIN II Kelompok 7 Ayu Septra Wulandari Yaya Nugraha Diana Agustini Raharja J3L112029 J3L112089 J3L112168 PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA PROGAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Pendahuluan Menurut Hart (2003), protein berasal dari kata protos. Protos memiliki arti, yaitu utama. Protein merupakan senyawa organik kompleks yang memiliki berat molekul yang tinggi dan merupakan polimer yang terdiri dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Menurut Lehninger (1982), struktur umum asam amino mempunyai dua gugus pada tiap molekulnya, yaitu gugus amino dan gugus karboksil yang digambarkan sebagai struktur ion dipolar. CO 2H gugus α-amino NH 2 C H variasi struktur terjadi R dalam rantai samping Gambar 1 Struktur molekul asam amino (Fessenden dan Fessenden 1986) Gugus amino dan gugus karboksil pada asam amino menunjukkan sifat-sifat spesifiknya. Karena asam amino mengandung gugus amino dan karboksil, senyawa ini akan memberikan reaksi kimia yang mencirikan gugus-gugusnya. Asam amino juga bersifat amfoter. Pada larutan asam atau pH rendah maka asam amino akan bersifat basa dan sebaliknya (Hawab 2004). R CH + H CO 2H N H H HO - R CH + + H H CO 2 - N H H HO - + H R CH CO 2 - NH2 pH rendah zwiterion pH tinggi (muatan bersih +1) (muatan bersih 0) (muatan bersih -1) Gambar 2 Asam amino bersifat amfoter dapat berperilaku sebagai asam sekaligus basa (Hawab 2004) Protein terbentuk dari beberapa asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Peptida merupakan oligomer dari asam amino yang memainkan peran penting dalam banyak proses biologis (Wirahadikusumah 1977). H2N H O C C R1 H NH ikatan peptida O C OH R2 Gambar 3 Ikatan peptida antar asam amino dalam membentuk protein (Wirahadikusumah 1977) Tujuan Praktikum dilakukan untuk mengidentifikasi sifat dan struktur asam amino dan protein melalui reaksi uji pengendapan protein oleh logam, pengendapan protein oleh garam, uji koagulasi, pengendapan protein oleh alkohol, serta denaturasi protein. Metode Bahan-bahan yang digunakan, di antaranya sampel putih telur, HgCl2 2%, Pb-asetat 5%, AgNO3 5%, kristal (NH4)2SO4, pereaksi Millon, pereaksi Biuret, asam asetat 1 M, HCL 0,1 M, NaOH 0,1 M, buffer asetat pH 4,7, etanol 95%, akuades, dan kertas saring . Alat-alat yang digunakan adalah penangas air dan alat-alat gelas. Pengendapan protein oleh logam dilakukan dengan cara ke dalam 3 mL sampel putih telur ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 2%. Percobaan diulangi dengan menggunakan larutan Pb-asetat 5% dan AgNO3 5%. Pengendapan protein oleh garam dilakukan dengan cara 10 mL sampel putih telur dijenuhkan dengan (NH4)2SO4 dengan ditambahkan sedikit demi sedikit garam tersebut serta diaduk hingga mencapai titik jenuh dan disaring. Endapan yang terbentuk diuji kelarutannya dalam air dan dengan pereaksi Millon dan filtrate diuji dengan pereaksi Biuret. Uji koagulasi dilakukan dengan cara 2 tetes asam asetat 1 M ditambahkan ke dalam 5 mL sampel putih telur. Tabung diletakkan ke dalam air mendidih selama 5 menit. Endapan diambil dengan batang pengaduk dan endapan tersebut diuji kelarutannya dalam air dan pereaski Millon. Pengendapan protein oleh alkohol dilakukan dengan cara 3 tabung reaksi disiapkan. Tabung pertama dimasukkan 2,5 mL sampel putih telur, 0,5 mL HCl 0,1 M, dan 3 mL etanol 95%. Tabung kedua dimasukkan 2,5 mL sampel putih telur, 0,5 mL NaOH 0,1 M, dan 3 mL etanol 95%. Tabung ketiga dimasukkan 2,5 mL sampel putih telur, 0,5 mL buffer asetat pH 4,7, dan 3 mL etanol 95%. Kemudian kelarutan sampel putih telur diamati pada tiap tabung. Denaturasi protein dilakukan dengan cara 3 tabung reaksi disiapkan. Tabung pertama dimasukkan 4,5 mL sampel putih telur dan 0,5 mL HCl 0,1 M. Tabung kedua dimasukkan 4,5 mL sampel putih telur dan 0,5 mL NaOH 0,1 M. Tabung ketiga dimasukkan 4,5 mL sampel putih telur dan 0,5 mL buffer asetat pH 4,7. Ketiga tabung ditempatkan dalam air mendidih selama 15 menit dan didinginkan pada temperatur kamar. Untuk tabung pertama dan kedua ditambahkan 5 mL buffer asetat pH 4,7. Hasil dan Pembahasan Denaturasi protein merupakan suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Sedangkan koagulasi adalah denaturasi protein akibat akibat panas dan alkohol. Baik denaturasi maupun koagulasi ini mengalami suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, maupun kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH, suhu, kekuatan ionik, dan tetapan dielektrik pelarutnya. Berbagai cara fisik dan kimia dapat merusak bentuk trimatra dari protein, yang menyebabkan berkurangnya daya larut protein dan sering kali mengendap. Peristiwa ini disebut denaturasi. Penyebab denaturasi meliputi pemanasan, penambahan asam atau basa, penambahan pelarut organik atau zat terlarut tertentu, pengocokan yang kuat, atau penyinaran dengan cahaya ultraviolet. Jika kerusakan hanya terjadi pada ikatan lemah, denaturasi bersifat dapat balik (reversible), tetapi jika merusak ikatan kovalen, ia menjadi tidak dapat balik (irreversible). Denaturasi akan menghilangkan aktivitas hayati dari protein, tetapi tidak menghilangkan nutrisi protein, bahkan mungkin bertambah. Tabel 1 Hasil uji pengendapan oleh logam Logam berat Hasil pengamatan Perubahan warna larutan HgCl2 + Putih keruh Pb-asetat +++ Putih keruh AgNO3 ++ Putih keruh Keterangan: pada hasil pengamatan semakin banyak +, endapan yang terbentuk semakin banyak Gambar 4 Hasil uji pengendapan albumin dengan logam HgCl2 (a), Pb-asetat (b), dan AgNO3 (c) Protein dapat mengalami denaturasi irreversible dengan logam-logam berat seperti Ag, Hg, dan Pb sehingga mudah membentuk endapan logam proteinat, karena logam dapat bereaksi dengan gugus R yang bermuatan negatif. Selain itu, logam juga dapat mengendapkan protein dengan cara bereaksi dengan gugus –SH. Protein mengalami denaturasi karena ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam. Oleh karena itu, logam berat sangat berbahaya jika sampai termakan karena garam logam tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh. Dari praktikum ini diperoleh bahwa semua larutan dan bahan uji mengendap. Hal ini karena protein mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan pH larutan di atas pI, karena protein bermuatan negatif dan begitu sebaliknya (Poedjadi 1994). Fungsi dari uji ini adalah untuk mengetahui pengaruh logam berat terhadap kelarutan protein. Tabel 2 Hasil uji pengendapan oleh garam Uji Hasil pengamatan Perubahan warna larutan Uji kelarutan + Larut, tidak berwarna Uji Millon Putih Uji Biuret Biru Keterangan: + = menunjukkan hasil positif pada uji tersebut - = menunjukkan hasil negatif pada uji tersebut Gambar 5 Hasil uji kelarutan dalam air (a), uji Millon (b), dan uji Biuret pada pengendapan albumin oleh garam Larutan albumin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan ammonium sulfat hingga jenuh (Poedjiadi 1994). Berdasarkan percobaan, setelah larutan albumin dijenuhkan dengan (NH4)2SO4, uji kelarutan endapan yang terjadi dengan air menunjukkan hasil positif yaitu endapan larut membentuk butiran, karena protein kembali larut dalam air. Kemudian butiran direaksikan dengan pereaksi Millon dan hasilnya negatif, sedangkan menurut literatur albumin memberikan hasil positif pada uji Millon, karena tirosin memiliki molekul fenol pada gugus alkilnya dan albumin mengandung tirosin sebagai salah satu asam penyusunnya. Gambar 6 Reaksi yang terjadi pada uji Millon Uji filtrat dengan pereaksi Biuret juga menunjukkan hasil negatif, karena filtratetidak lagi mengandung protein tetapi telah jenuh dengan larutan garam. Dalam praktikum ini digunakan (NH4)2SO4 Hal ini terjadi karena ammonium sulfat memiliki tingkat kelarutan yang lebih tinggi daripada protein. Sehingga pada saat penambahan ammonium sulfat, ammounium sulfat akan melarut dalam air atau pelarutnya dan mendesak protein keluar, kembali dalam bentuk solidnya, sehingga terbentuklah protein yang terendapkan (Poedjiadi 1994). Proses ini terjadi karena adanya kompetisi antara molekul protein dengan ion anorganik dalam mengikat air (hidrasi). Salting out yaitu pengendapan protein dari sampel sedangkan salting in pengendapan protein dari sampel yang endapan tersebut dapat larut kembali jika ditambahkan pelarut. Selain metode salting out yang dilakukan pada praktikum, pada prinsipnya metode salting in dilakukan dengan menambahkan garam yang tidak jenuh atau pada konsentrasi rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan larut dalam larutan garam. Kelarutan protein akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi garam, apabila konsentrasi garam ditingkatkan terus, maka kelarutan protein akan turun. Pada konsentrasi garam yang lebih tinggi, protein akan mengendap. Fungsi dari uji ini adalah untuk mengetahui pengaruh larutan garam konsentrasi tinggi terhadap sifat kelarutan protein. Tabel 3 Hasil uji koagulasi Uji Hasil pengamatan Perubahan warna larutan Uji kelarutan Tidak larut, putih Uji Millon Tidak larut, putih Uji Biuret + Ungu Keterangan: + = menunjukkan hasil positif pada uji tersebut - = menunjukkan hasil negatif pada uji tersebut Gambar 7 Hasil uji kelarutan dalam air (a), uji Millon (b), dan uji Biuret (c) pada uji koagulasi Pada percobaan uji koagulasi mengunakan prinsip denaturasi protein dan titik isolistrik. Denaturasi protein adalah kondisi di mana struktur sekunder, tersier, maupun kuartener dari suatu protein mengalami modifikasi tanpa ada pemecahan ikatan peptida. Denaturasi dapat berupa rusaknya struktur tiga dimensi dari suatu protein. Sedangkan yang dimaksud titik isolistrik adalah suatu keadaan di mana ion negatif dan ion positif yang ada pada suatu molekul jumlahnya sama dan mengindikasikan kenetralan. Tingkat keasaman atau pH ketika terjadi keadaan isolistrik itulah yang disebut sebagai pH isolistrik (pI). Besarnya pI sebanding dengan pKa larutan protein tersebut. Untuk uji kelarutan dengan air dan Millon dihasilkan hasil yang mengindikasikan bahwa protein tersebut memang sudah tidak larut dalam air kembali dan berwarna putih. Namun seharusnya endapan tersebut larut dan warna yang ditimbulkan pada uji Millon adalah warna merah yang merupakan indikasi adanya asam amino tirosin, karena albumin mengandung asam amino tersebut, maka uji Millon tersebut seharusnya berhasil positif. Pada uji Biuret dihasilkan hasil yang positif menunjukkan bahwa filtrate tersebut masih mengandung protein. Penambahan asam asetat 1 M ke dalam larutan protein menyebabkan ionion H+ dari asam akan terikat pada gugus-gugus yang bermuatan negatif sehingga terjadi perubahan pengutuban dari molekul protein. Perubahan pengutuban ini menyebabkan perubahan konfirmasi dari protein atau rusaknya struktur tersier atau struktur kuartener protein sehingga protein mengalami koagulasi (Fessenden dan Fessenden 1986). Fungsi dari uji ini adalah untuk mengetahui pengaruh asam organik terhadap sifat kelarutan protein. Tabel 4 Hasil uji pengendapan oleh alkohol Uji Hasil pengamatan Perubahan warna larutan HCl 0,1 M + Tidak larut, putih (++) NaOH 0,1 M Larut, tidak berwarna Buffer asetat pH 4,7 + Tidak larut, putih (+++) Keterangan: pada hasil pengamatan, + menunjukkan hasil positif pada uji tersebut dan – menunjukkan hasil negatif pada uji tersebut sedangkan pada perubahan warna larutan, semakin banyak +, warna larutan semakin pekat Gambar 8 Hasil uji pengendapan oleh alkohol pada tabung 1 yang ditambahkan HCl (a), tabung 2 yang ditambahkan NaOH (b), dan tabung 3 yang ditambahkan buffer asetat pH 4,7 (c) Percobaan berikutnya adalah pengendapan oleh alkohol. Pelarut organik, seperti alkohol dapat mengganggu kelarutan albumin. Pelarut organik menyebabkan denaturasi reversible dan sering digunakan untuk isolasi protein secara pengendapan. Pada uji pengendapan oleh alkohol, hanya tabung 2 yang mengandung basa yang menunjukkan protein yang larut dalam alkohol, karena pH pada basa di atas titik isoelektriknya. Pada tabung 1, ujung C asam amino yag terbuka pada protein dapat bereaksi dengan alkohol dalam suasana asam membentuk senyawa protein ester. Pembentukan ester ini ditunjukkan oleh adanya endapan yang terbentuk. Pada percobaan pengendapan oleh alkohol fungsi dari buffer asetat pH 4,7 adalah untuk mengendapkan protein. Karena protein sampel yang digunakan adalah albumin yang memiliki kisaran pH isoelektrik sekitar angka tersebut maka protein akan mengendap. Hal ini terjadi karena pada titik isoelektriknya, protein mempunyai daya kelarutan minimum (Wirahadikusumah 1977). Fungsi dari uji ini adalah untuk mengetahui pengaruh alkohol dalam suasana asam, basa, dan dengan menggunakan buffer pH asam terhadap protein. Tabel 5 Hasil uji denaturasi Hasil pengamatan Larutan Albumin+HCl Sebelum pemanasan Berwarna putih, tidak larut Setelah pemanasan Berwarna putih, terdapat gumpalan Setelah penambahan buffer Terbentuk 2 fase, yaitu fase atas tidak berwarna dan fase bawah berwarna putih Putih keruh Albumin+NaOH Tidak berwarna, Tidak berwarna, larut tidak ada gumpalan Albumin+buffer Terbentuk 2 Berwarna putih dan Tidak dilakukan asetat pH 4,7 fase, yaitu fase keruh atas putih keruh (++) dan fase bawah putih keruh (+) Keterangan: pada hasil pengamatan semakin banyak +, kekeruhan yang terbentuk semakin banyak Gambar 9 Hasil uji denaturasi pada albumin+buffer asetat pH 4,7 (a), albumin+NaOH (b), albumin+HCl (c) Denaturasi protein adalah berubahnya bentuk dan lipatan molekul protein tetapi tidak sampai memutuskan ikatan antar asam amino dalam struktur protein. Hal itu dikarenakan denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Denaturiasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein. Berdasarkan percobaan didapatkan bahwa pada tabung yang berisi albumin dan NaOH tidak mengalami penggumpalan, karena pH di atas 7. Pada tabung I, penggumpalan terjadi karena buffer tetap mempertahankan pH-nya pada 4,7. Sehingga diketahui bahwa titik isolistrik albumin yaitu pada pH 4,7 begitu pula pada asam yang memiliki pH di bawah 7. Titik isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90. Titik isolistrik pada protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif (Poedjiadi 1994). Pada setiap percobaan yang memerlukan pemanasan bertujuan untuk mempercepat laju reaksi dan juga untuk mendenaturasi protein. Simpulan Berdasarkan .hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pada uji pengendapan protein oleh logam, logam berat seperti Ag, Hg, dan Pb dapat mengendapkan protein. Pada uji pengendapan protein oleh garam, endapan protein dapat larut kembali dalam air dan ketika diberi pereaksi Millon memberikan hasil yang negatif sedangkan filtrat yang diuji dengan pereaksi Biuret memberikan hasil yang negatif juga. Pada uji koagulasi, endapan protein tidak larut dalam air dan memberikan hasil negatif pada pereaksi Millon sedangkan filtrat yang diuji dengan pereaksi Biuret memberikan hasil positif. Pada uji pengendapan oleh alkohol dan denaturasi protein, dalam suasana asam dan buffer pH 4,7, protein mengendap sedangkan pada basa tidak mengendap. Daftar Pustaka Fessenden RJ, JS Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid ke-2. Pudjaatmaka AH, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry. Ed. ke-3. Hart Harold, LE Craine, DJ Hart. 2003. Kimia Organik. Achmadi SS, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry. Ed. ke-11. Hawab HM. 2004. Pengantar Biokimia. Malang: Bayumedia. Lehninger AL. 1982. Dasar- Dasar Biokimia. Maggy T, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principle of Biochemistry. Poedjiadi Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Wirahadikusumah M. 1977. Biokimia: Protein, Enzim, dan Asam Nukteat. Bandung: ITB Press.