POLA DISTRIBUSI SEL-SEL PENGHASIL HORMON PADA

advertisement
POLA DISTRIBUSI SEL-SEL PENGHASIL
HORMON PADA PANKREAS TRENGGILING
(Manis javanica)
SKRIPSI
Abdul Gofur
FAKUTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
POLA DISTRIBUSI SEL-SEL PENGHASIL
HORMON PADA PANKREAS TRENGGILING
(Manis javanica)
ABDUL GOFUR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Skripsi
: Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas
Trenggiling (Manis javanica)
Nama
: Abdul Gofur
NRP
: B04103126
Disetujui
Dr. drh. Chairun Nisa , MSi.
Pembimbing
Diketahui
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus: 26 September 2007
RINGKASAN
ABDUL GOFUR. Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas
Trenggiling (Manis javanica). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Chairun Nisa .
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi pankreas trenggiling
(Manis javanica) dan pola distribusi sel-sel penghasil hormon yang terdapat di
dalamnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian yang
lebih baik tentang pankreas trenggiling serta untuk menambah data biologi
mengenai pankreas satwa liar di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan dua ekor trenggiling, jantan dan betina. Untuk
mengetahui struktur umum digunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE),
sedangkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai distribusi sel-sel penghasil
hormon digunakan teknik pewarnaan impregnasi perak Grimelius.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pankreas M. javanica terbagi
menjadi tiga bagian yaitu: kepala (head), dorsal dan ventral. Bagian kepala
merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di
depan os vertebrae lumbalis pertama. Bagian ventral merupakan bagian yang
paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan
duodenum. Sedangkan bagian dorsal merupakan bagian yang paling panjang
terletak di sebelah kiri rongga abdomen yang berbatasan dengan limpa.
Pankreas trenggiling terbagi menjadi bagian eksokrin dan bagian endokrin.
Komponen eksokrin terdiri dari kelenjar dan alat penyalur (duktus). Kelenjar
eksokrin terdiri atas kumpulan sel-sel sereous yang berbentuk piramid dengan sel
sentro asinarnya. Kelenjar ini terdiri dari gabungan kelenjar asinus yang
membentuk lobulus dan digabungkan masing-masing oleh jaringan ikat longgar
yang dilalui oleh pembuluh darah, pembuluh limfe, serabut syaraf dan saluran
keluar kelenjar-kelenjarnya (duktus). Alat penyalur bagian eksokrin ini terdiri dari
duktus interkalatus, duktus interlobularis, duktus interlobaris dan duktus
pankreatikus.
Bagian endokrin pankreas (pulau Langerhans) mengambil warna sedikit
lebih muda dari bagian eksokrin dan tersebar di antara sel-sel asinar. Dengan
pewarnaan impregnasi perak Grimelius, sel-sel pulau Langerhans yang merupakan
bagian endokrin dari pankreas trenggiling, tersusun secara tidak teratur. Pembuluh
darah kapiler banyak ditemukan di dalam pulau Langerhans. Sel-sel penghasil
glukagon (sel A) berdistribusi menyebar pada pulau Langerhans. Sel-sel insulin
(sel B) bersifat non-argirofil sehingga tidak terwarnai pada pewarnaan Grimelius.
Kata kunci: Manis javanica, pankreas, pulau Langerhans.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 15 juni 1984 dari Ayahanda
H. Abdul Mukti dan Ibunda Hj. Solihat. Penulis merupakan putra ketujuh dari
sembilan bersaudara.
Pada tahun 1991 penulis masuk SD Negeri II Caringin Bogor dan lulus
pada tahun 1997. Selanjutnya penulis melanjutkan ke SMP Negeri I Cijeruk
Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMU Negeri I Cijeruk Bogor.
Pada tahun 2003, penulis masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan
Siswa Masuk IPB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Hewan (S1) pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Drh. Chairun Nisa , MSi. sebagai pembimbing atas
segala perhatian, bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran selama
penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Drh. Adi Winarto PhD
sebagai dosen penguji. Terima kasih kepada Dr. Drh. H. Idwan Sudirman sebagai
pembimbing akademik selama penulis menjalani studi. Terima kasih kepada
seluruh dosen dan staf Anatomi khususnya Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit,
MS., Dr. Drh. Nurhidayat MS., Drh. Savitri Novelina, MSi. dan Drh. Supratikno
atas segala bantuan dan nasehatnya. Terima kasih juga kepada teman-teman
sepenelitian, teman-teman FKH angkatan 40 dan teman-teman semua yang tidak
dapat penulis tuliskan satu persatu.
Dengan rasa hormat penulis sampaikan terima kasih kepada orang tua
yang telah mendidik dengan sabar, penuh pengorbanan dan do a tulus ikhlas.
Terima kasih kepada kakakku beserta keluarga, kedua adikku atas segala bantuan
dan kerja samanya. Terima kasih juga kepada Aa Sasmita dan Teh Ii atas
segalanya. Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada Yayi Zulfiah
beserta keluarga yang selalu memberikan dorongan dengan penuh cinta dan kasih
sayang.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga masukkan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga tulisan
ini dapat memberikan manfaat, amiiin.
Bogor, September 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vi
PRAKATA ................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. i
PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................................
Manfaat Penelitian.............................................................................
1
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
Trenggiling........................................................................................
Pankreas ............................................................................................
Bagian Eksokrin ..........................................................................
Bagian Endokrin ..........................................................................
Sel-Sel (A) penghasil Glukagon ................................................
Sel-Sel (B) penghasil Insulin.....................................................
Sel-Sel (D) penghasil Somatostatin ...........................................
Sel-Sel (F) penghasil Polipeptida Pankreas ...............................
Sel-Sel D1 .................................................................................
3
3
3
5
7
8
9
11
11
12
BAHAN DAN METODE .............................................................................
Waktu dan Tempat penelitian ............................................................
Bahan dan Alat Penelitian .................................................................
Metode Penelitian..............................................................................
13
13
13
13
HASIL .......................................................................................................... 15
Pengamatan Makroskopis .................................................................. 15
Pengamatan Mikroskopis .................................................................. 16
PEMBAHASAN .......................................................................................... 19
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 22
Kesimpulan ....................................................................................... 22
Saran ................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 23
LAMPIRAN ................................................................................................. 25
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Efek insulin terhadap berbagai jaringan .................................................... 10
2. Data ukuran panjang dan lebar bagian-bagian pankreas trenggiling ........... 16
3. Persentase berat organ pankreas trenggiling terhadap bobot badan ............ 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar perkembangan pankreas ............................................................... 4
2. Gambar skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ........ 6
3. Gambar skematis pankreas dan populasinya .............................................. 12
4. Gambar Organ pankreas trenggiling .......................................................... 15
5. Gambar duktus pankreas trenggiling ......................................................... 17
6. Gambar struktur umum pankreas trenggiling ............................................. 17
7. Gambar pulau Langerhans dengan pewarnaan Grimelius........................... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur Pewarnaan Hematoksilin-Eosin ................................................ 25
2. Prosedur Pewarnaan Grimelius................................................................ 26
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan keragaman
hayati yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan
sejumlah flora dan fauna Indonesia dalam kondisi memprihatinkan. Oleh karena
itu, berbagai upaya dilakukan untuk melindunginya dari kepunahan. Salah satu
fauna yang kini termasuk satwa langka dan dilindungi adalah trenggiling jawa.
Menurut CITES (Convention of international Trade in Endangered Spesies of
Wild Fauna and Flora) trenggiling terdaftar dalam Apendix II yang berarti
dilarang diperdagangkan karena populasinya sedikit dan hampir punah
(Soehartono dan Mardiastuti 2002).
Trenggiling (Manis javanica) merupakan mamalia yang unik dan menarik.
Tubuh bagian dorsal ditutupi oleh sisik yang membuatnya mirip reptil. Hewan ini
memiliki cakar panjang dan tidak memiliki gigi, namun memiliki lidah yang
panjang untuk menangkap pakannya yang berupa semut dan rayap. Trenggiling
memiliki senjata ampuh berupa bau busuk dari zat yang dihasilkan oleh kelenjar
anus (Rahm 1990).
Daging dan sisik trenggiling terutama oleh masyarakat Cina dipercaya
dapat berkhasiat sebagai obat. Oleh karena itu, populasi trenggiling diduga terus
menurun dan terancam punah akibat maraknya perburuan liar ditambah rusaknya
habitat.
Di Indonesia hewan ini termasuk hewan yang dilindungi berdasarkan
Undang-Undang RI No 5/1990 dan peraturan pemerintah RI No 17/1999.
Terdapat tujuh spesies trenggiling yang menempati habitat hutan-hutan tropis di
Asia dan Afrika. Tiga spesies terdistribusi di Asia yaitu: M. javanica (trenggiling
Jawa), M. pentadactyla (trenggiling Cina) dan M. crassicaudata (trenggiling
India), serta empat spesies terdistribusi di Afrika yaitu: M. tricupis, M.
tetradactyla, M. gigantea dan
M. Temmincki (Robinson 2005). Sedangkan
menurut Gaubert dan Antunes (2005), spesies trenggiling berjumlah 8 yakni
ditambah dengan Manis culionensis yang terdapat di pulau Palawan.
Pankreas merupakan kelenjar yang terdiri dari bagian eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin pankreas mensekresikan natrium bikarbonat dan
enzim-enzim pencernaan. Natrium bikarbonat berperan dalam menetralkan kimus
asam yang disalurkan oleh lambung ke dalam duodenum. Sementara enzimenzim pencernaan yang dihasilkan berperan dalam mencerna karbohidrat, protein
dan lemak. Adapun bagian endokrin pankreas mensekresikan hormon-hormon
metabolisme terutama insulin dan glukagon. Insulin berperan dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu, insulin berperan dalam menurunkan
kadar glukosa darah dan secara fisiologi memiliki peranan yang berlawanan
dengan glukagon. Kerusakan pada pankreas dapat menyebabkan penyakit
diabetes mellitus yang jika berjalan kronis dapat mengakibatkan komplikasi pada
berbagai organ lain, sehingga menyebabkan kematian (Guyton 1990). Sejauh ini
informasi mengenai pankreas trenggiling dan berbagai aspek yang terkait belum
dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian mengenai morfologi pankreas trenggiling
perlu dilakukan untuk memberikan dasar bagi penelitian-penelitian lain yang
terkait dengan upaya pelestariannya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari morfologi pankreas
trenggiling (Manis javanica) dan pola distribusi sel-sel penghasil hormon yang
terdapat di dalamnya.
Manfaat Penelitian
Data dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
morfologi pankreas trenggiling dan sel-sel penyusnnya, serta memperkaya data
biologi satwa liar Indonesia, khususnya trenggiling (Manis javanica).
TINJAUAN PUSTAKA
Trenggiling
Trenggiling (Manis javanica) merupakan spesies mamalia yang unik dan
menarik, karena sisik yang menutupi bagian dorsal tubuhnya seperti reptil dan
tidak memiliki gigi seperti unggas. Hewan ini menggunakan lidahnya yang
panjang dan lengket oleh sekreta kelenjar ludah untuk menangkap pakannya yang
berupa semut dan rayap. Trenggiling Jawa (M. javanica) mempunyai panjang
tubuh 50-60 cm, panjang ekor 50-80 cm, dengan warna sisik kuning sawo sampai
cokelat kehitam-hitaman dan kulit berwarna agak putih (Amir 1978).
Dalam sistem klasifikasi trenggiling jawa termasuk kedalam :
Ordo
: Pholidota
Famili : Manidae
Genus : Manis
Spesies : Manis javanica (Corbet dan Hill 1992).
Pada umumnya trenggiling merupakan hewan nokturnal dan terestrial,
kecuali M. tetradactyla yaitu diurnal dan arboreal. Pada siang hari trenggiling
lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam lubang-lubang atau di
bawah dedaunan atau dicelah-celah pohon (Rahm 1990).
Trenggiling termasuk mamalia pemakan semut sehingga sering disebut
dengan myrmecophagous (Feldhamer et al. 1999) atau anteater. Trenggiling
memakan semut dan rayap dengan menggali sarang rayap yang ada di bawah atau
permukaan tanah dan di atas pohon dengan menggunakan cakar dari kaki depan
(Rahm 1990). Karena trenggiling tidak mempunyai gigi, maka makanan tidak
dihancurkan di dalam mulut melainkan makanan digiling di dalam lambungnya
dengan bantuan batu kerikil yang tertelan (Nisa 2005).
Pankreas
Pankreas merupakan organ tubuh yang istimewa karena berfungsi ganda
sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas
berfungsi mensekresikan elektrolit dan enzim-enzim pankreas seperti amilase,
lipase dan tripsin. Sedangkan sebagai kelenjar endokrin, pankreas berperan dalam
menghasilkan hormon-hormon seperti glukagon, insulin, somatostatin dan
polipeptida pankreas (PP). Fungsi endokrin pankreas dilakukan oleh pulau-pulau
Langerhans yang tersebar dibagian eksokrin pankreas (Guyton 1990; Sundler dan
Hakanson 1988).
Organogenesis kelenjar pankreas diawali sebagai tunas pankreas dorsal
dan ventral. Tunas pankreas dorsal berkembang dari duodenum dekat dengan
tunas hati, sedangkan tunas ventral berkembang dari pangkal tunas hati. Dalam
perkembangannya tunas pankreas ventral akan bermigrasi menyilang duodenum
dan bersatu dengan tunas pankreas dorsal. Tunas ventral akan membentuk bagian
kanan, sedangkan tunas dorsal akan membentuk bagian kiri. Saluran pankreas
ventral akan menjadi duktus pankreatikus dan saluran pankreas dorsal akan
menjadi duktus pankreas aksesoris (Gambar 1). Epitel endoderm tunas pankreas
berproliferasi dan bercabang-cabang, dimana ujung cabangnya membentuk sel-sel
asinar yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin yang akan menghasilkan enzim
pencernaan. Diantara sel-sel asinar terdapat kumpulan sel-sel yang tidak memiliki
saluran yaitu sel-sel pulau Langerhans. Pulau Langerhans berfungsi sebagai
kelenjar endokrin yang akan menghasilkan hormon insulin dan glukagon (Djuwita
et.al. 2000).
4
6
4
6
7
6
7
3
1
5
7
2
1’
2’
3
2’
2
1’
2
Gambar 1 Perkembangan pankreas. A. tahap awal, B. tahap berikutnya memperlihatkan
pemisahan saluran pada dua tunas pankreas, C. kedua tunas bersatu setelah
pankreas ventral bermigrasi, 1. tunas hati., 1 . duktus hepatikus, 2. kantung
empedu, 2 . duktus koledokus 3. tunas pankreas ventral, 4. tunas pankreas
dorsal, 5. pankreas dorsal dan ventral yang telah menyatu, 6. lambung,
7. duodenum (Modifikasi dari : Dyce et. al 2003).
Bagian Eksokrin
Bagian eksokrin merupakan bagian yang utama dari pankreas. Bagian
eksokrin terdiri atas sel-sel asinar yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan.
Selain itu, sel asinar juga mensekresikan natrium bikarbonat yang berfungsi
menetralkan asam kimus yang dikeluarkan lambung ke dalam duodenum. Produk
kombinasi dari zat-zat yang dihasilkan tersebut dialirkan melalui duktus
pankreatikus yang panjang dan duktus asesorius (Gambar 2). Pada beberapa
spesies saluran ini akan bergabung dengan duktus sistikus sebelum bermuara ke
duodenum. Enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bagian eksokrin
memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pencernaan secara enzimatik
(Colville and Bassert 2002).
Enzim-enzim pencernaan yang disekeresikan oleh pankreas adalah
enzim-enzim pemecah protein (proteolitik), pemecah karbohidrat dan pemecah
lemak (lipase). Enzim proteolitik pankreas adalah tripsin, kimotripsin,
karboksipolipeptidase,
ribonuklease,
dan dioksiribonuklease.
Enzim-enzim
proteolitik ini disintesis oleh pankreas dalam bentuk tidak aktif seperti
tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase. Enzim-enzim ini menjadi
aktif setelah disekresikan ke dalam saluran cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh
enzim enterokinase, yang disekresikan oleh mukosa usus ketika kimus
mengadakan kontak dengan mukosa usus. Tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh
tripsin yang telah dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi
kimotripsin. Begitu pula prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara
yang sama. Tripsin dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian protein
yang dicerna menjadi peptida dari berbagai ukuran, tetapi tidak menyebabkan
dikeluarkannya asam amino individual. Sebaliknya, karboksipolipaptidase akan
memecah masing-masing asam amino dari ujung karboksil peptida. Nuklease
memecah kedua tipe asam nukleat yaitu asam ribonukleat dan dioksiribonukleat.
Enzim pemecah karbohidrat adalah amilase pankreas. Enzim ini akan
menghidrolisis serat, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain selain selulosa
untuk membentuk disakarida dan beberapa trisakarida. Sedangkan enzim utama
pankreas untuk mencerna lemak adalah lipase, yang mampu menghidrolisis lemak
netral menjadi asam lemak dan monogliserida; kolesterol esterase yang
menyebabkan hidrolisis ester kolesterol; serta fosfolipase yang memecah asam
lemak dari fosfolipid (Guyton 1990).
Bila terjadi kerusakan yang berat pada pankreas atau terjadi
penyumbatan pada saluran, maka sejumlah besar sekresi pankreas tertimbun
dalam daerah yang rusak tersebut. Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor
kadang-kadang menjadi kewalahan dan sekresi pankreas dengan cepat menjadi
aktif selanjutnya akan mencerna seluruh pankreas dalam beberapa jam,
menimbulkan keadaan yang dinamakan pankreatitis akut. Hal ini sering
menimbulkan kematian karena sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat
mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup (Guyton 1990).
duktus pankreatikus
permuaraan
duktus pankreatikus
pankreas
yeyunum
duodenum
permuaraan
duktus asesorius
aorta abdominalis
Gambar 2 skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ke duodenum
(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)
Bagian Endokrin
Bagian endokrin dari pankreas terdiri atas sel-sel pucat yang terisolasi,
tersebar diantara sel-sel asinar. Sel-sel ini bergabung menyerupai pulau yang
disebut pulau Langerhans (Gambar 3). Pada pulau Langerhans mengandung
setidaknya empat tipe sel endokrin yang berbeda, yang dapat dibedakan dari ciri
morfologi dan pewarnaannya. Empat tipe sel ini adalah sel insulin, sel glukagon,
sel somatostatin dan sel polipeptida pankreas (PP) yang telah diidentifikasi
dengan kandungan hormon peptidanya. Sampai saat ini diketahui bahwa peptida
dihasilkan oleh lima tipe sel. Pankreas manusia normal mempunyai hampir satu
juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter seratus mikron
atau lebih. Sel beta merupakan sel yang terbanyak jumlahnya, kira-kira 62% dari
seluruh sel Pulau Langerhans dan berfungsi mensekresikan insulin. Sel alfa yang
mensekresikan glukagon berjumlah sekitar 15%, sel delta yang mensekresikan
somatostatin sekitar 10%, sel PP sekitar 12% dan sel D1 mungkin kurang dari 1%
(Rahier et al. 1983; cf. Lemmark 1985 dalam Sundler and Hakanson 1988).
saluran kelenjar
sel delta
buluh darah
sel asinar
pulau
Langerhans
sel
beta
sel
alfa
Gambar 3 Gambar skematis pankreas dan lobulasinya. Inset menunjukkan sebuah lobulus
pankreas dengan pulau Langerhans dan sel-sel asinar di sekitarnya. Pulau
Langerhans disusun oleh sel-sel alfa, beta dan delta.
(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)
Susunan topografi sel-sel endokrin pada manusia adalah sel-sel insulin
berada di tengah-tengah, sedangkan sel-sel glukagon dan sel polipeptida pankreas
(PP) berada di parifer atau disepanjang tepi pulau Langerhans, adapun sel-sel
somatostatin berada pada posisi yang cukup strategis, yaitu diantara sel-sel
glukagon, sel-sel insulin serta sel-sel PP (Sundler dan Hakanson 1988). Susunan
topografi dari sel-sel endokrin ini ternyata berbeda pada spesies hewan yang
berbeda (Grimelius 1968). Pada pankreas sapi sel-sel glukagon berdistribusi di
bagian perifer dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian
tengah dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993) seperti halnya pada
manusia (Grimelius 1968). Sebaliknya pada pankreas kuda sel-sel glukagon
berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin
berdistribusi di bagian perifer dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993).
Pada kebanyakan spesies termasuk manusia, sel PP tidak hanya
ditemukan di dalam pulau Langerhans, tetapi dapat pula ditemukan sebagai sel
tunggal atau membentuk kelompok kecil pada parenkim bagian eksokrin (Larsson
et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Distribusi sel-sel endokrin
tertentu yang tidak merata, khususnya sel PP dan glukagon mungkin disebabkan
oleh asal usul embrional pankreas yang berasal dari dua cikal tunas yang berbeda,
yaitu satu (cabang ventral) membentuk bagian duodenal dan lainnya (cabang
dorsal) membentuk bagian limpa. Pulau-pulau Langerhans yang kaya akan sel A
secara embrional berasal dari tunas pankreas dorsal, sedangkan pulau yang kaya
akan sel F (polipeptida pankreas) berasal dari tunas pankreas ventral. Kedua tunas
ini berasal dari tempat yang berbeda di duodenum (Orci dan Grasso 1982;
Alumets et al. 1983 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Di dalam pulau-pulau Langerhans banyak terdapat kapiler dan umumnya
suplai buluh darah arteri pertama kali mencapai sel-sel insulin kemudian melalui
jaringan kapiler baru ke sel-sel yang terletak lebih perifer. Adanya pembuluh
portal insulo-asinar sebagai pintu gerbang yang berfungsi dalam komunikasi
vaskuler antara pulau dengan jaringan eksokrin di sekitarnya telah dilaporkan
(Fujita et al. 1981).
Pankreas domba mempunyai lobulasi yang jelas ditandai dengan septa
inter lobaris yang jelas, tetapi batas antara bagian endokrin (pulau Langerhans)
dan bagian eksokrin tidak jelas. Sebaliknya pankreas kambing mempunyai bagian
endokrin yang jelas batasnya dengan bagian eksokrin, tetapi lobulasinya kurang
jelas. Pulau Langerhans tersebar diantara eksokrin pankreas, dengan frekuensi
terbanyak didapatkan pada pankreas bagian kanan (head), diikuti bagian kiri (tail)
dan tengah (body). Pankreas kambing mempunyai bagian endokrin yang lebih
banyak dibanding dengan pankreas domba (Adnyane 1998).
Sel-sel (A) penghasil Glukagon
Sel-sel A pada pulau Langerhans merupakan sel yang mensekresikan
glukagon sewaktu glukosa darah berkurang. Pankreas bagian limpa (dorsal)
mengandung lebih banyak sel glukagon daripada bagian duodenum (ventral) (Orci
et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Pada umumnya sel-sel penghasil
hormon glukagon pada pankreas berbentuk polimorfik, bulat, oval atau hampir
segitiga dengan butir-butir sitoplasma yang terletak bipolar. Sel-sel ini
berdistribusi pada bagian perifer dari pulau Langerhans. Sel-sel ini sangat bersifat
argirofil pada pewarnaan Grimelius dan non-argentafin. Jumlah sel-sel glukagon
berbanding lurus dengan pulau Langerhans. Penelitian tentang distribusi,
frekuensi dan morfologi dari sel-sel penghasil hormon pada saluran pencernaan
hewan telah banyak dilaporkan (Oomori et al. 1980). Sel-sel yang mengandung
glukagon dan memilki gambaran ultrastruktur yang sama dengan sel glukagon
pankreas, ditemukan agak banyak pada lambung anjing dan kucing (Larsson et al.
1975 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Glukagon memiliki beberapa fungsi yang bertentangan dengan fungsi
insulin. Fungsi yang paling penting dari hormon ini adalah dapat meningkatkan
besarnya konsentrasi glukosa darah. Efek utama dari glukagon terhadap
metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan
meningkatkan proses glukoneogenesis di dalam hati. Kedua efek ini akan
menambah persediaan glukosa di organ-organ tubuh lainnya (Guyton 1990).
Glukagon merupakan polipeptida yang memiliki rantai tunggal dan
tersusun atas 29 asam amino. Seperti hormon polipeptida yang lain, sintesis
glukagon diawali di dalam retikulum endoplasma dan sintesis akhir terjadi di
dalam granul sekretori. Glukagon dilepaskan secara eksositosis dan sebagian
besar metabolisme glukagon dilakukan oleh hati dan ginjal (Cunningham 2002).
Sel-sel (B) penghasil Insulin
Sel beta merupakan populasi terbesar pada pulau Langerhans. Sel-sel ini
memiliki bentuk bulat, umumnya berkumpul bersama pada bagian tengah pulau.
Pada umumnya sel insulin atau sel beta adalah non-argirofil. Telah diteliti pada
tikus, bahwa sel-sel beta banyak mengandung GABA (Gamma Amino Butiric
Acid). Secara ultrastruktur sel-sel tersebut ditandai dengan granul-granul sekretori
yang agak besar dengan kerapatan elektron sedang. Kadang-kadang inti yang
bentuknya tidak beraturan atau berbentuk seperti kristal terpisah dari membran
pembatas oleh celah atau daerah kosong yang agak lebar (Okada 1986 dalam
Sundler and Hakanson 1988).
Sel beta di pulau Langerhans memproduksi hormon insulin yang
berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologis memiliki
peranan yang berlawanan dengan glukagon. Pengaturan fisiologis kadar glukosa
darah sebagian besar tergantung dari: pemecahan glukosa, sintesis glikogen, dan
glikogenesis. Insulin mempercepat transportasi glukosa dari darah ke dalam sel,
khususnya serabut otot rangka. Glukosa masuk ke dalam sel tergantung dari
keberadaan reseptor insulin yang ada di permukaan sel target. Insulin juga
mempercepat perubahan glukosa menjadi glikogen, menurunkan glycogenolysis
dan glukoneogenesis, menstimulasi perubahan glukosa atau zat gizi lainnya ke
dalam asam lemak (lipogenesis), dan membantu menstimulasi sintesis protein
(Cunningham 2002). Insulin memiliki efek terhadap berbagai jaringan tubuh
seperti jaringan adiposa, otot dan hati (Tabel 1).
Tabel 1. Efek insulin terhadap berbagai jaringan
Jaringan
Jaringan Adiposa
Otot
Hati
Umum
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Efek
Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis asam lemak
Meningkatkan sintesis gliserol fospat
Meningkatkan pengendapan trigliserida
Mengaktifkan lipoprotein lipase
Menghambat lipase peka hormon
Meningkatkan penggunaan K+
Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis glikogen
Meningkatkan penggunaan asam amino
Meningkatkan sintesis protein di ribosom
Menurunkan katabolisme protein
Menurunkan pelepasan asam-asam amino glukoneogenik
Meningkatkan penggunaan keton
Meningkatkan penggunaan K+
Menurunkan ketogenesis
Meningkatkan sintesis protein
Meningkatkan sintesis lemak
Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan
glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glukosa
•
Meningkatkan pertumbuhan sel
(Sumber : http://www.google.com/pankreas/index.html).
Insulin merupakan protein kecil yang terdiri atas dua rantai asam amino.
Rantai satu dengan rantai lainnya dihubungkan dengan rantai disulfida. Bila dua
rantai dipisah maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang (Guyton 1990).
Sel-sel (D) penghasil Somatostatin
Sel D merupakan sel yang mensekresikan somatostatin. Sel ini
menyusun sekitar 10% sel-sel pulau Langerhans dan seringkali dilengkapi dengan
penjuluran sitoplasma, memberikan penampilan sebagai parakrin (Sundler and
Hakanson 1988).
Sel-sel D umumnya tersebar tidak beraturan di luar kumpulan sel-sel di
bagian tengah pulau yang tersusun oleh sel insulin. Oleh karena itu sebuah sel ini
dapat berhubungan dengan sel insulin maupun gukagon melalui penjuluran
sitoplasmanya. Sel-sel somatostatin terwarnai dengan pewarnaan argirofil
Davenport dan Hellerstrom-Hellman, tetapi tidak terwarnai dengan Grimelius atau
Sevier-Munger. Granul-granul sekretori memiliki kerapatan elektron lemah
sampai sedang dengan membran pembatas melekat ke inti. Ukuran granul sangat
bervariasi di antara spesies, seperti pada kucing dan manusia berukuran besar,
sementara pada tikus kecil. Penelitian pada tikus, telah menemukan adanya
peptida
CGRP-like (Calcitonin Gene Related Peptide-like) pada sel-sel
somatostatin pankreas (Petterson et al. 1986 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Sel D terdiri atas 14 asam amino yang mempunyai waktu paruh sangat
singkat hanya dua menit. Hampir semua faktor yang berhubungan dengan
pencernaan makanan akan merangsang timbulnya sekresi somatostatin. Faktorfaktor tersebut adalah naiknya kadar glukosa darah, naiknya kadar asam amino,
naiknya kadar asam lemak, dan naiknya konsentrasi beberapa macam hormon
pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna (Guyton 1990).
Sel-sel (F) penghasil Polipeptida Pankreas
Sel-sel PP berbentuk bulat atau lonjong, kadang memiliki penjuluran
sitoplasma memberikan penampilan sebagai parakrin. Granul-granul berukuran
kecil, berbentuk bulat atau oval dengan sedikit kerapatan elektron dan membran
yang melekat erat. Pada spesies tertentu seperti kucing dan anjing, granul sel PP
sedikit besar dan bervariasi serta kebanyakan memiliki kerapatan elektron rendah.
Pada kebanyakan spesies termasuk manusia Sel-sel PP terdapat di tepi pulau.
Polipeptida pankreas merupakan hormon pankreas yang memiliki 36 asam amino
yang pertama kali ditemukan sebagai kontaminan insulin. Fungsi fisiologis PP
masih belum banyak diketahui. Sel-sel penyimpan PP tersebar tidak merata pada
pankreas. (Larsson et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Sel-sel D1
Sel-sel D1 kadang-kadang ditemukan pada pulau Langerhans dan
dikenali dengan gambaran ultrastruktur granul-granul sekretorinya yang sangat
mirip dengan sel D kecuali ukurannya. Granul-granul tersebut berukuran kecil dan
bulat dengan inti yang umumnya memiliki kerapatan elektron lemah sampai
sedang serta membran yang melekat erat. Hormon peptida yang dihasilkan oleh
sel D1 masih belum diidentifikasi (Larsson et al. 1976; Solcia et al. 1987 dalam
Sundler and Hakanson 1988).
TINJAUAN PUSTAKA
Trenggiling
Trenggiling (Manis javanica) merupakan spesies mamalia yang unik dan
menarik, karena sisik yang menutupi bagian dorsal tubuhnya seperti reptil dan
tidak memiliki gigi seperti unggas. Hewan ini menggunakan lidahnya yang
panjang dan lengket oleh sekreta kelenjar ludah untuk menangkap pakannya yang
berupa semut dan rayap. Trenggiling Jawa (M. javanica) mempunyai panjang
tubuh 50-60 cm, panjang ekor 50-80 cm, dengan warna sisik kuning sawo sampai
cokelat kehitam-hitaman dan kulit berwarna agak putih (Amir 1978).
Dalam sistem klasifikasi trenggiling jawa termasuk kedalam :
Ordo
: Pholidota
Famili : Manidae
Genus : Manis
Spesies : Manis javanica (Corbet dan Hill 1992).
Pada umumnya trenggiling merupakan hewan nokturnal dan terestrial,
kecuali M. tetradactyla yaitu diurnal dan arboreal. Pada siang hari trenggiling
lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam lubang-lubang atau di
bawah dedaunan atau dicelah-celah pohon (Rahm 1990).
Trenggiling termasuk mamalia pemakan semut sehingga sering disebut
dengan myrmecophagous (Feldhamer et al. 1999) atau anteater. Trenggiling
memakan semut dan rayap dengan menggali sarang rayap yang ada di bawah atau
permukaan tanah dan di atas pohon dengan menggunakan cakar dari kaki depan
(Rahm 1990). Karena trenggiling tidak mempunyai gigi, maka makanan tidak
dihancurkan di dalam mulut melainkan makanan digiling di dalam lambungnya
dengan bantuan batu kerikil yang tertelan (Nisa 2005).
Pankreas
Pankreas merupakan organ tubuh yang istimewa karena berfungsi ganda
sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas
berfungsi mensekresikan elektrolit dan enzim-enzim pankreas seperti amilase,
lipase dan tripsin. Sedangkan sebagai kelenjar endokrin, pankreas berperan dalam
menghasilkan hormon-hormon seperti glukagon, insulin, somatostatin dan
polipeptida pankreas (PP). Fungsi endokrin pankreas dilakukan oleh pulau-pulau
Langerhans yang tersebar dibagian eksokrin pankreas (Guyton 1990; Sundler dan
Hakanson 1988).
Organogenesis kelenjar pankreas diawali sebagai tunas pankreas dorsal
dan ventral. Tunas pankreas dorsal berkembang dari duodenum dekat dengan
tunas hati, sedangkan tunas ventral berkembang dari pangkal tunas hati. Dalam
perkembangannya tunas pankreas ventral akan bermigrasi menyilang duodenum
dan bersatu dengan tunas pankreas dorsal. Tunas ventral akan membentuk bagian
kanan, sedangkan tunas dorsal akan membentuk bagian kiri. Saluran pankreas
ventral akan menjadi duktus pankreatikus dan saluran pankreas dorsal akan
menjadi duktus pankreas aksesoris (Gambar 1). Epitel endoderm tunas pankreas
berproliferasi dan bercabang-cabang, dimana ujung cabangnya membentuk sel-sel
asinar yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin yang akan menghasilkan enzim
pencernaan. Diantara sel-sel asinar terdapat kumpulan sel-sel yang tidak memiliki
saluran yaitu sel-sel pulau Langerhans. Pulau Langerhans berfungsi sebagai
kelenjar endokrin yang akan menghasilkan hormon insulin dan glukagon (Djuwita
et.al. 2000).
4
6
4
6
7
6
7
3
1
5
7
2
1’
2’
3
2’
2
1’
2
Gambar 1 Perkembangan pankreas. A. tahap awal, B. tahap berikutnya memperlihatkan
pemisahan saluran pada dua tunas pankreas, C. kedua tunas bersatu setelah
pankreas ventral bermigrasi, 1. tunas hati., 1 . duktus hepatikus, 2. kantung
empedu, 2 . duktus koledokus 3. tunas pankreas ventral, 4. tunas pankreas
dorsal, 5. pankreas dorsal dan ventral yang telah menyatu, 6. lambung,
7. duodenum (Modifikasi dari : Dyce et. al 2003).
Bagian Eksokrin
Bagian eksokrin merupakan bagian yang utama dari pankreas. Bagian
eksokrin terdiri atas sel-sel asinar yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan.
Selain itu, sel asinar juga mensekresikan natrium bikarbonat yang berfungsi
menetralkan asam kimus yang dikeluarkan lambung ke dalam duodenum. Produk
kombinasi dari zat-zat yang dihasilkan tersebut dialirkan melalui duktus
pankreatikus yang panjang dan duktus asesorius (Gambar 2). Pada beberapa
spesies saluran ini akan bergabung dengan duktus sistikus sebelum bermuara ke
duodenum. Enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bagian eksokrin
memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pencernaan secara enzimatik
(Colville and Bassert 2002).
Enzim-enzim pencernaan yang disekeresikan oleh pankreas adalah
enzim-enzim pemecah protein (proteolitik), pemecah karbohidrat dan pemecah
lemak (lipase). Enzim proteolitik pankreas adalah tripsin, kimotripsin,
karboksipolipeptidase,
ribonuklease,
dan dioksiribonuklease.
Enzim-enzim
proteolitik ini disintesis oleh pankreas dalam bentuk tidak aktif seperti
tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase. Enzim-enzim ini menjadi
aktif setelah disekresikan ke dalam saluran cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh
enzim enterokinase, yang disekresikan oleh mukosa usus ketika kimus
mengadakan kontak dengan mukosa usus. Tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh
tripsin yang telah dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi
kimotripsin. Begitu pula prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara
yang sama. Tripsin dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian protein
yang dicerna menjadi peptida dari berbagai ukuran, tetapi tidak menyebabkan
dikeluarkannya asam amino individual. Sebaliknya, karboksipolipaptidase akan
memecah masing-masing asam amino dari ujung karboksil peptida. Nuklease
memecah kedua tipe asam nukleat yaitu asam ribonukleat dan dioksiribonukleat.
Enzim pemecah karbohidrat adalah amilase pankreas. Enzim ini akan
menghidrolisis serat, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain selain selulosa
untuk membentuk disakarida dan beberapa trisakarida. Sedangkan enzim utama
pankreas untuk mencerna lemak adalah lipase, yang mampu menghidrolisis lemak
netral menjadi asam lemak dan monogliserida; kolesterol esterase yang
menyebabkan hidrolisis ester kolesterol; serta fosfolipase yang memecah asam
lemak dari fosfolipid (Guyton 1990).
Bila terjadi kerusakan yang berat pada pankreas atau terjadi
penyumbatan pada saluran, maka sejumlah besar sekresi pankreas tertimbun
dalam daerah yang rusak tersebut. Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor
kadang-kadang menjadi kewalahan dan sekresi pankreas dengan cepat menjadi
aktif selanjutnya akan mencerna seluruh pankreas dalam beberapa jam,
menimbulkan keadaan yang dinamakan pankreatitis akut. Hal ini sering
menimbulkan kematian karena sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat
mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup (Guyton 1990).
duktus pankreatikus
permuaraan
duktus pankreatikus
pankreas
yeyunum
duodenum
permuaraan
duktus asesorius
aorta abdominalis
Gambar 2 skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ke duodenum
(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)
Bagian Endokrin
Bagian endokrin dari pankreas terdiri atas sel-sel pucat yang terisolasi,
tersebar diantara sel-sel asinar. Sel-sel ini bergabung menyerupai pulau yang
disebut pulau Langerhans (Gambar 3). Pada pulau Langerhans mengandung
setidaknya empat tipe sel endokrin yang berbeda, yang dapat dibedakan dari ciri
morfologi dan pewarnaannya. Empat tipe sel ini adalah sel insulin, sel glukagon,
sel somatostatin dan sel polipeptida pankreas (PP) yang telah diidentifikasi
dengan kandungan hormon peptidanya. Sampai saat ini diketahui bahwa peptida
dihasilkan oleh lima tipe sel. Pankreas manusia normal mempunyai hampir satu
juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter seratus mikron
atau lebih. Sel beta merupakan sel yang terbanyak jumlahnya, kira-kira 62% dari
seluruh sel Pulau Langerhans dan berfungsi mensekresikan insulin. Sel alfa yang
mensekresikan glukagon berjumlah sekitar 15%, sel delta yang mensekresikan
somatostatin sekitar 10%, sel PP sekitar 12% dan sel D1 mungkin kurang dari 1%
(Rahier et al. 1983; cf. Lemmark 1985 dalam Sundler and Hakanson 1988).
saluran kelenjar
sel delta
buluh darah
sel asinar
pulau
Langerhans
sel
beta
sel
alfa
Gambar 3 Gambar skematis pankreas dan lobulasinya. Inset menunjukkan sebuah lobulus
pankreas dengan pulau Langerhans dan sel-sel asinar di sekitarnya. Pulau
Langerhans disusun oleh sel-sel alfa, beta dan delta.
(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)
Susunan topografi sel-sel endokrin pada manusia adalah sel-sel insulin
berada di tengah-tengah, sedangkan sel-sel glukagon dan sel polipeptida pankreas
(PP) berada di parifer atau disepanjang tepi pulau Langerhans, adapun sel-sel
somatostatin berada pada posisi yang cukup strategis, yaitu diantara sel-sel
glukagon, sel-sel insulin serta sel-sel PP (Sundler dan Hakanson 1988). Susunan
topografi dari sel-sel endokrin ini ternyata berbeda pada spesies hewan yang
berbeda (Grimelius 1968). Pada pankreas sapi sel-sel glukagon berdistribusi di
bagian perifer dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian
tengah dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993) seperti halnya pada
manusia (Grimelius 1968). Sebaliknya pada pankreas kuda sel-sel glukagon
berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin
berdistribusi di bagian perifer dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993).
Pada kebanyakan spesies termasuk manusia, sel PP tidak hanya
ditemukan di dalam pulau Langerhans, tetapi dapat pula ditemukan sebagai sel
tunggal atau membentuk kelompok kecil pada parenkim bagian eksokrin (Larsson
et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Distribusi sel-sel endokrin
tertentu yang tidak merata, khususnya sel PP dan glukagon mungkin disebabkan
oleh asal usul embrional pankreas yang berasal dari dua cikal tunas yang berbeda,
yaitu satu (cabang ventral) membentuk bagian duodenal dan lainnya (cabang
dorsal) membentuk bagian limpa. Pulau-pulau Langerhans yang kaya akan sel A
secara embrional berasal dari tunas pankreas dorsal, sedangkan pulau yang kaya
akan sel F (polipeptida pankreas) berasal dari tunas pankreas ventral. Kedua tunas
ini berasal dari tempat yang berbeda di duodenum (Orci dan Grasso 1982;
Alumets et al. 1983 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Di dalam pulau-pulau Langerhans banyak terdapat kapiler dan umumnya
suplai buluh darah arteri pertama kali mencapai sel-sel insulin kemudian melalui
jaringan kapiler baru ke sel-sel yang terletak lebih perifer. Adanya pembuluh
portal insulo-asinar sebagai pintu gerbang yang berfungsi dalam komunikasi
vaskuler antara pulau dengan jaringan eksokrin di sekitarnya telah dilaporkan
(Fujita et al. 1981).
Pankreas domba mempunyai lobulasi yang jelas ditandai dengan septa
inter lobaris yang jelas, tetapi batas antara bagian endokrin (pulau Langerhans)
dan bagian eksokrin tidak jelas. Sebaliknya pankreas kambing mempunyai bagian
endokrin yang jelas batasnya dengan bagian eksokrin, tetapi lobulasinya kurang
jelas. Pulau Langerhans tersebar diantara eksokrin pankreas, dengan frekuensi
terbanyak didapatkan pada pankreas bagian kanan (head), diikuti bagian kiri (tail)
dan tengah (body). Pankreas kambing mempunyai bagian endokrin yang lebih
banyak dibanding dengan pankreas domba (Adnyane 1998).
Sel-sel (A) penghasil Glukagon
Sel-sel A pada pulau Langerhans merupakan sel yang mensekresikan
glukagon sewaktu glukosa darah berkurang. Pankreas bagian limpa (dorsal)
mengandung lebih banyak sel glukagon daripada bagian duodenum (ventral) (Orci
et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Pada umumnya sel-sel penghasil
hormon glukagon pada pankreas berbentuk polimorfik, bulat, oval atau hampir
segitiga dengan butir-butir sitoplasma yang terletak bipolar. Sel-sel ini
berdistribusi pada bagian perifer dari pulau Langerhans. Sel-sel ini sangat bersifat
argirofil pada pewarnaan Grimelius dan non-argentafin. Jumlah sel-sel glukagon
berbanding lurus dengan pulau Langerhans. Penelitian tentang distribusi,
frekuensi dan morfologi dari sel-sel penghasil hormon pada saluran pencernaan
hewan telah banyak dilaporkan (Oomori et al. 1980). Sel-sel yang mengandung
glukagon dan memilki gambaran ultrastruktur yang sama dengan sel glukagon
pankreas, ditemukan agak banyak pada lambung anjing dan kucing (Larsson et al.
1975 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Glukagon memiliki beberapa fungsi yang bertentangan dengan fungsi
insulin. Fungsi yang paling penting dari hormon ini adalah dapat meningkatkan
besarnya konsentrasi glukosa darah. Efek utama dari glukagon terhadap
metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan
meningkatkan proses glukoneogenesis di dalam hati. Kedua efek ini akan
menambah persediaan glukosa di organ-organ tubuh lainnya (Guyton 1990).
Glukagon merupakan polipeptida yang memiliki rantai tunggal dan
tersusun atas 29 asam amino. Seperti hormon polipeptida yang lain, sintesis
glukagon diawali di dalam retikulum endoplasma dan sintesis akhir terjadi di
dalam granul sekretori. Glukagon dilepaskan secara eksositosis dan sebagian
besar metabolisme glukagon dilakukan oleh hati dan ginjal (Cunningham 2002).
Sel-sel (B) penghasil Insulin
Sel beta merupakan populasi terbesar pada pulau Langerhans. Sel-sel ini
memiliki bentuk bulat, umumnya berkumpul bersama pada bagian tengah pulau.
Pada umumnya sel insulin atau sel beta adalah non-argirofil. Telah diteliti pada
tikus, bahwa sel-sel beta banyak mengandung GABA (Gamma Amino Butiric
Acid). Secara ultrastruktur sel-sel tersebut ditandai dengan granul-granul sekretori
yang agak besar dengan kerapatan elektron sedang. Kadang-kadang inti yang
bentuknya tidak beraturan atau berbentuk seperti kristal terpisah dari membran
pembatas oleh celah atau daerah kosong yang agak lebar (Okada 1986 dalam
Sundler and Hakanson 1988).
Sel beta di pulau Langerhans memproduksi hormon insulin yang
berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologis memiliki
peranan yang berlawanan dengan glukagon. Pengaturan fisiologis kadar glukosa
darah sebagian besar tergantung dari: pemecahan glukosa, sintesis glikogen, dan
glikogenesis. Insulin mempercepat transportasi glukosa dari darah ke dalam sel,
khususnya serabut otot rangka. Glukosa masuk ke dalam sel tergantung dari
keberadaan reseptor insulin yang ada di permukaan sel target. Insulin juga
mempercepat perubahan glukosa menjadi glikogen, menurunkan glycogenolysis
dan glukoneogenesis, menstimulasi perubahan glukosa atau zat gizi lainnya ke
dalam asam lemak (lipogenesis), dan membantu menstimulasi sintesis protein
(Cunningham 2002). Insulin memiliki efek terhadap berbagai jaringan tubuh
seperti jaringan adiposa, otot dan hati (Tabel 1).
Tabel 1. Efek insulin terhadap berbagai jaringan
Jaringan
Jaringan Adiposa
Otot
Hati
Umum
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Efek
Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis asam lemak
Meningkatkan sintesis gliserol fospat
Meningkatkan pengendapan trigliserida
Mengaktifkan lipoprotein lipase
Menghambat lipase peka hormon
Meningkatkan penggunaan K+
Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis glikogen
Meningkatkan penggunaan asam amino
Meningkatkan sintesis protein di ribosom
Menurunkan katabolisme protein
Menurunkan pelepasan asam-asam amino glukoneogenik
Meningkatkan penggunaan keton
Meningkatkan penggunaan K+
Menurunkan ketogenesis
Meningkatkan sintesis protein
Meningkatkan sintesis lemak
Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan
glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glukosa
•
Meningkatkan pertumbuhan sel
(Sumber : http://www.google.com/pankreas/index.html).
Insulin merupakan protein kecil yang terdiri atas dua rantai asam amino.
Rantai satu dengan rantai lainnya dihubungkan dengan rantai disulfida. Bila dua
rantai dipisah maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang (Guyton 1990).
Sel-sel (D) penghasil Somatostatin
Sel D merupakan sel yang mensekresikan somatostatin. Sel ini
menyusun sekitar 10% sel-sel pulau Langerhans dan seringkali dilengkapi dengan
penjuluran sitoplasma, memberikan penampilan sebagai parakrin (Sundler and
Hakanson 1988).
Sel-sel D umumnya tersebar tidak beraturan di luar kumpulan sel-sel di
bagian tengah pulau yang tersusun oleh sel insulin. Oleh karena itu sebuah sel ini
dapat berhubungan dengan sel insulin maupun gukagon melalui penjuluran
sitoplasmanya. Sel-sel somatostatin terwarnai dengan pewarnaan argirofil
Davenport dan Hellerstrom-Hellman, tetapi tidak terwarnai dengan Grimelius atau
Sevier-Munger. Granul-granul sekretori memiliki kerapatan elektron lemah
sampai sedang dengan membran pembatas melekat ke inti. Ukuran granul sangat
bervariasi di antara spesies, seperti pada kucing dan manusia berukuran besar,
sementara pada tikus kecil. Penelitian pada tikus, telah menemukan adanya
peptida
CGRP-like (Calcitonin Gene Related Peptide-like) pada sel-sel
somatostatin pankreas (Petterson et al. 1986 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Sel D terdiri atas 14 asam amino yang mempunyai waktu paruh sangat
singkat hanya dua menit. Hampir semua faktor yang berhubungan dengan
pencernaan makanan akan merangsang timbulnya sekresi somatostatin. Faktorfaktor tersebut adalah naiknya kadar glukosa darah, naiknya kadar asam amino,
naiknya kadar asam lemak, dan naiknya konsentrasi beberapa macam hormon
pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna (Guyton 1990).
Sel-sel (F) penghasil Polipeptida Pankreas
Sel-sel PP berbentuk bulat atau lonjong, kadang memiliki penjuluran
sitoplasma memberikan penampilan sebagai parakrin. Granul-granul berukuran
kecil, berbentuk bulat atau oval dengan sedikit kerapatan elektron dan membran
yang melekat erat. Pada spesies tertentu seperti kucing dan anjing, granul sel PP
sedikit besar dan bervariasi serta kebanyakan memiliki kerapatan elektron rendah.
Pada kebanyakan spesies termasuk manusia Sel-sel PP terdapat di tepi pulau.
Polipeptida pankreas merupakan hormon pankreas yang memiliki 36 asam amino
yang pertama kali ditemukan sebagai kontaminan insulin. Fungsi fisiologis PP
masih belum banyak diketahui. Sel-sel penyimpan PP tersebar tidak merata pada
pankreas. (Larsson et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Sel-sel D1
Sel-sel D1 kadang-kadang ditemukan pada pulau Langerhans dan
dikenali dengan gambaran ultrastruktur granul-granul sekretorinya yang sangat
mirip dengan sel D kecuali ukurannya. Granul-granul tersebut berukuran kecil dan
bulat dengan inti yang umumnya memiliki kerapatan elektron lemah sampai
sedang serta membran yang melekat erat. Hormon peptida yang dihasilkan oleh
sel D1 masih belum diidentifikasi (Larsson et al. 1976; Solcia et al. 1987 dalam
Sundler and Hakanson 1988).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi,
Histologi dan Embriologi (AHE), Departemen Anatomi, Fisiologi dan
Farmakologi (AFF), Fakultas Kedokteran Hewan, Instistut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Juli 2007.
Bahan dan Alamat Penelitian
Penelitian ini menggunakan spesimen dua ekor trenggiling Jawa (Manis
javanica) yang sama dengan bahan penelitian disertai Nisa (2005). Spesimen
telah diawetkan dalam larutan Bouin dan disimpan dalam alkohol 70%.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%,
80%,90%,95%,100% untuk dehidrasi, Xylol untuk penjernihan, parafin p.a
(56-58°C) untuk infiltrasi dan embedding, zat-zat warna Hematoksilin-Eosin
(HE), bahan-bahan untuk impregnasi perak (Grimelius 1968) dan larutan resin
(Entelan® , Merck) untuk mounting.
Peralatan yang digunakan adalah peralatan bedah seperti pisau bedah,
gunting, pinset, mikrotom, mikroskop dan peralatan fotografi.
Metode Penelitian
Organ pankreas M. javanica yang sudah disimpan dalam alkohol 70%
diamati bentuk dan bagian-bagiannya kemudian dilakukan pengukuran terhadap
panjang, lebar dan berat. Pengukuran panjang dan lebar dilakukan pada setiap
bagian pankreas. Pengukuran panjang dilakukan pada bagian terpanjang dari
pankreas sedangkan pengukuran lebar dilakukan pada bagian terlebar dari
pankreas. Setelah pengukuran selesai, maka dilakukan pemotretan secara
keseluruhan dari organ pankreas tersebut dengan menggunakan kamera digital
Nikon A95.
Organ pankreas dari berbagai lobus dipotong kira-kira 1 x 0,5 cm.
Kemudian dilakukan proses dehidrasi untuk menarik air dalam jaringan dengan
menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat yaitu: Alkohol 70%
(6-12 jam), Alkohol 80% (6-12 jam), Alkohol 90% (6-12 jam), Alkohol 95% (612 jam), Absolut I (3-6 jam), Absolut II (3-6 jam), Absolut III (3-6 jam).
Kemudian dilakukan penjernihan (clearning) untuk mengeliminir sisa-sisa bahan
yang akan mengganggu. Penjernihan ini dilakukan dengan menggunakan xylol
dengan pengulangan sebanyak tiga kali (xylol I, II, III) yang diharapkan akan
menyempurnakan proses penjernihan dan mengisi bagian-bagian jaringan yang
telah dikeluarkan airnya. Xylol I dan II dilakukan dalam suhu ruangan selama 1-2
jam, sedangkan untuk xylol III dilakukan 30 menit di suhu ruang dan 30 menit
dalam inkubator parafin (60-63ºC). Setelah itu dilakukan proses infiltrasi dengan
parafin di dalam inkubator parafin. Infiltrasi parafin dilakukan dengan ulangan
tiga kali untuk menyempurnakan proses infiltrasi masing-masing selama 30 menit.
Setelah itu dilakukan penanaman (Embedding) jaringan untuk dijadikan blok
parafin. Setelah parafin beku, kemudian dilakukan pembuatan blok dan dilekatkan
pada balok kayu kecil. Blok disayat menggunakan mikrotom rotary atau sliding
dengan ketebalan 5 µm. Pemotongan awal (trimming) dilakukan sampai sayatan
mencapai jaringan secara utuh. Hasil sayatan kemudian dilekatkan di atas gelas
obyek bersih yang sudah dipersiapkan dan direndam dalam alkohol 70%. Hasil
sayatan diberi label, dilekatkan di atas slide plate, diinkubasi di dalam inkubator
selama satu malam. Setelah itu dilakukan pewarnaan HE untuk mengamati
struktur umum dari pankreas serta pewarnaan impregnasi perak Grimelius untuk
melihat gambaran sel-sel penghasil hormon. Pengamatan mikroskopik meliputi
pengamatan stuktur umum pankreas dan pengamatan terhadap distribusi sel-sel
endokrin pada pulau Langerhans. Hasil pewarnaan diamati dengan menggunakan
mikroskop dan dilakukan pemotretan dengan kamera digital Nikon A95.
HASIL
Pengamatan Makroskopis
Pengamatan makroskopis menunjukkan bahwa pankeas trenggiling terbagi
menjadi tiga bagian yaitu : Kepala (head), dorsal dan ventral. Pankreas bagian
kepala merupakan bagian utama pada pankreas yang terletak di kaudal lambung
dan di anterior vertebrae lumbalis pertama. Bagian ventral merupakan bagian
yang paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
lekukan duodenum. Sedangkan bagian dorsal merupakan bagian yang paling
panjang terletak di sebelah kiri rongga abdomen dan ujungnya berbatasan dengan
limpa (Gambar 4).
Pankreas memiliki saluran untuk mengalirkan hasil sekretanya yaitu
duktus pankreatikus yang akan bergabung dengan duktus sistikus dari hati dan
bermuara ke duodenum.
A
D
B
C
Gambar 4 Organ pankreas trenggiling (M. javanica). Bagian-bagian pankreas trenggiling terdiri
atas bagian head terletak di kaudal lambung (A), bagian dorsal merupakan bagian
yang paling panjang tetapi sempit (B), dan bagian ventral merupakan bagian yang
paling lebar tetapi pendek (C) serta duodenum tempat permuaraan duktus
pankreatikus (D). Bar = 1cm
Ukuran panjang, lebar dan berat organ pankreas trenggiling bervariasi
dipengaruhi oleh jenis kelamin dan bobot badan. Panjang dan lebar bagian head
dan dorsal pankreas trenggiling jantan lebih besar dibanding trenggiling betina,
namun ukuran bagian ventral pankreas betina lebih besar (Tabel 2). Begitu pula
proporsi berat pankreas trenggiling jantan (0,31%) lebih besar daripada betina
(0,16%) (Tabel 3).
Tabel 2. Data ukuran panjang dan lebar bagian head, dorsal dan ventral pankreas
trenggiling (M. javanica).*
No
jenis
kelamin
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Head
Dorsal
Ventral
Head
Dorsal
Ventral
1
2,40
7,50
5,40
0,80
1,20
2,20
2
3,70
8,70
4,10
2,50
1,50
1,40
3,05±0,9
2
8,10±0,8
5
4,75±0,9
2
1,65±1,20
1,35±0,2
1
1,80±0,5
7
Rata-rata
Tabel 3. Persentase berat organ pankreas trenggiling (M. javanica) terhadap bobot
badan.*
No
Jenis
Kelamin
Berat Badan
(gram)
Berat Pankreas
(gram)
% Berat Pankreas
1
3200
5,26
0,16
2
2200
6,83
0,31
2700±707,11
6,04±1,11
0,24±0,11
Rata-Rata
* Pengukuran dan penimbangan organ pankreas trenggiling dilakukan setelah organ
difiksasi dengan menggunakan larutan Bouin.
Pengamatan Mikroskopis
Pengamatan mikroskopis dengan pewarnaan HE menunjukkan bahwa
pankreas trenggiling mempunyai lobulasi yang jelas yang ditandai dengan adanya
septa interlobularis yang relatif tebal. Di antara jaringan ikat interlobularis
ditemukan pembuluh darah, syaraf dan saluran kelenjar. Lobulus pankreas terdiri
dari bagian kelenjar eksokrin dan bagian kelenjar endokrin (pulau Langerhans)
yang tidak memiliki batas yang jelas. Komponen eksokrin terdiri dari kelenjar dan
alat penyalurnya yaitu duktus interkalatus, duktus interlobularis, duktus
interlobaris dan duktus pankreatikus (Gambar 5). Kelenjar eksokrin ini terdiri
atas kumpulan sel-sel serous yang berbentuk piramid dengan inti bulat terletak di
basal, sedangkan pulau Langerhans disusun oleh sel-sel berbentuk bulat dengan
inti bulat terletak di tengah dan memiliki sitoplasma yang lebih cerah (Gambar 6).
d
e
a
c
b
a
Gambar 5 Struktur pankreas trenggiling M. javanica dengan lobulasi yang jelas dibatasi
oleh jaringan ikat longgar (a), duktus pankreatikus (b), duktus interlobularis
(c), duktus interkalatus (anak panah), serta pembuluh darah arteri (d) dan
vena (e). Batas antara bagian eksokrin dan endokrin tidak terlalu jelas
(Pewarnaan hematoksilin eosin; Bar = 100 µm).
a
a
b
b
A
B
Gambar 6 Struktur pankreas trenggiling M. javanica. (A) pulau Langerhans (a) tidak
memiliki batas yang jelas di antara sel-sel asinar (b), (B) sel-sel pada pulau
Langerhans memperlihatkan sitoplasma yang lebih cerah dibandingkan selsel asinar disekitarnya (Pewarnaan hematoksilin eosin; Bar A = 50 µm. B =
30 µm).
Pada pankreas trenggiling terlihat bahwa bagian inti dari sel-sel asinar
maupun pada pulau Langerhans mengambil warna biru atau bersifat basofilik dan
sitoplasmanya mengambil warna merah atau bersifat eosinofilik. Bagian endokrin
pankreas (pulau Langerhans) mengambil warna sedikit lebih muda dari bagian
eksokrin. Tetapi tidak begitu terlihat perbedaan warna yang signifikan, sehingga
batas antara bagian endokrin dengan bagian eksokrin tidak terlalu jelas.
Pada pankreas trenggiling distribusi pulau Langerhans terbanyak
ditemukan pada bagian dorsal dan distribusi paling sedikit pada bagian kepala. Di
dalam pulau Langerhans ditemukan pembuluh-pembuluh darah kapiler.
Dengan menggunakan tekhnik pewarnaan impregnasi perak Grimelius
terlihat sel-sel pada pulau Langerhans bereaksi positif mengambil warna coklat
muda sampai dengan coklat tua. Jaringan sekitarnya mengambil warna kuning
muda sampai dengan coklat muda. Dengan tekhnik pewarnaan ini dapat terlihat
sel-sel penghasil hormon glukagon (sel alfa) sedangkan sel-sel penghasil hormon
insulin (sel beta) tidak terwarnai. Sel-sel penghasil hormon glukagon ini
berbentuk bulat, granul sekretori berbentuk bulat agak besar, polimorfik, dan
berdistribusi menyebar pada pulau Langerhans (Gambar 7A).
A
B
Gambar 7 Susunan sel-sel pada pulau Langerhans, memperlihatkan sel-sel penghasil
hormon yang bersifat argirofil dengan granul sitoplasma berwarna coklat (A).
Sel-sel glukagon (anak panah) berbentuk polimorfik, bulat, oval, segitiga,
menyebar pada bagian pulau (B). (Pewarnaan impregnasi perak Grimelius,
Bar A = 50 µm, Bar B = 30 µm).
PEMBAHASAN
Pengamatan makroskopis menunjukkan bahwa secara umum pankreas
trenggiling memiliki gambaran makroskopis yang hampir sama dengan gambaran
makroskopis pankreas mamalia lain seperti manusia (Guyton 1990), domba, sapi
(Dellman and Brown 1993), dan kambing (Adnyane 1998).
Pengamatan dengan mengunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)
terlihat bahwa kapsula jaringan ikat membentuk sekat-sekat, membagi pankreas
menjadi lobulus-lobulus. Dalam jaringan ikat interlobularis ditemukan pembuluh
darah, syaraf dan saluran kelenjar. Pankreas trenggiling mempunyai batas lobuluslobulus yang jelas, yang ditandai dengan adanya septa interlobularis yang relatif
tebal. Gambaran ini mirip dengan pankreas domba, namun berbeda dengan
kambing (Adnyane 1998).
Pankreas trenggiling terbagi menjadi bagian eksokrin dan bagian endokrin,
tetapi batas keduanya tidak jelas. Bagian endokrin pankreas (pulau Langerhans)
sitoplasma sel-selnya mengambil warna sedikit lebih muda dari bagian eksokrin.
Hal ini sesuai dengan gambaran umum pankreas, yaitu bagian endokrin pankreas
(pulau Langerhans) mengambil warna lebih muda daripada bagian eksokrin
(Wheater et al. 1982).
Komponen eksokrin terdiri dari kelenjar dan alat penyalur (duktus).
Kelenjar eksokrin ini terdiri atas kumpulan sel-sel serous yang berbentuk piramid
dengan sel sentro asinarnya. Alat penyalur bagian eksokrin ini terdiri dari duktus
interkalatus, duktus interlobularis, duktus interlobaris dan duktus pankreatikus.
Saluran-saluran ini dapat dibedakan berdasarkan ukuran dan struktur histologinya.
Duktus interlobularis mempunyai dinding berepitel silindris pendek selapis yang
bertumpu pada bagian retikulum di bawahnya. Duktus interlobaris mempunyai
epitel silindris selapis yang diperkuat oleh jaringan pengikat padat. Duktus
pankreatikus merupakan saluran utama dari pankreas. Duktus ini dimulai dari
pankreas bagian dorsal berjalan melintang sepanjang pankreas dan menerima
saluran-saluran yang lebih kecil sepanjang perjalanannya. Saluran ini mempunyai
epitel silindris selapis yang diperkuat oleh jaringan pengikat padat. Hal ini
berhubungan dengan fungsi saluran tersebut sebagai penyalur hasil sekreta keluar
(Guyton 1990).
Tiap asinus dibentuk oleh selapis sel yang berbentuk piramidal yang pada
bagian basalnya bertumpu pada anyaman retikuler. Bagian puncaknya membatasi
lumen membesar berisi sekret. Diantara sel asini tadi terdapat kapiler sekretoris
yang bermuara dalam lumen kelenjar. Keberadaan kapiler sekretoris ini berkaitan
dengan fungsinya untuk menyalurkan sekreta dari sel-sel asinar tersebut.
Pada pankreas bagian endokrin pulau-pulau Langerhans tersebar di antara
sel-sel asinar. Sel dari pulau-pulau Langerhans yang merupakan bagian endokrin
dari pankreas trenggiling, tersusun secara tidak teratur. Pembuluh darah kapiler
banyak ditemukannya di dalam pulau Langerhans. Keberadaan pembuluhpembuluh darah kapiler dalam pulau Langerhans berkaitan dengan fungsinya
untuk menyalurkan sekreta hormon. Sel-sel endokrin menyalurkan hormonhormon yang dihasilkan melalui pembuluh darah kapiler dan serabut syaraf yang
tidak bermyelin (Fujita et al. 1981).
Sel-sel penghasil glukagon (sel A) pada pankreas trenggiling terdistribusi
menyebar pada pulau Langerhans. Hal tersebut menunjukkan bahwa pankreas
trenggiling memiliki tipe pulau Langerhans yang berbeda dengan mamalia lain
seperti sapi dan manusia. Telah dilaporkan bahwa sel-sel penghasil glukagon (sel
A) pada pankreas sapi (Dellmann dan Brown 1993) dan manusia (Grimelius 1968)
berdistribusi pada bagian perifer pulau dan sel-sel penghasil insulin (sel B)
berdistribusi pada bagian tengah pulau, sedangkan pada pankreas kuda terjadi
sebaliknya yaitu sel-sel glukagon berdistribusi di bagian tengah dari pulau
Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian perifer dari pulau
Langerhans (Dellmann dan Brown 1993).
Pada pewarnaan dengan menggunakan tekhnik impregnasi perak
Grimelius dapat teramati morfologi sel-sel glukagon. Morfologi sel-sel glukagon
yang teramati adalah bulat, polimorfik, oval atau hampir segitiga dengan butirbutir sitoplasma yang terletak bipolar, menyebar pada pulau Langerhans. Sel-sel
ini sangat bersifat argirofil pada pewarnaan Grimelius dan non-argentafin. Pada
beberapa spesies hewan termasuk manusia, granul
sitoplasma dari sel-sel
glukagon seringkali seperti memiliki inti yang bagian tengahnya memiliki
kerapatan elekton yang tinggi dan bagian luarnya memiliki kerapatan elektron
sedang serta dikelilingi oleh lingkaran sempit yang memisahkan inti dengan
membran pembatas (Larsson et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Dari
hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa sel-sel tersebut secara khas memiliki
butir-butir pada sitoplasmanya yang mengikat perak nitrat sehingga tampak warna
coklat tua sampai hitam. Sel-sel insulin bersifat non-argirofil sehingga tidak
terwarnai pada pewarnaan ini.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pankreas trenggiling terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kepala, dorsal dan
ventral, yang dilengkapi dengan alat penyalurnya (duktus). Pulau Langerhans
pada pankreas trenggiling mengambil warna sedikit lebih muda, akan tetapi tidak
terlalu jelas perbedaannya, sehingga batas antara bagian endokrin dengan bagian
eksokrin tidak terlalu jelas. Pembuluh darah banyak ditemukan di dalam pulau
Langerhans. Sel-sel penghasil glukagon (sel A) pada pankreas trenggiling
terdistribusi menyebar pada pulau Langerhans. Sel-sel penghasil insulin (sel B)
bersifat non-argirofil sehingga tidak terwarnai pada pewarnaan grimelius.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pewarnaan imunohistokimia
dengan menggunakan antibodi spesifik untuk mengetahui macam-macam hormon
yang dihasilkan oleh sel-sel endokrin pada pankreas trenggiling.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyane IKM. 1998. Studi Mikro Anatomi Pankreas Kambing dan Domba Lokal
dengan Tinjauan Khusus pada Distribusi dan Frekuensi Sel-Sel
Glukagon pada Bagian Endokrin Pankreas. Fakultas Kedokteran
Hewan IPB. [Skripsi].
Amir H. 1978. Mamalia di Indonesia, Pedoman Inventarisasi Satwa. Direktorat
Perlindungan dan Pengawetan Alam, Direktorat Jendral Kehutanan.
Bogor.
Anonimus. 2007. Pankreas. http://www.google.com/pankreas/index.html. (8
Desember 2005).
Calingasan NY, N Kitmura, J Yamada, Y Oomori, dan T Yamashita. 1984.
Immunochemical Study of Gastroenteropancreatic Endocrine Cells
of the Sheep. Acta. Anat, 118: 171-180.
Colville T dan JM Bassert. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary
Technicians. Mosby. Philadelphia.
Corbet G dan J Hill. 1992. Mammals of Indoalayan Region. Oxford: Natural
History Museum, London and Oxford University Press.
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. 3rd Edition. WB.
Saunders. Philadelphia.
Delmann HD dan EM Brown. 1993. Texbook of Veterinary Histology. 4 th ed. Lea
and Fiebiger. Philadelphia.
Djuwita I, A Budiono, K Mohammad. 2000. Embriologi Organogenesis. Bogor:
Laboratorium Embriologi Bagian Anatomi FKH IPB. hlm. VIII-1.
Dyce KM, WO Sack, CJ Wansing. 2003. Text Book of Veterinary Anatomy. 3rd
Edition. Philadelphia: WB. Saunders.
Feldhamer GA, CL Drickamer, SH Vessey, JF Merritt. 1999. Adaptation,
Diversity, and Ecology Mamalogy. Boston : The McGraw-Hill
Companies. Hlm. 85, 252.
Fujita T, T Kano dan S Kobayashi. 1981. Gastroenteropankreatic Endocrin
System. In Paraneuron. Springer-Verlag, Tokyo. Japan. P: 165-184.
Ganong WF. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.
Gaubert P, A Antunes. 2005. Assessing The Taxonomic Status of The Palawan
Pangolin Manis Culionensis (Pholidota) Using Discrete
Morphological Characters. Journal of Mammalogy, 86(6):10681074.
Guyton AC. 1990. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Bagian 2 Edisi 5. EGC.
Jakarta.
Gremelius L. 1968. A Silver Nitrate Stain for -2 Cell in Human Pancreatic Islet.
Acta Soc. Med. Upsal. 73:234-270.
Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods. Theory and Practice.
2rd edition. Pergamon Press. Oxford.
Nisa C. 2005. Morphological Studies of The Stomach of Malayan Pangolin
(Manis javanica) [disertasi]. Graduate School Bogor Agricultural
University, Bogor.
Oomori Y, Y Yamashita, J Yamada dan M Misu. 1980. Light Microscopic Study
on Endocrine Cells in the Gastrointestinal Tract of Sheep. Res. Bull.
Obihiro Univ. 11:541-553.
Rahm
U.
1990. Modern Pangolin. Dalam Parker, S.P. (Eds).
Gizimek sEncyclopedia of Mammal. Vol. 2. Mc Graw-Hill
Publishing Company, New York. Pp. 630-641.
Robinson PT. 2005 . Zoo and Wild Animal Medicine Fifth Edition.Saunders.
Sundler
F
dan R. Hakanson. 1988. Peptide Hormone Producing
Endocrine/Paracrine Cell in the gastro-entero-pancreatic region. In:
Handbook of chemical Neuroanatomy. Vol.6 : The Periperal
Nervous System. A. Bjorklud, T. Hokfelt and C. Owman (eds).
Elsevier Sciece Publishers BV. Pp : 219-278.
Wheater PR, HG Bukitt dan VG Daniels. 1982. Functional Histology. The
English Language Book Society and Churchill Livingstone, London.
Lampiran 1
Prosedur pewarnaan hematoksilin-eosin (HE)
1. Proses penghilangan parafin (deparafinisasi), diikuti dengan proses
rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%-70% masing-masing 1-3 menit.
2. Pembilasan dengan air mengalir selama 15 menit diikuti dengan
pembilasan dengan akuades selam 5 menit.
3. Perendaman dalam larutan hematoksilin selama 5-7 menit.
4. Pembilasan dengan air mengalir selama 30-60 menit diikuti dengan
pembilasan menggunakan akuades selama 5 menit.
5. Perendaman dalam larutan eosin selama 30 menit.
6. Pembilasan dengan akuades selama 1 menit.
7. Pengeluaran air dari jaringan (dehidrasi) dengan alkohol bertingkat 70%100%, proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.
8. Penutupan gelas objek (mounting) dengan gelas penutup (cover glass).
Lampiran 2
Tekhnik Pewarnaan Impregnasi Perak Grimelius
1. Deparafinisasi (penghilangan parafinisasi), kemudian direndam dalam air
mengalir 15menit
2. Untuk preparat yang tidak difiksasi dengan larutan Bouin :
Rendam dalam larutan Bouin
3. Pencucian dalam aquades
37oC 1 jam
3 kali @15
menit
4. Proses Impregnasi :
Peredaman dalam larutan 0,07% AgNO3
60oC 3 jam
atau
37 oC 24 jam
5. proses reduksi :
Peredaman dalam larutan pengembang (develover)
1% hidroquinon + 5% NaSulfit (dalam aquades)
6. pencucian dalam aquades
45 oC 1 menit
3 kali @15
menit
Jika reaksi positif masih lemah, maka sebaiknya dilakukan (Langkah 7-11)
7. Rendam dalam 2% Na tiosulfat 2x pada suhu ruang
2x2
menit
8. Cuci dalam aquabides
5 menit
9. Impregnasi dalam larutan perak nitrat baru pada suhu ruang
10
menit
10. Reduksi dalam larutan pengembang baru
45oC 1 menit
11. Pencucian dalam aquades
3x
15menit
Proses Counterstain (jika perlu) dengan hematoksilin
Dehidrasi, Clearing , penutupan dengan gelas penutup.
@
Download