BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain Management

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Supply Chain Management (Manajemmen Rantai Pasok)
Supply chain management
berawal dari kegiatan Supply chain
management militer yang memiliki peranan yang besar dalam menentukan
kemenangan perang, khususnya pada Perang Dunia II. Supply chain management
ini dimanfaatkan untuk membantu proses pengiriman barang dalam Perang Dunia
II.
Saat ini, di era globalisasi mulai banyak perusahaan yang mencari
bagaimana cara menurunkan biaya produksi. Salah satunya dengan cara
memindahkan pabrik mereka ke daerah yang upah buruhnya terbilang kecil.
Contohnya di Indonesia. Dari hal tersebut, supply chain management memegang
peranan yang lebih penting bagi perusahaan.
2.1.1 Pengertian Supply Chain
Menurut Indrajit dan Djokopranoto dalam T.n (2003), supply chain adalah
suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada
para pelanggannya. Rantai ini merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang
saling berhubungan yang mempunyai tujuan sama.
Sedangkan menurut Schroeder dalam T.n (2010), supply chain adalah
rangkaian dari proses binsis dan informasi yang menyediakan produk atau jasa
daru supplier ke manufaktur, dan mendistribusikannya ke konsumen.
9
Jadi, supply chain adalah susatu sistem jaringan di perusahaan yang
terhubung, terangkai saling bergantung dan saling menguntungkan dalam
organisasi
yang
bekerja
sama
untuk
mengendalikan,
mengatur,
dan
mengembangkan arus material, produk, jasa dan informais dari supplier, pabrik,
distributor, toko atau ritel serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti
perusahaan jasa logistik hingga pelanggan sebagai end user.
2.1.2 Pengertian Supply Chain Management (SCM)
Menurut Chopra & Meindl dalam Doli (2013), supply chain management
(SCM) dipandang sebagai manajemen dari semua aliran-aliran dari informasi,
produk, atau keuangan yang menghasilkan biaya-biaya di dalam supply chain.
Manajemen suppply chain melibatkan manajemen dari aliran-aliran di antara dan
di setiap tahap-tahap dalam sebuah supply chain untuk memaksimalkan
keuntungan total dari supply chain.
Menurut Chan dalam Doli (2013), supply chain management adalah proses
manajemen dan sinkronisasi dari entitas, proses, dan aktifitas untuk memproduksi
barang-barang dan jasa untuk para pelanggan. Secara spesifik tereverse
logisticsihat pada rantai kegiatan yang tereverse logisticsibat dalam pembuatan
dan pengiriman barang dan jasa, dan proses ini menggabungkan pemenuhan
pesanan pelanggan.
Jadi, supply chain management merupakan pengelolaan berbagai kegiatan
dalam rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi
10
sehingga menjadi produk setengah jadi, kemudian menjadi produk jadi dan
diteruskan dengan pengiriman ke konsumen melalui distribusi.
Adapun tujuan dari supply chain management ini adalah untuk
memaksimalkan hubungan potensial antara setiap bagian di dalam rantai supply
chain dengan maksud untuk memberikan hasil atau produk yang terbaik kepada
konsumen dan mengurangi biaya-biaya pada produk akhir. Pada akhirnya, tujuan
yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan nilai
yang dihasilkan secara keseluruhan.
2.2
Pengertian Manajemen Logistik
Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas kehidupan sehari-hari
baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses ini tidak hanya berputar di
sekitar aktivitas pabrik, tapi juga mempunyai peran penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Konsumen baru dapat merasakan proses logistik ini jika mereka
mengalami beberapa hal seperti ketereverse logisticsambatan dalam pengiriman
barang, kesalahan produk dalam pengantaran barang ataupun juga jika mereka
kesulitan mendapatkan produk yang mereka lihat di majalah/tabloid. Masalah di
atas ini berhubungan dengan Supply chain management.
Pengertian logistik menurut Wikipedia Indonesia adalah sebagai berikut:
“Logistik merupakan seni dan ilmu, barang, energi, informasi, dan sumber
daya lainnya, seperti produk, jasa, dan manusia, dari sumber produksi
kepasar dengan tujuan mengoptimalkan penggunaan modal . Manufaktur
dan marketing akan sulit dilakukan tanpa dukungan logistik. Logistik juga
mencakup integrasi informasi, transportasi, inventori, pergudangan,
reverse logistics dan pemaketan.”
11
Berdasarkan pengertian di atas, maka misi logistik adalah mendapatkan
barang yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan jumlah yang tepat, kondisi yang
tepat, dengan biaya yang terjangkau, dengan tetap memberikan kontribusi profit
bagi penyedia jasa logistik.
Karenanya, logistik selalu berkutat dalam menemukan keseimbangan
untuk dua hal yang amatlah sulit untuk disinergikan, yaitu menekan biaya
serendah-rendahnya tetapi tetap menjaga tingkat kualitas jasa dan kepuasan
konsumen. Dalam dunia bisnis yang selalu berubah, manajemen logistik yang
baik merupakan sebuah keharusan.
Menurut The Council of Logistics Management (CLM), organisasi pelopor
logistik di Amerika Serikat, dalam Tunggal (2008;2), manajemen logistik
mempunyai definisi sebagai berikut:
“Manajemen logistik merupakan bagian dari proses Supply Chain yang
berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan
keefesienan dan keefektifan aliran dan penyimpanan barang, pelayanan
dan informasi terkait dari titik permulaan (point-of-origin) hingga titik
konsumsi (point-of-consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan para pelanggan.”
Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen logistik merupakan bagian
dari proses supply chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mengendalikan keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran barang,
pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik
konsumsi (point of consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
para pelanggan. Jadi terkait dengan semua hal yang ada di dalam suatu organisasi,
12
baik berupa aliran barang, pelayanan, dan informasi pada sector produk maupun
jasa.
2.2.1 Cara Pengadaan Logistik
Ada beberapa alternatif cara dalam pengadaan logistik. Beberapa cara
pengadaan logistik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membeli
Membeli merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan jalan
organisasi membayar sejumlah uang tertentu kepada penjual atau
supplier untuk mendapatkan sejumlah logistik sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. Setelah transaksi jual-beli ini selesai,
barang/logistik yang telah dibeli menjadi hak milik oraganisasi.
Pengadaan logistik dengan cara pembelian ini merupakan cara yang
dominan dilakukan oleh organisasi.
2. Meminjam
Meminjam merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik yang
diperoleh dari pihak lain dengan tanpa memberikan kontra-prestasi
(imbalan) dalam bentuk apapun. Pemenuhan kebutuhan dengan cara ini
hendaknya dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan logistik yang
sifatnya sementara dan harus mempertimbangkan citra baik suatu
organisasi.
13
3. Menyewa
Menyewa merupakam cara pemenuhan kebutuhan logistik yang
diperoleh dari pihak lain dengan memberikan kontraprestasi (imbalan)
sesuai kesepakatan dua belah pihak. Pemenuhan kebutuhan logistik
dengan cara ini hendaknya dilakukan apabila kebutuhan logistik
bersifat sementara atau temporer.
4. Membuat Sendiri
Membuat sendiri merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik
dengan cara membuat sediri yang dilakukan oleh pegawai atau suatu
unit kerja tertentu. Pemilihan cara ini harus mempertimbangkan tingkat
efektivitas dan efisiensinya apabila dibandingkan dengan cara
pengadaan logistik yang lainnya.
5. Menukarkan
Menukarkan merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan
jalan menukarkan logistik yang dimiliki dengan logistik yang
dibutuhkan organisasi dari pihak lain. Pemilihan cara pengadaan
logistik ini harus mempertimbangkan adanya saling menguntungkan di
antara kedua belah pihak, dan logistik yang ditukarkan harus
merupakan logistik yang sifatnya bereverse logisticsebihan atau
logistik yang dipandang dan dinilai sudah tidak berdaya guna maupun
bernilai guna lagi.
14
6. Subtitusi
Subtitusi merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan cara
mengganti material lain yang memiliki fungsi sama untuk memenuhi
suatu kebutuhan tertentu.
7. Pemberian/Hadiah
Pemberian (hadiah) merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik
dengan menggunakan logistik yang merupakan pemberian/hadiah dari
pihak lain.
8. Perbaikan atau Rekondisi
Perbaikan merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan jalan
memperbaiki logistik yang telah mengalami kerusakan, baik dengan
perbaikan satu unit logistik maupun dengan jalan penukararan
instrument yang baik di antara instrument logistik yang rusak sehingga
instrument-instrumen yang baik tersebut dapat disatukan dalam satu
unit atau beberapa unit logistic, dan pada akhirnya satu atau beberapa
unit logistik tersebut dapat dioperasikan, dan kebutuhan logistik dapat
dipenuhi.
2.3
Reverse Logisics
Penggunaan ulang dari sebuah produk bukanlah suatu fenomena baru
(Fleischmann et al., 1997) dalam thesis karya Fang Liu, hal ini dapat dilihat dari
pendaur ulangan kertas yang sudah tidak terpakai, botol minuman ringan, dan
bahkan besi-besi tua yang sudah ada sejak lama. reverse logistics adalah salah
satu elemen yang paling sering diabaikan dalam siklus operasi yang lengkap
15
(Grave dan Devis). Namun pada kenyataannya, reverse logistics menjadi
pembicaraan hangat pada akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, maraknya isu
lingkungan saat ini, menyebabkan banyak pemerintahan di dunia mengharuskan
perusahaan untuk menanggulangi sendiri masalah limbahnya. terutama untuk
perusahaan elektronik yang produknya mempunyai masa hidup yang mulai
menyingkat dan ini membuat pelanggan membuangnya pada tingkat yang cepat
untuk mendapatkan versi terbaru. Dengan demikian, dipastikan limbah elektronik
menimngkat.
Reverse logistics adalah solusi yang dianggap paling tepat untuk masalah
tersebut. Karena selain dapat menyelesaikan masalah di atas, ternyata dengan
pengolahan reverse logistics ini, perusahaan dapat memperoleh tingkat
keuntungan dengan memanfaatkan nilai dari produknya yang sudah tidak terpakai
oleh konsumen.
2.3.1 Pengertian Reverse Logistics
Reverse logistics didefinisakan oleh Rogers dan Tibben-Lembke dalam
Chan, Felix T.S.; Chan, Hing Kai (2008) yaitu sebagai proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian yang efisien, efektif aliran biaya bahan baku,
dalam proses persediaan, barang jadi, dan informasi terkait dari titik konsumsi ke
titik asal untuk tujuan merebut kembali atau menciptakan nilai atau tepat
pembuangan.
Sedangkan menurut Moritz dalam T.n., (2009), Reverse Logistics
didefinisikan sebagai:
16
“Proses perencanaan, implementasi dan pengendalian aliran barang masuk
(inbound flow) secara efektif dan efisien serta penyimpanan barang
bekas (secondary goods) dan informasi terkait yang arahnya bereverse
logisticsawanan dengan supply chain tradisional yang bertujuan untuk
mengembalikan nilai produk atau melakukan proses disposal yang tepat.”
Reverse
logistics
adalah
proses
perencanaan,
implementasi,
dan
pengendalian secara efisien dan efektif aliran barang (bahan baku, sediaan dalam
proses, atau barang jadi) dan informasi yang terkait, dari titik konsumsi balik ke
titik asal. Tujuan reverse logistics adalah menangkap atau menciptakan kembali
nilai atau untuk pembuangan barang-barang yang mengalir balik (Rogers dan
Tibben-Lembke, dalam Sutapa, 2009).
Secara sederhana reverse logistics bertujuan untuk recapture value atau
melakukan proses disposal yang tepat dari barang yang sudah habis masa
pakainya baik disebabkan karena kadaluwarsa, rusak atau produk gagal. Namun
dalam reverse logistics, terdapat take-back activity, dimana konsumen (yang
dulunya bertindak sebagai konsumen) bertindak sebagai supplier. Sedangkan
konsumen dari aktifitas reverse logistics ini bisa jadi adalah manufakturer atau
pihak lain yang butuh barang bekas yang masih layak pakai- baik dalam kondisi
sebenarnya atau setelah pengolahan.
Reverse logistics meliputi semua aktivitas logistik, namun semua barang
yang ditangani mengalir dalam arah berlawanan (barang retur). Menangani
reverse logistics lebih rumit daripada forward logistics, sebab waktu barang retur
mengalir tidak pasti dan sulit diramalkan, dan datang lebih cepat dibandingkan
waktu pemrosesan. Barang retur kebanyakan tidak teridentifikasi dan wewenang
penerimaan tidak standar, kondisi barang dan/atau kemasan tidak seragam, rusak
17
atau kurang lengkap. Tambahan lagi, kebanyakan konsumen atau mitra distribusi
kehilangan kepercayaan selama waktu pemrosesan (Rogers dan Tibben-Lembke,
2001; Stock et al., 2002).
Rumitnya penanganan reverse logistics mengakibatkan membengkaknya
biaya operasional (Trebilcock, dalam Sutapa 2009). Sebagai contoh, di Amerika
Serikat biaya penanganan reverse logistics beberapa produk manufaktur rata-rata
mencapai 15% total penjualan (Dowlatshahi, 2005). Lagi pula, banyak hambatan
ditemui perusahaan ketika menangani reverse logistics, diantaranya manajemen
perusahaan menganggap reverse logistics kurang penting, kurang kompetitif,
ketiadaan sistem, dukungan finansial rendah, dan personil pengelola kurang
memadai (Rogers dan Tibben-Lembke, dalam Sutapa 2009).
Namun demikian, reverse logistics yang dikelola dengan efisien dan
efektif berpotensi mendapatkan nilai ekonomi dan meningkatkan citra positif
perusahaan di konsumen dan mata rantai distribusi (Bernon et al., 2004). Nilai
ekonomi dari efisiensi reverse logistics didapat melalui pemanfaatan barang retur,
diantaranya dengan memakai ulang jika masih dapat dipakai, mendaur-ulang
bahan baku, perbaikan atau pabrikasi ulang untuk dijual kembali (Stock, 2001).
Sumber: Wikipedia Indonesia
Gambar 2.1 Perbedaan antara forward dan reverse logistics
18
2.3.2 Akhir Siklus Hidup Produk (End of product life cycle)
Akhir -hidup (EOL) adalah istilah yang digunakan sehubungan dengan
produk yang ditawarkan kepada pelanggan, yang menunjukkan bahwa produk
tersebut pada akhir masa pakainya. EOL bervariasi menurut produk.
Akhir kehidupan produk pada akhirnya mengarah pada konsep
pembuangan - apa yang dilakukan dengan produk akhir setelah masa pakainya
berakhir. Seringkali hal ini diabaikan dalam perencanaan siklus hidup. Namun
dengan reverse logistics dengan sudut pandang yang baru ini diharapkan potensi
nilai yang masih ada dalam produk setelah masa EOLnya (End of Life) dapat
dimanfaatkan kembali (for the purpose of reca pturing value of proper disposal).
Dengan menggunakan pendekatan siklus hidup, perusahaan dapat memperoleh
keuntungan dari setiap pengembalian produk dengan merancang rantai pasokan
reverse logistics secara efektif dan efisien.
2.4
Kinerja Rantai pasok Reverse Logistics
Komitmen jajaran manajemen mengorganisasikan pengelolaan reverse
logistics berpengaruh terhadap kinerja reverse logistics. Keberhasilan pengelolaan
reverse logistics membutuhkan komitmen manajemen, dalam hal menyediakan
sarana-prasarana seperti organisasi dan anggaran yang memadai. Perusahaan yang
komit mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics dapat mengurangi biaya
logistik dan meningkatkan kualitas layanan kepada mitra rantai distribusi (Norek,
dalam Sutapa, 2009). Lebih jauh, mengorganisasikan pengelolaan reverse
logistics dengan menugaskan staf dan menyediakan anggaran memadai,
19
berpengaruh terhadap pengurangan investasi untuk sediaan barang retur,
peningkatan pendapatan, pemulihan aset, dan pemenuhan persyaratan lingkungan.
Tambahan lagi, dengan mengorganisasikan secara terpusat pengelolaan reverse
logistics dapat membantu perusahaan secara signifikan meningkatkan kecepatan
respon (Richey et al., dalam Saputra, 2009).
Komitmen menerapkan teknologi logistik berpengaruh terhadap kinerja
reverse logistics. Komitmen perusahaan menerapkan teknologi semacam material
handling otomatis untuk pengumpulan, pemilihan dan pemilahan, serta
pengangkutan barang retur; penggunaan bar codes untuk identifikasi dan
penelusuran sejarah barang retur, sangat berpengaruh terhadap pemulihan aset,
penurunan biaya operasional, maupun peningkatan kepuasan mitra rantai
distribusi (Rogers et al., dalam Saputra, 2009). Penggunaan teknologi logistik
merupakan pemicu utama efisiensi operasional reverse logistics dan membantu
meningkatkan kecepatan respon terhadap keinginan maupun keluhan mitra rantai
distribusi.
Komitmen mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics berpengaruh
terhadap kapabilitas inovasi, yakni kemampuan melakukan kustomisasi,
fleksibelitas proses, serta standarisasi sistim dan prosedur. reverse logistics
merupakan bisnis logistik yang rumit, oleh sebab itu dipereverse logisticsukan
kapabilitas inovasi dalam menanganinya, dan untuk meningkatkan kapabilitas
inovasi dipereverse logisticsukan alokasi sumber daya yang memadai. Tan et. al
dalam
Saputra
(2009),
mengatakan
bahwa
komitmen
perusahaan
mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics harus menjadi prioritas karena
20
berpotensi meningkatkan kemampuan perusahaan mengelola reverse logistics
lebih baik, yakni perusahaan menjadi lebih fleksibel, dapat melakukan
kustomisasi, dan dapat menangani reverse logistics secara sistematis. maka,
semakin tinggi komitmen perusahaan menata dan mengendalikan reverse logistics
secara terpusat, semakin tinggi pulankemampuan perusahaan dalam melakukan
kustomisasi dan fleksibelitas proses pengelolaan reverse logistics.
Komitmen
menerapkan
teknologi
logistik
berpengaruh
terhadap
kapabilitas inovasi. Teknologi logistik merupakan sumberdaya yang dapat
membantu perusahaan mempercepat respon dalam menjawab permintaan atau
keluhan mitra rantai distribusi. Keberadaan teknologi logistik, seperti material
handling otomatis, bar codes, electronic data interchange, radio frekwency
identifier, sangat penting bagi perusahaan dalam meningkatkan kemampuan
inovasi, yakni kemampuan melakukan kustomisasi dan fleksibelitas pemrosesan
reverse logistics (Rogers dan Tibben-Lembke., 2001).
Selanjutnya, komitmen perusahaan dalam mengorganisasikan pengelolaan
reverse logistics berpengaruh terhadap kapabilitas komunikasi. Kapabilitas
komunikasi di sini adalah kemampuan komunikasi dengan mitra distribusi dan
pemroses barang retur, kemampuan menindaklanjuti informasi retur dan
mengintegrasikan data. Karena menurut Rogers dalam Saputra (2009), salah satu
masalah serius dalam penangana reverse logistics adalah kekurang-mampuan
perusahaan mengelola informasi. Dalam hal ini, jajaran manajemen seyogyanya
mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics untuk membangun kemampuan
komunikasi yang memadai dalam berhubungan dengan mitra distribusi maupun
21
dengan pemroses dalam menangani barang retur. reverse logistics yang dikelola
terorganisir akan lebih leluasa mengatur informasi perihal retur dengan kalangan
internal dan eksternal.
Komitmen
menerapkan
teknologi
logistik
berpengaruh
terhadap
kapabilitas komunikasi. Teknologi identifikasi dan penelusuran berpengaruh pada
peningkatan kemampuan perusahaan melakukan komunikasi dengan jalur
distribusi, pasar second, maupun dengan pelanggan akhir. Semakin tinngi
komitmen perusahaan mengimplementasikan teknologi logistik dalam mengelola
reverse logistics, semakin tinggi kemampuan perusahaan mengelola informasi
reverse logistics. Dengan adanya teknologi perusahaan dapat leluasa menerima
dan mengirim informasi produk dengan kalangan internal dan eksternal.
Kapabilitas inovasi pengelolaan logistik berpengaruh terhadap kinerja
reverse logistics. Penanganan reverse logistics yang inovatif berpotensi
meningkatkan
pendapatan
dan
pengurangan
biaya
operasional
logistik.
Perusahaan yang lebih inovatif dalam mengelola reverse logistics dapat
mengembangkan operasional organisasi lebih responsif, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pelayanan bottom line dan mengurangi permasalahan logistik yang
terjadi (Morton, dalam Saputra, 2009). Selain itu, kapabilitas inovasi
berkontribusi pada efisiensi operasional logistik dan efektivitas jasa layanan ke
pelanggan (Mouritsen et al., 2004; Richey et al., 2005).
Kapabilitas komunikasi berpengaruh terhadap kinerja reverse logistics.
Perusahaan dengan kapabilitas komunikasi yang tinggi lebih responsif terhadap
22
kondisi perubahan pasar, dapat meningkatkan pelayanan terhadap mitra rantai
pasok, serta dapat mengurangi biaya persediaan dan operasional. Kapabilitas
komunikasi yang baik memungkinkan perusahaan memaksimalkan keuntungan,
melalui transaksi yang secara intensif menggunakan sistem informasi.
Pemanfaatan sistim informasi dapat mengurangi pemborosan, meningkatkan
utilitas sumberdaya, pemulihan aset, dan mempermudah masalah arus kas.
Kemampuan perusahaan dalam mengelola informasi logistik berpengaruh pada
kecepatan respon dan kompetensi penghantaran barang oleh perusahaan.
23
2.5
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Pengarang
Judul
Felix T.S. Chan,
Hing Kai Chan
(2008)
A Survey on Reverse
Logistics System of
Mobile Phone Industry
in Hong Kong (2008)
Komitmen dan
I Nyoman Sutapa Kapabilitas untuk
(2009)
meningkatkan Kinerja
Reverse Logistics
24
Hasil Penelitian
Supply chain position telepon seluler
(manufaktur, wholesaler, retail dan
service provider) di Hong Kong
tertarik dengan adanya sistem
reverse logistics, mereka juga sadar
akan adanya banyak keuntungan
yang bisa didapatkan dari sistem
tersebut, seperti penambahan profit.
Namun, banyaknya faktor-faktorfaktor seperti kebijakan perusahaan
dan kurangnya sistem menjadi
hambatan utama dalam penerapan
reverse logistics tersebut.
Pengelolaan reverse logistics melalui
alokasi anggaran dan pembentukan
unit pengelola tersendiri disertai
pendayagunaan teknologi terutama
pertukaran data secara elektronik,
mampu meningkatkan kapabilitas
inovasi, khususnya kemampuan
kustomisasi
dan
flesksibilitas
perusahaan dalam meningkatkan
kinerja reverse logistics, dalam hal
ketepatan
waktu
dan
biasya
operasional yang rendah. di sisi lain,
kapabilitas
komunikasi
belum
terbukti dapat mempengaruhi kinerja
reverse
logistics
dikarenakan
kapabilitas yang dimiliki belum
dimanfaatkan secara optimal.
2.6
Kerangka Pemikiran
Permasalahan
Strategi
-Suppliers telepon
seluler memandang
kegiatan reverse
logistics
-Reverse Logistics
-Kinerja suppliers
telepon seluler
-Kegiatan reverse
logistics berpengaruh
terhadap suppliers
elepon seluler
Rumusan Masalah
 Pentingnya kegiatan
reverse logistics
 Kebijakan
Perusahaan
 Sistem
 Keuangan
 Sumber daya
aparatur
 Masalah hokum
-Suppliers
 Wholesaler
 Retailer
 Service center
- Bagaimana
pandangan
suppliers telepon seluler
terhadap
kegiatan
reverse logistics?
- Bagaimana
kinerja
suppliers sebagai rantai
pasok telepon seluler?
- Bagaimana
pandangan
suppliers telepon seluler
terhadap kegiatn reverse
logistics?
Hipotesis
Terdapat pengaruh reverse
Umpan Balik
logistics terhadap kinerja
suppliers telepon seluler
25
Download