5 Bab 2 Landasan teori 2.1.Ergonomi Istilah ergonomi pertama kali digunakan di Inggris oleh Prof. Murrel pada tahun 1949 sebagai judul bukunya. Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu Ergos (bekerja) dan Nomos (hukum alam), bermakna sebagai: ilmu yang meneliti tentang perkaitan antara orang dengan lingkungan kerjanya (the scientific study of the relationship between man and his working environment). Sasaran dari ergonomi sudah jelas, yaitu bahwa agar tenaga kerja dapat mencapai prestasi kerja yang tinggi (efektif) tetapi dalam suasana yang tentram, aman, dan nyaman. dahulu sebelum ergonomi diperkenalkan, peningkatan prestasi kerja dilakukan dengan “penelitian kerja” (work study atau motion and time study) dengan Gilbert beserta istrinya sebagai pelopor. Dengan penelitian kerja itu, produktivitas kerja diupayakan untuk meningkat dengan jalan memperbaiki metode kerja atau prosedur penyelesaian pekerjaan yang lebih efektif. Sesudah metode dan prosedur kerja baru ditetapkan, karyawan harus dilatih untuk terampil dalam menerapkan metode atau prosedur yang baru tersebut sehingga mampu menghasilkan produk lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat (efisien). Penelitian kerja biasanya dilakukan atas bidang pabrikasi yang membuat produk berupa barang ataupun jasa. Penelitian yang dilakukan atas bidang perkantoran, walaupun prosesnya sama saja dengan yang dilakukan di dalam pabrik, kita kenal dengan nama organisasi dan metode (Organization and Method) yang sering disingkat dengan O & M. terhadap upaya untuk menjamin terlaksananya proses penyelesaian tugas-tugas administratif dilakukan pula penelitian dan pengembangannya dan diberi istilah sistem dan prosedur (System and Procedures). Apa yang belum diliput dalam peningkatan produktivitas dengan penelitian kerja, O & M, serta S & P itu ialah unsur suasana lingkungan kerja yang tentram, aman dan nyaman. Dengan ditambahkannya ergonomi kepada 6 penelitian kerja, O & M, dan S & P, produktivitas kiranya bisa semakin meningkat, bertahan dan berkembang terus dalam jangka waktu yang panjang. Banyak penerapan ergonomi yang hanya berdasarkan sekedar “common sense” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), dan hal itu benar jika sekiranya suatu keuntungan yang besar bisa didapat hanya sekedar dengan penerapan suatu prinsip yang sederhana. Hal ini biasanya merupakan kasus dimana ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan tetapi masih banyak aspek ergonomi yang jauh dari kesadaran manusia. Karakteristik fungsional dari manusia seperti kemampuan dari penginderaan, waktu respon/tanggapan, daya ingat, posisi optimum tangan dan kaki untuk efisiensi kerja otot, dan lain-lain adalah merupakan suatu hal yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat awam. 2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Ergonomi Pada zaman dahulu ketika masih hidup dalam lingkungan alam asli, kehidupan manusia sangat tergantung pada kegiatan tangannya. Alat-alat, perlengkapan, atau rumah-rumah sederhana, dibuat hanya sekedar untuk mengurangi ganasnya alam pada saat itu. Perubahan waktu, walaupun secara perlahan-lahan, telah merubah manusia dari keadaan primitif menjadi manusia yang berbudaya. Kejadian ini antara lain terlihat pada perubahan rancangan peralatan-peralatan yang dipakai, yaitu mulai dari batu yang tidak berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk dengan meruncingkan beberapa bagian dari batu tersebut. Perubahan pada alat sederhana ini, menunjukan bahwa manusia telah sejak awal kebudayaannya berusaha memperbaiki alat-alat yang dipakainya untuk memudahkan pemakaiannya. Hal ini terlihat lagi pada alat-alat batu runcing yang bagian atasnya dipahat bulat tepat sebesar genggaman sehingga lebih memudahkan dan menggerakan pemakaiannya. Banyak lagi perbuatan-perbuatan manusia yang serupa dengan itu dari abad ke abad. Namun hal tersebut berlangsung secara apa adanya, tidak teratur dan tidak terarah, bahkan kadang-kadang secara kebetulan. Baru di abad ke-20 ini orang 7 mulai mensistemasikan cara-cara perbaikan tersebut dan secara khusus mengembangkannya. Usaha-usaha ini berkembang terus dan sekarang dikenal sebagai salah satu cabang ilmu yang disebut Ergonomi. Istilah untuk ilmu baru ini berbeda dibeberapa negara, seperti: "Arbeltswissenschaft" di Jerman; "Bioteknologi" dinegara-negara Skandinavia: "Human Enggineering", "Human Faktors Engineering" dinegara-negara Amerika bagian utara. Perbedaan namanama diatas hendaknya tidak dijadikan masalah, karena secara praktis, istilahistilah tadi mempunyai maksud yang sama. Pada dasarnya, Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu; mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman. Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya, merupakan makhluk yang sangat kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari segi ilmu saja. Oleh sebab itulah untuk mengembangkan Ergonomi diperlukan dukungan dari berbagai disiplin, antara lain Psikologi, Antropologi, Faal Kerja, Biologi, Sosiologi, Perencanaan kerja, Fisika, dan lain-lain. Masing-masing disiplin tersebut berfungsi sebagai pemberi informasi. Pada gilirannya, para perancang, dalam hal ini para akhli teknik, bertugas untuk meramu masing masing informasi diatas, dan menggunakan sebagai pengetahuan untuk merancang fasilitas sedemikian rupa sehingga mencapai kegunaan yang optimal. Untuk mencapai keadaan diatas, ternyata memerlukan waktu yang cukup panjang. Pada mulanya, Ergonomi banyak dikuasai oleh para akhli psikokogi, dimana pada saat itu pemilihan operator merupakan hal yang paling diutamakan. Tetapi ternyata walaupun kita mendapatkan para operator yang berprestasi dan mempunyai keahlian tinggi, lambat laun terbukti hasil akhir secara keseluruhan ternyata kurang memuaskan. Hal ini terbukti dengan nyata pada saat perang dunia II. Pesawat terbang, senjata dan peralatan lainnya, yang dibuat serba otomatis, menjadi tidak begitu ampuh kegunaanny disebabkan tidak lain karena operator 8 tidak mampu menguasai operasi yang kompleks dari alat tersebut. Sejarah perang banyak menunjukan bahwa selama perang berlangsung banyak dijumpai bombom dan peluru-peluru yang tidak mengenai sasaran. Hancurnya pesawat-pesawat terbang, kapal-kapal dan persenjataan-persenjataan lainnya. Istilah "ergonomi" mulai dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas yang berkenaan dengannya telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Beberapa kejadian penting diilustrasikan sebagai berikut: C.T. THACKRAH, ENGLAND, 1831. Thackrah adalah seorang dokter dari Inggris/England yang meneruskan pekerjaan dari seorang Italia bernama Ramazzuu, dalam serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja yang tidak nyaman yang dirasakan oleh para operator ditempat kerjanya. la mengamati postur tubuh pada saat bekerja sebagai bagian dari masalah kesehatan. Pada saat itu Thackrah mengamati seorang penjahit yang bekerja dengan posisi dan dimensi kursi, meja yang kurang sesuai secara anthropometri, serta pencahayaan yang tidak ergonomis sehingga mengakibatkan membungkuknya badan dan iritasi indera penglihatan. Disamping itu juga mengamati para pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan temperatur tinggi, kurangnya ventilasi, jam kerja yang panjang, dan gerakan kerja yang berulang-ulang (repetitive work). F. W. TAYLOR, U.S.A., 1898. Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan metoda ilmiah untuk menentukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan. Beberapa metodanya merupakan konsep ergonomi dan manajemen modern. F .B. GILBRETH, U.S.A., 1911. Gilbreth juga mengamati dan mengoptimasi metoda kerja, dalam hal ini lebih mendetail dalam Analisa Gerakan dibandingkan dengan Taylor. Dalam bukunya Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia menunjukkan bagaimana postur 9 membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang dapat diatur naik-turun (adjustable). BADAN PENELITIAN UNTUK KELELAHAN INDUSTRI (INDUSTRIAL FATIGUE RESEARCH BOARD), ENGLAND, 1918. Badan ini didirikan sebagai penyelesaian masalah yang terjadi di pabrik amunisi pada Perang Dunia Pertama. Mereka menunjukkan bagaimana output setiap harinya meningkat dengan jam kerja per hari-nya yang menurun. Disamping itu mereka juga mengamati waktu siklus optimum untuk sistem kerja berulang (repetitive work systems) dan menyarankan adanya variasi dan rotasi pekerjaan. E. MAYO dan teman-temannya, U.S.A., 1933. Elton Mayo seorang warga negara Australia, memulai beberapa studi di suatu Perusahaan Listrik yaitu Western Electric Company, Hawthorne,Chicago. Tujuan studinya adalah untuk mengkuantifikasi pengaruh dari variabel fisik seperti misalnya pencahayaan dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor efisiensi dari para operator kerja pada unit perakitan. PERANG DUNIA KEDUA, ENGLAND DAN U.S.A. Masalah operasional yang terjadi pada peralatan militer yang berkembang secara cepat (seperti misalnya pesawat terbang) harus melibatkan sejumlah kelompok interdisiplin ilmu secara bersama-sama sehingga mempercepat perkembangan ergonomi pesawat terbang. Masalah yang ada pada saat itu adalah penempatan dan identifikasi untuk pengendali pesawat terbang, efektifitas alat peraga (display), handel pembuka, ketidaknyamanan karena terlalu panas atau terlalu dingin, desain pakaian untuk suasana kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin dan pengaruhnya pada kinerja operator. 10 PEMBEN'I'UKAN KELOMPOK ERGONOMI Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (the Ergonomics Research Society) di England pada tahun 1949 melibatkan beberapa profesional yang telah banyak berkecimpung dalam bidang ini. Hal ini menghasilkan jurnal (majalah ilmiah) pertama dalam bidang ERGONOMI pada Nopember 1957. Perkumpulan Ergonomi Internasional (The International Ergonomics Association) terbentuk pada tahun 1957, dan The Human Faktors Society di Amerika pada tahun yang sama. Di samping itu patut diketahui pula bahwa Konperensi Ergonomi Australia yang pertama diselenggarakan pada tahun 1964, dan hal ini mencetuskan terbentuknya Masyarakat Ergonomi Australia dan New Zealand (The Ergonomics Society of Australia and New Zealand). 2.1.2. Bidang Kajian Ergonomi Pada berbagai sumber literatur, bidang kajian Ergonomi tidak berbeda secara signifikan, perbedaan hanya menyangkut pengelompokan bidang kajian. Pengelompokan bidang kajian yang lengkap dan mencakup seluruh prilaku manusia dalam bekerja adalah kajian Ergonomi yang dikelompokkan oleh Dr. Ir. Iftikar Z. Sutalaksana sebagai berikut : a) Anthropometri Anthropometri adalah cabang ergonomi yang mengkaji masalah dimensi tubuh manusia, Informansi dimensi tubuh manusia diperlukan untuk merancang sistem kerja yang ergonomis. Data Anthropometri selalu berbeda untuk setiap individu. Perbedaan itu merupakan suatu kodrat bahwa tidak ada manusia yang sama dalam segala hal. b) Faal Kerja Prilaku manusia yang dibahas dalam Faal kerja adalah reaksi tubuh selama bekerja, khususnya mengenai energi yang dikeluarkannya. Hal-hal yang banyak dibahas dalam Faal kerja manusia adalah kelelahan (fatique) kerja otot. c) Biomekanika Kerja Biomekanika kerja mengkaji perilaku manusia dalam aspek-aspek mekanika gerakan. Objek penelitian sehubungan dengan masalah biomekanika ini adalah 11 kekuatan kerja otot, kecepatan dan ketelitian gerak anggota badan, serta daya tahan jaringan-jaringan tubuh terhadap beban. d) Penginderaan Manusia pada dasarnya memiliki lima indera utama, yaitu indera penglihatan (mata), indera pendengaran (telinga), indera penciuman (hidung), indera perasa (kulit), serta indera perasa (lidah). Dalam ergonomi, penglihatan dan pendengaran dikaji untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan indera tersebut dalam merespon informasi dari sitem kerja. e) Psikologi Kerja Psikologi kerja membahas masalah-masalah kejiwaan yang ditemukan ditempat kerja, yakni menyangkut faktor diri manusia, termasuk didalamnya: kebiasaan, jenis kelamin, usia, sifat dan kepribadian, sistem nilai, karakteristik fisik, minat, motivasi, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Masalah faktor diri ini dikaji sebagai bagian dari ergonomi Karena pada setiap individu manusia terdapat faktor diri yang khas sebagai bawaan lahir. Ketidakcocokan seorang pekerja dan tuntunan pekerjaan yang dihadapinya dapat menimbulkan tekanan (stress) dan rendahnya motivasi untuk bekerja, sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas yang dihasilkan. 2.1.3. Faktor Manusia Dalam Pekerjaannya Perhatian terhadap faktor manusia dalam pekerjaannya timbul dari kenyataan bahwa teknologi tetap membutuhkan keberadaan dan peranan manusia dalam pengembangannya, sehingga akhir-akhir ini pertimbangan-pertimbangan terhadap faktor manusia dalam merancang suatu sistem atau peralatan teknologi sudah mulai dipikirkan. Istilah faktor manusia dalam bidang pekerjaan seringkali menimbulkan banyak pengertian, sehingga dapat menimbulkan kebingungan. Faktor manusia merupakan elemen-elemen yang dapat mempengaruhi efisiensi sistem kerja dimana manusia berhubungan dengan pekerjaannya (Chakim bintoro,1999). Elemen-elemen tersebut adalah: 12 1) Peralatan Karakter fisik peralatan yang digunakan dalam sistem produksi harus diperhitungkan dengan manusia yang mengoperasikannya, sehingga tidak timbul beban yang disebabkan oleh peralatan yang tidak sesuai. 2) Lingkungan Tempat Kerja Lingkungan disekitar tempat kerja harus dijaga kondisinya terhadap manusia dan peralatan-peralatan yang dioperasikannya sehingga tidak mengganggu kelangsungan kerja, misalnya pengaturan tata letak fasilitas produksi, dan kondisi lingkungan kerja, seperti: tingkat kebisingan, pencahayaan, temperatur ruangan kerja, bau-bauan, dan sebagainnya. 3) Pekerjaan dan Tugas-tugas Karakteristik pekerjaan yang harus diselesaikan oleh para pekerja harus disesuaikan dengan kemampuan pekerja itu sendiri, sehingga pekerja tidak merasa dibebani oleh pekerjaan yang diluar kemampuannya. 4) Tenaga Kerja Kemampuan dan keterbatasan operator-operator peralatan yang ada dan tenagatenaga perawatan mesin perlu mendapatkan perhatian, dalam arti jangan sampai terjadi kekurangan tenaga kerja. Kekurangan tersebut dapat diartikan sebagai kekurangan tenaga kerja dalam arti yang sebenarnya, dapat juga diartikan tenaga kerja yang tersedia tidak memenuhi syarat yang dibutuhkpekerjaan, misalnya dari segi intelejensinya, daya kreativitasnya, pengetahuan dalam operasi mesin, dan sebagainya. Berdasarkan uraian diatas tersebut dapat dilihat bahwa beban yang dialami seorang pekerja dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban sosial yang ditimbulkan dari lingkungan pekerjaan. Oleh karena itu beban kerja sebaiknya dirancang sesuai dengan kemampuan fisik dan mental pekerja. Hal itu dapat dilakukan dengan adanya modifikasi pekerjaan, dan perencanaan sistem manusia-mesin dan alat-alat kerja yang tersedia serta pengaturan kondisi lingkungan tempat pekerjaan yangs sesuai. Pengaturan organisasi kerja, dan pengembangan budaya kerja di lingkungan kerja dapat mengurangi beban sosial pekerja dan juga beban mental pekerja yang mungkin dapat mengganggu. Dalam 13 mempelajari faktor-faktor manusia yang telah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu, dititikberatkan pada perilaku manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas-fasilitas, prosedur kerja, dan lingkungan kerja. Dengan mempelajari faktor-faktor manusia dapat dicari kemampuan, keterbatasan, dan kebutuhan manusia dalam bekerja. Tujuan mempelajari faktor-faktor manusia adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan atau tugas-tugas manusia, termasuk meningkatkan pemanfaatan waktu dengan sebaik-baiknya, mengurangi kesalahan dalam bekerja, dan meningkatkan produktifitas. Tujuan lainnya adalah meningkatkan nilai-nilai dan karakteristik manusia yang tertentu, yaitu memperbaiki faktor keselamatan dalam bekerja, mengurangi kelelahan dan perasaan tertekan akibat bekerja, meningkatkan kenyamanan, meningkatkan kepuasan kerja, dan memperbaiki kualitas hidup (McCormick, 1976). Pendekatan terhadap faktor manusia merupakan suatu penerapan yang sistematis dari informasi-informasi yang berkaitan dengan kemampuan, keterbatasan, karakteristik perilaku manusia, dan rancangan peralatan-peralatan dan prosedu-rprosedur dalam bekerja, serta lingkungan kerja. Kegiatan yang dilakukan dalam mempelajari faktor-faktor manusia mencakup kegiatan-kegiatan untuk mencari informasi-informasi yang berkaitan tentang manusia dan tanggapannya terhadap peralatan-peralatan dan lingkungan kerja. Informasi-infarmasi tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengajukan saran-saran dalam membuat suatu rancangan dan untuk memperkirakan pengaruh-pengaruh yang mungkin dari berbagai alternatif rancangan. Pendekatan terhadap faktor-faktor manusia juga dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi suatu rancangan sistem. 2.1.4. Kelelahan Secara garis besar, kelelahan adalah suatu pola keadaan yang timbul pada individu yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Kelelahan dibagi ke dalam dua bagian yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. 14 a) Kelelahan otot Kelelahan otot adalah gejala kesakitan yang dirasakan pada otot yang muncul akibat terlalu tegang. Ketika otot diberi stimulus dengan mengangkat beban misalnya, ia akan berkontraksi dan terjadi ketegangan. Jika stimulus dilakukan terus-menerus maka semakin lama kekuatan otot akan menurun. Lelahnya otot mengakibatkan hilangnya koordinasi gerakan alat-alat tubuh, meningkatnya kecenderungan kesalahan dan kecelakaan kerja. b) Kelelahan umum Kelelahan umum berkaitan dengan munculnya perasaan letih. Berdasarkan penyebabnya, gejala keletihan dapat dibedakan menjadi: 1. Visual fatique, yaitu kelelahan karena ketegangan yang berlebihan pada mata. 2. General body fatique, yaitu beban kerja fisik yang berlebihan pada seluruh organ tubuh. 3. Mental fatique, yaitu kelelahan akibat beban kerja mental atau otak yang berlebihan. 4. Nervous fatique, yaitu kelelahan akibat beban yang berlebihan pada salah satu bagian dari sistem psikomotorik, biasanya pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tertentu. 5. Kelelahan akibat kemonotonan pekerjaan dan kondisi lingkungan kerja yang kurang memuaskan. 6. Kelelahan kronis, yaitu akumulasi dari sejumlah faktor kelelahan secara terus menerus. 7. Circadian fatique, yaitu bagian dari ritme siklus siang-malam yang terganggu 2.1.5. Identifikasi Suatu Tugas/Pekerjaan Dalam melakukan identifikasi terhadap suatu tugas atau pekerjaan akan dihadapkan pada beberapa permasalahan. Kesukaran yang timbul adalah menyangkut deskripsi suatu tugas/pekerjaan pada tingkat tertentu. Seorang analis harus memutuskan tugas-tugas yang dideskripsikan pada tingkatan tertentu, atau yang menyangkut bagian di luar individu. Pada prinsipnya, tugas/pekerjaan dipisahkan atas perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang dominan. Kegiatankegiatan tersebut dikelompokkan dalam perilaku atau tindakan yang khas. 15 Namun demikian perlu ditekankan bahwa tidak ada pembagian tugas/pekerjaan yang dapat diterapkan secara universal karena deskripsi tugas/pekerjaan sangat bervariasi dari satu sistem ke sistem. Mungkin akan timbul pertanyaan sejauh manakah kegunaan identifikasi dan deskripsi suatu tugas/pekerjaan. Suatu analis untuk pengembangan dan perbaikan pada tugas/pekerjaan yang bersangkutan baru mungkin akan dilakukan apabila tugas tersebut telah diidentifikasikan. 2.2. Tempat Kerja Yang Sesuai Dengan Manusia Lingkungan fisik dalam lingkungan kerja berarti semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja, yang akan mempengaruhi pada pekerja tersebut baik secara langsung atau tidak langsung. Secara umum lingkungan fisik bisa terjadi dalam dua kategori, yaitu lingkungan yang langsung berhubungan dengan pekerja tersebut (seperti stasiun kerja, kursi, meja dan lain-lainnya). Dan lingkungan perantara atau lingkungan umum (seperti rumah, kantor, pabrik, sekolah, komunitas, kota, sistem jalan raya dan lain-lainnya). Untuk meminimumkan pengaruh lingkungan fisik terhadap pekerja, maka langkah pertama kita harus mempelajari manusia baik mengenal sifat dan tingkah lakunya maupun mengenal keadaan fisiknya, kemudian kita gunakan untuk merangsang lingkungan fisik tersebut. 2.3. Kondisi Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Kegiatan Manusia Manusia sebagai mahluk yang paling sempurna tidak luput dari kekurangan, dalam arti kata segala kemampuannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktorfaktor tersebut bisa datang dari pribadinya atau mungkin dari pengaruh luar. Suatu kondisi lingkungan yang baik tidak bisa ditemukan dengan begitu saja, tetapi harus melalui tahap-tahap percobaan, dimana setiap kemungkinan dari kondisi tersebut diuji pengaruhnya terhadap kemampuan manusia. Sebagaimana kita ketahui, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kondisi lingkungan kerja, diantaranya temperatur, kelembaban, sirkulasi pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan dan warna. udara, 16 1. Temperatur Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh mempunyai temperatur berbedabeda, namun manusia mempunyai kemampuan untuk melakukan proses radiasi, konveksi dan penguapan sehingga manusia mampu untuk menyesuaikan diri dari kondisi lingkungan sekitar. 2. Kelembaban Yang dimaksud kelembaban disini adalah banyaknya air yang yang terkandung dalam udara, yang bisa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara dan bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan bergerak udara dan radiasi dari udara tersebut akan dipengaruhi keadaan tubuh pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuh. 3. Sirkulasi Udara Untuk menjaga agar udara disekitar tempat kerja tetap sehat dalam arti kata cukup mengandung oksigen dan bebas dari zat-zat yang bisa mengganggu kesehatan, harus dipikirkan tentang sirkulasi udara, sehingga udara kotor bisa diganti dengan udara bersih dan segar. 4. Pencahayaan Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat objek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pencahayaan yang baik, akan makin diperlukan apabila kita melakukan pekerjaan yang memerlukan ketelitian karena penglihatan. Pencahayaan yang suram, mengakibatkan mata pekerja cepat lelah karena mata berusaha untuk melihat, dimana lelahnya mata mengakibatkan kelelahan mental, lebih jauh lagi keadaan tersebut bisa menimbulkan rusaknya mata, karena bisa menyilaukan. 5. Kebisingan Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu: lama, intensitas dan frekuensinya. Makin lama telinga kita mendengarkan kebisingan, makin buruk akibatnya bagi kita. 17 6. Getaran Mekanis Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran yang ditimbulkan oleh alatalat mekanis, yaitu sebagian dari getaran ini sampai ketubuh kita dan menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Secara umum getaran mekanis ini dapat mengganggu tubuh dalam hal: 7. - Mempengaruhi konsentrasi kerja - Mempercepat datangnya kelelahan - Dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Bau-bauan Adanya bau-bauan dalam lingkungan kerja dianggap sebagai pencemaran, apalagi kalau bau-bauan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat mengganggu konsentrasi bekerja dan secara lebih jauh bau-bauan yang terjadi terus-menerus bisa mempengaruhi kepekaan penciuman. 8. Warna Yang dimaksud warna disini adalah warna tembok ruangan tempat kerja, dimana warna selain berpengaruh secara psikologi bagi para pekerja. Warna menurut penyelidikan bisa menimbulkan pengaruh secara psikologis yang berbeda-beda terhadap manusia 2.4. Kebisingan Dalam 15 tahun terakhir ini, di kebanyakan kota besar, kebisingan bertambah terus dengan suatu angka yang konstan. Beberapa sistem biasanya merupakan suatu sistem yang kompleks, kerap kali banyak input dan output. Walau kita tahu output yang diinginkan, mungkin kita tak dapat menentukan cara menyusun input. Kesulitan ini biasanya muncul dalam sistem sosial, atau sistem yang menggambarkan masalah sosial. Kesulitan ini misalnya tindakan pemerintah dalam meperbaiki beberapa bagian dai sistem, tapi mengakibatkan memburuknya keadaan lain. Karena itu dalam sistem sosial kadang-kadang kita tidak bisa menggambarkan blok diagram. Tapi ide-ide sistem masih bisa digunakan setelah mempelajari bentuk sistem dan cara penyederhanaannya, dengan mengabaikan input dan 18 output tidak bisa ditemukan kita bisa memperkirakan input-input yang mempunyai pengaruh. Dari studi di atas, kita bisa mempelajari cara memperbaiki sistem. Makin dipahami maka makin baik pengambilan keputusannya. 2.4.1. Pengukuran Kebisingan Kita harus mempunyai cara pengukuran kebisingan (suara-suara yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan) Karena tiap manusia mempunyai reaksi yang berbeda-beda terhadap kebisingan bergantung pada kemampuan pendengaran, kegugupan dan kemampuan untuk mengabaikan suatu gangguan. Ada 3 aspek kebisingan yang penting untuk menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu: 1. Duration atau panjang waktu. Makin lama kebisingan berlangsung, makin buruk akibatnya terhadap manusia. 2. Loudness atau keras suara. Diukur dalam unit dB (desibel), yang menunjukkan sebarapa keras suatu suara mempengaruhi kehidupan manusia. Tingkat dB=0 adalah suara terlampau lemah yang dapat didengar kebanyakan orang. Percakapan………………………..60 dB Lalu lintas darat…………………..80 dB Mesin-mesin pabrik……………….80 dB Truk besar pada jarak 25 ft……….90 dB Blender makanan………………….93 dB Kereta bawah tanah jarak 20 ft…..95 dB 3. Frekuensi. Sinyal suara kebisingan mempunyai frekuansi tersendiri. Frekuensi tertentu lebih menggangu kehidupan manusia dari yang lainnya. Gangguan ini juga bergantung pada kombinasi dari berbagai frekuensi. Untuk menentukan kebisingan, maka kita harus menyatakan berapa lama, seberapa keras dan berapa frekuensinya? Pengaruh suatu kebisingan terhadap manusia bergantung pada lama, keras dan frekuensi suara tersebut. Telinga manusia sangat sensitif terhadap suara antara 200 sampai 5000 Hertz (getaran per detik). Suatu kebisingan pada volume 40 dB dengan frekuensi 125 Hertz hampir 19 tidak kedengaran oleh kebanyakan orang. Sedangkan suatu kebisingan pada volume 40 dB dengan frekuensi 300 Hertz akan keras kedengarannya. Untuk menguraikan kebisingan lingkungan, maka kita harus mengukur keras dan beratnya terhadap kepekaan telinga di suatu daerah frekuensi. Beberapa pengukuran dilakukan oleh ahli dan salah satu diantaranya disebut desibel dB(A). A menunjukkan rata-rata atau hasil pembobotan. dB(A) diukur menurut rata-rata atau hasil pembobotan dan menunjukkan berapa keras dan sejauh mana suara tersebut mengganggu kehidupan manusia. Dengan pengukuran ini, suatu pesawat jet yang mendarat pada jarak 400 ft mempunyai keras suara sebesar 100 dB(A), sedangkan sebuah truk pada jarak 50 ft menghasilkan keras suara sebesar 94 dB(A). 2.4.2. Pengaruh Kebisingan Terhadap Manusia Sampai seberapa keras suara kebisingan dapat mengganggu manusia? Suatu kebisingan akan mengganggu manusia jika volumenya lebih besar dari 85 dB(A). Untuk periode waktu lebih pendek maka tingkat kekerasan akan lebih besar. Karena itu orang-orang yang bekerja pada atau dekat mesin-mesin, yang mempunyai volume di atas 85 dB(A), harus memeriksakan pendengarannya secara teratur. Kita sulit untuk menentukan gangguan kebisingan terhadap kehidupan manusia. Ketulian yang diakibatkan oleh adanya kebisingan bisa diselidiki, tapi yang betul-betul membahayakan adalah lamanya pengaruh dari kebisingan ini terhadap manusia. Pemerintah Kota INPUT Sistem kebisingan lingkungan Tingkat kebisingan berbagai waktu dan tempat Kesehatan Penduduk Gambar 2.1. Kebisingan Lingkungan (Sumber: Keluarga Mahasiswa Teknik Industri ITB, 1975) 20 Kemampuan pendengaran bertendensi menurun akibat pengaruh umur. Menurut penyelidikan di Universitas Tennese, kemampuan pendengaran akan terganggu secara serius oleh suara musik rock pada tingkat kekerasan yang normal. Penyelidikan lain juga menunjukkan bahwa kebisingan bisa mengganggu tidur lelap seseorang, meskipun sama sekali tidak sampai membangunkan. Kebisingan yang terjadi selama kita tidur bisa mencegah terjadinya mimpi, dimana suatu mimpi akan berlangsung salama 50 menit, sehingga jika seseorang tidak mendapatkan periode ini, dia akan cenderung mendapatkan masalah emosional dan nervous. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka tidak bisa melemparkan frustasinya dalam mimpi. Beberapa penyelidikan menduga bahwa akibat dari kebisingan ini cukup serius, bahkan diperkirakan bisa menyebabkan suatu kematian. Dalam hal ini kita harus memilih beberapa langkah untuk mengatasi kebisingan ini. Untuk ini kita harus mengetahui sumber kebisingan yang merupakan input dari sistem kebisingan lingkungan. Cari sumber mana yang paling berperan dalam membentuk sistem kebisingan lingkungan ini dan bagaimana manusia dapat berlindung dari kebisingan ini. Dengan kata lain, kita harus mempunyai model dan sistem kebisingan lingkungan, sehingga dari sini kita bisa memusatkan usaha untuk mengurangi akibatnya. 2.5. Sirkulasi Udara Sebagaimana kita ketahui, udara sekitar kita mengandung 21% O2, 78% N2, 0,03% CO2 dan 0,97% gas lainnya (campuran). Oksigen (O2) adalah gas yang sangat dibutuhkan oleh mahluk hidup terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, yaitu untuk proses metabolisme. Udara disekitar kita dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dangan gas-gas, zat-zat atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara disekitar kita dapat dirasakan dengan sesaknya pernapasan kita dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu lama karena akan mempengaruhi tubuh dan akan mempercepat terjadinya proses kelelahan. 21 Debu merupakan komponen atau zat lain yang dapat merubah keadaan udara, dengan volume yang besar debu dapat mencemari udara dan akan sangat membahayakan mahluk hidup yang menghirupnya. Oleh karena itu debu merupakan komponen pencemar udara yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan efek yang buruk terhadap mahluk hidup terutama manusia. Untuk menjaga agar udara di sekitar tempat kerja tetap sehat dalam arti kata cukup mengandung oksigen dan bebas dari zat-zat yang mengganggu kesehatan, harus dipikirkan tentang sirkulasi udara yang baik, sehingga udara kotor bisa diganti dengan udara bersih dan segar yang biasanya dilakukan melalui ventilasi. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman disekitar tempat kerja. Pada siang hari, dimana biasanya manusia melakukan sebagian besar dari kegiatannya, pohon-pohonan merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh pernapasan kita. Dengan cukupnya oksigen disekitar kita, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanam-tanaman disekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani kita. Rasa sejuk dan segar pada saat kerja akan sangat membantu mempercepat pemulihan lelah akibat kerja. 2.5.1. Pencemaran Udara Atmosfer merupakan tempat penyimpanan dari semua jenis pencemar, baik berupa gas, cair, maupun padat, karena itu pencemaran udara dapat merugikan kehidupan. Pencemaran udara lokal biasanya dapat dihamburkan atau dapat dihindari oleh adanya sirkulasi udara umum, tetapi kemungkinan besar pencemar tersebut akan di endapkan di tempat lain. Peranan atmosfer pada pencemaran udara ialah bertindak sebagai pengencer konsentrasi pencemar atau bertindak sebagai yang menyingkirkan pencemar udara, tetapi adakalanya justru bertindak sebagai sumber pendauran (perputaran) kembali dari pencemar tersebut. Lingkungan atmosfer tempat kita hidup pada pertanian, industri, percobaan nuklir dan percobaan-percobaan lainnya. Industri perlu didirikan, hutan dapat dibuka sebagai lahan pertanian baru, tetapi masalah ini hendaknya dikerjakan dengan 22 penuh kebijaksanaan, penuh kesadaran dan penuh perhatian terhadap akibat-akibat yang akan timbul agar pembangunan yang kita harapkan dapat membawa kesejahteraan rakyat dan bukan sebaliknya menimbulkan katastropik. Sebagian unsur-unsur atmosfer sangat penting bagi kehidupan manusia, sebagian tidak vital dan tidak berbahaya dan sebgain dapat merugikan dan bahkan berbahaya bagi kehidupan, baik langung maupun tidak langsung. Masuknya zatzat beracun kedalam atmosfer yang sangat merugikan dan berbahaya bagi manusia atau hewan, merusak harta milik dan tanaman disebut “pencemaran udara”. Pengalaman menunjukkan bahwa meskipun suatu sumber mengemisikan pencemar tiap hari, tetapi kadang-kadang udara nisbi bersih dan malahan adakalanya sebaiknya udara menjadi sangat kotor. Jadi jelas disini bahwa konsentrasi pencemar yang berbeda di permukaan tanah bergantung pada kondisi cuaca dan iklim setempat. 2.5.2. Masalah Pencemaran Udara Masalah pencemaran sangat jelas terlihat pada cekungan (basin) Los Angles. Disini dispersi vertikal pencemar dibatasi oleh lapisan inversi dan disversi lateral dibatasi oleh gunung-gunung tinggi ke arah utara dan timur. Peristiwa sangat buruk dapat terjadi jika pencemaran karena aktivitas manusia terakumulasi selama periode beberapa hari dalam cuaca tenang dan dasar inversi turun sampai ke bawah sehingga membawa udara tercemar sampai ke tanah. Jeratan kepulan (plume trapping) sangat berbhaya dan mematikan seperti yang terjadi di lembah Meuse (Belgia) tahun 1930, di Donora (Pennsylvania) tahun 1984 dan di London (Inggris) tahun 1952. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi pada daerah lembah yang padat industri dan pada kondisi cuaca angin lemah, kabut dan inversi suhu selama sekurangkurangnya selama 5 hari. Situasi semacam ini memungkinkan pencemar terakumulasi. Pencemar utama yang dikeluarkan adalah asap, belerang dioksida dan fluor. 23 Jelas bahwa lingkungan merupakan perkara yang memprihatinkan dunia internasional. Emisi sejumlah pencemar ke dalam atmosfer dan air akan mempunyai dampak pada ekosistem. Taraf hidup yang tinggi ikut menyebabkan pencemaran udara di planet kita, terutama kendaraan bermotor dan industri. Jika partikel-partikel yang dikeluarkan oleh industri bertindak sebagai inti kondensasi di daerah yang lembab maka dapat terjadi kabas. Jika waktu tinggal di atmosfer, artinya waktu yang diperlukan pencemar untuk berada di atmosfer sebelum berpindah oleh transport, transformasi atau pengendapan cukup lama, maka pencemar ini akan bercampur dengan seluruh atmosfer akibat proses meteorologis global. Dampak skala global yang sangat berbahaya adalah perubahan sifat-sifat fisis atmosfer bumi, seperti perubahan klimatologis dan penyimpangan keseimbangan radiasi bumi. Sehubungan dengan ini dua proses penting perlu diketahui, yaitu efek rumah kaca dan pengurangan lapisan ozon. Jika tidak ada tindakan yang diambil dengan segera, maka kapal angkasa bumi yang nyaman ini akan semakin panas. 2.5.3. Sumber Pencemar Udara Kebanyakan senyawa kimia yang ditinjau sebagai pencemar mempunyai konsentrasi sangat kecil di dalam udara bersih. Akan tetapi dalam keadaan udara tercemar maka senyawa tersebut mempunyai konsentrasi yang sangat besar. Partikulat Partikulat adalah pencemar padat atau cair yang berukuran antara 0,001-500 m dan mempunyai waktu tinggal di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Berdasarkan ukurannya, partikulat dapat digolongkan menjadi Asap (fumes) : 0,001-1 m Kabut (mist) : 1-10 m Debu halus : 100 m Debu kasar : > 100 m 24 Tabel 2.1. Komposisi Udara Kering Bersih Dekat Permukaan Laut (Sumber: Bayong Tjasyono, Klimatologi Umum, 1995) Komponen Nitrogen Oksigen Argon Karbondioksida Neon Helium Kripton Xenon Dinitrogen dioksida Hidrogen Metan Nitrogen dioksida Ozon Sulfur Oksida Karbon monoksida Amonia Konsentrasi % Volume ppm 78,09 780.900 20,94 209.400 0,93 9.300 0,0318 318 0,0018 18 0,00052 5,2 0,0001 1 0,000008 0,08 0,000025 0,25 0,00005 0,5 0,00015 1,5 0,0000001 0,001 0,000002 0,02 0,00000002 0,0002 0,00001 0,1 0,000001 0,01 Partikulat dapat terbentuk dari campuran heterogen zat cair dengan sulfur dioksida yang bersifat korosif terhadap barang-barang logam. Partikulat yang mengandung fluor atau magnesium dioksida dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Partikulat yang mengandung timbal (Pb) dengan ukuran 2-3 mikro dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui paru-paru dan tidak dapat dikeluarkan lagi, dengan demikian merupakan racun. Sumber utama partikulat adalah pembakaran batu bara, proses industri (industri logam, industri kimia, industri semen, pabrik kertas dan lain-lain), kebakaran hutan dan pembakaran sampah pertanian. Hidrokarbon Hidrokarbon merupakan komponen yang sangat penting dalam “kabas fotokimia”, menyebabkan iritasi, rasa pedih pada mata dan gangguan pernapasan. Diperkirakan hidrokarbon sebagai penyebab kanker terutama dari jenis aromatik dan aldehida yang banyak dijumpai dalam bahan solar. Sumber utama hidrokarbon diemisikan oleh kendaraan bermotor. Selain itu juga dari emisi proses industri. Oksida sulfur Sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) merupakan bentuk oksida sulfur yang banyak dijumpai. SO2 merupakan pencemar primer yang di atmosfer 25 bereaksi dengan pencemar lain membentuk senyawa sulfur yang menyebabkan hujan asam dapat merusak pertanian dan peternakan. Konsentrasi oksida sulfur terbesar berasal dari emisi pembakaran batu bara, kedua berasal dari emisi proses industri. Oksida sulfur menyebabkan pembentukan asam yang mengganggu paruparu, saraf dan menimbulkan asma. Pada konsentrasi di atas 3 ppm, oksida sulfur memberi bau yang tajam dan dapat menimbulkan mati lemas jika berlangsung lama. Oksida sulfur juga dapat menimbulkan korosi. 2.5.4. Jenis Sumber Pencemar Sumber pencemar dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu sumber titik, sumber garis dan sumber bidang. Cerobong asap dari pabrik tenaga listrik merupakan sumber titik. Begitu juga pipa pembuangan gas pada kendaraan bermotor merupakan sumber titik, tetapi karena kendaraan bergerak dengan cepat sepanjang jalan maka pipa buang gas berfungsi sebagai sumber garis. Cerobong asap dan bangunan jika dipandang secara individu merupakan sumber titik, tetapi karena bangunanbangunan didirikan saling berdekatan satu sama lain, maka sumber-sumber ini dipandang sebagai sumber area (bidang) yang kontinyu. Emisi dari sumber titik dinyatakan dalam massa persatuan waktu, misalnya kg S-1, untuk sumber garis dinyatakan dalam massa persatuan panjang persatuan waktu, misalnya kg m-2 S-1. Sumber pencemar berasal dari alam dan buatan. Sumber pencemar alam adalah dari aktivitas vulkanik (gunung berapi). Pada waktu terjadi letusan gunung berapi krakatau tahun 1883, diperkirakan ada beberapa puluh juta ton debu yang dimuntahkan ke atmosfer dan disemburkan sampai ketinggian kira-kira 50 km. Debu vulkanik ini disebarkan ke seluruh penjuru dunia oleh angin dalam minggu berikutnya yang berakibat radiasi matahari tereduksi dan efek debu ini masih dapat dideteksi dua sampai tiga tahun kemudian. Diperkirakan bahwa 500 juta ton tiap tahun debu dihembuskan ke atmosfer oleh angin. Karena debu tidak dapat mencapai ketinggian yang cukup tinggi maka ia akan hilang dan mengendap dalam beberapa minggu, dengan demikian efeknya lebih lokal dan tidak lestari. 26 Sumber pencemar buatan akan meningkat terutama dari pembakaran batu bara, minyak dan gas. Pembakaran bahan bakar juga menghasilkan gas yang berbahaya seperti karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2). Peningkatan jumlah gas ini secara tidak langsung mempunyai efek terhadap manusia melalui perubahan iklim. Pembakaran bahan bakar yang menghasilkan energi, merupakan sumber utama pencemaran udara. Sampai sekarang masalah pencemaran batu bara, yaitu jelaga, belerang dioksida, abu yang beterbangan dan zat yang dimuntahkan industri ke atmosfer. Pemakaian bahan bakar minyak dan gas alam untuk tenaga listrik, gasolin dan kerosin untuk kapal jet dan minyak disel untuk transportasi menimbulkan pencemaran udara jenis baru, dalam hal ini reaksi fotokimia berperan penting. Reaksi foto kimia adalah suatu reaksi dengan penyerapan radiasi matahari membantu dalam perubahan senyawa kimia. 2.6. Proses Terjadinya kelelahan Kebisingan yang terus menerus terjadi pada suatu lantai produksi akan mengganggu karyawan dan menyebabkan karyawan cepat mengalami kelelahan, yang pada akhirnya akan mengganggu performansi kerja karyawan tersebut. 2.6.1. Fatique ( Kelelahan ) Banyak definisi tentang kelelahan ini, tetapi secara garis besarnya dapat dikatakan bahwa kelelahan ini merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu, yang sudah tak sanggup lagi untuk melakukan aktifitasnya. Pada dasarnya pola ini ditimbulkan oleh dua hal, yaitu akibat kelelahan fisiologis (fisik atau kimia) dan akibat kelelahan psikologis (mental atau fungsional), ini bisa bersifat obyektif (akibat perubahan performance) dan bisa bersifat subyaktif (akibat perubahan dalam perasaan dan kesadaran). Yang dimaksud dengan kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh 27 manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output berupa tenaga–tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari–hari. Pada prinsipnya terdapat beberapa macam mekanisme yang dilakukan tubuh, yaitu: sistem peredaran, sistem pencernaan, sistem syaraf dan sistem pernafasan. Kerja fisik yang kontinyu, berpengaruh terhadap mekanisme– mekanisme diatas. Baik secara sendiri–sendiri ataupun sekaligus. Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk–produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk–produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan aktivitas otot atau mungkin bisa dikatakan bahwa produk–produk sisa ini mempengaruhi serat–serat syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat kerjanya jika sudah lelah. Fatique (kelelahan fisik) itu sendiri adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot–otot manusia sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Maka berat beban yang dikerjakan dan semakin tidak teraturnya pergerakan, maka timbulnya fatique akan lebih cepat. Barnes menggolongkan kelelahan dalam tiga hal tergantung darimana hal ini dilihat, yaitu: Merasa lelah Kelelahan karena perubahan fisiologis dalam tubuh Menurunnya kemampuan kerja Faktor – faktor yang mempengaruhi fatique: Besarnya tenaga yang dikeluarkan Cara dan sikap melakukan aktifitas Jenis olah raga Jenis kelamin Umur Fatique dapat ditentukan atau diukur dengan: Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernafasan Mengukur tekanan darah, peredaran darah udara dalam paru -paru, jumlah oksigen yang dipakai, jumlah CO2 yang dihasilkan, temperatur badan, komposisi kimia dalam urine dan darah. 28 Menggunakan alat penguji kelelahan Riken Fatique Indikator dengan ketentuan pengukuran elektroda logam melalui tes variasi perubahan air liur (Salvina) karena lelah. Pengukuran kelelahan dilakukan dalam praktek ini dimana hasil pengukuran dibandingkan dengan indek penunjuk dan pembeda warna untuk mengetahui tingkat kelelahannya. Berikut ini diberikan suatu daftar yang biasa digunakan sebagai patokan untuk mengetahui telah datangnya gejala–gejala atau perasaan– perasaan dari kelelahan: 1) Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, pikiran merasa kacau, mengantuk, mata terasa “berat” kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri dan merasa ingin berbaring. 2) Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap dan tidak tekun dalam pekerjaan. 3) Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan dan merasa kurang sehat badan. Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1 menunjukkan perlemahan kegiatan, kelompok 2 menunjukkan perlemahan motivasi dan kelompok 3 menunjukkan kelelahan fisik akibat psikologis. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya : Mengatur lingkungan fisik sebaik–baiknya seperti: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau-bauan dan lain–lain. Berusaha untuk motoni dan ketegangan–ketegangan akibat kerja, misalnya : dengan penggunaan warna dan dekorasi ruangan kerja, menyediakan musik, menyediakan waktu–waktu olah raga dan lain – lain. 29 2.6.2. Langkah-langkah Melakukan Pengukuran Kebisingan Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran kebisingan yaitu Sound Level, kemudian alat itu diletakaan pada sumber kebisingan. Catat berapa dB angka yang tertera pada sound level pada rentang waktu tertentu. Lakukan uji kecukupan dan keseragaman data dengan pendekatan statistik. Kemudian hitung berapakah rata-rata kebisingan yang terjadi pada tempat tersebut. Identifikasi dan analisa kebisingan tersebut apakah masih ada dalam batas kewajaran atau sudah ada diluar batas kewajaran. 2.7. Pengendalian Kebisingan Lingkungan Kerja Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 1996). Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat mennimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Depkes, 2001). Sedangkan berdasarkan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No 48 tahun 1966 tentang Baku Tingkat Kebisingan, kebisingan diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dari usaha dan kegiatan dalam waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Pengaruh utama dari kebisingan terhadap gangguan kesehatan adalah kerusakan indera pendengar yang menyebabkan ketulian progresif (Suma’mur,1996). Berdasarkan keputusan mentri kesehatan no 1405 tahun 2002 tentang Lingkungan Kerja dan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No 48 tahun 1966 tentang Baku Tingkat Kebisingan, NAB untuk tingkat kebisingan diruang kerja maksimal 85 dBA. Terdapat dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau disebut Hertz (Hz), yaitu jumlah dari golongan-golongan yang sampai ditelinga setiap detiknya. Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam 30 suatu logaritmis yang disebut desibel (dB). Untuk mengendalikan intensitas kebisingan maka diperlukan pengukuran kebisingan. Maksud pengukuran kebisingan adalah untuk memperoleh data kebisingan dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan pendengaran. Alat yang digunakan untuk pengukuran kebisingan adalah sound level meter, alat ini mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan dari frekuensi dari 20-20.000 Hz. Berikut ini skala intensitas yang biasa terjadi di suatu tempat atau aibat suatu alat/ keadaan. Tabel 2.2. Skala Intensitas Kebisingan Suatu Tempat Akibat Suatu Alat (Sumber: Iftikar Z. Sutalaksana dkk, 1979) Menulikan Desibel 120 110 100 90 Sangat hiruk 80 70 Kuat 60 50 Sedang 40 30 Tenang 20 10 Sangat tenang 0 Batas dengan tertinggi Halilintar Meriam Mesin uap Jalan hiruk pikuk Perusahaan sangat gaduh Pluit polisi Kantor gaduh Jalan pada umumnya Radio Perusahaan Rumah gaduh Kantor umumnya Percakapan kuat Radio perlahan Rumah tenang Kantor perorangan Auditorium Percakapan Suara daun-daun Berisik Batas dengar terendah 31 Tabel 2.3. Skala Intensitas Kebisingan (Sumber: Iftikar Z. Sutalaksana dkk, 1979) 80 90 92 Lama Max Pendengaran/jam 8 6 95 97 100 102 105 4 3 2 1,5 1 110 0,5 115 0,25 Intensitas Bunyi (dB) Kemajuan industri dan teknologi antara lain ditandai dengan pemakaian mesinmesin yang dapat mengolah dan memprodusi bahan maupun barang yang dibutuhkan oleh manusia secara cepat. Untuk membantu mobilitas manusia dalam melaksanakan tugasnya digunakanlah alat-alat transportasi bermesin, baik udara, laut maupun darat. Selain daripada itu, untuk mencukupi segala sarana dan prasarana, digunakan pula perlatan bermesin untuk keperluan membangun konstruksi fisik. Pemakaian mesin-mesin seperti tersebut di atas seringkali menimbulkan kebisingan, baik kebisingan rendah, kebisingan sedang maupun kebisingan tinggi. Oleh karena itu kebisingan dapat mengganggu lingkungan dan merambatnya melalui udara, maka kebisingan dapat dimasukkan sebagai pencemaran udara walaupun susunan udara tidak mengalami perubahan. Menurut asal sumber, kebisingan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Kebisingan implusif Kebisingan implusif yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus menerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Contohnya kebisingan yang datang dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin pemasang tiang pancang. 32 2. Kebisingan kontinyu Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan yang datang secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama. Contohnya kebisingan yang datang dari suara mesin yang dihidupkan. 3. Kebisingan semi kontinyu (intermitten) Kebisingan semi kontinyu (intermitten) yaitu kebisingan kontinyu yang hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Contohnya suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat. Kebisingan adalah bunyi yang dapat mengganggu dan merusak pendengaran manusia. Menurut teori fisika, bunyi adalah rangasangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal dari suatu sumber bunyi. Apabila syaraf pendengaran tidak menghendaki rangsangan tersebut, maka bunyi tersebut dinamakan sebagai suatu kebisingan. Untuk menyatakan kualitas suatu bunyi digunakan pengertian sebagai berikut: 1. Frekuensi bunyi Yaitu jumlah getaran perdetik. Satuan bunyi dinyatakan dalam Hertz (Hz). 2. Intensitas bunyi Yaitu perbandingan tegangan suara yang datang dan tegangan suara standar yang dapat didengar oleh manusia normal pada frekuensi 1000Hz, dengan satuan decibel, disingkat dB. Untuk menentukan tingkat kebisingan, kebisingan tersebut diukur melalui intensitas bunyinya. Cara mengukur intensitas bunyi adalah melalui persamaan sebagai berikut: 2 p …………………..(2.1) Lp 10 Log po n Li Pi 2 10 10 …………………..(2.2) 2 i 1 Po i 1 n p Lp= 20 log 10 p0 dB …………………(2.3) 33 Dimana: Lp = Tingkat tekanan suara (dB) P = Tekanan suara (Pa) Po = Tekanan suara referensi (20 Pa) Li = Tingkat intensitas suara (dB) Tekanan yang terukur (p) adalah nilai rms (root means square) tingkat tekanan bunyi yang berhubungan langsung dengan energi bunyi yang terkandung, tingkat tekanan bunyi referensi P0 adalah threshold pendengaran rata-rata orang dewasa (2 X 10 -5 (N/m2) = 20 Pa), (1 Pa = 1 N/m2). Ini jauh lebih mudah mengukur tekanan bunyi daripada intensitas bunyi. Oleh karena itu pada umumnya medan bunyi diterangkan dengan tingkat tekanan bunyi yaitu sama dengan tingkat intensitas bunyi untuk gelombang bidang pada ruang bebas. 2.8.Indra Pendengaran Bersama dengan penglihatan, pendengaran adalah salah satu cara utama mendapatkan informasi tentang lingkungan. Bagi sebagian besar manusia, pendengaran merupakan saluran utama untuk berkomunikasi dan sarana untuk mendengarkan musik. Semuanya itu dimungkinkan karena perubahan kecil dalam tingkat tekanan suara dapat menggetarkan membran yang berada di dalam bagian telinga. 2.8.1. Gelombang Suara Suara berasal dari pergerakan atau vibrasi (getaran) suatu benda, seperti angin yang meniup cabang-cabang pohon. Jika sesuatu bergerak, molekul udara di depannya terdorong. Molekul-molekul itu mendorong molekul lain dan kemudian kembali ke posisi awalnya. Dengan cara ini, gelombang perubahan tekanan (suatu gelombang suara) ditransmisikan melalui udara, walaupun setiap molekul udara individual tidak bergerak jauh. Gelombang udara ini analog dengan gelombang air yang terjadi jika kita melemparkan sebuah batu ke danau yang tenang. Gelombang suara dapat digambarkan dengan grafik tekanan udara sebagai fungsi dari waktu. 34 Grafik menggambarkan suatu gelombang sinus (dinamakan demikian, karena mirip dengan fungsi gelombang sinus pada matematika). Bunyi yang bersesuaian dengan gelombang sinus dinamakan nada murni. Nada murni penting untuk menganalisis pendengaran karena suara yang lebih kompleks dapat dianalisis menjadi nada murni, artinya di dekomposisi menjadi sebuah gelombang sinus yang berbeda. Nada murni memiliki variasi dalam frekuensi (jumlah siklus perdetik yang dinamakan Hertz), intensitasnya (perbedaan antara tekanan puncak dan palung) dan waktu saat dimulainya gelombang. Aspek fisik menentukan bagaimana kita merasakan (mengalami) suatu nada. Jelasnya, frekuensilah yang menjadi dasar sensasi kita terhadap tinggi nada dan intensitas yang menjadi dasar sensasi kita terhadap kenyaringan. Intnsitas suara biasanya dinyatakan dalam desibel, peningkatan 10dB bersesuaian dengan perubahan kekuatan suara 10 kal; 20dB, perubahan 100 kali; 30dB, perubahan 1000 kali dan seterusnya. 2.8.2. Sistem Auditorius Sistem auditorius terdiri dari telinga, bagian-bagian otak, berbagai jalur saraf penghubung. Perhatian utama kita adalah terhadap telinga, bukan hanya pelengkap di bagian samping kepala, tetapi seluruh organ pendengaran yang sebagian besarnya terdapat dalam tengkorak. Telinga mengandung dua sistem. Salah satu sistem memperkuat dan mentransmisikan suara ke reseptor, dimana sistem lain mengambil alih tugas dan mentrasduksikan suara menjadi impuls saraf. Sistem transmisi mencakup telinga luar, yang terdiri dari daun telinga (atau pinna) dan kanalis auditorius dan telinga dalam, yang terdiri dari gendang telinga dan rangkaian tiga tulang pendengaran. Sistem transduksi terletak di telinga dalam yang dinamakan koklea, yang berisi reseptor untuk suara. Dibagian luar telinga tengah terdapat sebuah membran yang dinamakan gendang telinga (membran timpani, eardrum). Gendang telinga ini peka terhadap getaran gelombang suara yang masuk melalui telinga luar. Tugas telinga tengah adalah mentransmisikan getaran pada gendang telinga melalui suatu ruang yang berisi 35 udara ke membran lain, foramen ovale (oval window), yang merupakan gerbang masuk ke telinga dalam dan reseptor. Telinga tengah melakukan transmisi ini melalui jembatan mekanis yang tersusun dari tiga tulang pendengaran, yang dinamakan maleus, inkus dan stapes. Getaran gendang telinga menggerakkan tulang pertama, yang selanjutnya menggerakan tulang kedua dan akhirnya tulang ketiga. Tulang ketiga selanjutnya menggetarkan voramen ovale. Susunan mekanis ini bukan hanya mentransmisikan getaran suara, tetapi juga memperkuatnya. Sekarang marilah memperhatikan sistem transduksi. Koklea merupakan suatu saluran tulang yang bergulung. Ia dibagi menjadi ruang-ruang cairan oleh sebuah membran, yang salah satunya membran basilaris mendukung reseptor auditorik. Reseptor dinamakan sel rambut karena memiliki struktur mirip rambut yang menonjol ke dalam cairan. Tekanan di foramen ovale (yang menghubungkan telinga tengah dan dalam) menyebabkan perubahan tekanan di cairan koklear, yang selanjutnya menyebabkan membran basilaris bergetar, menghasilkan pembengkokan sel rambut dan timbulnya impuls listrik. Melalui proses yang kompleks ini, gelombang suara ditransduksikan menjadi impuls listrik. Neuron yang bersinaps dengan sel rambut memiliki akson yang panjang yang membentuk bagian dari saraf akustikus. Sebagian besar neuron auditorik itu berhubungan dengan satu sel rambut. Terdapat sekitar 31.000 neuron auditorius di saraf akustikus, jauh lebih kecil dari sekitar satu juta neuron di saraf optikus. Jalur di auditorius dari tiap telinga menuju ke kedua sisi otak dan memiliki sinaps di beberapa nukleus sebelum mencapai korteks auditorik. 2.8.3. Mendengarkan Intensitas Suara Ingatlah bahwa dalam penglihatan, kita lebih peka trhadap suatu panjang gelombang ketimbang panjang gelombang lain. Terdapat pula fenomena yang serupa dalam pendengaran. Kita lebih sensitif terhadap suara dengan frekuensi intermediet dibandingkan terhadap suara yang terletak pada ujung rentang pendengaran.Terdapat dua jenis defek pendengaran utama. Pada yang pertama, gelombang suara mengalami peninggian kira-kira sama pada semua frekuensi sebagai akibat dari kondisi yang buruk di telinga tengah (ketulian konduksi). 36 Pada gangguan pendengaran lain, peninggian ambang tidak merata, dengan peninggian terbesar terjadi pada frekuensi yang tinggi. Pola ini biasanya merupakan akibat dari kerusakan telinga dalam, seringkali berupa destruksi sel-sel rambut (ketulian sensori neural). Sel rambut jika rusak tidak mengalami regenerasi. Ketulian sensori neural terjadi pada banyak individu lanjut usia. Inilah mengapa orang lanjut usia seringkali mengalami gangguan pendengaran suara bernada tinggi, yang menyebabkan mereka lebih sulit memahami suara wanita ketimbang suara pria. Ketulian sensori neural pada lanjut usia tidak dapat diperbaiki. Ketulian sensori neural juga dapat terjadi pada orang muda yang terpapar suara yang terlalu nyaring. Pemusik rock, karyawan di lapangan terbang dan operator pneumatic drill seringkali mengalami ketulian permanen. Sering kita berpendapat bahwa intensitas suara yang dirasakan di kedua telinga adalah sama, tetapi dalam faktanya terdapat perbedaan kecil. Suara yang berasal dari sisi kanan, misalnya akan terdengar lebih nyaring di telinga kanan, dibandingkan di telinga kiri. Hal ini terjadi karena kepala menyebabkan suatu “bayangan suara,” yang menurunkan intensitas suara yang mencapai telinga jauh. Tetapi hal tersebut bukan merupakan keterbatasan pendengaran, kita melokalisasi dimana suara berasal (seakan-akan kita menyatakan “jika suara lebih nyaring di telinga kanan dibandingkan ditelinga kiri, maka suara pastilah berasal dari sebelah kanan”). 2.8.4. Mendengarkan Nada Jika mendengarkan nada murni, kita bukan hanya mendengarkan kenyaringannya tetapi juga nadanya, nada merupakan kualitas prima bunyi, yang disusun dari skala rendah sampai tinggi. Saat frekuensi meningkat, nada meningkat. Kita memiliki kemampuan yang sangat baik untuk mebedakan frekuensi suara. Orang dewasa muda dapat mendengar frekuensi antara 20 dan 20.000 hertz (cycles per second), dengan jarak nada kurang dari 1 hertz pada 100 hertz dan meningkat menjadi 100 hertz pada 10.000 hertz. 37 Jika dua atau lebih frekuensi dibunyikan bersama-sama, kita dapat mendengar nada suara yang berkaitan dengan masing-masing frekuensi, asalkan frekuensi berbeda cukup jauh. Jika frekuensi berdekatan, sensasi ini masih lebih kompleks tetapi masih tidak terdengar seperti nada murni tunggal. Jika terdapat resptor yang dikhususkan untuk frekuensi yang berbeda, maka harus ada banyak tipe reseptor tersebut. 2.9. Metode Pengambilan Sampel Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk menentukan ukuran sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Secara skematik teknik sampling ditujukan pada gambar dibawah ini. Teknik Sampling Non Probability Sampling Probability Sampling · · · · Simple Random Sampling Proportionate stratified Random Sampling Disproportionate Stratified Random Sampling Area (cluster) Sampling Daerah · · · · · · Sampling Sistematis Sampling Quota Sampling Aksidental Purposive Sampling Sampling Jenuh Snowball Sampling Gambar 2.2. Teknik Sampling (Sumber: Sugiyono, 2002) Dari gambar tersebut terlihat bahwa, teknik sampling pada dasarnya dapat dikelornpokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan nonprobability Sampling. Probability sampling meliputi, simple random, proportionate stratified random, dispropotionate stratified random, dan area random. Non-probability sampling meliputi, sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental, purposive sampling, sampling jenuh dan snowball sampling. 38 2.10. Menentukan Ukuran Sampel Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang 100% mewakili populasi adalah sama dengan populasi. Jadi bila jumlah populasi 1000 dan hasil penelitian itu akan diberlakukan untuk 1000 orang tersebut tanpa ada kesalahan, maka jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi tersebut yaitu 1000 orang. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum). Menentukan ukuran sampel yang sangat praktis, dapat menggunakan tabel dan nomogram. Tabel yang digunakan adalah tabel Krejcie dan Nomogram Harry King. Dengan kedua cara tersebut tidak perlu dilakukan perhitungan yang rumit. Krecjie dalam melakukan perhitungan ukuran 34 sampel didasarkan atas kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai keperc ayaan 95% terhadap populasi. Harry King menghitung sampel tidak hanya didasarkan kesalahan 5% saja, tetapi bervariasi sampai 15%. Tetapi jumlah populasi paling tinggi hanya 2000. Nomagram ini ditujukan pada gambar dibawah ini. Gambar 2.3. Nomogram Harry King (Sumber: Sugiyono, 2002) 39 Contoh: Misalkan populasi yang diteliti sebanyak 200 orang. Bila dikendaki kepercayaan terhadap populasi 95% atau tingkat kesalahan 5%, maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 58% (berdasarkan garis yang ditarik tegak luruh antara ukuran populasi terhadap tingkat kesalahan). Jadi banyaknya sampel minimum yang harus diambil adalah: 0.58 x 200 = 116 sampel. Cara menentukan ukuran sampel seperti dikemukakan didasarkan atas asumsi bahwa populasi berdistribusi normal. 2.11. Metode Statistika dalam Pengolahan Data Guna memperoleh hasil yang berarti dari data mentah yang telah dikumpulkan, perlu dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan tool statistik yang sesuai dengan tujuan penelitian. Uji Chi-Square Pengujian statistik dengan metode square ini, digunakan untuk goodness of fit jika ukuran sample besar (>30). Langkah-langkah yang dilakukan untuk uji kenormalan dengan metode ini (Walpole, 1995) adalah: Pada setiap interval, frekuensi pengamatan dinyatakan dengan f1, f2, f3, … dan seterusnya. Sedangkan frekuensi teoritis dinyatakan dengan e1, e2, e3, … dan seterusnya. Dalam melakukan pengujian, digunakan metode pengujian sebagai berikut: • Kelompokkan data dengan rumus: Jumlah kelas = 1 + 3,322 log n……………………..….(2.4) dengan: n = jumlah data • Tentukan range antar kelas dengan rumus: Range Datamax Datamin Jumlah Kelas ……………………………….......(2.5) • Tentukan batas atas dan batas bawah kelas • Hitung frekuensi setiap kelas. • Hitung Z1 untuk batas bawah kelas dan Z2 untuk batas atas kelas. Z x ………………………………………………(2.6) dengan: µ = mean σ = standar deviasi 40 • Tentukan P(Z1), yaitu probabilitas Z1 dan P(Z2) yaitu pobabilitas Z2. • Tentukan probabilitas P(Zi), yaitu P(Z2) – P(Z1). • Tentukan Ei, yaitu frekuensi teoritis dengan persamaan: Ei = P[P(Z2) – P(Z1)] x n……………………………...(2.7) • Jika Ei terlalu kecil untuk suatu kelas, maka nilai χ2 akan terlalu ketat sehingga menimbulkan banyak penolakan terhadap Ho. Untuk menghindari kesalahan akibat Test pengujian χ2, kita harus mengikuti aturan umum, yaitu frekunsi harapan paling sedikit harus 5. Jika suatu kelas interval memiliki frekuensi harapan <5, maka frekuensi tersebut harus dinaikkan dengan cara menggabungkan kelas yang berdampingan. • Tentukan Chi-Square, hitung dengan rumus: Chi Squarehitung Ei frekuensi Ei 2 ………………(2.8) • Chi-Square teoritis dapat dilihat dari tabel untuk α dan derajat kebebasan (df) tertentu. df = jumlah kelas – 1…………………………………..(2.9) • Jika Chi-Square hitung < Chi-Square teoritis, maka data berdistribusi normal. Uji Rank-Spearman Uji Rank-Spearman adalah sebuah uji statistik yang didasarkan atas ranking (jenjang), koefisien korelasi rank spearman biasa dibaca rho (rs) adalah ukuran asosiasi yang menuntut kedua variabel diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal sehingga obyek-obyek atau individu-individu yang dipelajari dapat dirangking dalam dua rangkaian berurut. Rumus yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut: x y d 2 x y 2 rs 2 2 2 2 ……………………(2.10) 41 di mana x2 N3 N Tx 12 …………………………(2.11) y2 N3 N Ty 12 …………………………(2.12) Keterangan : x = variabel 1 y = variabel 2 N= banyak data T = banyaknya angka yang mempunyai rangking sama Jika subyek-subyek yang skornya dipakai untuk menghitung rs ditarik dari suatu populasi secara random, kita dapat menggunakan skor-skor itu untuk menentukan apakah kedua variabel berasosiasi dalam populasi tersebut. Yaitu kita mungkin ingin menguji hipotesis nol bahwa kedua variabel yang kita pelajari tidak berasosiasi dalam populasinya, dan bahwa harga rs yang kita observasi berbeda dari nol semata-mata secara kebetulan. Untuk menguji hipotesis tersebut, apakah H0 ditolak atau diterima, maka rs hitung dibandingkan dengan nilai rs tabel dengan derajat kebebasan (N-2). Kalau rs hitung lebih besar atau sama dengan nilai rs tabel (rs hitung rs tabel ), maka terima H0 berarti harga observasi tersebut signifikan untuk tes satu sisi pada tingkat signifikansi yang ditentukan. 2.12. Stress, Gairah kerja dan Performansi Beberapa peneliti mendefinisikan stress sebagai tuntutan lingkungan dan menyelidiki perubahan-perubahan dalam perilaku yang merupakan akibat dari stress seperti kebisingan, kurang tidur, keadaan udara yang kotor dan lain-lain. Yang lain menganggap stress sebagai respon mahluk terhadap tuntutan lingkungan. Banyak orang sekarang ini lebih membatasi definisi stress dalam istilah transaksional, dengan menganggap stresss sebagai kondisi psikologis yang muncul ketika ada persepsi dari ketidak seimbangan antara keinginan seseorang dan kemampuannya dalam memenuhi keinginan tersebut. 42 Kesadaran kondisi seseorang dapat ditempatkan pada rangkaian kesatuan gairah kerja yang luasnya meliputi dari tidur, berbagai macam kondisi rasa kantuk, kesadaran yang meningkat, sampai kondisi yang nyaman. Mekanisme saraf yang terlibat dapat ditunjukkan dalam gambar berikut: Cortex +ve +ve Formasi Retikulasi Sistem saraf otonomis +ve Indera Eksternal +v Otot +v -ve Usus +ve =excitatory input Gamabar 2.4. Neuro Psikologi Gairah Kerja (Sumber: Eko Nurmianto, 2004) Input-input yang tidak khusus dari berbagai alat sensor menentukan tingkat aktifitas keseluruhan dari formasi retikulasi otak puast, yang mensimulasikan cerebral cortex melalui saluran kecil yang menanjak. Saluran kecil yang menurun dari cortex ke formasi retikulasi bertanggung jawab pada efek-efek penggairah aktifitas mental dan dengan baik akan tetap bergairah meskipun sedang lelah, dimana seseorang yang termotivasi dengan baik akan tetap bergairah meskipun sedang lelah, dan sebagainya. Hubungan yang berkebalikan antara formasi retikulasi dengan pusat tulang belakang, yang mengendalikan akibat fungsi otot dalam suatu peningkatan dalam otot saat gairah tinggi. Informasi indera dari usus tampak memiliki efek penghambat pada formasi retikulasi, dengan demikian seseoarang bisa mengantuk setelah makan. Semua efek ini dilapiskan pada siklus normal harian dari tidur dan bangun. 43 Pada umumnya, variasi dan perubahan dalam input mental yang mungkin mencapai kesadaran. Pendorong secara tetap atau berulang (Jika tidak terlalu berminat) cenderung dikeluarkan. (Proses ini dinamakan pembiasaan), baik tingkat rendah ataupun tingkat tinggi dan gairah kerja tidak sesuai dengan performansi pelaksanaan kerja yang efektif. Hubungan gairah kerja dengan performansi digambarkan dengan kurva U yang terbalik. Hubungan ini dikenal dengan nama hukum Yerkes-Dodson yang menjelaskan bahwa kelelahan akan menurunkan gairah kerja dan performansi kerja akan turun sebagai fungsi linear gairah kerja. Pada level gairah kerja yang rendah (ketika mengantuk atau baru saja bangun tidur), sistem saraf pusat tidak responsif-pesan sensor dapat tidak sampai, kendali motorik rendah dan pada saat tersebut seseorang kehilangan kesadaran. Pada level yang moderat seseorang tersadar dan terjaga untuk melakukan kegiatan, dan performansi optimal. Setelah titik ini, performansi turun karena sistem saraf menjadi terlalu responsif – perilakunya menjadi tidak teratur dan akhirnya “membeku” semuanya. Tingkat gairah kerja seseorang akan tergantung yaitu pada kerumitan pekerjaan yang dia kerjakan dan pada kondisi tempat lingkungan dia bekerja. Welford (1973) menganggap stress meningkat saat adanya keberangkatan mulai kondisi lingkungan yang optimal atau tingkat stimulasi yang seseorang tidak mampu memperbaikinya. Faktor-faktor yang meningkatkan tingkat gairah kerja membantu mempertahankan tingkat performansi (Welford). Overload dan Underload merupakan stress. Sehingga hubungan antara stress dan gairah kerja dapat dianggap sebagai bentuk U (Levi,1972). Hal ini memperkirakan bahwa performansi akan turun sebagai fungsi linear stress.