bab iii metode penelitian - Repository | UNHAS

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam usaha menunjang pembangunan, manusia sebagai sumber daya
primer merupakan modal yang harus diutamakan. Oleh karena itu, diperlukan
manusia yang sehat jasmani, rohani, serta sosial dan tidak hanya terhindar dari
penyakit, cacat/kelemahan
Perkembangan teknologi yang semakin meningkat saat ini terasa sangat
kompleks dan memberikan manfaat serta kemudahan bagi manusia, tetapi dilain
pihak menimbulkan masalah-masalah yang membutuhkan perhatian khusus. Hal
tersebut
mendorong
manusia
mengerahkan
segenap
potensinya
untuk
mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada.
Salah satu hal yang membutuhkan perhatian khusus ialah mengenai
kelelahan kerja. Kelelahan merupakan proses alami tubuh makhluk hidup yang
mampu bergerak bebas dan merupakan proses yang sedapatnya dihindari oleh para
pekerja karena bisa mengurangi kualitas dan konsentrasi dalam bekerja, sehingga
pada
akhirnya
mengurangi
produksi
serta
income
perusahaan.
Kelelahan kerja tidak hanya terjadi pada para pekerja yang sebagian besar
menggunakan kekuatan fisik seperti buruh bangunan atau kuli angkut, tetapi juga
terjadi pada pekerja yang bekerja di belakang meja.
Menurut Sastrowinoto (1985) dalam Tony Kristian (2010:3) kelelahan biasanya
menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya
bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan
2
tubuh. Perasaan lelah cenderung bersifat subyektif. Disaat lelah seseorang
cenderung mendapat rintangan, kegiatan menjadi berkurang dan tidak mempunyai
kemauan,
baik untuk kerja fisik maupun kerja mental, sehingga seluruh tubuh
dihinggapi rasa berat.
. Dari penelitian mengenai hubungan umur, lama kerja dan masa kerja
terhadap kelelahan oleh I Made Pujawan dan Raden Nimrod (2000) pada pengrajin
perahu pinisi di Bulukumba, diperoleh bahwa keluhan kelelahan terbesar dirasakan
oleh semua pekerja umur di atas 30 tahun dibandingkan dengan kelompok umur di
bawah 30 tahun setelah bekerja dalam sehari kerja. Sedangkan mengenai
hubungan masa kerja terhadap kelelahan diperoleh bahwa dari responden
mengalami kelelahan, keluhan kelelahan tertinggi dialami oleh tenaga kerja dengan
masa kerja kategori lama (> 5 tahun) yaitu sebanyak 64 % (Made dan Namrod,
2000).
Beban setiap jenis pekerjaan berbeda tergantung pada jenis dan lama
pekerjaannya. Beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental ataupun beban
sosial sesuai dengan jenis pekerjaan pelaku (Soekidjo Notoatmodjo, 1997:178).
Pembebanan kerja berlebihan dapat mengakibatkan kelelahan kerja (A.M. Sugeng,
dkk, 2000:82).
Selain kelelahan kerja, hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan diri
dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada ialah mengenai
kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengetahui
perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan tersebut
menuntun pikiran dan perilaku seseorang (Salovey dan Mayer,1990 dalam
3
Svyantek, 2003). Dengan demikian kecerdasan emosianal merupakan kesadaran
diri yang memandu seseorang mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan
orang lain, serta menerapkan dengan efektif dalam perilaku. Hal tersebut
mengisyaratkan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan
memiliki kemampuan yang tinggi pula dalam mengetahui dan memahami perasaan
sendiri dan perasaan orang lain serta menuntun pikiran dan perilakunya sehingga
akan terdorong untuk meningkatkan kinerja/prestasi kerjanya ataupun lebih
bijaksana dalam cara pemecahan masalah yang pada akhirnya akan berujung pada
kinerja yang tinggi
Menurut Daniel Goleman dalam Mangkunegara (2005: 93) menyimpulkan
bahwa pencapaian kinerja ditentukan hanya 20% dari IQ sedangan 80% ditentukan
oleh kecerdasan emosi (EQ-emotional quotient). Begitu pula disimpulkan oleh Joan
Beck
bahwa
IQ
sudah
berkembang
50%
sebelum
usia
5
tahun,
80%
berkembangnya sebelum 8 tahun dan hanya berkembang 20 % sampai akhir
remaja, sedangkan kecerdasan emosi (EQ) dapat berkembang tanpa batas waktu.
Oleh karena, jika pimpinan dan manajer mengharapkan pencapaian kinerja yang
maksimal di perusahaannya, maka upaya yang paling tepat dilakukan ialah
membina diri untuk memiliki kecerdasan emosi yang baik.
Dalam suatu organisasi, kinerja pegawai merupakan sesuatu hal yang sangat
penting untuk dikelola dengan baik di mana dapat dikatakan keterlambatan
pertumbuhan kinerja dalam suatu organisasi disebabkan dari bagaimana cara
pimpinan dan para pegawai memandang organisasi mereka.
4
Para ahli dan praktisi telah memahami bahwa masalah kinerja pegawai
bukanlah hal yang mudah untuk selalu dipertahankan karena merupakan suatu
kondisi yang setiap saat dapat berubah. Permasalahan yang selalu ditemui adalah
mengapa prestasi kinerja pegawai setiap waktu dapat berubah malah ada yang
mengalami penurunan. Sebagai konsekuensinya, maka tugas pimpinan semakin
kompleks, karena di samping mempertahankan suasana kerja yang kondusif juga
harus
mempertahankan
dan
memperbaiki
kinerja
pegawai
di
lingkungan
organisasinya agar mempunyai motivasi yang tinggi dalam menjalankan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dalam melaksanakan tugas
Tri Perguruan Tinggi sebagai pendidikan profesi yang mendidik mahasiswa sesuai
dengan kurikulum dokter gigi yang bermolar Pancasila serta mempunyai sikap
pengetahuan dan keterampilan dalam Menerapkan dan mengembangkan sistem
metode pembelajaran Study Centered Learning (SCL) berbasis kompetensi yang
efektif, efisien dan tepat waktu, meningkatkan mutu pembelajaran
dengan
menyediakan lingkungan belajar berkualitas untuk menunjang pembelajaran yang
inovatif dan proaktif, dalam hal ini menuntut agar setiap pegawai yang ada dapat
mempertahankan
atau meningkatkan
kinerja
sebagai penunjang dalam suatu
organisasi.
Dari hasil pengambilan data awal pada tanggal 6 Maret 2013 kepada salah
satu kasubag yaitu kasubag akademik mengatakan bahwa sejak 2008 di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin telah menjalankan sistim pembelajaran
SCL yang berbasis kompetensi otomatis pegawai sebagai penunjang kelancaran
5
sistim belajar mengajar dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya. Dan dari hasil
wawancara penulis kepada salah satu pegawai bahwa beban kerja
melayani berbagai tipe dan karakter mahasiswa dan dosen, akan
adanya kelelahan.
dengan
menimbulkan
Hal ini berarti persoalan kelelahan kerja para pegawai negeri
sipil di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
mendapat perhatian dan penanggulangan secara baik
agar
perlu
kinerja organisasi
dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Dalam hal ini, kelelahan kerja para pegawai
negeri sipil di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dapat
dilihat dari adanya faktor fisik dan psikis dan beban kerja yang berlebihan dari setiap
pegawai.
Untuk meningkatkan
kecerdasan emosional dari setiap individu sangat
dibutuhkan untuk memotivasi diri sehingga memiliki integritas yang tinggi bagi
pegawai
negeri sipil khususnya di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin
Berdasarkan fakta dan penjabaran teori, maka penulis termotivasi untuk
melakukan penelitian. Dari pengamatan penulis di lapangan diketahui ada
beberapa indikasi yang mempengaruhi kinerja pegawai Negeri Sipil Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, antara lain faktor kelelahan kerja dan
kecerdasan emosional. Penanganan Kelelahan kerja dan
kecerdasan emosional
peningkatan
masih sangat dibutuhkan oleh para pegawai dalam
menjalankan tugasnya, karena apabila seseorang pegawai mengalami kelelahan
kerja dan tidak memiliki motivasi diri serta integritas yang tinggi maka tujuan dari
organisasi tidak tercapai dengan optimal.
6
Berdasarkan latar belakang di atas, dengan ini saya akan melakukan
penelitian denganjudul “Pengaruh Kelelahan Kerja Dan Kecerdasan Emosional
Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin” dalam rangka memenuhi salah satu syarat yang
dibebankan kepada saya, guna meraih gelar magister manajemen sumber daya
manusia di Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan
Pendidikan Ujung Pandang (YPUP) Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.
Apakah kelelahan kerja, kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja
pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Makassar?
2.
Faktor apakah yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja pegawai
negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar?
7
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian latar belakang yang dijabarkan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1.
Untuk menganalisa pengaruh kelelahan
kerja, kecerdasan emosional
terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin Makassar
2.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang dominan berpengaruh pada kinerja
pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Makassar
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat, antar lain sebagai
berikut :
1.
Sebagai bahan pertimbangan dan bahan informasi tambahan bagi manajemen
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar
2.
Untuk memperkaya literatur-literatur serta sebagai bahan referensi bagi pihak
yang berkepentingan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Tinjauan Umum tentang Kelelahan Kerja
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kelelahan yaitu
perihal (keadaan) lelah, kepenatan, kepayahan. Lelah pada setiap orang akan
memiliki arti tersendiri dan tentu saja subyektif sifatnya. Lelah pada umumnya
diartikan dengan menurunnya efisiensi dan berkurangnya ketahanan dalam bekerja.
Kadangkala istilah ini digunakan untuk menunjukan rasa payah dan letih yang
menunjukan menurunnya output dan menunjuk pada kondisi fisiologis kelelahan
sebagai akibat dari aktifitas yang terus-menerus. Dalam arti psikologis kelelahan
adalah keadaan mental dengan ciri-ciri menurunnya motivasi, menurunnya
kecermatan,
dan
kecepatan
pemecahan
persoalan
(Soetomo,1981)
dan
kesemuanya ini berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh
(Suma’mur, 1994).
Pada survey di USA, kelelahan merupakan masalah yang besar. Ditemukan
sebanyak 24% dari seluruh orang dewasa yang datang ke poliklinik menderita
kelelahan kronik (Hardi, 2006). Data yang hampir sama terlihat dalam komunitas
yang dilaksanakan oleh Kendel di Inggeris yang menyebutkan bahwa 25% wanita
dan 20% pria selalu mengeluh lelah. Penelitian lain yang mengevaluasi 100 orang
penderita kelelahan menunjukan bahwa 64% kasus kelelahan disebabkan karena
9
faktor psikis, 3% karena faktor fisik dan 33% karena kedua faktor tersebut
(Setyawati, 1996)
Faktor individu seperti umur mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
terjadinya kelelahan kerja, berdasarkan penelitian di Jepang menunjukan bahwa
pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan
dibandingkan dengan pekerja yang berusia relatif muda (Hidayat, 2003)
Menurut Poppy Anjelisa Z., Hsb, M.Si, Apt, dalam sebuah artikel mengenai
kelelahan tahun 2009, kelelahan dapat diklasifikasikan dalam tujuh bagian yaitu :
1. Kelelahan visual, yaitu kelelahan yang terjadi pada mata
2. Kelelahan tubuh, yaitu kelelahan akibat beban fisik yang berlebihan
3. Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pikiran dan perasaan
4. Kelelahan saraf, yaitu kelelahan yang disebabkan tekanan yang berlebihan pada
salah satu bagian sistim psikomotor
5. Pekerjaan yang bersifat monoton
6. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan akibat akumulasi efek jangka panjang
7. Kelelahan sirkadian, yaitu kelelahan yang terjadi akibat irama sirkadian misalnya
ritme siang-malam, pagi-sore
Kelelahan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
a) Berdasarkan proses dalam otot
Kelelahan kerja berdasarkan proses dalam otot terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Kelelahan otot adalah suatu keadaan di mana berkurangnya kinerja otot
setelah
terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu dan gejala yang
10
ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin
rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah
hal yang kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan
kegiatan kerja sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala
kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (AM Sugeng Bidiono,
2003).
2. Kelelahan Umum (General Fatigue)
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih luar biasa, semua
aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tidak
adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat
dan terasa kantuk (AM Sugeng Bidiono, 2003). Kelelahan umum biasanya
disebabkan karena monotoni: intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan
lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan status gizi (Tartaka, 2004).
Pengaruh-pengaruh
tersebut
terakumulasi
di
dalam
tubuh
manusia
dan
menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja
(beraktifitas)
a)
Berdasarkan penyebab kelelahan
Menurut Kalimo jenis kelelahan bedasarkan penyebab kelelahan dibedakan
atas:
1) Kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor
lingkungan (fisik) di tempat kerja, antara lain : kebisingan suhu, dan
pencahayaan.
11
2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal di luar diri
yang tewujud dari tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun
dengan atasan (Depnaker, 1992:55)
b) Berdasarkan waktu terjadinya
Kelelahan kerja berdasarkan waktu terjadinya terbagi atas dua, yaitu :
1) Kelelahan akut yang disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh
secara berlebihan dan akan hilang dengan istrahat atau dengan cara
menghilangkan gangguan-gangguannya
2) Kelelahan kronis terjadi bila kelelahan yang dirasakan berlangsung setiap
hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah terjadi sebelum
memulai suatu pekerjaan atau kelelahan akibat akumulasi efek jangka
panjang dan sangat membahayakan kondisi pekerja dalam melaksanakan
tugasnya karena daya tahan tubuhnya sudah menurun (Sastrowinoto,
1985). Gejalahnya dapat dikenali sebagai berikut :
a. Meningkatnya kejengkelan (tidak toleran, bersikap anti sosial).
b. Kecenderungan ke arah depresi (kebingungan yang tidak bermotif).
c. Kelemahan umum di dalam perjuangan dan kemauan dalam bekerja.
Suma’mur (2009:358), menyatakan penyebab kelelahan meliputi lima faktor
utama, diantaranya sebagai berikut :
a. Lingkungan tempat kerja seperti iklim, penerangan, kebisingan, getaran dan lainlain.
b. Keadaan monotoni
12
c. Intensitas dan beban kerja fisik maupun mental
d. Masalah kejiwaan seperti konflik, rasa kekhawatiran, tanggung jawab
e. Status gizi, penyakit dan perasaan rasa sakit ,
Menurut AM. Sugeng Budiono, dkk (2000:88) menyatakan bahwa gambaran
mengenai gejala kelelahan (Fatigue Symptoms) secara subyektif dan obyektif antara
lain :
a. Perasaan lesu, ngantuk dan pusing
b. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani
c. Berkurangnya gairah untuk bekerja
d. Persepsi yang buruk dan lambat
e. Berkurangnya tingkat kewaspadaan
f.
Kurang mampu berkosentrasi
Beberapa gejala tersebut dapat menurunkan efisiensi dan efektifitas kerja fisik
dan mental. Sejumlah gejala tersebut memanifestasinya timbul berupa keluhan oleh
tenaga kerja dan menyebabkan seringnya tenaga kerja tidak masuk (AM. Sugeng
Budiono, 2008:88)
Menurut Tarwaka dkk, (2004), pengalaman yang sudah dikenal umum bahwa
kelelahan yang terus-menerus setiap hari akan mengakibatkan keadaan kronis.
Untuk itu kelelahan harus dikurangi seminimal mungkin. Seperti telah diuraikan
sebelum bahwa kelelahan disebabkan banyak faktor yang sangat kompleks dan
sangat terkait antara faktor yang satu dengan yang lain. Yang terpenting adalah
bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronik.
13
Agar menangani kelelahan yang tepat maka harus mengetahui penyebab terjadinya
kelelahan.
Menurut Tarwaka (2004:107) perasaan lelah sebenarnya bersifat melindungi
agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah
pemulihan setelah istrahat.
Suma’mur (2009:362) mengatakan bahwa kelelahan dapat dikurangi dengan
berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat
kerja, misalnya banyak hal yang dapat dicapai dengan pengaturan jam kerja,
pemberian kesempatan istarahat, masa-masa libur, rekreasi dan lain-lain.
Penerapan egronomi dalam hal pengadaan tempat duduk, meja dan bangku-bangku
kerja juga sangat membantu untuk mengurangi kelelahan pekerja, selanjutnya
usaha-usaha perlu ditujukan kepada kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara dan
penerangan yang baik.
Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindari sikap kerja yang
bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dilakukan
dengan merubah sikap kerja yang statis dengan sikap kerja yang bervariasi atau
dinamis sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan dengan normal
keseluruh anggota tubuh.
Selain itu sikap kerja yang monoton dan ketegangan dapat dikurangi dengan
penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja, musik ditempat kerja dan
waktu-waktu istrahat untuk latihan-latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil
duduk. Seleksi dan latihan dari pekerja, lebih-lebih supervise dan peñata
laksanaannya memegang peran penting (Suma’mur, 2009:362).
14
Menurut Fitrihana (2008) kelelahan kerja dapat diatasi dengan cara, yaitu :
a. Lingkungan kerja yang bebas dari zat yang berbahaya, penerangan memadai,
sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi,maupun pengaturan udara, bebas
kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan.
b. Waktu kerja diselingi istirahat untuk makan
c. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor
d. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban
kerja.
e. Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.
f.
Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu
bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari
perusahaan.
g. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan
kehidupannya.
h. Disediakan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istrahat dilaksanakan dengan
baik
i.
Cuti dan liburan diselenggarakan dengan sebaik-baiknya.
j.
Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda
usia, pekerja wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di
malam hari dan tenaga baru maupun pindahan
k. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba dan obat berbahaya.
15
Faktor-faktor kelelahan kerja di antaranya:
a. Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperlihatkan di dalam penyeledikanpenyeledikan epidemiologi. Pada umumnya usia yang telah lanjut kemampuan
fisiknya juga menurun. Proses menjadi tua akan disertai kurangnya kemampuan
kerja oleh karena perubahan-perubahan pada fungsi-fungsi tubuh,
sistem
kardiovaskuler dan hormonal (Suma’mur, 1992).
Semakin tua umur seseorang, maka kebutuhan energi semakin menurun. Hal
ini pula yang menyebabkan terjadinya perubahan pada fungsi alat-alat tubuh, seperti
sistem kardiovaskuler, dan sistem hormonal tubuh. Pada umumnya pada usia lanjut,
kemampuan kerja otot semakin menurun terutama pada pekerja berat. Pada
umumnya
diketahui
bahwa
beberapa
kapasitas
fisik
seperti
penglihatan,
pendengaran, dan kecepatan reaksi menurun sesudah usia 40 tahun. Makin tua
usia, makin sukar seseorang untuk beradaptasi dan makin cepat menjadi lelah,
demikian pula makin pendek waktu tidurnya makin sukar untuk tidur (Suma’mur,
1994).
b. Beban Kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan seharihari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban tersebut tergantung
bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja. Jadi definisi beban
kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut
pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan
seimbang
baik
terhadap
kemampuan
fisik,
kemampuan
kognitif
maupun
16
keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban dapat berupa beban
fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa berat beban pekerjaan
seperti pada saat mengangkat, mengangkut, dan mendorong yang dinyatakan
dalam kilogram. Sedangkan beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat
keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba,
2000, Prihartini, 2007).
Seseorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan
dengan beban kerja,mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau
mental atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum , mereka hanya mampu
memikul beban pada suatu berat tertentu bahkan ada beban yang dirasa
optimalbagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat
pada pekerjaan yang tepat.derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan,
pengalaman, keterampilan, motivasi dan lain sebagainya (Suma’mur P.K, 1996:48).
c. Stres
Gibson et al (dalam Yani Suci Indah, 2000:9) mengemukakan bahwa stres
kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulusstres sebagai respon
stres sebagai stimulus respon. Stres sebagai stimulus
merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada lingkungan. Definisi stimulus
memandang stres sebagai sesuatu yang menekan individu untuk memberikan
tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi
dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang
tidak sekedar sebuah stimulus atau respon,melainkan stress merupakan hasil
17
interaksi unit antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk
memberikan tanggapan.
Luthan mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan
diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai
konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak
mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan
setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja di dalam
organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya
tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan.akibat adanya stres kerja tersebut yaitu
orang
menjadi
nervous,
merasakan kecemasan
yang
kronis,
peningkatan
ketegangan pada emosi, proses berpikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai
hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat
mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah
dan agresif, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja
sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam tidur.
Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat
dan
kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron dan Greeberg, mendefinisikan
stres sebgai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi di
mana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt
memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan
konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi dan peristiwa yang terjadi baik secara
fisik maupun psikologis. Berbeda dengan pakar di atas, Landy memahaminya
18
ketidakseimbangan
keinginan
dan
kemampuan
memenuhinya
sehingga
menimbulkan konsekuensi bagi dirinya. Robbin (1996) dalam Kunu Siti Hadira
(2009) mendefenisikan sebagai suatu kondisi yang dinamik dalam mana seseorang
individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constrain) atau tuntutan
(demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang
dihasilkan dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Sedangkan menurut
Vincent Cornelli dalam Anwar (2003;9) mendefinisikan stres sebagai gangguan pada
tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Stres
dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan penampilan individu dalam lingkungan
tersebut.
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres.
Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu
kurun waktu terbatas, beban kerja yang berlebihan, seorang pimpinan yang
menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan merupakan
beberapa contoh dari kondisi kerja yang menyebabkan timbulnya stres dalam
bekerja.
Menurut Newstrom (1993:201) “Stres dapat membantu atau fungsional,
tetapi juga dapat berperan salah (dysfunctional) atau merusak prestasi kerja”.
Secara sederhana, hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong
atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stres. Bila
tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan prestasi kerja
cenderung rendah. Sejalan dengan meningkatya stres, prestasi kerja cenderung
naik, karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya
19
dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan. Bila stres telah
mencapai mencapai “puncak” yang dicerminkan kemampuan pelaksanaan kerja
harian karyawan, maka stres tambahan akan cenderung tidak menghasilkan
perbaikan kerja.
Akhir menurut Newstrom (1993:201) bila stres menjadi terlalu besar, prestasi
kerja akan mulai menurun, karena stres menggangu pelaksanaan pekerjaan.
Karyawan akan mulai kehilangan kemampuannya untuk mengendalikannya dan
menjadi tidak mampu mengambil keputusan. Akibatnya adalah prestasi kerja
menjadi nol, dan karyawan mengalami gangguan, menjadi sakit dan tidak kuat lagi
bekerja (mengalami kelelahan kerja).
d. Lama Kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktifitasnya.
Lamanya seseorang bekerja sehari-hari secara baik pada umumnya 6 sampai 8 jam,
sisanya 16-18 jam, dipergunakan untuk kehidupan keluarga dan masyarakat,
istrahat tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan
tersebut biasanya disertai dengan penurunan produktifitas serta kecenderung untuk
timbulnya kelelahan, penyakit serta kecelakaan. Dalam seminggu seseorng
biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu biasanya
terlihat kecenderungan tumbuhnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja
makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (Suma’mur ,
1994).
Suma’mur (2009:363) mengemukakan pada suatu pekerjaan, tidak berat atau
ringan, produktifitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama
20
sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk mengatasi hal ini,
perlu dilakukan istrahat dan diberikan kesempatan untuk makan yang meninggikan
kembali kadar gula darah sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi tubuh
bagi keperluan melakukan pekerjaan. Maka dari itu, istirahat setelah 4 jam bekerja
terus-menerus sangat penting artinya.
Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja no. 25 tahun 1997 pasal 100 ayat 2
bahwa waktu kerja yang dipersyaratkan adalah :
1) Waktu kerja siang
a) 7 jam sehari atau 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu
b) 8 jam sehari atau 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu
2) Waktu kerja malam hari
a) 6 jam sehari atau 35 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu
b) 7 jam sehari atau 35 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu
Seseorang yang bekerja dengan baik dipengaruhi oleh lama kerjanya di mana
kemampuan fisik akan berangsur manurun dengan bertambahnya. Masa kerja
akibat kelelahan dari pekerjaan dan dapat diperberat bila dalam melakukan
pekerjaan fisik pekerja tidak melakukan variasi dalam bekerja. Lama kerja akan
menyebabkan kontraksi otot-otot penguat penyangga perut secara terus-menerus
dalam waktu lama (Suma’mur, 1994).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelelahan adalah
monotoni pekerjaan yang menimbulkan kebosanan, beban dan waktu kerja yang
berlebihan, lama kerja dan umur merupakan persoalan yang membutuhkan solusi
21
bagi suatu organisasi dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab
bersama dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2.
Tinjauan Umum Tentang Kecerdasan Emosional
a. Tinjauan Tentang Kecerdasan
Kecerdasan diartikan berbeda-beda oleh para ahli. Para ahli psikologi sendiri
menganggap tidak mudah untuk mendefinisikan kecerdasan itu sendiri karena
definisi kecerdasan itu tergantung dari filsafat ilmu yang mendasarinya dan juga teori
tentang kecerdasan itu sendiri (Efendi, 2005).
Menurut
Howard
Gardner,
kecerdasan
adalah
kemampuan
untuk
memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.
Sedangkan menurut Alfred Binet dan Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga
komponen, yaitu kemampuan untuk menggerakan pikiran dan tindakan, kemampuan
untuk mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan dan
kemampuan mengkritik diri sendiri (Efendi, 2005).
Definisi lain kecerdasan menurut Pieget, yaitu apa yang dapat digunakan
ketika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menyelesaikan
masalah. Calvin dalam How Brain Thinks mengatakan bahwa seseorang dikatakan
smart
ketika orang tersebut terampil menemukan jawaban yang benar untuk
masalah pilihan hidup (Efendi, 2005).
22
Adapun beberapa teori tentang kecerdasan yang dikemukakan oleh para psikolog
antara lain (Efendi, 2005) :
1) Teori Faktor Umum
Menurut teori ini seseorang yang skor kecerdasannya tinggi dalam suatu hal
juga tinggi untuk hal lainnya. Pandangan Spearman dalam teori ini direfleksikan
dalam tes kecerdasan yang menunjukan kecerdasan tunggal, seperti IQ, oleh
karena menurut teori ini kecerdasan itu terdiri dari satu faktor umum kemampuan.
2) Teori Multifaktor
Berbeda dengan Spearman, beberapa teoritisi kecerdasan menyimpulkan
bahwa kecerdasan itu memiliki komponen-komponen (multiple). Tokoh yang terkenal
dari teori multifaktor adalah Thurstone. Thurstone telah membuat 56 jenis tes
kecerdasan. Melalui tes-tes tersebut, ia mengidentifikasikan faktor-faktor yang
disebutkannya dengan MPA (Primary Mental Abilities), yang mencakup tes
pemahaman verbal, kefasihan kata, kecepatan perpektual hafalan, kemampuan
numeric dan penalaran.
3) Teori Hierarkis
Teori ini menggabungkan antara teori faktor umum dan teori multifaktor yang
digambarkan sebagai sebuah piramida. Dipuncaknya adalah kecerdasan umum
(teori faktor umum) dan di bawah piramida adalah beberapa faktor kemampuan
khusus seperti dalam PMA.
b. Tinjauan Tentang Emosi
Emosi merupakan salah satu dari trilogy mental menurut para phisikolog yang
terdiri dari kognisi, emosi dan motivasi. Kata emosi sendiri berasal dari bahasa latin
23
“movere” yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah dengan awalan “e” yang
kemudian
berarti
bergerak
menjauh.
Dalam
buku
terkenalnya,
Emotional
Intelligence, Goleman mengatakan bahwa makna harfiah kata emosi berdasarkan
Oxford English Dictionary
adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,
perasaan,nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap (Efendi, 2005).
Adapun definisi lainnya yang menyebutkan bahwa emosi merupakan
perwujudan dari perasaan atau efek yang keluar dan disertai dengan reaksi fisiologik
yang biasanya berlangsung tidak lama (Maramis dan Sunaryo, 2004).
Komponen emosi menurut Atkinson R. L., dkk dalam Sunaryo (2004) antara
lain :
1. Respon atau reaksi tubuh internal, terutama yang melibatkan sistim otomatik,
misalnya bila marah suara menjadi tinggi dan gemetar.
2. Keyakinan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif atau
negatif.
3. Ekspresi wajah, misalnya merasa benci pada seseorang maka dapat terlihat dari
ekspresi wajahnya, seperti mengkerutkan dahi atau kelopak mata menutup
sedikit.
4. Reaksi terhadap emosi, misalnya marah-marah menjadi agresi atau gembira
hingga meneteskan air mata
Menurut Goleman, manusia memiliki dua pikiran, yaitu pikiran rasional dan
pikiran emosional atau otak logika dan otak emosi. Untuk memahami bagaimana
sebenarnya pengaturan emosi dalam otak manusia, maka perlu dipahami dulu
anatomi dari saraf emosi itu sendiri. Bagian otak yang digunakan yuntuk berpikir
24
disebut dengan korteks (kadang-kadang disebut juga neokorteks) dan bagian otak
yang mengurusi emosi disebut dengan limbik. Hubungan antara kedua bagian inilah
yang menentukan kecerdasan emosional seseorang.
Emosi mempunyai jenis yang beragam. Menurut psikolog Paul Ekman ada 6
jenis emosi dasar yaitu anger (marah), fear (takut), surprise (kejutan, disgust
(jengkel), happiness (kebahagiaan) dan sadness (kesedihan)
Kemudian Goleman sendiri mempunyai daftar emosi yang relatif lengkap,
antara lain (Efendi, 2005):
1.
Amarah (anger) : beringas (fury), mengamuk (outrage), benci (resentment),
marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati (indiginiation),
terganggu (vexation), rasa pahit (acrimony), berang (animosity), kebencian
patalogis (violence).
2.
Kesedihan (sadness), pedih (grief), sedih (sarrow), muram (cheerlessness),
suram (gloom), melankolis (melancholy), mengasihani diri (self pity), kesepian
(loneliness),
ditolak
(dejection),
putus
cemas
(anxiety),
asa
(despair),
depresi
berat
(depression).
3.
Rasa
takut
(fear)
:
takut
(apprehension),
gugup
(nervousness), khawatir (concern), was-was (consternation), perasaan takut
sekali (misgiving), khawatir (wariness), waspada (qualm), sedih (edginess),
tidak tenang (dread), ngeri (fright), takut sekali (terror), sampai dengan yang
paling parah, fobia (phobia) dan panik (panic).
4.
Kenikmatan (enjoyment) : bahagia (happiness), gembira (joy), ringan (relief),
puas (contentment), riang (bliss), senang (delight), terhibur (amusement),
25
bangga (pride), kenikmatan indrawi (sensual pleasure), takjub (thrill), rasa
terpesona (rapture), rasa puas (gratification), rasa terpenuhi (satisfaction),
kegirangan luar biasa (euphoria), senang sekali (actasy), hingga yang ekstrim,
mania (mania).
5.
Cinta
(love):
penerimaan
(acceptance),
persahabatan
(friendliness),
kepercayaan (trust), kebaikan hati (kindness), rasa dekat (affinity), bakti
(devation), hormat (adoration), kasmaran (infatuation), kasih (agape)
6.
Terkejut
(Surprise):
terkejut
(shock), kerkesiap
(astonishment),
takjub
(amazement), terpana (wonder).
7.
Jengkel (Disgust):
hina (contempt), jijik (disdain), muak (scorn), benci
(abborrence), tidak suka (aversion), mau muntah (distaste), perasaan tidak
enak (revulsion).
8.
Malu (Shame): rasa salah (guilt), malu hati (embarrassment), kesal hati
(chagrin), sesal (remorse), hina (humiliation), aib (regret), hati hancur lebur
(mortification), perasaan sedih atau dosa yang mendalam (contrition).
c. Tinjauan Tentang Kecerdasan Emosional
Istilah “Kecerdasan Emosiaonal” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990
oleh psikolog Peter Salovey dari Harfard University dan Jhon Mayer dari University
of New Hampshire Amerika untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang
tampaknya penting bagi keberhasilan, kualiatas-kualitas tersebut, antara lain
(Shapiro, 2003) :
1. Empati
2. Mengungkapkan dan memahami perasaan
26
3. Mengendalihkan amarah
4. Kemandirian
5. Kemampuan menyesuaikan diri
6. Disukai
7. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
8. Ketekunan
9. Kesetiakawanan
10. Keramahan
11. Sikap hormat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990:209) adalah keselarasan yang
berkenaan dengan hati dari kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain dan
alam sekitar.
Salovey
dan
Mayer
mendefinisikan
kecerdasan
emosional
sebagai
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan
untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta perasaan
secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual
(Arbadiati dan Kurniati, 2007).
Menurut Salovey (dalam Goleman, 2000:513) menyatakan bahwa kecerdasan
emosional adalah bagian dari keterampilan sosial yang pada dasarnya adalah
kemampuan memantau, mengendalikan perasaan dan emosi, baik di diri sendiri
maupun orang lain dan digunakan untuk mengendalikan pikiran dan tindakan. Dalam
hal ini, Goleman mulai meragukan signifikan konstribusi kecerdasan intelektual
27
terhadap kesuksesan seseorang pada khususnya dan keberhasilan hidup pada
umumnya.
Dari berbagai penelitian telah terbukti bahwa kecerdasan emosional memiliki
peran jauh lebih penting dibandingkan kecerdasan intelektual hanya menyumbang
kira-kira 20 % bagi faktor-faktor dalam hidup, sedangakan yang 80 % diisi oleh
kekuatan-kekuatan lain (Goleman, 2002:44). Lebih jauh lagi Goleman (2005:512)
mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan mengenali diri sendiri,
serta mengelola emosi pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Goleman (2005:39) yang dalam prakteknya mengadopsi model Salovey-Mayer
membagi kecerdasan emosional ke dalam lima kecakapan emosi dan sosial yang
terdiri dari: Kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.
Kesadaran diri, pengaturan diri dan motivasi digolongkan kedalam kecakapan
pribadi, sedangan empati dan keterampilan sosial digolongkan ke dalam kecakapan
sosial. Penjelasan kelima kecakapan tersebut adalah sebagai berikut (Goleman,
2005:513-514) :
1. Kesadaran diri
Mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat, dan menggunakan untuk
memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis
atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat
2. Pengaturan diri
Menangani emosi sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan
tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup manunda kenikmatan sebelum
tercapainya suatu sasaran, dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
28
3. Motivasi
Menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun
menuju sasaran, membantu untuk mengambil inisiatif dan bertindak sangat
efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
4. Empati
Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif
mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri
dengan bermacam-macam orang.
5. Keterampilan sosial
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain
dan
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,
menggunakan
keterampilan-keterampilan
ini
untuk
mempengaruhi
dan
memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja
sama dan bekerja dalam tim.
Dari uraian
diatas, maka kerangka kerja menurut Goleman (2005:42-43)
digambarkan sebagai berikut :
29
Kecerdasan Emosional
Kecakapan Sosial
Kecakapan Pribadi
Kesadaran diri
 Kesadaran emosi
 Penilaian diri secara
teliti
 Percaya diri
Empati
 Memahami orang lain
 Orientasi pelayanan
 Mengembangkan
orang lain
 Mengatasi keragaman
 Kesadaran politis
Keterampilan sosial
 Pengaruh
 Komunikasi
 Kepemimpinan
 Katalisator perubahan
 Manajemen konflik
 Pengikat jaringan
 Kolaborasi dan
kooperasi
 Kemampuan tim
Pengaturan diri
 Kendali diri
 Dapat dipercaya
 Kewaspadaan
 Adaptabilitas
 Inovasi
Motivasi
 Dorongan prestasi
 Komitmen
 Inisiatif
 Optimisme
Gambar 1. Bagan kerangka kerja kecerdasan emosional, Goleman (2005:42-43)
3.
Tinjauan Tentang Kinerja Pegawai
a. Pengertian Kinerja
Dalam konsep manajemen, manusia sebagai sumber daya dalam organisasi
diharapkan mampu untuk memanfaatkan
dan meningkatkan tenaga dengan
sepenuhnya atau seoptimal mungkin untuk meningkatkan produktifitas yang diikuti
oleh
terciptanya
hubungan
kerja
yang
bermutu
dengan
konotasi
yang
30
menyenangkan, penuh tenggang rasa dan saling membangun. Memanfaatkan
sumber daya manusia mengandung pengertian pembinaan struktur organisasi dan
mengembangkan mutu tenaga kerja baik secara aktual maupun potensial.
Kinerja merupakan suatu proses yang berkenaan dengan aktivitas sumber
daya manusia dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan, menyangkut aktivitas
dari unsur-unsur yang terlibat dalam suatu proses yang menghasilkan output, serta
menjadi sistem dan standar yang dipergunakan organisasi dalam mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang
sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawabnya dalam rangka mewujudkan
pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Selain itu kinerja tidak hanya merupakan produktifitas karena kinerja
merupakan perilaku alami yang dimiliki seseorang untuk bebas melakukan tindakan
sesuai keinginannya, perilaku bebas untuk bertindak ini tetap tidak bisa dilepaskan
dari syarat-syarat formal peran seorang karyawan untuk meningkatkan fungsi efektif
suatu organisasi.
Produktivitas kinerja pegawai adalah perbandingan antara hasil yang dicapai
dengan peran serta tenaga kerja atau pegawai itu sendiri. Pengertian peran serta
tenaga kerja adalah penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.
Di Indonesia istilah kinerja telah popular digunakan dalam media massa
Indonesia, dalam kata bahasa Inggris untuk istilah kinerja dikenal dengan istilah
performance. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary, terbitan Amerika
Serikat dan Canada terdapat keterangan sebagai berikut: performance berasal dari
31
kata “to perform” yang mempunya arti sebagai berikut: melakukan, menjalankan,
melaksanakan,
memenuhi
atau
menjalankan
kewajiban
sesuatu
nazar,
melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab, melakukan sesuatu yang
diharapkan oleh seseorang atau mesin.
Menurut Mangkunegara (2005:9) istilah kinerja atau prestasi sendiri adalah
pengalihan bahasa dari kata Inggris “performance” sedangkan menurut kamus
bahasa Indonesia (1990: 195) kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang
diperlihatkan, atau kemampuan kerja.
Gomes
dalam Jurnal Studi Manajemen,
mengemukakan bahwa kinerja
karyawan sebagai : ”ungkapan seperti output, efisiensi serta efektifitas sering
dihubungkan dengan produktifitas.
Istilah kinerja menurut Prawirosentono (2008:2) adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh sesorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun
etika.
Kinerja menurut Sedarmayanti (2010:259) adalah :
1. Perbuatan, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna, pencapaian prestasi
kerja/ prestasi seseorang berkenaan dengan tugas yang diberikan kepadanya,
2. hasil kerja seorang pekerja dimana hasil kerja tersebut harus bisa ditunjukan
buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang
telah ditentukan)
32
3. Sebagai catatan mengenai out came yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu
selama kurun waktu tertentu pula.
4. Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suaru organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika.
Selanjutnya menurut Mangkunegara (2005:9) bahwa kinerja karyawan
(prestasi kerja) adalah kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM
(sumber daya manusia) adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas
maupun kuantitas yang dicapai SDM (sumber daya manusia) persatuan periode
waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok
orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan
tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan
performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil
dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu
perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak
bertentangan dengan moral atau etika.
33
b. Pengertian pegawai
Pegawai adalah orang yang melaksanakan pekerjaan dengan mendapat
imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau perusahaan, dalam
membahas pengertian pegawai ini penulis berorientasi pada Pegawai Negeri Sipil, di
dalam pasal 1 sub a Undang-Undang No. 8 tahun 1974, tentang undang-undang
Pokok Kepegawaian dikemukakan bahwa pegawai adalah mereka yang setelah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara
lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Selanjutnya di dalam buku Ensiklopedia Administrasi dikatakan bahwa
pegawai adalah terdiri dari pegawai negeri sipil dan anggota angkatan bersenjata
Republik Indonesia. Pegawai negeri sipil terdiri dari pegawai negeri sipil pusat,
pegawai negeri sipil daerah dan pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Memperhatikan pengertian pegawai yang dimaksud pada pasal 1 sub a, maka
pengertian pegawai memiliki beberapa unsur pokok yaitu :
a. Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undangundang.
b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang.
c. Diserahi tugas dalam suatu jabatan Negara.
d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pegawai adalah seluruh individu
34
yang diangkat oleh pejabat yang berwewenang diserahi tugas dalam suatu jabatan
negara atau tugas lainnya yang digaji berdasarkan peraturan dan perundangundangan yang berlaku.
Dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian dikemukakan bahwa :
1. Pegawai terdiri dari :
a. Pegawai negeri sipil
b. Anggota angkatan bersenjata Republik Indonesia
2. Pegawai negeri sipil terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat
1) Pegawai negeri sipil pusat yang gajinya dibebankan pada anggaran
pendapatan dan belanja Negara dan bekerja pada departemen,
kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di
daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan.
2) Pegawai negeri sipil pusat yang bekerja pada perusahaan jawatan.
3) Pegawai negeri sipil pusat yang bekerja yang diperbantukan atau
dipekerjakan pada daerah otonomi.
4) Pegawai negeri sipil pusat yang menyelenggarakan tugas negara
lainnya seperti hakim pada pengadilan negeri dan pengadilan dan lainlain.
b. Pegawai negeri sipil daerah yaitu pegawai yang gajinya dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja. Daerah dan bekerja pada dinas atau
instansi daerah otonomi.
35
Pegawai negeri sipil
ditetapkan melalui peraturan pemerintah. Organisasi
adalah alat untuk mencapai tujuan oleh sebab itu harus disesuaikan dengan
perkembangan tugas pokok dalam mencapai tujuan berhubungan dengan itu
bahwa arti dari pegawai negeri sipil akan berkembang dikemudian hari.
3.
Penilaian dan Pengukuran Kinerja
Untuk menetapkan tingkat kinerja pegawai dibutuhkan penilaian kinerja.
Penilaian kinerja yang adil membutuhkan standar. Menurut Simamora (2000) dalam
Sucitro Shanty (2012:25), semakin jelas standar kinerjanya makin akurat tingkat
penilaian kinerjanya. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas pekerjaan,
kewajiban elemen kritis yang menggambar apa yang harus dilakukan. Standar
kinerja terfokus seberapa baik tugas yang akan dilaksanakan. Agar berdaya guna,
setiap standar harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga manajer dan bawahan
atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah telah tercapai
atau tidak. Standar kinerja haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya
menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis
maupus yang tidak kritis.
Dimensi yang dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan menurut
Simamora (2000) dalam Shanty Sucitro (2012:25) di antaranya adalah :
a.
Memikat dan mempertahankan orang-orang di dalam organisasi, hal ini harus
dievaluasi terhadap kehadiran pegawai seperti tingkat absensi, keterlambatan
dan kemungkinan melakukan lembur.
b.
Kerja yang dilakukan pegawai atas tugas yang telah dibebankan padanya,
apakah dirinya diandalkan untuk menyelesaikan tugas dengan baik.
36
c.
Perilaku inovatif dan spontan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Menurut Mangkunegara (2005:67), penilaian prestasi kerja (performance
appraisal) adalah salah satu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan
apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya.
Menurut Sedarmayanti (2007:261), penilaian kinerja adalah uraian sistematik,
tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan
seseorang atau kelompok.
Selanjutnya Andrew E. Sikula dalam bukunya Mangkunegara (2005:10)
mengemukakan bahwa penilaian kinerja
pegawai merupakan evaluasi yang
sistimatis dari pekerjaan dan potensi yang dapat dikembangkan.
Menurut Mangkunegara (2005:11), kegunaan penilaian kinerja adalah sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk :
a. Prestasi, pemberhentian dan besar balas jasa
b. Untuk mengkur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya
c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan dalam unit kerja
organisasi
d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,
metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan
pengawasan
e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan pelatihan bagi pegawai
atau karyawan yang berada dalam organisasi
37
f.
Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai atau karyawan
sehingga dicapai performance yang baik
g. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan
kemampuan pegawai atau karyawan selanjutnya
h. Sebagai kriteria menentukan seleksi dan penempatan pegawai
i.
Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan pegawai atau
karyawan
j.
Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (jod
description)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja
mencakup faktor-faktor :
a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang
ditentukan oleh sistim pekerjaan.
b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel
dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel
tersebut.
c. Pengembangan,
yang
bertujuan
untuk
memotivasi
personel
mengatasi
kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.
Penilaian kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki sarana mereka yang
tidak melaksanakan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi
berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam
bidangnya. Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksananya, yaitu para pegawai
38
agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi perusahaan
dalam corporate planning.
Tujuan penilaian kinerja secara umum :
a. Menilai kemampuan personel
Penilaian itu merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai persenel secara
individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektivitas
manajemen sumber daya manusia.
b. Pengembangan personel
Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel
seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi.
Tujuan penilaian kinerja secara spesifik untuk
1. Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinaan
2. Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi
3. Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
4. Memperoleh umpan balik atas prestasi karyawan
Menurut Sedarmayanti (2010:278-283) mengemukakan bahwa metode atau
teknik penilaian kinerja pegawai dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu
penilaian berorientasi pada masa lalu dan metode penilaian berorientasi pada masa
depan.
Metode menilaian kinerja yang berorientasi pada masa lalu, artinya penilaian
kinerja pegawai berdasarkan hasil yang telah dicapai oleh pegawai selama ini.
Metode penilaian kinerja berorientasi pada masa lalu antara lain meliputi skala
peringkat (rating scale), daftar pertanyaan (checklist), metode peristiwa kritis (critical
39
incident method), metode peninjauan kembali dilapangan (field review method and
observation), tes kinerja dan observasi (performance test and observations) dan
metode evaluasi kelompok (group evaluation method).
Wether Davis dalam Sirait Justine T.(2006:145) mengemukakan teknik skala
penilaian (rating scale), di mana penilai melakukan secara subyektif terhadap kinerja
pegawai dengan skala tertentu dari yang terendah sampai yang tertinggi. Penilaian
memberi standar pada skala yang sudah ada dengan cara membandingkan antara
hasil pekerjaan dengan kriteria seperti yang telah ditentukan. Kriteria tersebut dapat
dinyatakan dalam bentuk baik, cukup baik, atau kurang. Dengan cara ini bagian
HRD (Human Resource Development) mempersiapkan formulir isian: nama pegawai
yang dinilai, nama dan jabatan yang penilai, tanggal penilaian dilakukan, faktorfaktor yang dinilai dengan sorotan perhatian diajukan pada aspek-aspek kritikal
dalam mengukur keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas.
Menurut Nawawi (2008:272) ,metode daftar chek list adalah sebuah daftar
yang berisi sejumlah perilaku yang harus dilaksanakan dalam bekerja menurut
pembidangan
masing-masing
dilingkungan
sebuah
perusahaan.
Daftar
itu
dipergunakan untuk mengamati perilaku dalam bekerja, dengan memberikan
tanda/symbol untuk mengamati perilaku dalam bekerja
Penilaian kinerja dalam peristiwa kritis, menurut Sedarmayanti (2010:279)
yaitu berdasarkan pada catatan dari pimpinan atau penilai sejalan yang telah
ditetapkan. Pimpinan membuat catatan-catatan yang pekerjaannya atau tugas-tugas
pegawai yang akan dinilai. Kemudian berdasarkan catatan peristiwa kritis adalah
peristiwa tertentu yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas seseorang pegawai
40
yang menggambarkan perilaku pegawai yang
bersangkutan, baik yang sifatnya
positif maupun negative
Rivai (2005) dalam Sucitro Shanty (2012:30) menyatakan bahwa metode
catatan prestasi, yaitu catatan penyempurnaan yang banyak digunakan terutama
oleh profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran dan
kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Informasi ini
secara khusus digunakan untuk menghasilkan detail laporan tahunan tentang
kontribusi seseorang profesional selama satu tahun. Metode ini berkaitan erat
dengan metode peristiwa kritis.
Ada tiga kriteria di dalam mengevaluasi kinerja individu menurut Robbins, yaitu
hasil tugas individu, perilaku individu dan ciri individu. Menilai kinerja individu melalui
hasil tugas yang dimaksudkan adalah menilai hasil pelaksanaan kerja individu.
Misalnya saja produk yang dihasilkan, efektivitas pemanfaatan waktu dan
sebagainya. Penilaian kerja individu melalui perilaku, agak sulit dilakukan namun
dapat diamati dengan cara membandingkan perilaku rekan kerja yang setara atau
dapat pula dilihat dari cara penerimaan melalui tugas dan berkomunikasi.
Sedangkan menilai kinerja individu melalui pendekatan ciri individu adalah dengan
melihat cirri-ciri individu misalnya melalui sikap, persepsi dan sebagainya.
Prawirosentono (2008:236-238) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor
yang perlu diketahui sehubungan dengan penilaian kerja pegawai yaitu:
1. Pengetahuan tentang pekerjaan
2. Kemampuan membuat perencanaan
3. Pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan yang disyaratkan
41
4. Tingkat produktivitas atau hasil kerja pegawai tersebut
5. Pengetahuan teknis atas pekerjaan
6. Kemandirian dalam bekerja
7. Berkomunikasi
8. Kepemimpinan dan motivasi
4. Langkah-langkah Peningkatan Kinerja
Kinerja pegawai adalah tingkat pencapaian hasil kerja pegawai yang
bersangkutan dalam melaksanakan sejumlah tugas pekerjaan yang dibebankan
kepadanya sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dimana dibutuhkan peningkatan kinerja sesuai dengan mekanisme
yang berlaku.
Dalam rangka meningkatan kinerja, paling tidak tedapat tujuh langkah yang
dapat dilakukan, antara lain
a. Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja
b. Mengenali kekurangan dan tingkat keseriusan
c. Mengidentifikasi
hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik
yang berhubungan dengan sistim maupun yang berhubungan dengan karyawan
itu sendiri.
d. Melakukan rencana tindakan tersebut
e. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum
f.
Mulai dari awal apabila perlu
Menurut Bacal (2004:1-58), langkah-langkah peningkatan kinerja adalah
membuat pola pikir lebih modern, mengenali manfaat, mengolah kinerja, bekerja
42
bersama karyawan, merencanakan kinerja, yang tepat dan jelas, menyatukan
sasaran, menentukan insentif kinerja, menjadi orang yang mudah ditemui,
memfokuskan komunikasi, melakukan tatap muka, tidak melakukan penggolongan,
menghindari resiko, mempersiapkan penilaian, meninjau secara benar, mengenali
sebab, mengakui keberhasilan, menggunakan komunikasi kooperatif, berfokus pada
perilaku
dan hasil, memperjelas kinerja, memperlakukan konflik dengan bagus,
menggunakan disiplin bertahan, mendokumentasikan kinerja, mengembangkan
karyawan dan meningkatkan sistem kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
untuk
meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi perusahaan secara
keseluruhan dapat dilakukan melalui pendekatan penetapan tujuan secara
menyeluruh,. Penetapan tujuan tersebut merupakan target kinerja yang harus
dicapai oleh seorang pegawai melalui serangkaian aktifitas yang terarah secara
terpadu, efisien dan efektif.
Pendekatan pendekatan kinerja dirancang untuk membantu para pimpinan
yang berkeinginan malakukan peningkatan kinerja pada unit kerjanya di organisasi :
Bagi pimpinan
1) Mempertajam daya analisa.
2) Mengetahui seluruh perencanaan unit kerja yang dipimpinannya dan
rencana kerja yang disusun bawahannya.
3) Meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi.
43
4) Mengetahui situasi dan kondisi prestasi kerja pegawai baik sekarang
maupun yang akan dating .
5) Mengembangkan ide-ide strategi dan kegiatan terprogram.
6) Diperlukan sebagai alat pengendalian dan alat bimbingan pada proses
kerja pegawai.
7) Alat ukur dalam pencapaian tujuan jangka pendek
Bagi pegawai :
1) Pedoman dan ukuran pencapaian prestasi kerja
2) Pedoman pelaksanaan kegiatan terkoodinasi baik secara intern maupun
ekstern
3) Mengetahui tugas dan tanggung jawab
4) Meningkatkan kesadaran terhadap tugas dan kewajibannya sessuai
porsinya
5) Meningkatkan dayaguna dan hasil guna organisasi perusahaan bersama
pimpinan
B. Penelitian Terdahulu
Membahas tentang tentang Kelelahan kerja Penelitian Sukati S, dkk (1998)
masalah kurang gizi bagi orang dewasa akan lamban dalam berpikir, lamban
bertindak dan cepat lelah dan sebaliknya pekerja dengan keadaan gizi yang baik
dan tidak anemia mempunyai ketahanan fisik yang lebih baik
I Made Pujawan dan Raden Nimrod (2000) melakukan penelitian pada
pengrajin perahu pinisi di Bulukumba, diperoleh bahwa keluhan kelelahan terbesar
44
dirasakan oleh semua pekerja umur di atas 30 tahun dibandingkan dengan
kelompok umur di bawah 30 tahun setelah bekerja dalam sehari kerja. Sedangkan
mengenai hubungan masa kerja terhadap kelelahan diperoleh bahwa dari
responden mengalami kelelahan, keluhan kelelahan tertinggi dialami oleh tenaga
kerja dengan masa kerja kategori lama (> 5 tahun) yaitu sebanyak 64 % .
Aldin (2005), meneliti tentang Kelelahan dengan Shift Kerja Karyawan PT.
Sermani Steel Co. dimana dari kelima bagian atau departemen,
khususnya di
bagian shearing line dan bagian galvanizing (pelapisan baja lembaran yang dilapisi
dengan timah) yang mempunyai 3 shift dengan tenaga kerja yang sedikit per shift (3
orang/shift). Hal ini dapat menyebabkan adanya kelelahan kerja dan berakibat fatal
bagi tenaga kerja yang beker di bagian ini.
Penelitian Sudana (2009) dalam penelitian analitik mengenai perbedaan
kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift malam di SPBU di
Tanjung Marowa menyatakan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kelelahan kerja
yang bermakna antara shift pagi dengan shif malam
Ica
Uswatun
Hasyanah
(2011)
meneliti
tentang
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan kejadian kelelahan kerja pada pekerja keramik di Kelurahan
Pantikang, Kecamatan Pattalasang, Kabupaten Takalar dengan beberapa faktor
yaitu bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh, lama
kerja, sikap kerja, beban kerja dengan kelelahan umum, tetapi ada hubungan yang
bermakna antara keempat faktor tersebut diatas terhadap perasaan lelah.
Suci Indah Yani (2011) dalam penelitiannya tentang Studi Kelelahan Kerja
pada Buruh Bagasi di Pelabuhan Makassar. Jenis penelitian ini adalah penelitian
45
survey dengan pendekatan deskriptif terhadap 73 tenaga kerja buruh bagasi sebagai
sampel untuk mengetahui gambaran mengenai faktor status gizi, lama kerja, stress
kerja, umur dan beban kerja hasilnya adalah status gizi normal yang mengalami
kelelahan Umum 76,2% dan yang merasa lelah 52,4%, kategori kelelaham umum
lama kerja adalah 80,9% dan yang merasa lelah 61,1%,, kelelaham umum dengan
kategori umur muda 77,5% sedangan perasaan lelah dengan umur tua 60,6%,
beban kerja dengan kelelahan umum kategori beban kerja berat 75% dan perasaan
lelah dengan beban kerja berat 53,1%, kelelahan umum kategori stres kerja berat
67,6% sedang perasaan lelah dengan kategori stres kerja berat 62,2%.
Hasil penelitian Lam dan Kirby (2002) menemukan bahwa kecerdasan emosi
(EQ) jauh lebih besar pengaruhnya terhadap keberhasilan individu dibandingkan
kecerdasan yang umum (kecerdasan intelektual). Penelitian Rahim dan Psenicka
(2002) menemukan kecerdasan emosional berhubungan positif dengan cara
pemecahan masalah tetapi berhubungan negatif dengan strategi perundingan.
Yen dkk (2003) dalam penelitiannya menemukan terdapat hubungan yang
positif yang signifikan antara kecerdasan emosional dan prestasi kerja. Penelitian
Chain (2004) terhadap siswa magang di sekolah hukum menemukan bahwa
kecerdasan emosi sangat penting bagi kurikulum sekolah bisnis, penerapan
kecerdasan emosi akan mempermantap tujuan dan penataan konsep yang disajikan
dikelas, organisasi, metodologi dan bahan-bahan yang digunakan di kelas.
Sedangkan penelitian Trisnawati dan Suryaningsum (2003) dan penelitian
Melandy dan Azizah (2006) menemukan terdapat hubungan yang positif terhadap
pemahaman akutansi walau dengan hasil yang agak berbeda.
46
Penelitian Kaifi et al (2010) menemukan kecerdasan emosi (EQ) para manajer
wanita lebih tinggi dibandingkan para manajer pria dan para manajer yang lebih
berpengalaman mempunyai tempat kerpeluang lebih besar untuk meningkatkan
kecerdasan emosi mereka yang pada akhirnya akan membawa kesuksesan di
tempat kerja dari penelitian sebelumnya bahwa belum ada peneliti yang meneliti
secara spesifik tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja.
Dedi Abidin (2012) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan
Emosional, Kecerdasan Adversitas, dan Kecerdasan Spritual terhadap mahasiswa
akuntan menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap tingkat
pemahaman akutansi. Dan yang paling mendominasi dari ketiga kecerdasan ini
adalah kecerdasan emosional.
Semua
penelitian
tersebut
tidak
ada
yang
membahas
objek
kajian/permasalahan seperti yang dibahas dalam penelitian ini, dengan demikian,
penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini dianggap
urgen karena kajian ini merupakan suatu
indikasi yang mempengaruhi kinerja
pegawai Negeri Sipil, antara lain faktor kelelahan kerja dan kecerdasan
emosional. Penanganan Kelelahan kerja dan peningkatan kecerdasan emosional
masih sangat dibutuhkan oleh para pegawai dalam menjalankan tugasnya.
47
C. Kerangka Konseptual
1. Kinerja
Istilah kinerja atau prestasi sendiri adalah pengalihan bahasa dari kata Inggris
“performance” sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia (1990: 195) kinerja
adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja.
Menurut Mangkunegara (2005:9), kinerja pegawai adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh setiap pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja menurut Sedarmayanti (2010:259) adalah :
d. Perbuatan, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna, pencapaian prestasi
kerja/ prestasi seseorang berkenaan dengan tugas yang diberikan kepadanya,
e. hasil kerja seorang pekerja dimana hasil kerja tersebut harus bisa ditunjukan
buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang
telah ditentukan)
f.
Sebagai catatan mengenai out came yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu
selama kurun waktu tertentu pula.
g. Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suaru organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika.
48
Dari uraian kajian teori diatas maka peneliti menentukan indikator kinerja antara
lain :
1. Kuantitatif : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang
ditentukan.
2. Kualitatif : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian
dan kesiapannya.
3. Kreatifitas: keaslian gagasan –gagasan yang dimunculkan dan tindakantindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
4. Pengetahuan pekerjaan : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
keterampilannya.
5. Kerja Sama : kesediaan untuk bekerjasama dengan teman kerja atau
sesama anggota organisasi
2. Kelelahan Kerja
Kelelahan merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh
manusia sehari-hari untuk mempertahankan kesehatan dan efisiensi, banyaknya
istrahat dan pemulihan dan seimbang dengan tingginya ketegangan kerja.
Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istrahat dan
waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar
dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istrahat. Istilah
kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,
49
tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas
kerja serta ketahanan tubuh.
Yang menyebabkan kelelahan antara lain :
1. Umur
Beberapa kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran, dan kecepatan
reaksi menurun setelah berumur 40 tahun. Semakin tua seseorang tingkat
kesegaran jasmaninya semakin berkurang karena kondisi fisik menurun
sehingga menyebakan lebih cepat terjadi kelelahan dibandingkan tenaga kerja
yang lebih mudah.
2. Beban Kerja
Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja
baik berupa fisik maupun mental dan menjadi tanggung jawabnya.dalam hal ini
harus ada keseimbangan antara beban kerja dengan kemampuan individu agar
tidak terjadi hambatan ataupun kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Seorang tenaga kerja mempunyai kemampuan tersendiri dalam hubungannya
dengan beban kerja, mungkin di antara pekerjaan ada yang cocok untuk beban
fisik, mental atau sosial.
3. Stres
Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami keteganggan
karena adanya kondisi yang mempengaruhi dirinya, kondisi-kondisi tersebut
dapat diperoleh dari dalam maupun dari dalam diri seseorang. Stres mempunyai
potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung
seberapa besar tingkat stress. Bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja
50
juga tidak ada, dan prestasi kerja cenderung rendah. Sejalan dengan
meningkatya stres, prestasi kerja cenderung naik, karena stres membantu
karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya . Bila stres terlalu besar,
prestasi kerja akan mulai menurun, karena stres menggangu pelaksanaan
pekerjaan.
Karyawan
akan
mulai
kehilangan
kemampuannya
untuk
mengendalikannya dan menjadi tidak mampu mengambil keputusan. Akibatnya
adalah prestasi kerja menjadi nol, dan karyawan mengalami gangguan, menjadi
sakit dan tidak kuat lagi bekerja (mengalami kelelahan kerja).
4. Lama Kerja
Lama kerja sehari dianggap ideal 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan biasanya tidak disertai
efisiensi yang tinggi bahkan biasanya terjadi penurunan produktivitas.
3. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan
perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan
perilaku seseorang. Dengan demikian kecerdasan emosional merupakan kesadaran
diri yang memandu seseorang mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan
orang lain serta menerapkan denga efektif dengan perilaku.
51
Kecerdasan emosional digolongkan dalam lima kecakapan :
1. Kesadaran diri
Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakan untuk
memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis
atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat
2. Pengaturan diri
Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup manunda kenikmatan
sebelum tercapainya suatu sasaran, dan mampu pulih kembali dari tekanan
emosi.
3. Motivasi
Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun
kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat
efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
4. Empati
Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif
mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri
dengan bermacam-macam orang
5. Keterampilan sosial
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain
dan
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancer,
menggunakan
keterampilan-keterampilan
ini
untuk
mempengaruhi
dan
52
memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja
sama dan bekerja dalam tim.
KELELAHA
KERJA
(X1)
KINERJA PEGAWAI
(Y)
KECERDASAN
EMOSIONAL (X2)
Gambar 2. Kerangka konseptual penelitian
Keterangan :
X1
= Kelelahan Kerja
X2
= Kecerdasan Emosional
Y
= Kinerja Pegawai
D. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas,maka dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut :
1.
Diduga kelelahan kerja,
dan kecerdasan emosional berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin Makassar.
53
2.
Kecerdasan emosional
berpengaruh secara dominan terhadap kinerja
pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Makassar.
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitiam penjelasan (explanatory research) yang
akan membuktikan hubungan kausal antara variabel bebas (independent variable)
yaitu kelelahan kerja, dan kecerdasan emosional
terhadap variabel terikat
(dependent variable) yaitu kinerja pegawai.
B. Tempat Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin Makassar yang berada di Jalan Perintis Kemerdekaan km.10.
sedangkan waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama 2 (dua) bulan.
C. Populasi dan Teknik Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap dan umumnya dapat berupa
orang, obyek, transaksi atau kejadian. Populasi dalam penelitian ini seluruhnya
berjumlah 32 orang dan kesemuanya merupakan seleruh pegawai negeri sipil pada
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Sampel adalah suatu himpunan atau bagian dari unit populasi. Metode dalam
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel jenuh. Karena
sampel jenuh adalah teknik pengambilan sampel secara keseluruhan dengan
menggunakan semua anggota populasi yaitu sebanyak 32 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang dibuat untuk memperoleh data dalam
55
penelitian ini. Kuesioner tersebut disebarkan untuk diisi oleh responden yang
menjadi sampel penelitian untuk memperoleh data yang lengkap pada semua
valiabel yang diteliti.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber
dari :
1. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain buku-buku,
laporan-laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian terdahulu.
2. Data Primer
Adalah data yang diperoleh melalui hasil penelitian langsung terhadap obyek
yang diteliti. Data tersebut diperoleh melalui :
1) Observasi
Kegiatan untuk mendapatkan data yang faktual dengan cara mengadakan
pengamatan terhadap kondisi fisik, fasilitas dan perilaku secara langsung
pada obyek penelitian.
2) Kuesioner
Kegiatan pengumpulan data dengan menyebarkan angket ysng berisi daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh para responden. Informasi atau data yang
dıperoleh dari jawaban kuesioner ini dijadikan sebagai sumber informasi
utama untukmelakukan analisa hasil penelitian.
56
F. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam suatu penelitian, digunakan oleh seorang peneliti
untuk memberikan batasan-batasan terhadap variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk mengukur variabel yang
akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Kinerja pegawai (Y) adalah hasil pelaksanaan tugas-tugas dan kewajiban
seseorang yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang. Adapun indikatorandikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pegawai adalah sebagai
berikut :
E. Mampu meningkatkan target pekerjaan
F. Mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kualitas standar
G. Mampu menciptakan penemuan terbaru dalam menyelesaikan pekerjaan
H. Mampu meminalkan kesalahan pekerjaan
I.
Mampu bekerja sama
2. Kelelahan kerja (X1) adalah menurunnya efisiensi dan berkurangnya ketahanan
dalam bekerja. Adapun indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur
kelelahan kerja adalah sebagai berikut :
a. Umur
b. Beban kerja
c. Stres
d. Lama kerja
57
3. Kecerdasan emosional (X2) adalah kesanggupan pegawai untuk menerangkan
kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Adapun
indikator kecerdasan emosional adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan mengenali emosi diri
b. Kemampuan mengelola emosi diri
c. Kemampuan memotivasi diri
d. Kemampuan mengenali emosi orang lain
e. Kemampuan membangun hubungan dengan orang lain.
G. Instrumen Penelitian
Untuk memudahkan peneliti mengumpulkan data maka dipergunakan
instrumen penelitian dengan alat bantu berupa daftar pertanyaan (kuesioner),
dimana keseluruhan jawaban diklasifikasikan kedalam empat kategori.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah daftar pertanyaan yang
mengacu pada variabel bebas. Instrumen penelitian merupakan pengukuran
terhadap fenomena sosial di mana peneliti pada prinsipnya akan menggunakan alat
ukur atau instrumen penelitian secara spesifik terhadap variabel yang akan diteliti.
Dalam penelitian digunakan instrument kuesioner dengan skala pengukuran
ordinal yaitu memberikan nilai atau skor untuk jawaban yang diperoleh dari daftar
pertanyaan paling rendah sampai pertanyaan paling tinggi. Setiap item pertanyaan
pada variabel tersebut menggunakan skala pengukuran antara nilai 1 (satu) sampai
dengan nilai 5 (lima).
58
Pedoman untuk pengukuran adalah :
a) Kategori jawaban sangat setuju diberikan skor 5 (lima)
b) Kategori jawaban setuju diberikan skor 4 (empat)
c) Kategori jawaban cukup setuju diberikan skor 3 (tiga)
d) Kategori jawaban tidak setuju diberikan skor 2 (dua)
e) Kategori jawaban sangat tidak setuju diberikan skor 1 (satu)
H. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengelohan data
yang diperoleh dengan menggunakan rumus atau dengan aturan-aturan yang ada
sesuai dengan pendekatan penelitian bisnis.
Adapun metode analisa data yang dipergunakan meliputi :
1. Uji Instrumen, yang meliputi :
1) Uji validitas
Uji validitas digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur sah atau valid
tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dapat dikatakan valid atau sah,
jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Menurut Imam Ghozali (2005), dalam Sucitro Shanty (2012) untuk mengukur
validitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara skor masingmasing
item
pertanyaan
dengan
total
skor
valiabel.
Sedangkan
untukmengetahu skor masing-masing pertanyaan valid atau tidak, maka
ditetapkan kriteria sebagai statistic sebagai berikut :
1) Jika r hitung > r table dan bernilai positif, maka variabel tersebut valid
59
2) Jika r hitung < r table,maka variabel tersebut tidak valid
3) Jika r hitung > r table tetapi bertanda negatif, maka H0 akan tetap ditolak
dan H1 akan diterima
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks tentang sejauh mana suatu alat ukur dapat
dipercaya atau diandalkan. Jika suatu alat ukur dapat digunakan dua kali
untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran diproses relatif
secara konsisten, maka alat ukur disebut dianggap reliable atau handal.
Artinya alat ukur yang digunakan konsisten dalam mengukur gejala yang
sama. Menurut Sugiyiono (2012) bahwa uji reliabilitasditentukan denga
koefisien Cronbach’s alpha (koefisien kehandalan) dengan mensyaratkan
suatu instrumen dikatakan handal apabila memiliki koefisien kehandalan
diatas 0,60. Apabila terlihat nilai alpha dari semua variabel lebih besar dari
0,60, maka hal ini menunjukan bahwa data dalam kondisi reliabel dan layak
digunakan untuk analisis lebih lanjut.
b) Uji Model, yang meliputi :
1) Analisa regresi linear berganda
Analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun rumus yang
digunakan adalah :
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + e
60
Keterangan :
Y
= Kinerja pegawai
X1
= Kelelahan kerja
X2
= Kecerdasan Emosional
β0
= Bilangan konstan
β1 β2
= Koefisien regresi
e
= Faktorkesalan (random error)
2) Analisa koefisien korelasi berganda (R)
Analisa ini digunakan untuk seberapa besar kuat atau lemahnya keeratan
hubungan antara variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel
terikat.
3) Analisa koefisien determinasi berganda (R2)
Koefisien determinasi berganda pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel bebas. Nilai koefisien
determinasi antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
varibel bebas dalam menjelaskan varibel terikat sangat terbatas. Nilai yang
mendekati satu variabel berarti variabel bebas memberikan semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat.
4) Analisa koefisien determinasi parsial (𝑟2)
Analisainidigunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat
61
c) Uji hopotesis
Dalam penelitian ada dua hipotesis yang diajukan, dan untuk menguji hipotesis
tersebut akan digunakan :
a. Uji signifikan parsial (Uji T)
Uji ini untuk mengetahui apakah pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel bebas terhadap variabel terikat bermakna atau tidak.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara nilai t hitung masingmasing variabel-variabel bebas dengan nulai t table dengan derajat kesalahan
0,05. Apabila nilai t hitung > t table, maka variabel bebasnya memberikan
pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat.
Selanjutnya untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas tersebut terhadap
kemampuan pegawai dapat dilihat dari nilai R-Square. Berdasarkan nilai-nilai
tersebut, maka dapat diketahui besarnya pengaruh variabel bebas X terhadap
variabel Y.
b. Uji serempak (Uji F)
Untuk pengujian hipotesis, uji F digunakan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel bebasnya secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap variabel terikat. Kemudian dilakukan dengan membandingkan nilai F
hitung dengan F tabel pada derajat kesalahan 0,05.
Apabila nilai F hitung > F tabel maka berarti H0 ditolak sehingga dapat dikatakan
bahwa variabel bebas
dari regresi dapat menerangkan variabel bebas dari
regresi dapat menerangkan variabel terikat secara serentak atau dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa hopotesis dapat diterima. Namun apabila F hitung
62
< F tabel maka Ho diterima sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas
tidak mampu menjelaskan variabel terikat.
Download