1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam usaha menunjang pembangunan, manusia sebagai sumber daya primer merupakan modal yang harus diutamakan. Oleh karena itu, diperlukan manusia yang sehat jasmani, rohani, serta sosial dan tidak hanya terhindar dari penyakit, cacat/kelemahan Perkembangan teknologi yang semakin meningkat saat ini terasa sangat kompleks dan memberikan manfaat serta kemudahan bagi manusia, tetapi dilain pihak menimbulkan masalah-masalah yang membutuhkan perhatian khusus. Hal tersebut mendorong manusia mengerahkan segenap potensinya untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada. Salah satu hal yang membutuhkan perhatian khusus ialah mengenai kelelahan kerja. Kelelahan merupakan proses alami tubuh makhluk hidup yang mampu bergerak bebas dan merupakan proses yang sedapatnya dihindari oleh para pekerja karena bisa mengurangi kualitas dan konsentrasi dalam bekerja, sehingga pada akhirnya mengurangi produksi serta income perusahaan. Kelelahan kerja tidak hanya terjadi pada para pekerja yang sebagian besar menggunakan kekuatan fisik seperti buruh bangunan atau kuli angkut, tetapi juga terjadi pada pekerja yang bekerja di belakang meja. Menurut Sastrowinoto (1985) dalam Tony Kristian (2010:3) kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan 2 tubuh. Perasaan lelah cenderung bersifat subyektif. Disaat lelah seseorang cenderung mendapat rintangan, kegiatan menjadi berkurang dan tidak mempunyai kemauan, baik untuk kerja fisik maupun kerja mental, sehingga seluruh tubuh dihinggapi rasa berat. . Dari penelitian mengenai hubungan umur, lama kerja dan masa kerja terhadap kelelahan oleh I Made Pujawan dan Raden Nimrod (2000) pada pengrajin perahu pinisi di Bulukumba, diperoleh bahwa keluhan kelelahan terbesar dirasakan oleh semua pekerja umur di atas 30 tahun dibandingkan dengan kelompok umur di bawah 30 tahun setelah bekerja dalam sehari kerja. Sedangkan mengenai hubungan masa kerja terhadap kelelahan diperoleh bahwa dari responden mengalami kelelahan, keluhan kelelahan tertinggi dialami oleh tenaga kerja dengan masa kerja kategori lama (> 5 tahun) yaitu sebanyak 64 % (Made dan Namrod, 2000). Beban setiap jenis pekerjaan berbeda tergantung pada jenis dan lama pekerjaannya. Beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaan pelaku (Soekidjo Notoatmodjo, 1997:178). Pembebanan kerja berlebihan dapat mengakibatkan kelelahan kerja (A.M. Sugeng, dkk, 2000:82). Selain kelelahan kerja, hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada ialah mengenai kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan perilaku seseorang (Salovey dan Mayer,1990 dalam 3 Svyantek, 2003). Dengan demikian kecerdasan emosianal merupakan kesadaran diri yang memandu seseorang mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, serta menerapkan dengan efektif dalam perilaku. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan memiliki kemampuan yang tinggi pula dalam mengetahui dan memahami perasaan sendiri dan perasaan orang lain serta menuntun pikiran dan perilakunya sehingga akan terdorong untuk meningkatkan kinerja/prestasi kerjanya ataupun lebih bijaksana dalam cara pemecahan masalah yang pada akhirnya akan berujung pada kinerja yang tinggi Menurut Daniel Goleman dalam Mangkunegara (2005: 93) menyimpulkan bahwa pencapaian kinerja ditentukan hanya 20% dari IQ sedangan 80% ditentukan oleh kecerdasan emosi (EQ-emotional quotient). Begitu pula disimpulkan oleh Joan Beck bahwa IQ sudah berkembang 50% sebelum usia 5 tahun, 80% berkembangnya sebelum 8 tahun dan hanya berkembang 20 % sampai akhir remaja, sedangkan kecerdasan emosi (EQ) dapat berkembang tanpa batas waktu. Oleh karena, jika pimpinan dan manajer mengharapkan pencapaian kinerja yang maksimal di perusahaannya, maka upaya yang paling tepat dilakukan ialah membina diri untuk memiliki kecerdasan emosi yang baik. Dalam suatu organisasi, kinerja pegawai merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk dikelola dengan baik di mana dapat dikatakan keterlambatan pertumbuhan kinerja dalam suatu organisasi disebabkan dari bagaimana cara pimpinan dan para pegawai memandang organisasi mereka. 4 Para ahli dan praktisi telah memahami bahwa masalah kinerja pegawai bukanlah hal yang mudah untuk selalu dipertahankan karena merupakan suatu kondisi yang setiap saat dapat berubah. Permasalahan yang selalu ditemui adalah mengapa prestasi kinerja pegawai setiap waktu dapat berubah malah ada yang mengalami penurunan. Sebagai konsekuensinya, maka tugas pimpinan semakin kompleks, karena di samping mempertahankan suasana kerja yang kondusif juga harus mempertahankan dan memperbaiki kinerja pegawai di lingkungan organisasinya agar mempunyai motivasi yang tinggi dalam menjalankan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dalam melaksanakan tugas Tri Perguruan Tinggi sebagai pendidikan profesi yang mendidik mahasiswa sesuai dengan kurikulum dokter gigi yang bermolar Pancasila serta mempunyai sikap pengetahuan dan keterampilan dalam Menerapkan dan mengembangkan sistem metode pembelajaran Study Centered Learning (SCL) berbasis kompetensi yang efektif, efisien dan tepat waktu, meningkatkan mutu pembelajaran dengan menyediakan lingkungan belajar berkualitas untuk menunjang pembelajaran yang inovatif dan proaktif, dalam hal ini menuntut agar setiap pegawai yang ada dapat mempertahankan atau meningkatkan kinerja sebagai penunjang dalam suatu organisasi. Dari hasil pengambilan data awal pada tanggal 6 Maret 2013 kepada salah satu kasubag yaitu kasubag akademik mengatakan bahwa sejak 2008 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin telah menjalankan sistim pembelajaran SCL yang berbasis kompetensi otomatis pegawai sebagai penunjang kelancaran 5 sistim belajar mengajar dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya. Dan dari hasil wawancara penulis kepada salah satu pegawai bahwa beban kerja melayani berbagai tipe dan karakter mahasiswa dan dosen, akan adanya kelelahan. dengan menimbulkan Hal ini berarti persoalan kelelahan kerja para pegawai negeri sipil di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin mendapat perhatian dan penanggulangan secara baik agar perlu kinerja organisasi dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Dalam hal ini, kelelahan kerja para pegawai negeri sipil di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dapat dilihat dari adanya faktor fisik dan psikis dan beban kerja yang berlebihan dari setiap pegawai. Untuk meningkatkan kecerdasan emosional dari setiap individu sangat dibutuhkan untuk memotivasi diri sehingga memiliki integritas yang tinggi bagi pegawai negeri sipil khususnya di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Berdasarkan fakta dan penjabaran teori, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian. Dari pengamatan penulis di lapangan diketahui ada beberapa indikasi yang mempengaruhi kinerja pegawai Negeri Sipil Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, antara lain faktor kelelahan kerja dan kecerdasan emosional. Penanganan Kelelahan kerja dan kecerdasan emosional peningkatan masih sangat dibutuhkan oleh para pegawai dalam menjalankan tugasnya, karena apabila seseorang pegawai mengalami kelelahan kerja dan tidak memiliki motivasi diri serta integritas yang tinggi maka tujuan dari organisasi tidak tercapai dengan optimal. 6 Berdasarkan latar belakang di atas, dengan ini saya akan melakukan penelitian denganjudul “Pengaruh Kelelahan Kerja Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin” dalam rangka memenuhi salah satu syarat yang dibebankan kepada saya, guna meraih gelar magister manajemen sumber daya manusia di Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Pendidikan Ujung Pandang (YPUP) Makassar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah kelelahan kerja, kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar? 2. Faktor apakah yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar? 7 C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan uraian latar belakang yang dijabarkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisa pengaruh kelelahan kerja, kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar 2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang dominan berpengaruh pada kinerja pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar D. Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat, antar lain sebagai berikut : 1. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan informasi tambahan bagi manajemen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar 2. Untuk memperkaya literatur-literatur serta sebagai bahan referensi bagi pihak yang berkepentingan. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tinjauan Umum tentang Kelelahan Kerja Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kelelahan yaitu perihal (keadaan) lelah, kepenatan, kepayahan. Lelah pada setiap orang akan memiliki arti tersendiri dan tentu saja subyektif sifatnya. Lelah pada umumnya diartikan dengan menurunnya efisiensi dan berkurangnya ketahanan dalam bekerja. Kadangkala istilah ini digunakan untuk menunjukan rasa payah dan letih yang menunjukan menurunnya output dan menunjuk pada kondisi fisiologis kelelahan sebagai akibat dari aktifitas yang terus-menerus. Dalam arti psikologis kelelahan adalah keadaan mental dengan ciri-ciri menurunnya motivasi, menurunnya kecermatan, dan kecepatan pemecahan persoalan (Soetomo,1981) dan kesemuanya ini berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1994). Pada survey di USA, kelelahan merupakan masalah yang besar. Ditemukan sebanyak 24% dari seluruh orang dewasa yang datang ke poliklinik menderita kelelahan kronik (Hardi, 2006). Data yang hampir sama terlihat dalam komunitas yang dilaksanakan oleh Kendel di Inggeris yang menyebutkan bahwa 25% wanita dan 20% pria selalu mengeluh lelah. Penelitian lain yang mengevaluasi 100 orang penderita kelelahan menunjukan bahwa 64% kasus kelelahan disebabkan karena 9 faktor psikis, 3% karena faktor fisik dan 33% karena kedua faktor tersebut (Setyawati, 1996) Faktor individu seperti umur mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan kerja, berdasarkan penelitian di Jepang menunjukan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan pekerja yang berusia relatif muda (Hidayat, 2003) Menurut Poppy Anjelisa Z., Hsb, M.Si, Apt, dalam sebuah artikel mengenai kelelahan tahun 2009, kelelahan dapat diklasifikasikan dalam tujuh bagian yaitu : 1. Kelelahan visual, yaitu kelelahan yang terjadi pada mata 2. Kelelahan tubuh, yaitu kelelahan akibat beban fisik yang berlebihan 3. Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pikiran dan perasaan 4. Kelelahan saraf, yaitu kelelahan yang disebabkan tekanan yang berlebihan pada salah satu bagian sistim psikomotor 5. Pekerjaan yang bersifat monoton 6. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan akibat akumulasi efek jangka panjang 7. Kelelahan sirkadian, yaitu kelelahan yang terjadi akibat irama sirkadian misalnya ritme siang-malam, pagi-sore Kelelahan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu : a) Berdasarkan proses dalam otot Kelelahan kerja berdasarkan proses dalam otot terbagi atas dua jenis, yaitu : 1. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue) Kelelahan otot adalah suatu keadaan di mana berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu dan gejala yang 10 ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (AM Sugeng Bidiono, 2003). 2. Kelelahan Umum (General Fatigue) Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih luar biasa, semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan terasa kantuk (AM Sugeng Bidiono, 2003). Kelelahan umum biasanya disebabkan karena monotoni: intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan status gizi (Tartaka, 2004). Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktifitas) a) Berdasarkan penyebab kelelahan Menurut Kalimo jenis kelelahan bedasarkan penyebab kelelahan dibedakan atas: 1) Kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) di tempat kerja, antara lain : kebisingan suhu, dan pencahayaan. 11 2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal di luar diri yang tewujud dari tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan (Depnaker, 1992:55) b) Berdasarkan waktu terjadinya Kelelahan kerja berdasarkan waktu terjadinya terbagi atas dua, yaitu : 1) Kelelahan akut yang disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan dan akan hilang dengan istrahat atau dengan cara menghilangkan gangguan-gangguannya 2) Kelelahan kronis terjadi bila kelelahan yang dirasakan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan atau kelelahan akibat akumulasi efek jangka panjang dan sangat membahayakan kondisi pekerja dalam melaksanakan tugasnya karena daya tahan tubuhnya sudah menurun (Sastrowinoto, 1985). Gejalahnya dapat dikenali sebagai berikut : a. Meningkatnya kejengkelan (tidak toleran, bersikap anti sosial). b. Kecenderungan ke arah depresi (kebingungan yang tidak bermotif). c. Kelemahan umum di dalam perjuangan dan kemauan dalam bekerja. Suma’mur (2009:358), menyatakan penyebab kelelahan meliputi lima faktor utama, diantaranya sebagai berikut : a. Lingkungan tempat kerja seperti iklim, penerangan, kebisingan, getaran dan lainlain. b. Keadaan monotoni 12 c. Intensitas dan beban kerja fisik maupun mental d. Masalah kejiwaan seperti konflik, rasa kekhawatiran, tanggung jawab e. Status gizi, penyakit dan perasaan rasa sakit , Menurut AM. Sugeng Budiono, dkk (2000:88) menyatakan bahwa gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatigue Symptoms) secara subyektif dan obyektif antara lain : a. Perasaan lesu, ngantuk dan pusing b. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani c. Berkurangnya gairah untuk bekerja d. Persepsi yang buruk dan lambat e. Berkurangnya tingkat kewaspadaan f. Kurang mampu berkosentrasi Beberapa gejala tersebut dapat menurunkan efisiensi dan efektifitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut memanifestasinya timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan menyebabkan seringnya tenaga kerja tidak masuk (AM. Sugeng Budiono, 2008:88) Menurut Tarwaka dkk, (2004), pengalaman yang sudah dikenal umum bahwa kelelahan yang terus-menerus setiap hari akan mengakibatkan keadaan kronis. Untuk itu kelelahan harus dikurangi seminimal mungkin. Seperti telah diuraikan sebelum bahwa kelelahan disebabkan banyak faktor yang sangat kompleks dan sangat terkait antara faktor yang satu dengan yang lain. Yang terpenting adalah bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronik. 13 Agar menangani kelelahan yang tepat maka harus mengetahui penyebab terjadinya kelelahan. Menurut Tarwaka (2004:107) perasaan lelah sebenarnya bersifat melindungi agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istrahat. Suma’mur (2009:362) mengatakan bahwa kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja, misalnya banyak hal yang dapat dicapai dengan pengaturan jam kerja, pemberian kesempatan istarahat, masa-masa libur, rekreasi dan lain-lain. Penerapan egronomi dalam hal pengadaan tempat duduk, meja dan bangku-bangku kerja juga sangat membantu untuk mengurangi kelelahan pekerja, selanjutnya usaha-usaha perlu ditujukan kepada kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara dan penerangan yang baik. Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindari sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis dengan sikap kerja yang bervariasi atau dinamis sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan dengan normal keseluruh anggota tubuh. Selain itu sikap kerja yang monoton dan ketegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja, musik ditempat kerja dan waktu-waktu istrahat untuk latihan-latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk. Seleksi dan latihan dari pekerja, lebih-lebih supervise dan peñata laksanaannya memegang peran penting (Suma’mur, 2009:362). 14 Menurut Fitrihana (2008) kelelahan kerja dapat diatasi dengan cara, yaitu : a. Lingkungan kerja yang bebas dari zat yang berbahaya, penerangan memadai, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi,maupun pengaturan udara, bebas kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan. b. Waktu kerja diselingi istirahat untuk makan c. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor d. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja. e. Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama. f. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan. g. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupannya. h. Disediakan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istrahat dilaksanakan dengan baik i. Cuti dan liburan diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. j. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, pekerja wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari dan tenaga baru maupun pindahan k. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba dan obat berbahaya. 15 Faktor-faktor kelelahan kerja di antaranya: a. Umur Umur adalah variabel yang selalu diperlihatkan di dalam penyeledikanpenyeledikan epidemiologi. Pada umumnya usia yang telah lanjut kemampuan fisiknya juga menurun. Proses menjadi tua akan disertai kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan pada fungsi-fungsi tubuh, sistem kardiovaskuler dan hormonal (Suma’mur, 1992). Semakin tua umur seseorang, maka kebutuhan energi semakin menurun. Hal ini pula yang menyebabkan terjadinya perubahan pada fungsi alat-alat tubuh, seperti sistem kardiovaskuler, dan sistem hormonal tubuh. Pada umumnya pada usia lanjut, kemampuan kerja otot semakin menurun terutama pada pekerja berat. Pada umumnya diketahui bahwa beberapa kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran, dan kecepatan reaksi menurun sesudah usia 40 tahun. Makin tua usia, makin sukar seseorang untuk beradaptasi dan makin cepat menjadi lelah, demikian pula makin pendek waktu tidurnya makin sukar untuk tidur (Suma’mur, 1994). b. Beban Kerja Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan seharihari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja. Jadi definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun 16 keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban dapat berupa beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa berat beban pekerjaan seperti pada saat mengangkat, mengangkut, dan mendorong yang dinyatakan dalam kilogram. Sedangkan beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000, Prihartini, 2007). Seseorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan dengan beban kerja,mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum , mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat tertentu bahkan ada beban yang dirasa optimalbagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat.derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan, pengalaman, keterampilan, motivasi dan lain sebagainya (Suma’mur P.K, 1996:48). c. Stres Gibson et al (dalam Yani Suci Indah, 2000:9) mengemukakan bahwa stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulusstres sebagai respon stres sebagai stimulus respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai sesuatu yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon,melainkan stress merupakan hasil 17 interaksi unit antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan. Luthan mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan.akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam tidur. Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron dan Greeberg, mendefinisikan stres sebgai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi di mana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi dan peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Berbeda dengan pakar di atas, Landy memahaminya 18 ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi bagi dirinya. Robbin (1996) dalam Kunu Siti Hadira (2009) mendefenisikan sebagai suatu kondisi yang dinamik dalam mana seseorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constrain) atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang dihasilkan dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Sedangkan menurut Vincent Cornelli dalam Anwar (2003;9) mendefinisikan stres sebagai gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Stres dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan penampilan individu dalam lingkungan tersebut. Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu terbatas, beban kerja yang berlebihan, seorang pimpinan yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan merupakan beberapa contoh dari kondisi kerja yang menyebabkan timbulnya stres dalam bekerja. Menurut Newstrom (1993:201) “Stres dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah (dysfunctional) atau merusak prestasi kerja”. Secara sederhana, hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stres. Bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan prestasi kerja cenderung rendah. Sejalan dengan meningkatya stres, prestasi kerja cenderung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya 19 dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan. Bila stres telah mencapai mencapai “puncak” yang dicerminkan kemampuan pelaksanaan kerja harian karyawan, maka stres tambahan akan cenderung tidak menghasilkan perbaikan kerja. Akhir menurut Newstrom (1993:201) bila stres menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stres menggangu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan akan mulai kehilangan kemampuannya untuk mengendalikannya dan menjadi tidak mampu mengambil keputusan. Akibatnya adalah prestasi kerja menjadi nol, dan karyawan mengalami gangguan, menjadi sakit dan tidak kuat lagi bekerja (mengalami kelelahan kerja). d. Lama Kerja Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktifitasnya. Lamanya seseorang bekerja sehari-hari secara baik pada umumnya 6 sampai 8 jam, sisanya 16-18 jam, dipergunakan untuk kehidupan keluarga dan masyarakat, istrahat tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya disertai dengan penurunan produktifitas serta kecenderung untuk timbulnya kelelahan, penyakit serta kecelakaan. Dalam seminggu seseorng biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu biasanya terlihat kecenderungan tumbuhnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (Suma’mur , 1994). Suma’mur (2009:363) mengemukakan pada suatu pekerjaan, tidak berat atau ringan, produktifitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama 20 sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan istrahat dan diberikan kesempatan untuk makan yang meninggikan kembali kadar gula darah sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi tubuh bagi keperluan melakukan pekerjaan. Maka dari itu, istirahat setelah 4 jam bekerja terus-menerus sangat penting artinya. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja no. 25 tahun 1997 pasal 100 ayat 2 bahwa waktu kerja yang dipersyaratkan adalah : 1) Waktu kerja siang a) 7 jam sehari atau 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu b) 8 jam sehari atau 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu 2) Waktu kerja malam hari a) 6 jam sehari atau 35 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu b) 7 jam sehari atau 35 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu Seseorang yang bekerja dengan baik dipengaruhi oleh lama kerjanya di mana kemampuan fisik akan berangsur manurun dengan bertambahnya. Masa kerja akibat kelelahan dari pekerjaan dan dapat diperberat bila dalam melakukan pekerjaan fisik pekerja tidak melakukan variasi dalam bekerja. Lama kerja akan menyebabkan kontraksi otot-otot penguat penyangga perut secara terus-menerus dalam waktu lama (Suma’mur, 1994). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelelahan adalah monotoni pekerjaan yang menimbulkan kebosanan, beban dan waktu kerja yang berlebihan, lama kerja dan umur merupakan persoalan yang membutuhkan solusi 21 bagi suatu organisasi dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab bersama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 2. Tinjauan Umum Tentang Kecerdasan Emosional a. Tinjauan Tentang Kecerdasan Kecerdasan diartikan berbeda-beda oleh para ahli. Para ahli psikologi sendiri menganggap tidak mudah untuk mendefinisikan kecerdasan itu sendiri karena definisi kecerdasan itu tergantung dari filsafat ilmu yang mendasarinya dan juga teori tentang kecerdasan itu sendiri (Efendi, 2005). Menurut Howard Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut Alfred Binet dan Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk menggerakan pikiran dan tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan dan kemampuan mengkritik diri sendiri (Efendi, 2005). Definisi lain kecerdasan menurut Pieget, yaitu apa yang dapat digunakan ketika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Calvin dalam How Brain Thinks mengatakan bahwa seseorang dikatakan smart ketika orang tersebut terampil menemukan jawaban yang benar untuk masalah pilihan hidup (Efendi, 2005). 22 Adapun beberapa teori tentang kecerdasan yang dikemukakan oleh para psikolog antara lain (Efendi, 2005) : 1) Teori Faktor Umum Menurut teori ini seseorang yang skor kecerdasannya tinggi dalam suatu hal juga tinggi untuk hal lainnya. Pandangan Spearman dalam teori ini direfleksikan dalam tes kecerdasan yang menunjukan kecerdasan tunggal, seperti IQ, oleh karena menurut teori ini kecerdasan itu terdiri dari satu faktor umum kemampuan. 2) Teori Multifaktor Berbeda dengan Spearman, beberapa teoritisi kecerdasan menyimpulkan bahwa kecerdasan itu memiliki komponen-komponen (multiple). Tokoh yang terkenal dari teori multifaktor adalah Thurstone. Thurstone telah membuat 56 jenis tes kecerdasan. Melalui tes-tes tersebut, ia mengidentifikasikan faktor-faktor yang disebutkannya dengan MPA (Primary Mental Abilities), yang mencakup tes pemahaman verbal, kefasihan kata, kecepatan perpektual hafalan, kemampuan numeric dan penalaran. 3) Teori Hierarkis Teori ini menggabungkan antara teori faktor umum dan teori multifaktor yang digambarkan sebagai sebuah piramida. Dipuncaknya adalah kecerdasan umum (teori faktor umum) dan di bawah piramida adalah beberapa faktor kemampuan khusus seperti dalam PMA. b. Tinjauan Tentang Emosi Emosi merupakan salah satu dari trilogy mental menurut para phisikolog yang terdiri dari kognisi, emosi dan motivasi. Kata emosi sendiri berasal dari bahasa latin 23 “movere” yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah dengan awalan “e” yang kemudian berarti bergerak menjauh. Dalam buku terkenalnya, Emotional Intelligence, Goleman mengatakan bahwa makna harfiah kata emosi berdasarkan Oxford English Dictionary adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan,nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap (Efendi, 2005). Adapun definisi lainnya yang menyebutkan bahwa emosi merupakan perwujudan dari perasaan atau efek yang keluar dan disertai dengan reaksi fisiologik yang biasanya berlangsung tidak lama (Maramis dan Sunaryo, 2004). Komponen emosi menurut Atkinson R. L., dkk dalam Sunaryo (2004) antara lain : 1. Respon atau reaksi tubuh internal, terutama yang melibatkan sistim otomatik, misalnya bila marah suara menjadi tinggi dan gemetar. 2. Keyakinan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif atau negatif. 3. Ekspresi wajah, misalnya merasa benci pada seseorang maka dapat terlihat dari ekspresi wajahnya, seperti mengkerutkan dahi atau kelopak mata menutup sedikit. 4. Reaksi terhadap emosi, misalnya marah-marah menjadi agresi atau gembira hingga meneteskan air mata Menurut Goleman, manusia memiliki dua pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional atau otak logika dan otak emosi. Untuk memahami bagaimana sebenarnya pengaturan emosi dalam otak manusia, maka perlu dipahami dulu anatomi dari saraf emosi itu sendiri. Bagian otak yang digunakan yuntuk berpikir 24 disebut dengan korteks (kadang-kadang disebut juga neokorteks) dan bagian otak yang mengurusi emosi disebut dengan limbik. Hubungan antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosional seseorang. Emosi mempunyai jenis yang beragam. Menurut psikolog Paul Ekman ada 6 jenis emosi dasar yaitu anger (marah), fear (takut), surprise (kejutan, disgust (jengkel), happiness (kebahagiaan) dan sadness (kesedihan) Kemudian Goleman sendiri mempunyai daftar emosi yang relatif lengkap, antara lain (Efendi, 2005): 1. Amarah (anger) : beringas (fury), mengamuk (outrage), benci (resentment), marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati (indiginiation), terganggu (vexation), rasa pahit (acrimony), berang (animosity), kebencian patalogis (violence). 2. Kesedihan (sadness), pedih (grief), sedih (sarrow), muram (cheerlessness), suram (gloom), melankolis (melancholy), mengasihani diri (self pity), kesepian (loneliness), ditolak (dejection), putus cemas (anxiety), asa (despair), depresi berat (depression). 3. Rasa takut (fear) : takut (apprehension), gugup (nervousness), khawatir (concern), was-was (consternation), perasaan takut sekali (misgiving), khawatir (wariness), waspada (qualm), sedih (edginess), tidak tenang (dread), ngeri (fright), takut sekali (terror), sampai dengan yang paling parah, fobia (phobia) dan panik (panic). 4. Kenikmatan (enjoyment) : bahagia (happiness), gembira (joy), ringan (relief), puas (contentment), riang (bliss), senang (delight), terhibur (amusement), 25 bangga (pride), kenikmatan indrawi (sensual pleasure), takjub (thrill), rasa terpesona (rapture), rasa puas (gratification), rasa terpenuhi (satisfaction), kegirangan luar biasa (euphoria), senang sekali (actasy), hingga yang ekstrim, mania (mania). 5. Cinta (love): penerimaan (acceptance), persahabatan (friendliness), kepercayaan (trust), kebaikan hati (kindness), rasa dekat (affinity), bakti (devation), hormat (adoration), kasmaran (infatuation), kasih (agape) 6. Terkejut (Surprise): terkejut (shock), kerkesiap (astonishment), takjub (amazement), terpana (wonder). 7. Jengkel (Disgust): hina (contempt), jijik (disdain), muak (scorn), benci (abborrence), tidak suka (aversion), mau muntah (distaste), perasaan tidak enak (revulsion). 8. Malu (Shame): rasa salah (guilt), malu hati (embarrassment), kesal hati (chagrin), sesal (remorse), hina (humiliation), aib (regret), hati hancur lebur (mortification), perasaan sedih atau dosa yang mendalam (contrition). c. Tinjauan Tentang Kecerdasan Emosional Istilah “Kecerdasan Emosiaonal” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harfard University dan Jhon Mayer dari University of New Hampshire Amerika untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan, kualiatas-kualitas tersebut, antara lain (Shapiro, 2003) : 1. Empati 2. Mengungkapkan dan memahami perasaan 26 3. Mengendalihkan amarah 4. Kemandirian 5. Kemampuan menyesuaikan diri 6. Disukai 7. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi 8. Ketekunan 9. Kesetiakawanan 10. Keramahan 11. Sikap hormat Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990:209) adalah keselarasan yang berkenaan dengan hati dari kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain dan alam sekitar. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual (Arbadiati dan Kurniati, 2007). Menurut Salovey (dalam Goleman, 2000:513) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah bagian dari keterampilan sosial yang pada dasarnya adalah kemampuan memantau, mengendalikan perasaan dan emosi, baik di diri sendiri maupun orang lain dan digunakan untuk mengendalikan pikiran dan tindakan. Dalam hal ini, Goleman mulai meragukan signifikan konstribusi kecerdasan intelektual 27 terhadap kesuksesan seseorang pada khususnya dan keberhasilan hidup pada umumnya. Dari berbagai penelitian telah terbukti bahwa kecerdasan emosional memiliki peran jauh lebih penting dibandingkan kecerdasan intelektual hanya menyumbang kira-kira 20 % bagi faktor-faktor dalam hidup, sedangakan yang 80 % diisi oleh kekuatan-kekuatan lain (Goleman, 2002:44). Lebih jauh lagi Goleman (2005:512) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan mengenali diri sendiri, serta mengelola emosi pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Goleman (2005:39) yang dalam prakteknya mengadopsi model Salovey-Mayer membagi kecerdasan emosional ke dalam lima kecakapan emosi dan sosial yang terdiri dari: Kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Kesadaran diri, pengaturan diri dan motivasi digolongkan kedalam kecakapan pribadi, sedangan empati dan keterampilan sosial digolongkan ke dalam kecakapan sosial. Penjelasan kelima kecakapan tersebut adalah sebagai berikut (Goleman, 2005:513-514) : 1. Kesadaran diri Mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat, dan menggunakan untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat 2. Pengaturan diri Menangani emosi sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup manunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. 28 3. Motivasi Menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun menuju sasaran, membantu untuk mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. 4. Empati Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. 5. Keterampilan sosial Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Dari uraian diatas, maka kerangka kerja menurut Goleman (2005:42-43) digambarkan sebagai berikut : 29 Kecerdasan Emosional Kecakapan Sosial Kecakapan Pribadi Kesadaran diri Kesadaran emosi Penilaian diri secara teliti Percaya diri Empati Memahami orang lain Orientasi pelayanan Mengembangkan orang lain Mengatasi keragaman Kesadaran politis Keterampilan sosial Pengaruh Komunikasi Kepemimpinan Katalisator perubahan Manajemen konflik Pengikat jaringan Kolaborasi dan kooperasi Kemampuan tim Pengaturan diri Kendali diri Dapat dipercaya Kewaspadaan Adaptabilitas Inovasi Motivasi Dorongan prestasi Komitmen Inisiatif Optimisme Gambar 1. Bagan kerangka kerja kecerdasan emosional, Goleman (2005:42-43) 3. Tinjauan Tentang Kinerja Pegawai a. Pengertian Kinerja Dalam konsep manajemen, manusia sebagai sumber daya dalam organisasi diharapkan mampu untuk memanfaatkan dan meningkatkan tenaga dengan sepenuhnya atau seoptimal mungkin untuk meningkatkan produktifitas yang diikuti oleh terciptanya hubungan kerja yang bermutu dengan konotasi yang 30 menyenangkan, penuh tenggang rasa dan saling membangun. Memanfaatkan sumber daya manusia mengandung pengertian pembinaan struktur organisasi dan mengembangkan mutu tenaga kerja baik secara aktual maupun potensial. Kinerja merupakan suatu proses yang berkenaan dengan aktivitas sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan, menyangkut aktivitas dari unsur-unsur yang terlibat dalam suatu proses yang menghasilkan output, serta menjadi sistem dan standar yang dipergunakan organisasi dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu kinerja tidak hanya merupakan produktifitas karena kinerja merupakan perilaku alami yang dimiliki seseorang untuk bebas melakukan tindakan sesuai keinginannya, perilaku bebas untuk bertindak ini tetap tidak bisa dilepaskan dari syarat-syarat formal peran seorang karyawan untuk meningkatkan fungsi efektif suatu organisasi. Produktivitas kinerja pegawai adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja atau pegawai itu sendiri. Pengertian peran serta tenaga kerja adalah penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif. Di Indonesia istilah kinerja telah popular digunakan dalam media massa Indonesia, dalam kata bahasa Inggris untuk istilah kinerja dikenal dengan istilah performance. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada terdapat keterangan sebagai berikut: performance berasal dari 31 kata “to perform” yang mempunya arti sebagai berikut: melakukan, menjalankan, melaksanakan, memenuhi atau menjalankan kewajiban sesuatu nazar, melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab, melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin. Menurut Mangkunegara (2005:9) istilah kinerja atau prestasi sendiri adalah pengalihan bahasa dari kata Inggris “performance” sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia (1990: 195) kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja. Gomes dalam Jurnal Studi Manajemen, mengemukakan bahwa kinerja karyawan sebagai : ”ungkapan seperti output, efisiensi serta efektifitas sering dihubungkan dengan produktifitas. Istilah kinerja menurut Prawirosentono (2008:2) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh sesorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika. Kinerja menurut Sedarmayanti (2010:259) adalah : 1. Perbuatan, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna, pencapaian prestasi kerja/ prestasi seseorang berkenaan dengan tugas yang diberikan kepadanya, 2. hasil kerja seorang pekerja dimana hasil kerja tersebut harus bisa ditunjukan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan) 32 3. Sebagai catatan mengenai out came yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu selama kurun waktu tertentu pula. 4. Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suaru organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Selanjutnya menurut Mangkunegara (2005:9) bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM (sumber daya manusia) adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM (sumber daya manusia) persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. 33 b. Pengertian pegawai Pegawai adalah orang yang melaksanakan pekerjaan dengan mendapat imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau perusahaan, dalam membahas pengertian pegawai ini penulis berorientasi pada Pegawai Negeri Sipil, di dalam pasal 1 sub a Undang-Undang No. 8 tahun 1974, tentang undang-undang Pokok Kepegawaian dikemukakan bahwa pegawai adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya di dalam buku Ensiklopedia Administrasi dikatakan bahwa pegawai adalah terdiri dari pegawai negeri sipil dan anggota angkatan bersenjata Republik Indonesia. Pegawai negeri sipil terdiri dari pegawai negeri sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah dan pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Memperhatikan pengertian pegawai yang dimaksud pada pasal 1 sub a, maka pengertian pegawai memiliki beberapa unsur pokok yaitu : a. Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undangundang. b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang. c. Diserahi tugas dalam suatu jabatan Negara. d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pegawai adalah seluruh individu 34 yang diangkat oleh pejabat yang berwewenang diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau tugas lainnya yang digaji berdasarkan peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian dikemukakan bahwa : 1. Pegawai terdiri dari : a. Pegawai negeri sipil b. Anggota angkatan bersenjata Republik Indonesia 2. Pegawai negeri sipil terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil Pusat 1) Pegawai negeri sipil pusat yang gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja Negara dan bekerja pada departemen, kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan. 2) Pegawai negeri sipil pusat yang bekerja pada perusahaan jawatan. 3) Pegawai negeri sipil pusat yang bekerja yang diperbantukan atau dipekerjakan pada daerah otonomi. 4) Pegawai negeri sipil pusat yang menyelenggarakan tugas negara lainnya seperti hakim pada pengadilan negeri dan pengadilan dan lainlain. b. Pegawai negeri sipil daerah yaitu pegawai yang gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja. Daerah dan bekerja pada dinas atau instansi daerah otonomi. 35 Pegawai negeri sipil ditetapkan melalui peraturan pemerintah. Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan oleh sebab itu harus disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok dalam mencapai tujuan berhubungan dengan itu bahwa arti dari pegawai negeri sipil akan berkembang dikemudian hari. 3. Penilaian dan Pengukuran Kinerja Untuk menetapkan tingkat kinerja pegawai dibutuhkan penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang adil membutuhkan standar. Menurut Simamora (2000) dalam Sucitro Shanty (2012:25), semakin jelas standar kinerjanya makin akurat tingkat penilaian kinerjanya. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban elemen kritis yang menggambar apa yang harus dilakukan. Standar kinerja terfokus seberapa baik tugas yang akan dilaksanakan. Agar berdaya guna, setiap standar harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah telah tercapai atau tidak. Standar kinerja haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis maupus yang tidak kritis. Dimensi yang dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan menurut Simamora (2000) dalam Shanty Sucitro (2012:25) di antaranya adalah : a. Memikat dan mempertahankan orang-orang di dalam organisasi, hal ini harus dievaluasi terhadap kehadiran pegawai seperti tingkat absensi, keterlambatan dan kemungkinan melakukan lembur. b. Kerja yang dilakukan pegawai atas tugas yang telah dibebankan padanya, apakah dirinya diandalkan untuk menyelesaikan tugas dengan baik. 36 c. Perilaku inovatif dan spontan dalam menyelesaikan pekerjaan. Menurut Mangkunegara (2005:67), penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah salah satu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut Sedarmayanti (2007:261), penilaian kinerja adalah uraian sistematik, tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau kelompok. Selanjutnya Andrew E. Sikula dalam bukunya Mangkunegara (2005:10) mengemukakan bahwa penilaian kinerja pegawai merupakan evaluasi yang sistimatis dari pekerjaan dan potensi yang dapat dikembangkan. Menurut Mangkunegara (2005:11), kegunaan penilaian kinerja adalah sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk : a. Prestasi, pemberhentian dan besar balas jasa b. Untuk mengkur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan dalam unit kerja organisasi d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan pelatihan bagi pegawai atau karyawan yang berada dalam organisasi 37 f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai atau karyawan sehingga dicapai performance yang baik g. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan pegawai atau karyawan selanjutnya h. Sebagai kriteria menentukan seleksi dan penempatan pegawai i. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan pegawai atau karyawan j. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (jod description) Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja mencakup faktor-faktor : a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang ditentukan oleh sistim pekerjaan. b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel tersebut. c. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. Penilaian kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki sarana mereka yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksananya, yaitu para pegawai 38 agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi perusahaan dalam corporate planning. Tujuan penilaian kinerja secara umum : a. Menilai kemampuan personel Penilaian itu merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai persenel secara individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektivitas manajemen sumber daya manusia. b. Pengembangan personel Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi. Tujuan penilaian kinerja secara spesifik untuk 1. Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinaan 2. Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi 3. Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan 4. Memperoleh umpan balik atas prestasi karyawan Menurut Sedarmayanti (2010:278-283) mengemukakan bahwa metode atau teknik penilaian kinerja pegawai dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu penilaian berorientasi pada masa lalu dan metode penilaian berorientasi pada masa depan. Metode menilaian kinerja yang berorientasi pada masa lalu, artinya penilaian kinerja pegawai berdasarkan hasil yang telah dicapai oleh pegawai selama ini. Metode penilaian kinerja berorientasi pada masa lalu antara lain meliputi skala peringkat (rating scale), daftar pertanyaan (checklist), metode peristiwa kritis (critical 39 incident method), metode peninjauan kembali dilapangan (field review method and observation), tes kinerja dan observasi (performance test and observations) dan metode evaluasi kelompok (group evaluation method). Wether Davis dalam Sirait Justine T.(2006:145) mengemukakan teknik skala penilaian (rating scale), di mana penilai melakukan secara subyektif terhadap kinerja pegawai dengan skala tertentu dari yang terendah sampai yang tertinggi. Penilaian memberi standar pada skala yang sudah ada dengan cara membandingkan antara hasil pekerjaan dengan kriteria seperti yang telah ditentukan. Kriteria tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk baik, cukup baik, atau kurang. Dengan cara ini bagian HRD (Human Resource Development) mempersiapkan formulir isian: nama pegawai yang dinilai, nama dan jabatan yang penilai, tanggal penilaian dilakukan, faktorfaktor yang dinilai dengan sorotan perhatian diajukan pada aspek-aspek kritikal dalam mengukur keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas. Menurut Nawawi (2008:272) ,metode daftar chek list adalah sebuah daftar yang berisi sejumlah perilaku yang harus dilaksanakan dalam bekerja menurut pembidangan masing-masing dilingkungan sebuah perusahaan. Daftar itu dipergunakan untuk mengamati perilaku dalam bekerja, dengan memberikan tanda/symbol untuk mengamati perilaku dalam bekerja Penilaian kinerja dalam peristiwa kritis, menurut Sedarmayanti (2010:279) yaitu berdasarkan pada catatan dari pimpinan atau penilai sejalan yang telah ditetapkan. Pimpinan membuat catatan-catatan yang pekerjaannya atau tugas-tugas pegawai yang akan dinilai. Kemudian berdasarkan catatan peristiwa kritis adalah peristiwa tertentu yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas seseorang pegawai 40 yang menggambarkan perilaku pegawai yang bersangkutan, baik yang sifatnya positif maupun negative Rivai (2005) dalam Sucitro Shanty (2012:30) menyatakan bahwa metode catatan prestasi, yaitu catatan penyempurnaan yang banyak digunakan terutama oleh profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran dan kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Informasi ini secara khusus digunakan untuk menghasilkan detail laporan tahunan tentang kontribusi seseorang profesional selama satu tahun. Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis. Ada tiga kriteria di dalam mengevaluasi kinerja individu menurut Robbins, yaitu hasil tugas individu, perilaku individu dan ciri individu. Menilai kinerja individu melalui hasil tugas yang dimaksudkan adalah menilai hasil pelaksanaan kerja individu. Misalnya saja produk yang dihasilkan, efektivitas pemanfaatan waktu dan sebagainya. Penilaian kerja individu melalui perilaku, agak sulit dilakukan namun dapat diamati dengan cara membandingkan perilaku rekan kerja yang setara atau dapat pula dilihat dari cara penerimaan melalui tugas dan berkomunikasi. Sedangkan menilai kinerja individu melalui pendekatan ciri individu adalah dengan melihat cirri-ciri individu misalnya melalui sikap, persepsi dan sebagainya. Prawirosentono (2008:236-238) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang perlu diketahui sehubungan dengan penilaian kerja pegawai yaitu: 1. Pengetahuan tentang pekerjaan 2. Kemampuan membuat perencanaan 3. Pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan yang disyaratkan 41 4. Tingkat produktivitas atau hasil kerja pegawai tersebut 5. Pengetahuan teknis atas pekerjaan 6. Kemandirian dalam bekerja 7. Berkomunikasi 8. Kepemimpinan dan motivasi 4. Langkah-langkah Peningkatan Kinerja Kinerja pegawai adalah tingkat pencapaian hasil kerja pegawai yang bersangkutan dalam melaksanakan sejumlah tugas pekerjaan yang dibebankan kepadanya sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana dibutuhkan peningkatan kinerja sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Dalam rangka meningkatan kinerja, paling tidak tedapat tujuh langkah yang dapat dilakukan, antara lain a. Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja b. Mengenali kekurangan dan tingkat keseriusan c. Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistim maupun yang berhubungan dengan karyawan itu sendiri. d. Melakukan rencana tindakan tersebut e. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum f. Mulai dari awal apabila perlu Menurut Bacal (2004:1-58), langkah-langkah peningkatan kinerja adalah membuat pola pikir lebih modern, mengenali manfaat, mengolah kinerja, bekerja 42 bersama karyawan, merencanakan kinerja, yang tepat dan jelas, menyatukan sasaran, menentukan insentif kinerja, menjadi orang yang mudah ditemui, memfokuskan komunikasi, melakukan tatap muka, tidak melakukan penggolongan, menghindari resiko, mempersiapkan penilaian, meninjau secara benar, mengenali sebab, mengakui keberhasilan, menggunakan komunikasi kooperatif, berfokus pada perilaku dan hasil, memperjelas kinerja, memperlakukan konflik dengan bagus, menggunakan disiplin bertahan, mendokumentasikan kinerja, mengembangkan karyawan dan meningkatkan sistem kerja. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi perusahaan secara keseluruhan dapat dilakukan melalui pendekatan penetapan tujuan secara menyeluruh,. Penetapan tujuan tersebut merupakan target kinerja yang harus dicapai oleh seorang pegawai melalui serangkaian aktifitas yang terarah secara terpadu, efisien dan efektif. Pendekatan pendekatan kinerja dirancang untuk membantu para pimpinan yang berkeinginan malakukan peningkatan kinerja pada unit kerjanya di organisasi : Bagi pimpinan 1) Mempertajam daya analisa. 2) Mengetahui seluruh perencanaan unit kerja yang dipimpinannya dan rencana kerja yang disusun bawahannya. 3) Meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. 43 4) Mengetahui situasi dan kondisi prestasi kerja pegawai baik sekarang maupun yang akan dating . 5) Mengembangkan ide-ide strategi dan kegiatan terprogram. 6) Diperlukan sebagai alat pengendalian dan alat bimbingan pada proses kerja pegawai. 7) Alat ukur dalam pencapaian tujuan jangka pendek Bagi pegawai : 1) Pedoman dan ukuran pencapaian prestasi kerja 2) Pedoman pelaksanaan kegiatan terkoodinasi baik secara intern maupun ekstern 3) Mengetahui tugas dan tanggung jawab 4) Meningkatkan kesadaran terhadap tugas dan kewajibannya sessuai porsinya 5) Meningkatkan dayaguna dan hasil guna organisasi perusahaan bersama pimpinan B. Penelitian Terdahulu Membahas tentang tentang Kelelahan kerja Penelitian Sukati S, dkk (1998) masalah kurang gizi bagi orang dewasa akan lamban dalam berpikir, lamban bertindak dan cepat lelah dan sebaliknya pekerja dengan keadaan gizi yang baik dan tidak anemia mempunyai ketahanan fisik yang lebih baik I Made Pujawan dan Raden Nimrod (2000) melakukan penelitian pada pengrajin perahu pinisi di Bulukumba, diperoleh bahwa keluhan kelelahan terbesar 44 dirasakan oleh semua pekerja umur di atas 30 tahun dibandingkan dengan kelompok umur di bawah 30 tahun setelah bekerja dalam sehari kerja. Sedangkan mengenai hubungan masa kerja terhadap kelelahan diperoleh bahwa dari responden mengalami kelelahan, keluhan kelelahan tertinggi dialami oleh tenaga kerja dengan masa kerja kategori lama (> 5 tahun) yaitu sebanyak 64 % . Aldin (2005), meneliti tentang Kelelahan dengan Shift Kerja Karyawan PT. Sermani Steel Co. dimana dari kelima bagian atau departemen, khususnya di bagian shearing line dan bagian galvanizing (pelapisan baja lembaran yang dilapisi dengan timah) yang mempunyai 3 shift dengan tenaga kerja yang sedikit per shift (3 orang/shift). Hal ini dapat menyebabkan adanya kelelahan kerja dan berakibat fatal bagi tenaga kerja yang beker di bagian ini. Penelitian Sudana (2009) dalam penelitian analitik mengenai perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift malam di SPBU di Tanjung Marowa menyatakan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kelelahan kerja yang bermakna antara shift pagi dengan shif malam Ica Uswatun Hasyanah (2011) meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kelelahan kerja pada pekerja keramik di Kelurahan Pantikang, Kecamatan Pattalasang, Kabupaten Takalar dengan beberapa faktor yaitu bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh, lama kerja, sikap kerja, beban kerja dengan kelelahan umum, tetapi ada hubungan yang bermakna antara keempat faktor tersebut diatas terhadap perasaan lelah. Suci Indah Yani (2011) dalam penelitiannya tentang Studi Kelelahan Kerja pada Buruh Bagasi di Pelabuhan Makassar. Jenis penelitian ini adalah penelitian 45 survey dengan pendekatan deskriptif terhadap 73 tenaga kerja buruh bagasi sebagai sampel untuk mengetahui gambaran mengenai faktor status gizi, lama kerja, stress kerja, umur dan beban kerja hasilnya adalah status gizi normal yang mengalami kelelahan Umum 76,2% dan yang merasa lelah 52,4%, kategori kelelaham umum lama kerja adalah 80,9% dan yang merasa lelah 61,1%,, kelelaham umum dengan kategori umur muda 77,5% sedangan perasaan lelah dengan umur tua 60,6%, beban kerja dengan kelelahan umum kategori beban kerja berat 75% dan perasaan lelah dengan beban kerja berat 53,1%, kelelahan umum kategori stres kerja berat 67,6% sedang perasaan lelah dengan kategori stres kerja berat 62,2%. Hasil penelitian Lam dan Kirby (2002) menemukan bahwa kecerdasan emosi (EQ) jauh lebih besar pengaruhnya terhadap keberhasilan individu dibandingkan kecerdasan yang umum (kecerdasan intelektual). Penelitian Rahim dan Psenicka (2002) menemukan kecerdasan emosional berhubungan positif dengan cara pemecahan masalah tetapi berhubungan negatif dengan strategi perundingan. Yen dkk (2003) dalam penelitiannya menemukan terdapat hubungan yang positif yang signifikan antara kecerdasan emosional dan prestasi kerja. Penelitian Chain (2004) terhadap siswa magang di sekolah hukum menemukan bahwa kecerdasan emosi sangat penting bagi kurikulum sekolah bisnis, penerapan kecerdasan emosi akan mempermantap tujuan dan penataan konsep yang disajikan dikelas, organisasi, metodologi dan bahan-bahan yang digunakan di kelas. Sedangkan penelitian Trisnawati dan Suryaningsum (2003) dan penelitian Melandy dan Azizah (2006) menemukan terdapat hubungan yang positif terhadap pemahaman akutansi walau dengan hasil yang agak berbeda. 46 Penelitian Kaifi et al (2010) menemukan kecerdasan emosi (EQ) para manajer wanita lebih tinggi dibandingkan para manajer pria dan para manajer yang lebih berpengalaman mempunyai tempat kerpeluang lebih besar untuk meningkatkan kecerdasan emosi mereka yang pada akhirnya akan membawa kesuksesan di tempat kerja dari penelitian sebelumnya bahwa belum ada peneliti yang meneliti secara spesifik tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja. Dedi Abidin (2012) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Adversitas, dan Kecerdasan Spritual terhadap mahasiswa akuntan menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akutansi. Dan yang paling mendominasi dari ketiga kecerdasan ini adalah kecerdasan emosional. Semua penelitian tersebut tidak ada yang membahas objek kajian/permasalahan seperti yang dibahas dalam penelitian ini, dengan demikian, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini dianggap urgen karena kajian ini merupakan suatu indikasi yang mempengaruhi kinerja pegawai Negeri Sipil, antara lain faktor kelelahan kerja dan kecerdasan emosional. Penanganan Kelelahan kerja dan peningkatan kecerdasan emosional masih sangat dibutuhkan oleh para pegawai dalam menjalankan tugasnya. 47 C. Kerangka Konseptual 1. Kinerja Istilah kinerja atau prestasi sendiri adalah pengalihan bahasa dari kata Inggris “performance” sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia (1990: 195) kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja. Menurut Mangkunegara (2005:9), kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh setiap pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja menurut Sedarmayanti (2010:259) adalah : d. Perbuatan, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna, pencapaian prestasi kerja/ prestasi seseorang berkenaan dengan tugas yang diberikan kepadanya, e. hasil kerja seorang pekerja dimana hasil kerja tersebut harus bisa ditunjukan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan) f. Sebagai catatan mengenai out came yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu selama kurun waktu tertentu pula. g. Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suaru organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. 48 Dari uraian kajian teori diatas maka peneliti menentukan indikator kinerja antara lain : 1. Kuantitatif : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan. 2. Kualitatif : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3. Kreatifitas: keaslian gagasan –gagasan yang dimunculkan dan tindakantindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 4. Pengetahuan pekerjaan : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. 5. Kerja Sama : kesediaan untuk bekerjasama dengan teman kerja atau sesama anggota organisasi 2. Kelelahan Kerja Kelelahan merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh manusia sehari-hari untuk mempertahankan kesehatan dan efisiensi, banyaknya istrahat dan pemulihan dan seimbang dengan tingginya ketegangan kerja. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istrahat dan waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istrahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, 49 tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Yang menyebabkan kelelahan antara lain : 1. Umur Beberapa kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran, dan kecepatan reaksi menurun setelah berumur 40 tahun. Semakin tua seseorang tingkat kesegaran jasmaninya semakin berkurang karena kondisi fisik menurun sehingga menyebakan lebih cepat terjadi kelelahan dibandingkan tenaga kerja yang lebih mudah. 2. Beban Kerja Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik berupa fisik maupun mental dan menjadi tanggung jawabnya.dalam hal ini harus ada keseimbangan antara beban kerja dengan kemampuan individu agar tidak terjadi hambatan ataupun kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan. Seorang tenaga kerja mempunyai kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja, mungkin di antara pekerjaan ada yang cocok untuk beban fisik, mental atau sosial. 3. Stres Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami keteganggan karena adanya kondisi yang mempengaruhi dirinya, kondisi-kondisi tersebut dapat diperoleh dari dalam maupun dari dalam diri seseorang. Stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress. Bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja 50 juga tidak ada, dan prestasi kerja cenderung rendah. Sejalan dengan meningkatya stres, prestasi kerja cenderung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya . Bila stres terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stres menggangu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan akan mulai kehilangan kemampuannya untuk mengendalikannya dan menjadi tidak mampu mengambil keputusan. Akibatnya adalah prestasi kerja menjadi nol, dan karyawan mengalami gangguan, menjadi sakit dan tidak kuat lagi bekerja (mengalami kelelahan kerja). 4. Lama Kerja Lama kerja sehari dianggap ideal 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi bahkan biasanya terjadi penurunan produktivitas. 3. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan perilaku seseorang. Dengan demikian kecerdasan emosional merupakan kesadaran diri yang memandu seseorang mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta menerapkan denga efektif dengan perilaku. 51 Kecerdasan emosional digolongkan dalam lima kecakapan : 1. Kesadaran diri Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakan untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat 2. Pengaturan diri Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup manunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. 3. Motivasi Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. 4. Empati Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang 5. Keterampilan sosial Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancer, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan 52 memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. KELELAHA KERJA (X1) KINERJA PEGAWAI (Y) KECERDASAN EMOSIONAL (X2) Gambar 2. Kerangka konseptual penelitian Keterangan : X1 = Kelelahan Kerja X2 = Kecerdasan Emosional Y = Kinerja Pegawai D. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah di atas,maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga kelelahan kerja, dan kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar. 53 2. Kecerdasan emosional berpengaruh secara dominan terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar. 54 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitiam penjelasan (explanatory research) yang akan membuktikan hubungan kausal antara variabel bebas (independent variable) yaitu kelelahan kerja, dan kecerdasan emosional terhadap variabel terikat (dependent variable) yaitu kinerja pegawai. B. Tempat Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar yang berada di Jalan Perintis Kemerdekaan km.10. sedangkan waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama 2 (dua) bulan. C. Populasi dan Teknik Sampel Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap dan umumnya dapat berupa orang, obyek, transaksi atau kejadian. Populasi dalam penelitian ini seluruhnya berjumlah 32 orang dan kesemuanya merupakan seleruh pegawai negeri sipil pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Sampel adalah suatu himpunan atau bagian dari unit populasi. Metode dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel jenuh. Karena sampel jenuh adalah teknik pengambilan sampel secara keseluruhan dengan menggunakan semua anggota populasi yaitu sebanyak 32 orang. D. Teknik Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang dibuat untuk memperoleh data dalam 55 penelitian ini. Kuesioner tersebut disebarkan untuk diisi oleh responden yang menjadi sampel penelitian untuk memperoleh data yang lengkap pada semua valiabel yang diteliti. E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari : 1. Data Sekunder Adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain buku-buku, laporan-laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian terdahulu. 2. Data Primer Adalah data yang diperoleh melalui hasil penelitian langsung terhadap obyek yang diteliti. Data tersebut diperoleh melalui : 1) Observasi Kegiatan untuk mendapatkan data yang faktual dengan cara mengadakan pengamatan terhadap kondisi fisik, fasilitas dan perilaku secara langsung pada obyek penelitian. 2) Kuesioner Kegiatan pengumpulan data dengan menyebarkan angket ysng berisi daftar pertanyaan yang harus diisi oleh para responden. Informasi atau data yang dıperoleh dari jawaban kuesioner ini dijadikan sebagai sumber informasi utama untukmelakukan analisa hasil penelitian. 56 F. Definisi Operasional Definisi operasional dalam suatu penelitian, digunakan oleh seorang peneliti untuk memberikan batasan-batasan terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Kinerja pegawai (Y) adalah hasil pelaksanaan tugas-tugas dan kewajiban seseorang yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang. Adapun indikatorandikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pegawai adalah sebagai berikut : E. Mampu meningkatkan target pekerjaan F. Mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kualitas standar G. Mampu menciptakan penemuan terbaru dalam menyelesaikan pekerjaan H. Mampu meminalkan kesalahan pekerjaan I. Mampu bekerja sama 2. Kelelahan kerja (X1) adalah menurunnya efisiensi dan berkurangnya ketahanan dalam bekerja. Adapun indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kelelahan kerja adalah sebagai berikut : a. Umur b. Beban kerja c. Stres d. Lama kerja 57 3. Kecerdasan emosional (X2) adalah kesanggupan pegawai untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Adapun indikator kecerdasan emosional adalah sebagai berikut : a. Kemampuan mengenali emosi diri b. Kemampuan mengelola emosi diri c. Kemampuan memotivasi diri d. Kemampuan mengenali emosi orang lain e. Kemampuan membangun hubungan dengan orang lain. G. Instrumen Penelitian Untuk memudahkan peneliti mengumpulkan data maka dipergunakan instrumen penelitian dengan alat bantu berupa daftar pertanyaan (kuesioner), dimana keseluruhan jawaban diklasifikasikan kedalam empat kategori. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah daftar pertanyaan yang mengacu pada variabel bebas. Instrumen penelitian merupakan pengukuran terhadap fenomena sosial di mana peneliti pada prinsipnya akan menggunakan alat ukur atau instrumen penelitian secara spesifik terhadap variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian digunakan instrument kuesioner dengan skala pengukuran ordinal yaitu memberikan nilai atau skor untuk jawaban yang diperoleh dari daftar pertanyaan paling rendah sampai pertanyaan paling tinggi. Setiap item pertanyaan pada variabel tersebut menggunakan skala pengukuran antara nilai 1 (satu) sampai dengan nilai 5 (lima). 58 Pedoman untuk pengukuran adalah : a) Kategori jawaban sangat setuju diberikan skor 5 (lima) b) Kategori jawaban setuju diberikan skor 4 (empat) c) Kategori jawaban cukup setuju diberikan skor 3 (tiga) d) Kategori jawaban tidak setuju diberikan skor 2 (dua) e) Kategori jawaban sangat tidak setuju diberikan skor 1 (satu) H. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengelohan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus atau dengan aturan-aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian bisnis. Adapun metode analisa data yang dipergunakan meliputi : 1. Uji Instrumen, yang meliputi : 1) Uji validitas Uji validitas digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dapat dikatakan valid atau sah, jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Menurut Imam Ghozali (2005), dalam Sucitro Shanty (2012) untuk mengukur validitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara skor masingmasing item pertanyaan dengan total skor valiabel. Sedangkan untukmengetahu skor masing-masing pertanyaan valid atau tidak, maka ditetapkan kriteria sebagai statistic sebagai berikut : 1) Jika r hitung > r table dan bernilai positif, maka variabel tersebut valid 59 2) Jika r hitung < r table,maka variabel tersebut tidak valid 3) Jika r hitung > r table tetapi bertanda negatif, maka H0 akan tetap ditolak dan H1 akan diterima 2) Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu indeks tentang sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Jika suatu alat ukur dapat digunakan dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran diproses relatif secara konsisten, maka alat ukur disebut dianggap reliable atau handal. Artinya alat ukur yang digunakan konsisten dalam mengukur gejala yang sama. Menurut Sugiyiono (2012) bahwa uji reliabilitasditentukan denga koefisien Cronbach’s alpha (koefisien kehandalan) dengan mensyaratkan suatu instrumen dikatakan handal apabila memiliki koefisien kehandalan diatas 0,60. Apabila terlihat nilai alpha dari semua variabel lebih besar dari 0,60, maka hal ini menunjukan bahwa data dalam kondisi reliabel dan layak digunakan untuk analisis lebih lanjut. b) Uji Model, yang meliputi : 1) Analisa regresi linear berganda Analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun rumus yang digunakan adalah : Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + e 60 Keterangan : Y = Kinerja pegawai X1 = Kelelahan kerja X2 = Kecerdasan Emosional β0 = Bilangan konstan β1 β2 = Koefisien regresi e = Faktorkesalan (random error) 2) Analisa koefisien korelasi berganda (R) Analisa ini digunakan untuk seberapa besar kuat atau lemahnya keeratan hubungan antara variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel terikat. 3) Analisa koefisien determinasi berganda (R2) Koefisien determinasi berganda pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel bebas. Nilai koefisien determinasi antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan varibel bebas dalam menjelaskan varibel terikat sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu variabel berarti variabel bebas memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat. 4) Analisa koefisien determinasi parsial (𝑟2) Analisainidigunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat 61 c) Uji hopotesis Dalam penelitian ada dua hipotesis yang diajukan, dan untuk menguji hipotesis tersebut akan digunakan : a. Uji signifikan parsial (Uji T) Uji ini untuk mengetahui apakah pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel bebas terhadap variabel terikat bermakna atau tidak. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara nilai t hitung masingmasing variabel-variabel bebas dengan nulai t table dengan derajat kesalahan 0,05. Apabila nilai t hitung > t table, maka variabel bebasnya memberikan pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas tersebut terhadap kemampuan pegawai dapat dilihat dari nilai R-Square. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, maka dapat diketahui besarnya pengaruh variabel bebas X terhadap variabel Y. b. Uji serempak (Uji F) Untuk pengujian hipotesis, uji F digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebasnya secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. Kemudian dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel pada derajat kesalahan 0,05. Apabila nilai F hitung > F tabel maka berarti H0 ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas dari regresi dapat menerangkan variabel bebas dari regresi dapat menerangkan variabel terikat secara serentak atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hopotesis dapat diterima. Namun apabila F hitung 62 < F tabel maka Ho diterima sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas tidak mampu menjelaskan variabel terikat.