PERILAKU GOLONGAN PUTIH DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR TAHUN 2013 DI SULAWESI SELATAN1 Oleh : Suharjono Bobonglangi2 NIM : 100814008 ABSTRAKSI Pelaksanaan pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur di wilayah Sulawesi Selatan selalu ada yang tidak menggunakan hak pilihnya atau yang biasa disebut golput, hal ini juga terjadi pada masyarakat di kabupaten Tana Toraja dalam pemilihan gubernur dan wakil Gubernur pada bulan Januari 2013 yang lalu, golput mencapai 27% dari jumlah daftar pemilih tetap, oleh karna itu peneliti ingin meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat untuk berperilaku golongan putih dalam Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur tahun 2013 Sulawesi Selatan dengan menggunakan teori yaitu teori Perilaku, teori golongan putih oleh Irwan H. Dulai, bentuk- bentuk golput dan toeri pemilihan umum . Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan lokasi penelitia dikabupaten Tana Toraja kemudian fokus penelitian pada masyarakat yang berperilaku golongan putih dengan teknik pengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan observasi kepada informan di Kecamatan Makale, Rantetayo dan Masanda yang terdaftar sebagai pemilih tetap yang masing-masing informan di ambil 3 orang dari setiap kecamatan yang menjadi lokasi penelitian sehingga teknik analisa data yang tepat adalah teknik analisa deskriptif. dalam penelitian tersebut masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya dipengaruhi faktor latar belakang sosial ekonomi seperti pendidikan, pekerjaan dan keadaan ekonomi sangat memberikan pengaruh kepada masyarakat di kecamatan Makale, Rantetayo dan Masanda dalam hal ini tidak ikut memilih (golput) pada saat pemilihan. faktor psikologis dan faktor sistem politik serta faktor kepercayaan juga turut mempengaruhi mereka untuk tidak ikut serta dalam pemilihan. hal ini terjadi karna masyarakat masih kurang percaya terhadap calon Gubernur dan wakil Gubernur serta masyarakat menganggap janji-janji pada saat kampanye tidak terealisasi apabila kekuasaan sudah dimiliki pemenang pemilu dan kebijakan yang diberikan jauh dari kata memuaskan. hal inilah yang membuat masyarakat tidak ikut memilih (golput) pada saat pemilihan berlangsung dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Selatan 3013. Kata kunci : Perilaku, golput, pilgub. Pendahuluan Masyarakat adalah sumber lahirnya demokrasi. bagi negara yang menganut paham demokrasi pemilihan umum merupakan mekanisme utama yang harus ada dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan (Gaffar, Janedjri 2012:36). Dalam pemilihan umum partisipasi politik merupakan hal yang 1 2 Merupakan skripsi penulis Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNSRAT 1 sangat penting. dimana pengertian partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut dalam kehidupan politik dengan jalan memilih pemimpin negara. menurut Mc Closky (Budiardjo 2008 :367) partisipasi politik adalah kegiatankegiatan sukarela dari warga negara untuk mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembuatan kebijakan umum. Istilah golongan putih atau golput pertama kali muncul menjelang Pemilu 1971. istilah golput sengaja dimunculkan oleh Arief Budiman dan kawan-kawannya sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi pemerintah dan ABRI (TNI) yang sepenuhnya memberikan dukungan politis kepada Golkar (Fadillah Putra 2003 : 104). Dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Selatan ada tiga pasangan yang mencalonkan diri yaitu Ilham Arif Sirajuddin dan Aziz Qahar Mudzakkar (IA), Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang (SAYANG), Andi Rudyanto Asapa dan Andi Nawir (Garudana). pada masyarakat di kabupaten Tana Toraja dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Pemilukada Sulsel) yang berlangsung pada bulan Januari 2013 yang lalu dari daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 154.679 pemilih ada sekitar 27% warga kabupaten Tana Toraja tidak menggunakan hak pilihnya. (sumber KPUD Tana Toraja). beberapa alasan mengapa masyarakat banyak tidak menggunakan hak pilihnya, yang pertama pemilih memilih tidak menghadiri tempat pemungutan suara karena alasan pekerjaan-pekerjaan yang sangat penting bagi pemilih dan ada juga sebagai bentuk protes terhadap pemerintah karena pemerintah dianggap tidak mampu menjalankan roda pemerintahan dengan adanya kasus-kasus korupsi dan banyak pemerintah (pejabat) tidak punya kemampuan. kedua pemilih memilih hadir di tempat pemungutan suara namun mencoblos/mencontreng gambar bagian putih sehingga kartu suara akan dianggap tidak sah kemudian ada yang tidak percaya kepada kandidat calon Gubernur dan wakil Gubenur serta ada juga yang malas aktif di dunia politik karna kecewa dengan hasil pemilihan Gubernur dan wakil Gubenur Sulawesi Selatan sebelumnya, mereka merasa berpartisipasi atau tidak, tidak akan memberikan pengaruh terhadap hasil pemilihan di kabupaten Tana Toraja juga terdapat masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung golput hal ini disebabkan mereka kritis karna latar belakang pendidikan tinggi jadi untuk mengakses informasi sangat mudah khususnya yang berkaitan dengan politik, rumusan masalah yaitu “faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat di kabupaten Tanah Toraja berperilaku golongan putih dalam Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur tahun 2013 di Sulawesi Selatan”? tujuan penelitian mendeskripsikan faktorfaktor apa yang menyebabkan pemilih di kabupaten Tanah Toraja berperilaku golongan putih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2013 di Sulawesi Selatan. Adapun Manfaat penelitian secara teoritis tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bersifat ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan judul tulisan sementara secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan semangat dan kontribusi yang positif pada masyarakat dan pemerintah dalam hal ini KPUD untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam setiap pemilihan umum yang dilaksanakan dan terus mensosialiskan betapa pentingnya mengikuti pemilihan yang dilaksanakan di kabupaten Tana Toraja. Tinjauan Pustaka Menurut Irwan H. Dulay golongan putih diakronimkan menjadi golput adalah sekelompok masyarakat yang lalai dan tidak bersedia memberikan hak pilihnya dalam 2 even pemilihan dengan berbagai macam alasan, baik pada pemilu legislatif, pilpres, pilkada maupun pemilihan kepala desa (Efriza 2012: 534). Perilaku nonvoting adalah refleksi protes atau ketidak puasan terhadap sistem politik yang sedang berjalan karena itu bentuk perilaku golput ada berbagai macam, berikut ini perilaku golput yang diwujudkan menurut Eep Saefullah (Efriza 2013:546): 1. Golput teknis 2. Golput politis 3. Golput Ideologis Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur sudah dilaksanakan sejak tahun 2005 berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Menurut Huntington (Efriza ; 2012: 358) pemilu sebagai media pembangun partisipasi politik rakyat dalam negara modern. berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 56 ayat 1 Kepala Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang kemudian terjadi perubahan menjadi undang-undang nomor 12 tahun 2008. Metodelogi penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara tringulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif. disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul analisisnya lebih bersifat kualitatif (Sugiyono 2005;1 dalam Pasolong, Harbani metode penelitian administrasi publik). penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di kabupaten Tana Toraja provinsi Sulawesi Selatan. di kabupaten Tana Toraja terdapat 19 kecamatan oleh karna itu maka peneliti akan meneliti di 3 kecamatan antara lain : 1. Kecamatan Makale 2. Kecamatan Rantetayo 3. Kecamatan Masanda Fokus penelitian dibatasi pada perilaku golongan putih dalam Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur tahun 2013 di Sulawesi Selatan pada faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat berperilaku golput dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur di 3 kecamatan di kabupaten Tana Toraja, provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013. Informan dalam penelitian ini yaitu masyarakat yang berperilaku golongan putih dalam Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur tahun 2013 di Sulawesi Selatan di kabupaten Tana Toraja, informan juga merupakan masyarakat yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap KPUD Tana Toraja. dalam penelitian ini informan dibatasi karna jumlah masyarakat yang golput sangat banyak sehingga dalam penelitian ini hanya akan menggunakan 9 orang informan yang masing-masing sebagai berikut: 1. Kecamatan Masanda 3 orang 2. Kecamatan Rantetayo 3 orang 3. Kecamatan Makale 3 orang. Jenis dan sumber data yang digunakan untuk membantu penelitian berupa data primer dan data sekunder. instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam beberapa pertanyaan untuk dijawab oleh informan sesuai dengan variabel yang akan diteliti. untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan bebarapa cara wawancara mendalam dan observasi. karena penelitian ini adalah kualitatif, maka teknik analisa data yang 3 relevan adalah teknik analisa data yang deskriptif analitis yaitu hasil pengumpulan data direduksi. “istilah dalam penelitian kualitatif diartikan sebagai merangkum data, memilih hal-hal yang pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang penting” (Sugiyono 2008 : 247). PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dihasilkan bahwa perolehan golput di kabupaten Tana Toraja mencapai 27%. di lokasi penelitian di 3 kecamatan yang sudah di tentukan yaitu Masanda, Rantetayo dan Makale masyarakat yang sudah terdaftar sebagai pemilih tetap namun tidak ikut memilih disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubenur tahun 2013. jumlah masyarakat yang golput adalah 41.570 orang. 1. Faktor Psikologis Menurut Arnold K. Sherman dan Aliza Kolker, (Efriza 2012:538) melihat bahwa perilaku nonvoting disebabkan oleh orientasi kepribadian pemilih, yang secara konseptual menunjukkan karakteristik apatis, anomali, dan alienasi. secara teoritis, perasaan apatis sebenarnya merupakan penjelmaan atau pengembangan lebih jauh dari kepribadian otoriter, yang secara sederhana ditandai dengan tiadanya minat terhadap persoalan-persoalan politik. berikut hasil wawancara salah informan di kecamatan Masanda yang berinisial KK (umur 31 tahun). “Saya tidak memilih karna calon Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2013 saya tidak melihat salah satu calon tersebut yang mampu memimpin Sulawesi Selatan dengan baik dan yang mampu menampung aspirasi saya, pada saat kampaye mereka tidak perna datang kesini untuk melakukan kampaye secara langsung jadi bagaimana mereka mau mengetahui keadaan masyarakat disini, hal inilah yang membuat saya tidak memilih.” Golput dengan alasan faktor psikologis dimana faktor kedekatan yang kurang dialami antara pemilih dengan pasangan calon, hal tersebut ditemukakan di lapangan saat mewawancarai informan di kecamatan Rantetayo di Tana Toraja berikut hasil wawancara dengan informan berinisial SB (32 tahun) “Saya mau mengatakan bahwa saya lebih memilih tinggal dirumah untuk menonton TV dari pada harus pergi ketempat pemilihan, saya sudah malas aktif di dunia politik kemudian saya menolak dan tidak ingin mengambil bagian dalam pemilihan tersebut. selain itu saya tidak mengenal secara dekat semua kandidat yang calon sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur hal itu dikarenakan jarang sekali ada kegiatan turun langsung bersosialisasi atau kampaye yang dilakukan kandidat khusus di kecamtan Rantetayo, jadi alasan saya golput memang saya tidak mau mengambil bagian dalam aktivitas politik yang merupakan kegiatan musiman dan tidak terlalu penting buat saya karna ketika selesai pemilihan maka disitulah akhir para kandidat akan mendekati saya”. 2. Faktor Sistem Politik tidak berfungsinya lembaga perwakilan rakyat dengan baik membuat sejumlah masyarakat tidak percaya dengan pemerintah yang ada sehingga ketika ada pesta demokrasi di lakukan kebanyakkan masyarakat cenderung tidak mau ambil pusing dalam kegiatan politik tersebut, hal ini disebabkan pemerintah dianggap tidak mampu melaksanakan apa yang menjadi aspirasi masyakat. dari hasi mewawancarai salah satu informan di kecamatan Makale yang berinisial MB (umur 19 tahun). 4 “Pada pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur yang lalu, saya memang tidak mau memilih pada saat itu karena saya tidak terlalu percaya terhadap figur calon pada pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, mereka tidak peduli kepada kami, pemerintah hanya diam, buktinya saja jalan provinsi sampai saat ini sangat memprihatikan mulai dari pintu gerbang saat masuk ke Tana Toraja sampai di kota Makale sangat rusak dan itu sangat membahayakan pengguna jalan tersebut selain itu suara yang terhitung satu yang saya miliki tidak terlalu berpengaruh juga terhadap hasil pemilihan Gubernur maka dari itu saya lebih memilih golput dan menjalankan kesibukan yang saya anggap lebih penting”. Banyak politisi instan dan tidak maksimalnya kinerja partai politik membuat sejumlah masyarakat tidak percaya dengan partai dan kandidat dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur serta tidak adanya figur yang akan membawa perubahan dan perbaikan nantinya sehingga kondisi demikian yang menghambat masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya di kecamatan Rantetayo. hal ini sama yang di katakan informan YB (umur 19 tahun) di kecamatan Rantetayo. “Pada pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur lalu saya memang tidak memilih, dikarenakan saya melihat kandidat Incumbent yang kinerjanya selama masa periode jabatannya yang lalu, saya tidak melihat perubahan pembangunan yang lebih baik. jadi pada pemilihan gubernur tahun 2013 saya lebih memilih tidak menggunakan hak pilih saya karena ketidakpercayaan pada terhadap figur kandidat, apalagi banyak sekali pejabat yang korupsi di Sulawesi Selatan”. Rendahnya kepercayaan kepada pemerintah atau kandidat calon membuat golput di kecamatan Makale cukup tinggi hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah satu masyarakat yang memilih golput pada pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2013 di kecamatan Makale berikut hasil wawancara informan yang berinisial JM (umur 24 tahun). “Saya tidak memilih karena saya memilih dengan tidak memilih tetap hasilnya akan sama dengan hasil pemilu selama ini yang saya lihat, pemilu seakan siasia tidak ada hasil yang signifikan, apalagi saya juga pesimis dengan kandidatnya, saya kurang yakin mereka jika terpilih dapat membawa perubahan sesuai janjinya waktu kampanye, apalagi salah kandidat saat ini merupakan incumbent, pada pemilihan Gubenur yang lalu banyak memberikan janji dan sampai saat ini tidak dia laksanakan. kemudian para kandidat yang ada nanti mendekati kami kalau ada maunya”. Masyarakat yang pendidikannya tinggi dapat dengan mudah mencari informasi dan berita yang berkaitan dengan kehidupan politik, semakin meluasnya pendidikan formal politik akan berperan dalam menciptakan kesadaran masyarakat tentang pentingnya berpoltik tetapi pada kenyataannya justru kalangan terdidik yang golput. hal ini, karena kalangan terdidik, menyadari tugas dan peran yang harus dimainkan, apalagi mereka menguasai kebijakan-kebijakan politik dengan baik. semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuan dan akses informasi yang dimiliki, maka memungkinkan seseorang bersifat kritis. mereka juga mengetahui praktek-praktek politik dan ekonomi yang dinilai tidak sesuai dengan prinsi-prinsip keadilan, kejujuran, kebebasan dan demokrasi. pengetahuan semacam inilah yang pada akhirnya berpengaruh pada keputusan untuk tidak memilih. berikut hasil wawancara informan berinisial SA (umur 34 tahun) sebagai berikut : “Jujur saya katakan pada pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur yang lalu saya lebih memilih golput hal ini dikarenakan setelah saya analisa dari sekian 5 pemilu di Sulawesi Selatan hanya menimbulkan rasa kecewa pada diri saya secara pribadi dimana ketika pada saat kampanye kandidat cenderung terlalu mengumbar janji namun setelah terpilih tidak dibuktikan”. Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah tidak menggunakan hak pilihnya dikarenakan kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak membuat sebagian masyarakat lebih memilih untuk bekerja dari pada datang ke tempat pemungutan suara. seperti hasil wawancara informan yang berisial TT (umur 41 tahun) di kecamatan Masanda dibawah ini. “Alasan saya tidak memilih yaitu saya merasa kalau suara yang saya berikan nantinya bakalan tidak berpengaruh besar terhadap hasil keputusan yang akan terjadi. Jadi daripada saya capek-capek pergi antri untuk mencoblos di TPS lebih baik saya pergi mengantar penumpang dan membeli barang dagangan saya, kalau saya tidak mengantar penumpang kami sekeluarga mau makan apa hari esok, saya pikir dengan cara itu lebih memungkinkan untuk saya dapat penghasilan dibanding capek-capek pergi mencoblos baru tidak ada apa-apa yang saya dapat”. Hal yang sama ditemui dikecamatan Rantetayo dimana masyrakat yang pendapatannya rendah mempengaruhi mereka untuk hadir dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur seperti pendapat informan berinisial AT (umur 35 tahun) yang berasal dari kecamatan Rantetayo bahwa: “Pada pemilihan gubernur lalu saya tidak menggunakan hak pilih saya disebabkan karena saya lebih mementingkan kebutuhan ekonomi dan saya tidak yakin akan hasil pemilu siapapun yang akan terpilih nanti ,maka tidak akan membawa perubahan apapun, terutama bagi kami masyarakat yang berpenghasilan rendah“. Di kecamatan Masanda informan yang mengganggap pemilihan merupakan suatu yang yang tidak bermanfaat bagi dirinya dan lebih mementingkan pekerja mereka daripada datang ke tempat pemungutan suara pada hari pemungutan suara dilaksanakan, hal tersebut di sampaikan informan BS (umur 62 tahun) di kecamatan Masanda. “Pada pemilihan Gubernur yang lalu saya tidak menghadiri tempat pemugutan suara karna bagi saya pemilihan yang di selenggarakan pemerintah atau KPU tidak ada manfaatnya bagi saya secara pribadi, sudah berapa kali saya mengikuti pemilihan tetapi tidak hal bisa dibuat calon yang terpilih nantinya, saya seorang petani lebih baik saya pergi untuk mencari nafkah untuk kehidupan hari esok dari pada ke Tempat pemungutan suara berjam-jam namun tidak akan berarti bagi saya”. Berdasarkan hasil penelitian saat mewawancarai salah informan ditemukan di lapangan ditemukan golput disebabkan oleh faktor sosial yaitu tingkat pendidikan pemilih, salah satu dari sekian informan yang berlatar belakang pendidikan tinggi yang golput pada Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2013 yaitu masyarakat di kecamatan Makale yang sudah berpendidikan tinggi. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perilaku golongan putih dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur tahun 2013 di Sulawesi Selatan ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat berperilaku golongan putih, 6 adalah faktor Psikologis, faktor Sistem Politik,faktor Kepercayaan Politik, faktor Sosial Ekonomi. Faktor sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi masyarakat di kabupaten Tana Toraja berperilaku golongan putih dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur tahun 2013 di Sulawesi Selatan. faktor sosial ekonomi ini merupakan mempengaruhi pemilih untuk tidak hadir ke tempat pemungutan suara. masyarakat yang golput merupakan masyarakat yang mempunyai pendidikan cukup tinggi dan masyarakat yang berpenghasilan rendah, masyarakat yang berpendidikn tinggi berperilaku golongan putih mengganggap bahwa pemilu hanya akan membawa rasa kekecewaan pada pribadi mereka sedangkan masyarakat yang berpenghasilan rendah menganggap bahwa Pemilu hanya suatu kegiatan yang tidak berarti dan mereka lebih mengutamakan kebutuhan hidup mereka sehari-hari atau mereka lebih memilih bekerja untuk mencari nafka untuk kehidupan sehari-hari dari pada hadir ke tempat pemungutan suara. Saran Berdasarkan hasil penelitian harus ada upaya yang maksimal untuk memanilisir masyarakat yang tidak memilih dalam Pemilu agar tidak meningkat setiap pemilihan. maka dalam proses menyelesaikan penelitian ini ada saran yang akan menjadi harapan peneliti ke depan yaitu : “Partai politik dalam melakukan rekrutmen politik harus memperhatikan rekam jejak calon Gubernur dan wakil Gubernur. DAFTAR PUSTAKA Bakti, Andi Faisal, 2012. Literasi Politik dan Konsilidasi Demokrasi. Ciputat Tangerang Selatan: Churia. budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar ilmu politik. jakarta: Granmedia Pustaka. Efriza. 2012. political Explore, sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta. Gaffer, Janedjri M. 2012. politik hukum pemilu. Jakarta: konstitusi press. Sahlan, Sartono. Marwan Awaludin. 2012. Nasib Demokrasi Lokal Di Negeri Barbar, Kajian Reflektif Teoritis Pilkada Langsung. Bantul Yogyakarta: Thafa Media. Pasolong, Harbani. 2013. metode penelitian Administrasi publik. Bandung: Alfabeta. Pito, Andrianus Toni dan Elriza, dan fasyah kemal.2013. mengenal teori teori politik, dari system politik sampai korupsi. Bandung: Nuansa Cendekia. putra, Fadillah. 2003. partai politik kebijakan publik, Yogyakarta: pustaka pelajar. Sarundajang, S. H. 2012. pilkada langsung problematika dan prospek. jakarta: kata hasta pustaka. Sitepu, Anthonius P. 2012. Teori-teori politik.Yogyakarta: Graha ilmu. Sugiono. 2008, Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Syafiie, Inu Kencana, H. 2005, Sistem politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Usman, Husaini dan Akba, Setiady, Purnomo, 2006, Metodologi penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Sumber lain : Badan pusat statistik Tana Toraja Komisi Pemilihan Umum Daerah Tana Toraja Undang-undang Republik Indonesia nomor Pemerintahan Daerah 7 32 tahun 2004 tentang Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik. Undang-undang pemilu Republik Indonesia nomor 8 tahun 2012 . 8