Seri Mental model (2) MENTAL MODEL UNTUK PEMIMPIN IRENE NUSANTI Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta [email protected] Abstrak Mental model seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi institusi yang dipimpinannya. Artikel tentang mental model ini bertujuan untuk membahas mental model yang digunakan seorang pemimpin dalam memimpin diri sendiri dan memimpin orang lain. Pembahasan tentang mental model yang dapat membantu pemimpin dalam memimpin orang lain menunjukkan bahwa pemimpin menjadi lebih dimampukan untuk menempatkan diri sebagai seorang yang harus ada di garis depan. Sedangkan pembahasan tentang mental model yang dapat membantu pemimpin dalam memimpin diri sendiri menunjukkan bahwa melalui mental model yang positif pemimpin menjadi lebih bisa menguasai diri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penting bagi seorang pemimpin untuk memperhatikan mental model yang akan membawa pemimpin tersebut lebih berhasil dalam memimpin diri sendiri maupun dalam memimpin orang lain. Kata Kunci: mental model, pemimpin, memimpin diri sendiri, memimpin orang lain. A. Pendahuluan Seri mental model kali ini diperuntukkan untuk melengkapi materi diklat bagi kepala sekolah. Oleh karena itu, materi tidak ditulis dalam bahasa Inggris, sebagaimana dalam artikel seri mental model sebelumnya, yang diperuntukkan bagi diklat guru-guru bahasa Inggris. Artikel kali ini membahas tentang mental model bagi seorang pemimpin. Seperti dikatakan oleh Tee (2005) bahwa mental model kelihatannya lembut tetapi sebenarnya sangat kuat dalam mempengaruhi tindakan seseorang. Yang pasti, mental model seorang pemimpin memberikan pengaruh pada bawahannya. Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat 1 diberikan kepada bawahannya tentu saja adalah pengaruh positif. Jika pengaruh positif yang diharapkan, berarti mental model yang dimiliki oleh pemimpin juga harus mental model positif. Sebelum dibahas lebih lanjut tentang mental model bagi pemimpin, perlu dijelaskan secara singkat pemimpin bagaimanakah yang dimaksud dalam artikel ini. Menurut Webster Dictionary, definisi pemimpin adalah: ‘a person or things who leads’ (seorang atau sesuatu yang memimpin). Untuk dapat memimpin orang lain dengan baik, seorang pemimpin tentu saja harus dapat memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu. Dalam artikel ini pembahasan akan lebih difokuskan pada dua hal, yaitu: seorang pemimpin dalam arti memimpin diri sendiri dan kemudian pemimpin yang memimpin orang lain. Seseorang akan sulit untuk menjadi pemimpin yang baik jika yang bersangkutan tidak dapat memimpin diri sendiri terlebih dahulu. Sebagai contoh, seorang pemimpin mengharuskan agar semua datang ke sekolah tepat waktu, sementara ia sendiri selalu datang terlambat. Atau seorang pemimpin mengatakan berulangulang supaya bekerja jangan tergantung proyek, sementara ia sendiri menunjukkan sikap kurang antusias ketika ada kewajiban pekerjaan yang harus diselesaikan tetapi sudah tidak ada kompensasi yang dapat diharapkan. Jika hal ini terjadi, maka tipe pemimpin seperti ini hanya akan menjadi topik pembicaraan yang menarik di antara staf. B. Mental model seorang Pemimpin 1. Mental model bagi pemimpin yang memimpin orang lain Pemimpin yang kurang berhasil salah satunya adalah karena tidak menyadari akan eksistensinya sebagai orang yang harus berada di garis depan. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin dalam mengembangkan mental model sehingga ia akan lebih berhasil dalam memimpin. a. Put God at the top priority Hal paling penting dan harus dimiliki seorang pemimpin adalah meletakkan Tuhan pada prioritas pertama. Fokus pada hal ini akan mempengaruhi pemimpin dalam mengembangkan mental modelnya. Yang dimaksud dengan meletakkan Tuhan pada prioritas pertama adalah bukan sekedar mengutamakan dalam menjalankan ritual-ritual keagamaan tertentu saja, tetapi apa yang dilakukan 2 benar-benar membuat seseorang selalu ingat bahwa yang menjadi Tuhan dalam hidupnya adalah benar-benar Tuhan, bukan uang, bukan kekuasaan, bukan popularitas, bukan kekayaan, atau pun bukan kepandaian. Dengan demikian, sekali pun seseorang memiliki salah satu diantaranya atau bahkan semuanya, hal itu tidak membuat orang tersebut merasa harus ditinggikan, dilayani, dan dinomorsatukan, karena di dalam hati tetap Tuhanlah yang harus ditinggikan, dilayani, dan dinomorsatukan. Bagi beberapa orang, atau mungkin banyak orang, hal ini bisa dianggap terlalu rohani atau terlalu sok suci untuk disinggung karena menyangkut masalah Tuhan. Jika ada yang menganggap terlalu rohani atau sok suci untuk dibicarakan dalam artikel ini, cobalah untuk merenungkan beberapa pertanyaan berikut. 1) Jenis pemimpin seperti apakah yang Anda inginkan? 2) Apakah Anda menginginkan seorang pemimpin yang memperhatikan diri sendiri atau memperhatikan stafnya? 3) Dapatkah seorang pemimpin yang konsentrasi pada kepentingan diri sendiri memperhatikan stafnya? 4) Apakah seorang pemimpin yang ingin selalu ditinggikan dapat memimpin suatu organisasi dengan baik? Dengan menjawab pertanyaan di atas secara jujur, maka Anda akan dapat menarik kesimpulan apakah hal di atas terlalu rohani atau tidak untuk dipaparkan dalam artikel. b. Fear of God Setelah menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang diharapkan, maka hal berikutnya adalah ‘fear of God’. Mengapa hal ini penting? Apa bedanya dengan yang pertama? Jika hanya menempatkan Tuhan pada prioritas utama tetapi tidak ada rasa takut akan Tuhan, maka yang muncul adalah penonjolan ritual-ritual keagamaan belaka yang kurang memberi pengaruh positif. Tetapi, jika seorang pemimpin menjadi orang yang fear of God, hal-hal terlarang tidak akan dilakukan sekalipun tidak ada satu orang pun yang melihat atau memeriksa. Dia sadar bahwa sekali pun orang tidak melihat, tetapi Tuhan melihat. Pemimpin yang seperti ini cenderung tidak mencari pujian, tepuk tangan yang 3 meriah, atau wartawan untuk menonjolkan kebaikan yang dilakukan. Pemimpin yang takut akan Tuhan juga memiliki kekuatan untuk mengatakan tidak ketika atasan mengajak untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan cara yang kurang pas, tanpa takut kehilangan jabatan. Andaikata sampai benar-benar tidak diberi jabatan atau pekerjaan, pasti ada maksud lain dibalik itu semua, misalnya menjadi memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang sifatnya aktualisasi diri, dimana hal ini akan sulit dilakukan jika yang bersangkutan masih punya banyak pekerjaan karena jabatan yang dipikulnya. Memberikan fokus pada hal ini akan mempengaruhi terbentuknya mental model yang melandaskan pada fear of God. c. Be a giver, not a taker Menjadi‘a giver, not a taker’ seperti yang diharapkan akan sangat sulit dilakukan jika seorang pemimpin tidak memiliki fondasi a dan b di atas. Dapatkah dibayangkan bahwa seseorang ingin menjadi pemimpin karena ketika posisi itu sudah di tangan, yang bersangkutan dapat memanfaatkan berbagai hal yang diperlukan sesuai dengan keinginan pribadi? Demikian juga ketika yang selalu dipikirkan adalah menjadi a giver, maka mental model yang muncul juga akan mengarah kesana. Mental model terkait dengan giving principle sangat perlu dikembangkan, karena memberi merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan bahwa dengan memberi orang akan merasa memiliki arti dalam hidup (Jamal dan Mc.Kinnon, 2009). d. ‘The Seed must lead’ Selama pemimpin memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam lembaga tidak akan pernah dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat sangat bagus, bahkan cenderung sempurna. Untuk itu, terkait dengan prinsip be a giver, not a taker, seorang pemimpin perlu melengkapi dengan prinsip lain, yaitu: ‘The Seed must Lead’ (Joel: 2004). Dalam bukunya Your Best Life Now, Joel mengatakan bahwa the seed always has to lead (biji harus selalu memimpin atau mendahului). Hal ini diibaratkan seorang petani yang ingin menuai padi, ia harus menabur 4 benih padi terlebih dahulu. Apa yang diinginkan pemimpin haruslah ditabur terlebih dahulu sebagai benih. Jika pemimpin menginginkan kerja sama yang baik, maka ia harus menaburkan kerjasama yang baik dengan bawahan terlebih dahulu. Keinginan untuk memanfestasikan the seed must lead akan mempengaruhi seorang pemimpin untuk memiliki mental model yang menekankan pada hal tersebut. e. ‘Unbelief leads to disobedience. Meyer (1995) dalam bukunya ‘Battlefield of Mind’, mengatakan bahwa ketidakpercayaan dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan (unbelief leads to disobedience). Jika seorang pemimpin tidak dipercaya, maka hal ini akan membawa ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau orang lain. Interpretasi lain dari unbelief leads to disobedience adalah jika pemimpin dapat dipercaya, maka kepatuhan menjadi tumbuh. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk dapat dipercaya. Dipercaya tentu saja tidak hanya terkait dengan masalah uang saja tetapi dengan banyak hal, misalnya dipercaya karena memiliki tujuan yang jelas. Dengan memiliki tujuan yang jelas, seorang pemimpin tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai kebijakan atau kalangan. Jika bawahan melihat pemimpinnya mudah diombang-ambingkan, maka akan timbul ketidakpercayaan, seperti diungkapkan oleh Osteen (2004): ‘if we don’t have a clear goal, we will be easily distracted.’ 2. Mental model bagi Pemimpin yang memimpin Diri Sendiri Kata memimpin tidak selalu dihubungkan dengan memimpin orang lain. Memimpin merupakan suatu hal yang juga harus dilakukan setiap orang, tanpa harus menjadi seorang pemimpin yang memiliki kedudukan tertentu dalam suatu organisasi. Mengapa demikian? Karena seorang yang tidak dapat memimpin diri sendiri berarti orang tersebut tidak mampu menguasai diri sendiri. Berikut adalah beberapa hal yang dapat membantu pembentukan mental model terkait dengan memimpin diri sendiri. 5 a. Discipline your mind Jika dibiarkan tidak terkontrol, pikiran dapat mengembara kemana-mana, memikirkan segala macam hal. Jika hal ini terjadi maka pikiran dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang, karena yang bersangkutan menjadi tidak fokus dalam berpikir. Pikiran yang liar akan berdampak pada pembentukan mental model yang liar juga. b. Get rid of lustful thinking Get rid of lustful thinking dapat digambarkan sebagai berikut. Seorang yang membiarkan pikirannya memikirkan kegagalan, sementara pada saat yang sama ia sedang melakukan berbagai cara agar pekerjaan yang dikerjakan dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka sebenarnya ia sedang mempertentangkan antara keberhasilan yang sedang diusahakan dengan kegagalan yang ada di pikirannya. Dengan kata lain, ia membuka pintu dan membiarkan musuh (dalam hal ini kegagalan) memasuki wilayah keberhasilan yang sedang diperjuangkan. Get rid of lustful thinking juga dimaksudkan supaya jangan mengotori pikiran dengan hal-hal yang kotor, negatif, tidak sopan, atau yang tidak bermanfaat, yang akan berpengaruh pada perkataan, dan pada akhirnya tindakan. c. Think a correct thinking and take the trash out. Mencegah supaya pikiran jangan dibiarkan memikirkan hal-hal yang negatif atau mengarah pada kegagalan belum cukup. Setelah dicegah, hal selanjutnya adalah mengisi dan mengarahkan pikiran dengan hal-hal yang bermanfaat, sedangkan hal-hal yang kotor (trash) dibuang. Jika hal-hal yang kotor tidak dibuang, maka pikiran akan penuh dan sulit untuk ditambah dengan hal-hal baru yang sebenarnya bermanfaat untuk kemajuan. Ada beberapa hal yang menyebabkan orang tidak dapat memimpin diri sendiri atau tidak dapat mengendalikan diri sendiri atau pikirannya. Beberapa di antaranya adalah seperti yang akan dijelaskan oleh Meyer (1995) dalam bukunya Battlefield of the Mind di bawah ini. a. Selalu mengatakan: I can’t help it (saya tidak mampu); I’m just addicted to grumbling, faultfinding, and complaining (saya memiliki kebiasaan menggerutu, menyalahkan orang lain, dan mengeluh). 6 b. Ketidaksabaran. Hal ini sering terjadi karena di dalam diri seseorang tertanam suatu mental model kuat yang mengatakan bahwa ‘tidak selayaknya saya menunggu……..(sesuatu atau seseorang), saya berhak untuk mendapatkan segala sesuatu yang saya inginkan dengan segera’. Jika mental model semacam ini terus menerus tertanam, maka yang bersangkutan cenderung akan memberontak dan tidak dapat mengendalikan diri pada saat ia harus menunggu. c. My behavior may be wrong, but it’s not my fault. Tidak mau bertanggungjawab atas tindakannya dan mencoba untuk mengalihkan perhatian dengan menyalahkan orang lain. Mental model semacam ini cenderung membawa seseorang pada suatu kehidupan yang sulit untuk diatur (wildness living). d. Self-pity Self-pity merupakan suatu sikap yang cenderung mengasihi diri sendiri. Hal ini terjadi karena didukung oleh pikiran yang memusatkan hanya pada diri sendiri dan bukan orang lain. Orang dengan sikap semacam ini sulit untuk diajak maju, karena ia hidup di masa lampau, dan terjebak dalam perangkap masa lalu yang melukainya. e. I don’t deserve God’s blessings because I am not worthy Pandangan negatif tentang diri sendiri akan mempengaruhi seseorang dalam mencoba menjalani kehidupan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan setiap kali ada anugerah yang ditawarkan kepada orang tersebut, ia selalu merasa tidak layak. Akibat memiliki mental model yang selalu merasa tidak layak seperti di atas, ia kehilangan anugerah yang memang sudah dialokasikan untuknya. 3. Mind is the leader or forerunner of all actions Pikiran merupakan awal dari semua tindakan. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan seorang pemimpin adalah sebagai akibat langsung dari apa yang dipikirkan terus menerus. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki pikiran yang bijaksana untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang bijaksana 7 pula. Jika seseorang ingin maju, maka orang tersebut harus memiliki mental model yang memampukan dia untuk memimpin diri sendiri dengan benar. C. Faktor-Faktor lain yang mempengaruhi mental model 1. Deception Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception ada tiga hal yaitu: a) Self-Deception: Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak bisa berubah. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada diri sendiri. Pada kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan, misalnya perubahan umur, perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang yang selalu mengatakan: ‘Ya….apa boleh buat, mungkin ini memang sudah nasib saya, kondisi sudah tidak dapat diubah lagi.’ Ini adalah contoh lain dari self-deception. Sekalipun mungkin kondisi yang dialami masih tetap sama, tetapi seorang pemimpin harus mampu mengubah cara berpikirnya dengan mengatakan bahwa kondisi ini masih sangat mungkin untuk berubah. Pemimpin harus memiliki mental model bahwa segala sesuatu buatan manusia pada dasarnya masih dapat diubah/berubah. b) Deceiving others Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan orang lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan pribadi, orang sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’ Atau untuk supaya tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan apa yang disebut sebagai ‘white lie’. Ditinjau dari arti kata yang digunakan, white lie is a lie. A lie atau sebuah kebohongan tetap selalu mempunyai nilai negatif. Seorang pemimpin tidak semestinya melakukan ‘white lie’, apa pun alasannya. c) Deceived by others Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari deceived by others. Jika menipu orang lain merupakan hal yang sebaiknya tidak dilakukan oleh 8 pemimpin, maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu hal yang mestinya tidak boleh terjadi pada seorang pemimpin. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus memiliki kepekaan tinggi untuk mengantisipasi orang lain yang berusaha untuk menipu atau mencari keuntungan dengan memanfaatkan kelemahannya. 2. Boundaries atau pembatas. Dalam membangun sebuah hubungan antar manusia, selalu ada boundaries yang harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri. Setiap orang perlu membuat boundaries terhadap orang lain. Siapa pun tidak perlu merasa tersinggung ketika orang lain menunjukkan boundaries-nya. Seorang pemimpin yang tidak membuat boundaries akan repot sendiri dan kehabisan waktu karena harus menanggapi semua orang yang mendatanginya. 3. Making Decision Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusan. Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting, kurang penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa, dengan pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat keputusan. Seorang pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat keputusan seakurat mungkin, karena keputusan yang dibuat akan berdampak pada orang lain. Meyer dalam artikelnya yang berjudul ‘Unplug the flow of forgiveness’ mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini merupakan hasil dari keputusan yang dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan penting yang dapat meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi maaf secara tulus. Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu dalam keadaan ‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang harus dibuat. Sebagai seorang pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan dalam keadaan setengah sadar. 4. Obedience or disobedience, both are costly 9 Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk hal yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan pada orang, tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam menegakkan kejujuran dan keadilan. Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk memberatkan, tetapi kalau ditinjau lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang dalam menegakkan kejujuran di bidang keuangan mungkin akan mendapatkan reaksi yang keras di kalangan tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang sama juga akan memiliki dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak enak. D. Penutup Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan lebih mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu modal dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang kepala sekolah untuk menekankan pentingnya mengembangkan mental model yang positif. Untuk itu, dalam diklat yang diselenggarakan bagi kepala sekolah, materi mental model perlu disampaikan sebagai materi tambahan agar kepala sekolah tidak hanya sibuk dengan berbagai hal terkait dengan perubahan, tetapi lupa tidak mengubah mental modelnya. Semoga materi tentang mental model ini membuka wawasan bagi kepala sekolah untuk menciptakan keberhasilan dari dalam terlebih dahulu, sebelum akhirnya keberhasilan itu benar-benar menjadi kenyataan. 10 Referensi Hagee, John. 2009. Telecast: Deception. 18 September 2009. Jamal, Azim, dan Mc. Kinnon, Harvey. The Power of Giving. New York: Pinguin Group Meyer, Joyce. 1995. Battlefield of the Mind: Winning the Battle in Your Mind. New York: Hachette Book Group, Inc. Meyer, Joyce. 2009. Magazine: Enjoying Everyday Life. August, volume 23, number 5 Meyer, Joyce. 2009. Magazine: Enjoying Everyday Life. September/ October, volume 23, number 6. Meyer, Joyce. 2009. Telecast: ‘Establishing Boundaries’. 16, 17 September 2009 Osteen, Joel. 2004. Your Best Life Now. New York: Faith Words. Osteen, Joel. 2009. Podcast: Making Plan to Succeed, downloaded Dec 2009. Tee, Ng Pak. 2005. The Learning School. Singapore: Prentice Hall. Tee, Ng Pak. 2005. Grow Me. Singapore: Prentice Hall. BIODATA Nama NIP Pangkat/ Gol Jabatan Unit Kerja :IRENE NUSANTI :196107151986032001 :Pembina Tk I/ IVb :Widyaiswara Madya : PPPPTK Seni Budaya 11 12