BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja merupakan hasil kerja atau karya yang dihasilkan oleh masing-masing karyawan untuk membantu badan usaha dalam mencapai dan mewujudkan tujuan badan usaha. Whitmore (2002) menyebutkan bahwa kinerja memiliki kata asal kerja artinya aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan tugas yang menjadi pekerjaannya. Kinerja artinya suatu perbuatan, suatu prestasi atau penampilan umum dari keterampilan. Menurut Mangkunegara (2000), istilah kinerja berasal dari kata "job performance" atau "actual performance" yaitu unjuk kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasibuan (dalam Brahmasari dan Suprayetno, 2008) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Dengan kata lain bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai 11 12 dengan kriteria yang ditetapkan. Selanjutnya As’ad (dalam Brahmasari dan Suprayetno, 2008) mengemukakan bahwa kinerja seseorang merupakan ukuran sejauh mana keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas pekerjaannya. Sedangkan menurut Motowidlo, Borman & Smith (1997), kinerja adalah sekumpulan nilai organisasi dari perilaku diskrit di mana hasil kerja yang dicapai individu melampaui standar dalam kurun waktu yang ditentukan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam kurun waktu yang ditentukan. 2. Aspek-aspek Kinerja Kinerja secara umum dibangun oleh dimensi yang sangat banyak, namun dua dimensi utama dari kinerja mendapatkan perhatian yang besar yaitu kinerja tugas (task performance) dan kinerja kontekstual (contextual performance) sebagaiman dikemukakan oleh Borman & Motowidlo (1993). Berikut ini penjelasan dari kedua dimensi kinerja tersebut: 1) Kinerja tugas (task performance) Kinerja tugas mencakup perilaku yang berkontribusi terhadap inti transformasi dan kegiatan pemeliharaan 13 dalam sebuah organisasi, seperti menghasilkan produk, menjual barang dagangan, mengelola bawahan memperoleh atau persediaan, memberikan layanan (Motowidlo & Schmit dalam Befort & Hattrup, 2003). Dengan kata lain, kinerja tugas merupakan perilaku inrole yang merujuk kepada hasil dari upaya individu, dan hasil secara langsung terkait dengan harapan organisasi atau tugas diberikan (Borman & Motowidlo, dalam Chen, 2009). 2) Kinerja kontekstual (contextual performance) Kinerja kontekstual mengacu pada perilaku yang berkontribusi terhadap budaya dan iklim organisasi. Bekerja ekstra secara sukarela, bertahan dengan antusiasme, membantu dan bekerja sama dengan orang lain, mengikuti aturan dan prosedur, dan mendukung atau membela organisasi, semua itu adalah contoh dari perilaku kinerja kontekstual (Motowidlo & Schmit dalam Befort & Hattrup, 2003). Dengan kata lain, kinerja kontekstual merujuk kepada bagaimana seorang karyawan bersedia untuk terlibat secara sukarela dalam kegiatan tak resmi, bersikeras mencapai suatu tugas, membantu atau bekerja sama dengan orang lain, mengikuti peraturan organisasi, dan juga mendukung atau mempertahankan tujuan organisasi (Borman & Motowidlo, dalam Chen, 2009). 14 Pengukuran aspek kinerja dalam penelitian ini yang mengacu pada Borman & Motowidlo (1993) didasari pertimbangan bahwa kedua aspek tersebut merupakan penyederhanaan dari berbagai pengklasifikasian dimensi kinerja di mana dimensi kinerja tersebut dapat dipilah menjadi dua kelompok utama yaitu kinerja yang berhubungan secara langsung dengan tugas pokok dan kinerja yang tidak berhubungan secara langsung dengan tugas pokok yang dilakukan secara sukarela untuk kemajuan organisasi. 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Menurut Sutemeiser (dalam Srimulyo, 1999) bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: a. Faktor kemampuan 1) Pengetahuan: pendidikan, pengalaman, latihan dan minat 2) Keterampilan: kecakapan dan kepribadian b. Faktor motivasi 1) Kondisi sosial: organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan serikat kerja 2) Kebutuhan individu: fisiologis, sosial dan egoistik 3) Kondisi fisik: lingkungan kerja. 15 Cornic menyebutkan & Tiffin bahwa (dalam ada tiga Widhiastuti, faktor yang 2002) dapat mempengaruhi prestasi kerja yaitu: a. Faktor individu Meliputi sifat- fisik, kepribadian, minat, motivasi, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. b. Faktor situasional Meliputi faktor lingkungan fisik dan pekerjaan, antara lain yaitu metode kerja, pengaturan dan kondisi perlengkapan kerja, pengaturan ruang kerja, serta keadaan lingkungan fisik misalnya penyinaran, kebisingan, temperatur udara maupun ventilasi. c. Faktor sosial dan organisasi Meliputi kebijakan perusahaan, jenis latihan, pengawasan, sistem upah dan tunjangan. Mathiue and Zajac (1990) menyatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dan mempengaruhi kinerja adalah komitmen organisasi. Andriati (2009) menyatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja. Pengaruh yang ditunjukkan adalah pengaruh positif yang berarti semakin tinggi motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja maka semakin tinggi juga kinerja karyawan. 16 B. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Terdapat sejumlah pengertian tentang komitmen organisasi. Mowday (1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individu dan keterlibatannya dengan organisasi kerja. Sementara Mitchell (1982) memandang komitmen organisasi sebagai suatu orientasi nilai terhadap kerja yang menunjukkan bahwa individu sangat memikirkan pekerjaannya, pekerjaan memberikan kepuasan hidup, dan pekerjaan memberikan status bagi individu. Di kesempatan berbeda, Salancik (dalam Tella, Ayeni & Popoola, 2007) mengatakan bahwa komitmen kerja merupakan sebuah pernyataan di mana seorang individu menjadi terikat karena tindakannya dan tindakan-tindakannya tersebut benar-benar mendukung kegiatan dan keterlibatannya. Porter (dalam Meyer, Allen dan Smith, 1993) menyatakan bahwa komitmen organisasi didefinisikan sebagai pengidentifikasian dan keterlibatan dari seorang individu terhadap organisasi tertentu. Mowday, Porter, dan Steers (dalam Meyer, Allen dan Smith, 1993) mendefinisikan komitmen organisasi sejalan dengan pendapat Porter, yaitu sebagai sifat hubungan antara pekerja dan organisasi. Individu yang mempunyai komitmen tinggi terhadap organisasi dapat dilihat dari: (1) keinginan kuat untuk tetap 17 menjadi anggota organisasi tersebut; (2) kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut; dan (3) kepercayaan akan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Pada kesempatan berbeda, Meyer dan Allen (dalam Mguqulwa, 2008) memandang bahwa komitmen organisasi adalah suatu keadaan psikologis di mana karakteristik individu yang berhubungan dengan organisasi serta implikasinya di mana individu tersebut memutuskan untuk terus menjadi anggota organisasi tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi secara umum dipahami sebagai sebuah pernyataan bahwa seorang individu menjadi terikat dan terlibat dengan organisasi dimana individu tersebut akan berusaha untuk terus menjadi anggota organisasi dan memberikan segala daya untuk membantu organisasi mencapai tujuan. 2. Komponen Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Allen and Meyer (dalam Brown, 2003; Mguqulwa, 2008) dibedakan atas tiga komponen, yaitu: komitmen afektif, komitmen normatif dan komitmen kontinuans. Berikut penjelasan ketiga komponen tersebut: 18 a. Komitmen afektif yaitu keterikatan emosional, identifikasi dan keterlibatan dalam suatu organisasi. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat menetap dalam suatu organisasi karena keinginannya sendiri untuk tetap berada dalam organisasi tersebut. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Allen and Meyer (dalam Mguqulwa, 2008) bahwa anggota organisasi yang memiliki komitmen afektif terhadap organisasi, akan terus bekerja untuk organisasi tersebut karena mereka yang menginginkannya. Sementara itu menurut Beck and Wilson (dalam Mguqulwa, 2008) menyebutkan bahwa anggota yang berada pada tingkat komitmen afektif memilih tinggal dengan organisasi itu karena mereka mempunyai pandangan bahwa hubungan kerja antar pribadi sejalan dengan tujuan dan nilai dari organisasi itu. b. Komitmen kontinuans, yaitu komitmen individu yang didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan meninggalkan organisasi. Karyawan yang utamanya terhubung dengan organisasi didasari komitmen kontinuans menganggapnya sebagai suatu pemenuhan kebutuhan (Allen and Meyer, dalam Mguqulwa, 2008). Komitmen kontinuans dapat dianggap sebagai instrumental yang ditunjukkan untuk organisasi, dimana individu berhubungan dengan organisasi 19 didasarkan atas manfaat ekonomi yang diperolehnya (Beck and Wilson, dalam Mguqulwa, 2008). c. Komitmen normatif yaitu mencerminkan perasaan kewajiban individu untuk bertahan dalam pekerjaan. Keyakinan normatif atas tugas dan kewajiban membuat individu wajib untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut (Allen and Meyer, dalam Mguqulwa, 2008). Individu dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa dirinya harus tetap tinggal pada organisasi tersebut. Komitmen normatif juga dilihat sebagai totalitas yang diinternalisasikan kedalam tekanan normatif untuk bertindak dengan suatu cara yang memenuhi tujuan dan kepentingan organisasi (Suliman and Iles, dalam Mguqulwa, 2008). Sementara itu menurut Mowday, Porter and Stears (dalam Iqbal, 2010) bahwa komitmen organisasi mempunyai tiga komponen yaitu: (1) keyakinan yang kuat serta penerimaan nilai dan tujuan organisasi, (2) keinginan untuk mengerahkan segala usaya sesuai keinginan organisasi, dan (3) keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi. Pemilihan komponen komitmen organisasi mengacu pada Allen and Meyer (dalam Brown, 2003) di atas karena hubungan anggota organisasi/ karyawan dengan organisasi mencerminkan perbedaan derajat ketiga komponen tersebut 20 di atas baik itu afektif, normatif maupun kontinuans. Di lain kesempatan, menurut Satria (2005) penggunaan ketiga komponen komitmen komitmen organisasi organisasi untuk menjelaskan karena dapat mewakili atribut penelitian yang bersifat multidimensional tentang komitmen organisasi, sehingga hal tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih baik dalam menjelaskan isu-isu komitmen organisasi. 3. Dampak Komitmen Organisasi Karyawan yang mempunyai komitmen yang rendah akan menghasilkan prestasi kerja dan produktivitas yang rendah pula. Kondisi karyawan yang seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dengan komitmen yang rendah, karyawan tidak bisa mencurahkan seluruh jiwa, perasaan dan waktu mereka untuk kemajuan organisasi yang pada akhirnya akan menyebabkan organisasi kehilangan daya saingnya (Troena, 2011). Sementara itu pada kesempatan berbeda, menurut Greenberg dan Baron (2000), konsekuensi dari komitmen organisasi adalah: a. Commited employees are less likely to withdraw Pegawai yang memiliki komitmen, kemungkinan lebih kecil untuk mengundurkan diri. Semakin besar komitmen pegawai pada organisasi, maka semakin kecil 21 kemungkinan untuk mengundurkan diri. Komitmen mendorong orang untuk tetap mencintai pekerjaannya dan akan bangga ketika dia sedang berada di sana. b. Commited employees are less willing to sacrifice for the organization Pegawai yang memiliki komitmen bersedia untuk berkorban demi organisasinya. Pegawai yang memiliki komitmen menunjukkan kesadaran tinggi untuk membagikan dan berkorban yang diperlukan untuk kelangsungan hidup instansi. C. Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang bersifat individu karena masing-masing dari karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Tinggi rendahnya kinerja seorang karyawan dapat ditentukan oleh sejumlah faktor yang salah satunya adalah komitmen organisasi. Komitmen merupakan variabel yang mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu itu sendiri dengan pekerjaan tertentu dalam organisasi tertentu. Karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja (Kuntjoro, 2002). 22 Karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi akan lebih mengedepankan tujuan organisasi sehingga tidak lagi mementingkan pencapaian individunya (Purnomo, 2006). Pada gilirannya komitmen organisasi yang tinggi berakibat pada berbagai sikap dan perilaku positif, salah satunya adalah kinerja yang tinggi (Siagian, 2005). Komitmen dipandang penting dalam suatu organisasi, karena dengan komitmen yang tinggi seorang karyawan akan bersikap profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati bersama dalam organisasi, yang fokusnya adalah nilai-nilai dan sikap (attitude) yang dimiliki oleh karyawan. Jika karyawan berpartisipasi secara penuh dalam bekerja berarti karyawan memperhatikan kepentingan- kepentingan organisasi dalam mencapai tujuan- tujuannya. Karyawan menjadi lebih peduli terhadap fungsi organisasi yang efektif, sehingga lebih loyal dan berdedikasi dalam melakukan pekerjaan, serta berusaha memelihara perilakuperilaku yang dimilikinya dalam melakukan tugas pekerjaan tersebut. Karyawan tersebut akan lebih berkomitmen dalam bekerja, karena mereka memandang usaha dan kinerja yang mereka berikan terhadap organisasi memiliki makna yang positif bagi kesejahteraan organisasi dan kesejahteraan individu mereka Sependapat sendiri dengan hal (Diefendorff, tersebut, et. al, Whitmore 2002). (2002), mengemukakan bahwa tanggung jawab dan partisipasi yang 23 menyeluruh dapat dianggap sebagai kadar yang menunjukkan sejauh mana komitmen organisasi secara keseluruhan merupakan bagian penting dalam kehidupannya. Perilaku produktif merupakan konsekuensi dari adanya suatu tanggung jawab dari karyawan untuk mencapai kinerja yang tinggi melalui cara-cara kerja yang efektif dan efisien (Hartijasti, 2002). Hal ini menjadikan karyawan mau mengerahkan tenaga, pikiran, dan potensinya serta berpartisipasi secara penuh untuk mencapai tujuan organisasi. Hubungan antara komitmen organisasi dengan kinerja juga tampak dalam pernyataan Morrison (dalam Nurjanah, 2008) dimana menurutnya komitmen dianggap penting bagi organisasi karena: (1) pengaruhnya pada turn over, (2) hubungannya dengan kinerja yang mengasumsikan bahwa individu yag memiliki komitmen cenderung mengembangkan upaya yang lebih besar pada pekerjaaan. Keterkaitan diantara komitmen organisasi dengan kinerja telah dilakukan beberapa penelitian sebelumnya. McNeese-Smith (1996) menunjukkan bahwa komitmen organisasi berhubungan signifikan positif terhadap kinerja karyawan produksi. Sedangkan Somers and Birnbaum (1998) menunjukkan bahwa komitmen organisasi (baik afektif maupun kontinuans) tidak mempunyai hubungan dengan kinerja. 24 D. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat hipotesis empirik sebagai berikut: Terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen organisasi dengan kinerja pegawai pada PD BPR Bank Salatiga. Semakin tinggi komitmen organisasi maka semakin tinggi pula kinerja pegawai pada PD BPR Bank Salatiga. Demikian sebaliknya, semakin rendah komitmen organisasi, semakin rendah pula kinerja pegawai pada PD BPR Bank Salatiga Sedangkan hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut: H1: r xy > 0 Ada hubungan positif yang signifikan antara komitmen organisasi dengan kinerja pegawai pada PD BPR Bank Salatiga