Modul Marcom Management [TM4]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
MARCOMM
MANAJEMEN
PERKEMBANGAN BISNIS
PERIKLANAN
Fakultas
Program Studi
Tatap Muka
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Periklanan dan
Komunikasi
Pemasaran
04
Abstract
dunia.
pada
modul
perkembangan
periklanan
Disusun Oleh
Kode MK
SM Niken Restaty, M.Si
Kompetensi
Pembahasan
meliputi
Kode MK
di
Indonesia
ini Dari materi kuliah tersebut di
bisnis atas,
diharapkan
mahasiswa
dan dapat memahami perkembangan
bisnis periklanan di Indonesia
dan dunia.
Pembahasan
PERKEMBANGAN BISNIS PERIKLANAN DI INDONESIA
Sejarah Periklanan di Indonesia:
Bisnis periklanan di Indonesia telah dimulai beberapa abad yang lalu, paling tidak sejak
abad ke 18. Perkembangan bisnis periklanan di Indonesia ini sangat terkait dengan
perkembangan teknologi cetak, khususnya bisnis suratkabar.
Pada tahun 1744, terbit Bataviasche Nouvelles, suratkabar pertama di Indonesia. Sebagian
besar isinya adalah iklan berupa pengumuman-pengumuman pemerintah Hindia Belanda
berkaitan dengan perpindahan pejabat terasnya di beberapa wilayah. Di masa Hindia
Belanda, memang belum ada pemisahan yang jelas antara fungsi-fungsi penerbit,
percetakan dan perusahaan periklanan. Antara tahun 1868-1912, di Batavia saja, orangorang Eropa ini telah memiliki 14 penerbitan pers.
Karena di masa itu setiap percetakan hanya mencetak satu penerbitan pers, maka berarti
terdapat jumlah yang sama percetakan pers yang dimiliki oleh orang-orang Eropa atau
keturunan Eropa. Penerbitan-penerbitan ini bervariasi dari yang berkala harian, mingguan,
dwi-mingguan maupun bulanan.
Di luar Batavia, tercatat 6 suratkabar yang terbit di Surabaya dan satu di Jawa Tengah.
Keenam suratkabar inipun semuanya dimiliki dan dikelola oleh orang-orang Eropa. Pada
perusahaan-perusahaan periklanan milik orang-orang Eropa itu, memang banyak juga
dipekerjakan orang-orang Cina atau pribumi.
Tetapi dua kelompok terakhir ini hanya sebagai penulis naskah (copywriter) untuk
perusahaan periklanannya, atau tenaga redaksi pada penerbitan pers mereka. Setelah
orang-orang Eropa, orang-orang Cina atau keturunan Cina menjadi kelompok yang paling
dominan menguasai periklanan. Sedangkan kelompok pribumi umumnya tidak memiliki
sendiri percetakan atau penerbitan pers, ataupun hanya mengelola perusahaan-perusahaan
periklanan yang relatif kecil.
2012
2
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Manfaat yang dicari dari iklan adalah memperoleh dukungan finansial untuk menerbitkan
suratkabar. Oleh sebab itu, surat kabar membuat iklan untuk memperoleh pemasang iklan
seperti di bawah ini:
Siapa siapa nyang biasa trima soerat kabar bernama Bintang Timoor, soeka
diteroeskan ini taon 1865, dikasi taoe nyang oewangnya itoe soerat kabar harganya f 15,bole lekas dikirimkan sama nyang kloearken itoe soerat kabar.
Liem Kha Tong mendirikan perusahaan periklanan Handels & Credietbescher-Ming Bureau
yang berkantor di Batavia. Untuk menggugah bangkitnya kembali minat masyarakat untuk
beriklan, perusahaannya sendiri kemudian memasang iklan. Naskah iklannya sangat
terkenal, berbunyi:
Toekang iklan bikin reclame
Toekang sajoer bikin reclame
Post kantoor perloe reclame
Kantoor telefon perloe reclame
Bank-bank perloe djoega reclame
Apa toean sadja tidak perloe?
Sebagai seorang pakar pemasaran saat itu, Liem Kha Tong juga memanfaatkan penerbitanpenerbitan untuk memuat tulisan-tulisannya mengenai periklanan. Berikut ini adalah bagian
dari salah satu tulisannya. Dengan judul “Advertentie (periklanan) dan Perdagangan”, antara
lain menyatakan:
Advertentie poenja kaperloean soedah kentara, kerna advertentie perloenja boeat
perkenalken barang-barang dagangan kita pada publiek. Kaloe barang jang kita dagangken
tidak dikenal, bagaimana bisa dapatken pembeli?
2012
3
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perkembangan Media Periklanan di Indonesia
Suratkabar pertama milik orang Indonesia yang menggunakan iklan sebagai alat pendukung
pemasaran utama adalah Tjahaja Siang. Suratkabar bulanan ini terbit di Minahasa pada
tahun 1868 dengan 4 halaman khusus berisi iklan. Harga iklannya adalah Rp. 1,- untuk
sepuluh kata dan diterbitkan dua kali.
Perusahaan periklanan pertama di Indonesia yang dimiliki oleh orang Indonesia didirikan
ketika sejumlah perusahaan rokok dan batik mempromosikan produk mereka di koran lokal.
Orang pribumi yang memiliki percetakan dan suratkabar, baru pada tahun 1906 dengan
munculnya NV Medan Prijaji. Tiras suratkabar yang dipimpin oleh R.M. Tirto Adisoerjo ini
utamanya beredar di Batavia, Bogor dan Bandung.
Suratkabar ini sebenarnya punya misi politik, karena banyak memuat berita-berita tentang
kebobrokan sistem kolonial. Dia sekaligus memberi juga perlindungan hukum bagi kaum
pribumi. Namun untuk menjaga kelangsungan hidupnya, ia memerlukan juga perusahaan
periklanan. Orang yang mengelola perusahaan periklanan Medan Prijaji adalah Raden
Goenawan.
Profesional Periklanan
Praktisi periklanan sebagai tenaga spesialis yang khusus didatangkan dari Belanda yang
terkenal di zamannya adalah “tiga-serangkai”; F. Van Bemmel, Is. Van Mens dan Cor van
Deutekom. Mereka ini didatangkan atas biaya BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij)
dan General Motors yang perlu mempromosikan produk-produk mereka.
Ketiga orang ini bergabung dalam Aneta, perusahaan periklanan terbesar saat itu. Pada
tahun 1901 salah satu dari anggota tiga-serangkai ini, Bemmel, diminta oleh redaktur
suratkabar De Locomotief untuk mengelola perusahaan periklanan milik suratkabar tersebut,
yang juga bernama De Locomotief. Suratkabar De Locomotief sendiri terbit sejak tahin 1870
di Semarang. Tahun 1902, hanya satu tahun sejak kedatangannya ke Batavia, Bemmel
keluar untuk mendirikan perusahaan periklanan sendiri. Perusahaan periklanan ini diberinya
nama NV Overzeesche Handelsvereeniging. Perusahaan periklanan ini utamanya
menangani produk-produk impor, seperti mobil dan sepeda.
Medan Prijaji, suratkabar yang dimiliki oleh R.M. Tirtoadisoerjo adalah biro iklan pertama
yang menagani klien tersebut, tetapi biro iklan yang lebih terkenal adalah NV Hardjo Soediro
yang juga ,menangani promosi rokok di koran Sinar Hindia pada tahun 1916
2012
4
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Raden Goenawan, lulusan HIS (Holland Inlandsche School), Batavia, menjadi teman dekat
Tirto Adisoerjo sejak di sekolah itu. Selain dalam jabatan tersebut, Adisoerjo dan Raden
Goenawan juga merangkap bersama-sama menangani bidang percetakan Medan Prijaji.
Suratkabar ini mereka beri nama kecil Surat Kabar Minggoean dan Advertentie. Raden
Goenawan juga pernah bekerja di perusahaan periklanan NV Soesman’s yang
berkedudukan di Batavia. NV Soesman’s banyak mengiklankan penyediaan tenaga kerja
pendatang dari Jawa ke Sumatera Timur.
Beberapa contoh iklan cetak jaman dahulu.
1. Iklan Blue Band
Iklan yang diterbitkan di Roman Gembira, pada 27 Oktober 1956. Iklan ini masih didesain
sangat sederhana, dengan menggunakan tampilan comic strip tanpa menggunakan teknik
foto.
2. Iklan margarine Palmboom
Teknik ilustrasi yang digunakan dalam iklan ini juga masih sangat sederhana.
Penggambaran makanan yang lezat dibuat dengan gambar, sehingga tidak terlihat jenis
makanan yang dihidangkan.
2012
5
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Iklan tinta Gimborn
Ikan ini menampilkan visualisasi botol tinta dengan gambar ilustrasi buatan tangan dan
naskah iklan yang tersebar tanpa aturan tata letak yag baik.
2012
6
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Iklan shampoo Sunsilk
Ikan ini menampilkan visualisasi rambut indah dengan gambar ilustrasi buatan tangan, tidak
seperti lazimnya iklan shampoo di jaman modern yang menekankan pada visualisasi rambut
indah dengan teknik fotogafi.
5. Iklan sabun cuci Sunlight Sunsilk
Ikan ini menampilkan visualisasi berupa gambar ilustrasi buatan tangan, lengkap dengan
gambar orang sedang mencuci baju dan menjemurnya.
2012
7
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perusahaan Periklanan
Perusahaan periklanan Sinar Djawa tercatat sebagai satu-satunya perusahaan periklanan di
Hindia Belanda yang mempunyai “agen besar” (perwakilan) untuk benua Eropa dan
Amerika. Perwakilan ini berkedudukan di Societie Europeenne de Publicitie, 10 Rue de la
Victoire, Paris. Fungsi perwakilan ini pun cukup efektif dan bersifat timbal-balik. Yang utama
adalah untuk menangani komoditas impor dari Eropa dan Amerika. Namun juga untuk
mengiklankan tour keliling Jawa dengan kereta api, ataupun hotel-hotel Eropa di Hindia
Belanda.
Di era kemerdekaan, Muhammad Napis merupakan tokoh periklanan yang menjadi Ketua
PBRI (Persatuan Biro Reklame Indonesia) sejak 1956 hingga 1972. Dia memegang jabatan
tersebut untuk melanjutkan tugas yang sejak tahun 1949 masih dijabat oleh orang Belanda.
Selain sebagai aktivis asosiasi, Muhammad Napis juga adalah praktisi sejati. Pada tahun
1952, di usia 27 tahun, dia sudah mendirikan perusahaan periklanan CV Bhinneka
Advertising Services, sekaligus memegang jabatan Direktur Utama hingga tahun 1972.
Situasi makro saat itu memaksanya untuk menutup “firma” ini. Sebagai gantinya dia
mendirikan sebuah perseroan terbatas yang diberinya nama Advertising Inter Media (AIM),
dan tetap sebagai Direktur Utama hingga tahun 1978.
Seperti juga kebanyakan tokoh periklanan lama, dia juga tidak mempunyai pendidikan
formal di bidang periklanan. Meskipun demikian dia sempat memperoleh kursus periklanan
dari Stichting voor Reclame (yayasan periklanan) Jakarta tahun 1956 dan mengikuti
program pendidikan tertulis Marketing and Advertising dari Alexander Hamilton Institue, New
York, tahun 1971.
Perusahaan periklanan modern pertama di Indonesia adalah InterVista Advertising, didirikan
di Jakarta pada tahun 1963 oleh Nuradi, mantan karyawan biro iklan SH Benson in di
Singapura.
Perjalanan hidup Nuradi di dunia periklanan dimulai ketika tahun 1961-1962 mengikuti
Management Training Course di SH Benson Ltd., London, perusahaan periklanan terbesar
di Eropa saat itu. Sedangkan pengalaman praktek periklanan diperolehnya melalui cabang
perusahaan tersebut di Singapura. Sekembalinya ke Jakarta (1963) dia mendirikan
perusahaan periklanannya sendiri, InterVista Advertising Ltd. Sejak itu, InterVista dianggap
sebagai biro iklan modern pertama di Indonesia dan juga full service advertising agency
pertama.
2012
8
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perkembangan Bisnis Periklanan Di Indonesia
Saat ini, bisnis periklanan di Indonesia menghadapi era baru persaingan yang sangat ketat.
Ratusan biro iklan hadir pada pasar yang sama di semua segmen, dari yang kecil hingga
besar.
Untuk menghadapi persaingan ketat dan masuknya merk-merk internasional, beberapa
diantaranay berafiliasi dengan biro iklan asing, seperti:
BBDO Komunika, J Walter
Thompson Ad Force, atau bahkan sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan periklanan asing,
seperti Lowe, Ogilvy & Mather.
Sudah tentu beberapa biro iklan masih dimiliki sepenuhnya oleh orang Indonesia, seperti
Matari Advertising, Fortune, Hotline dan sejumlah besar biro iklan berskala kecil lainnya.
Dari segi teknologi, pemanfaatan teknologi modern telah jauh merasuk ke berbagai segi /
bidang pekerjaan dalam proses periklanan, termasuk penggunaan media interaktif dan
internet.
Dari segi konsep pemasaran, kini telah banyak diterapkan konsep komunikasi pemasaran
terpadu (IMC) yang melihat periklanan dalam perpspektif yang lebih luas, dengan
menerapkan sejumlah konsep baru seperti “branding”, brand activation, “CRM” (customer
relationship management), “experiential marketing”, dsb.
Dari segi penggunaan dana promosi, sebagian terbesar dana promosi digunakan untuk
membeli media (media placement). Fenomena ini mendorong munculnya bisnis media
sebagai bidang tersendiri dengan sebutan Media Specialist.
Di sisi lain, besarnya dana yang dikelola untuk pembelian media, telah menarik minat
pemodal besar untuk ikut bermain pada bisnis ini sehingga menciptakan persaingan tidak
sehat (komisi nol persen, bahkan minus). Fenomena ini merebak sejak tahun 1990an.
Sejak akhir tahun 1990an, terdapat kecenderungan biro iklan di Indonesia untuk
menurunkan agency fee dari sekitar 12 – 15 % pada tahun 1980an ke angka 7 – 8 % pada
pertengahan 1990an dan terus turun hingga 1,5 – 3 % pada awal tahun 2000.
Kecenderungan ini muncul sejak masuknya perusahaan periklanan WPP yang menawarkan
komisi sangat rendah (0 % pada awal tahun 2000dan terus turus hingga – 2 % sekarang),
untuk pemasangan iklan di media.
Hal ini yang menyebabkan perusahaan besar seperti Unilever beralih ke WPP dan sebagai
konsekuensinya, sejumlah biro iklan besar bangkrut.
2012
9
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
“Malapetaka” ini semakin buruk karena sebagian besar perolehan uang biro iklan berasal
dari pemasangan iklan di media. Beberapa biro iklan bahkan tidak memungut biaya untuk
pekerjaan kreatifnya. Kondisi ini pula yang menyebabkan Media Specialist seperti Initiative
Media (dari Lowe) kehilangan sebagian besar penghasilannya dan melakukan PHK pada
sejumlah karyawannya.
Pada kondisi seperti ini, hanya perusahaan periklanan skala menengah dan kecil saja yan
masih bisa bertahan, karena nilai bisnis mereka juga kecil (sehingga tidak diminati oleh
WPP). Walaupun sejak tahun 2006 telah mulai terdengar upaya WPP untuk mendirikan biro
iklan yang akan menangani bisnis dengan nilai billing di bawah 10 milyar rupiah.
Selain itu, perusahaan periklanan yang mengerjakan proyek dari pemerintah juga masih
bisa bertahan, rumitnya persyaratan teknis-administratif yang diberlakukan oleh pemerintah
dan anggaran promosi yang kecil tidak menarik minat WPP.
Dalam situasi seperti ini, seharusnya pemerintah mengambil alih kendali pada industri
periklanan dengan memberikan regulasi yang melindungi perusahan periklanan lokal.
Demikian pula, seyogyanya Persatuan Perusahaan periklanan Indonesia (P3I) sebagai
asosiasi yang menaungi perusahaan periklanan di Indonesia mengambil tindakan strategis
dengan mengusulkan regulasi kepada DPR dan pemerintah serta memberlakukan aturan
main yang kondusif bagi pelaku bisnis periklanan..
Untuk menghadapi kondisi sulit ini, beberapa langkah strategis juga sudah dilakukan oleh
biro iklan lokal untuk mengantsipasinya, seperti misalnya memisahkan pekerjaan kreatif dari
keseluruhan proyek periklanan dan menerima pembayaran untuk pekerjaan kreatif tersebut.
Pemasangan iklan di media tidak lagi disatukan dengan pekerjaan kreatif.
Selain masalah tersebut di atas, dari segi pengguna jasa periklanan, klien di masa kini telah
demikian kritis dan cerdas, terutama dalam seleksi atas perusahaan periklanan yang
digunakan dan tuntutan atas hasil pekerjaan
Pada sektor pemerintah, beberapa tahun ini semakin terbukanya peluang bisnis periklanan
dari instansi pemerintah yang mulai gencar melaksanakan “iklan layanan masyarakat” dan
berbagai “program sosialisasi” berskala nasional
Dari segi sumber daya manusia (SDM) periklanan, hingga saat ini masih banyak dimasuki
oleh SDM dari berbagai latar belakang pendidikan. Selain itu, juga dirasakan banyaknya
SDM asing yang masih lebih dipercaya untuk memegang jabatan strategis seperti creative
director, art director dan account director.
2012
10
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dari segi nilai bisnis, potensi bidang periklanan masih sangat besar dan bisa dikembangkan.
Pertumbuhan angka belanja iklan (advertising expenditure) menunjukkan peningkatan yang
sangat besar. Pada tahun 2003 belanja iklan di Indonesia sekitar 18 trilyun rupiah dan 24
trilyun di tahun 2004, hingga kemudian mencapai 30 trilyun rupiah pada tahun 2006 dan
bahkan 35 trilyun rupiah pada tahun 2007 (untuk iklan di TV dan media cetak).
Belanja iklan di Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan naik Rp 5 triliun. Jika pada 2008
belanja iklan mencapai Rp 47 triliun, maka pada 2009 menjadi Rp 52 triliun.
Data ini disampaikan oleh Wakil International Relation Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia (P3I), Andi Sadha dalam acara kunjungan para delegasi periklanan China di
Jakarta, Selasa 17 Februari 2009.
Pendidikan periklanan di Indonesia
Dari segi pendidikan periklanan, saat ini telah begitu banyak institusi pendidikan komunikasi
yang memiliki jurusan perikalanan (walaupun tak semua memiliki orientasi yang jelas
tentang periklanan), baik pada jenjang strata satu, program diploma maupun kursus. Untuk
jenjang strata dua, konsentrasi studinya diperluas menjadi komunikasi pemasaran
(marketing communication).
Sebagian besar pendidikan periklanan menekankan pada “kemampuan praktek” dan sering
mengabaikan orientasi bisnis, perspektif pemasaran dan kemampuan penerapan konsep
komunikasi dan pengenalan pasar.
2012
11
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Advertising Management, David A. Aaker, John G. Myers and Ravi Batra, Prentice-Hall,
London, 1996.
Advertising : Principles and Practice, fifth edition, William Wells, John Burnett and Sandra
Moriarty, Prentice-Hall, 2000.
2012
12
Marcom Management
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download