BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan sebesar 6,3 persen dibanding tahun 2006. Nilai PDB atas dasar harga konstan pada tahun 2007 mencapai Rp 1.964,0 triliun, sedangkan pada tahun 2006 sebesar Rp 1.847,3 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2007 naik sebesar Rp 617,9 triliun, yaitu dari Rp 3.339,5 triliun pada tahun 2006 menjadi sebesar Rp 3.957,4 triliun pada tahun 2007. Selama tahun 2007, semua sektor ekonomi yang membentuk PDB mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan - komunikasi yang mencapai 14,4 %, diikuti oleh sektor listrikgas - air bersih 10,4%, sektor konstruksi 8,6%, sektor perdagangan-hotel-restoran 8,5%, sektor keuangan real estate - jasa perusahaan 8,0%, sektor jasa - jasa 6,6 persen, sektor industri pengolahan 4,7%, sektor pertanian 3,5%, serta sektor pertambangan-penggalian 2,0 %. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2007 mencapai 6,9 % yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 6,3 %. Industri konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkait dengan proses konstruksi termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industri (Hillebrandt 1985). Jasa konstruksi tidak akan terlepas dari definisi tentang bentuk dan jenis pekerjaan yang terkait dengan jasa konstruksi tersebut. Jasa konstruksi 1 yaitu keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain (Suraji 2003). Jasa konstruksi kontraktor, sebagai pelaksana konstruksi, didefinisikan sebagai penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli, professional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi, yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lainnya dan terikat kontrak untuk menyelesaikan kontrak konstruksi (Triwidodo 2003). Seperti halnya pada industri lain, pasar jasa konstruksi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh daya beli dari masyarakat dan pemerintah, dimana daya beli ini berkaitan erat dengan perkembangan ekonomi makro Indonesia yang mengalami gangguan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997/1998 tersebut. Sebelum krisis ekonomi pada tahun 1997, Biro Pusat Statistik (BPS, 2006a) mencatat adanya pertumbuhan di sektor konstruksi yang mencapai 13,71% per tahun. Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 7,85%. Akan tetapi setelah krisis ekonomi menyerang Indonesia, konstruksi merupakan sektor yang paling merasakan imbas dari krisis ekonomi tersebut dimana sektor konstruksi pada tahun 1998 terpuruk hingga minus 36,4% dan mengalami pertumbuhan yang paling parah dibandingkan sektor ekonomi yang lainnya seperti manufaktur dan pertanian. Total nilai konstruksi yang diselesaikan pada tahun 1998,mengalami penurunan ketimbang tahun 1997. Jika pada tahun 1997 nilai 2 konstruksi mencapai sebesar Rp. 29.826,3 milyar maka pada tahun 1998 menjadi Rp. 19.846,6 milyar atau turun 47,2%. Industri konstruksi ini bergerak bangkit setelah dihantam krisis pada tahun 1997-1998. Pertumbuhan sektor konstruksi di tahun 2007 hanya sebesar 8,6 % , lebih sedikit dibandingkan sebelum terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997. Badan Pusat Statistik mencatat ada sebanyak 77,901 perusahaan konstruksi di Indonesia pada tahun 2007, dengan persentase terbesar berbentuk perusahaan konstruksi kecil dan menengah (99%). Statistik Badan Usaha Tahun 2007 Daftar Menurut Propinsi dan Bidang mencatat bahwa ada 4.963 proyek konstruksi di bidang mekanikal dengan spesifikasi jumlah perawatan gedung dan pekerjaan dinding & jendela kaca berjumlah 61 proyek. Peranan industri jasa konstruksi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) makin tahun makin meningkat. Peluang tersebut telah berhasil mendorong kontraktor nasional untuk tumbuh berkembang dan sebagian telah berhasil menjadi perusahaan konstruksi yang besar. Menurunnya tingkat suku bunga deposito perbankan saat ini (berkisaran antara 8 - 10% per tahun) dapat mendorong masyarakat untuk bergerak ke sektor riil untuk berinvestasi. Demikian juga halnya dengan adanya peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) rakyat Indonesia yang berarti suatu refleksi mulai pulihnya daya beli masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan permintaan terhadap produk-produk konstruksi seperti misalnya perumahan, perkantoran, alat berat dan sebagainya. Perbaikan beberapa indikator ekonomi makro membuka peluang bagi pasar swasta untuk berkembang pada tahun-tahun berikutnya. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, pada saat ini pangsa pasar di sektor 3 konstruksi nasional terus tumbuh hingga kisaran 8,6 % dari PDB nasional, atau setara dengan Rp. 52,3 triliun pada triwulan II 2006 (BPS, 2006b). Meningkatnya kegiatan pembangunan proyek-proyek pemerintah maupun swasta telah menarik banyak pendatang baru yang potensial. Namun demikian sampai saat ini perusahaan jasa konstruksi milik negara BUMN masih memegang peranan dalam penguasaan pangsa pasar konstruksi nasional (Sutjipto 1991). Sementara itu, akibat keterbatasan kemampuan pemerintah maupun swastauntuk membiayai pembangunan proyek-proyeknya dengan anggaran dalam negeri, telah menyebabkan hampir semua proyek-proyek besar milik pemerintah maupun swasta dibiayai oleh dana pinjaman luar negeri. Dengan menggunakan alasan bahwa kontraktor nasional belum berpengalaman dan berkemampuan dalam teknologinya, investor asing cenderung membawa kontraktor dari negaranya. Akibatnya secara langsung kontraktor-kontraktor asing masuk bersama dengan datangnya pinjaman luar negeri tersebut (Sutjipto 1991). Untuk mencapai industri jasa konstruksi yang kuat, kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang baik, dalam beberapa hal masih belum dipenuhi. Selain otonomi daerah, saat ini kontraktor nasional juga dihadapkan dengan era globalisasi yang ditandai dengan diberlakukannya Asean Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2003 yang menyebabkan kontraktor-kontraktor asing dapat dengan bebas ikut bersaing memperebutkan proyek - proyek pada pasar konstruksi di Indonesia. Dengan masuknya kontraktor-kontraktor asing tersebut di tengah belum pulihnya kondisi pasar industri konstruksi saat ini, tentunya akan menyebabkan 4 semakin ketatnya persaingan di antara pelaku bisnis konstruksi di Indonesia. Kedatangan kontraktor asing telah memaksa kontraktor dalam negeri untuk meningkatkan kemampuannya dalam persaingan dan belajar alih teknologi untuk dapat menghasilkan produk jasa sesuai dengan persyaratan internasional (Sutjipto1991). Saat ini kontraktor nasional masih sangat kesulitan dalam bersaing dengan kontraktor asing yang mampu memperoleh finansial dengan bunga rendah dinegaranya. Sementara kontraktor Indonesia, fasilitas jaminan bank-nya saja masih sering ditolak oleh pemilik proyek diluar negeri. Di tengah ketatnya kondisi persaingan bisnis jasa konstruksi ini, para pelaku bisnis jasa konstruksi di Indonesia, dalam hal ini adalah kontraktor jasa gondola, berupaya keras untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaannya. Terjaganya eksistensi suatu perusahaan diantaranya tergantung pada strategi yang dilakukan perusahaan seperti manajemen perusahaan, strategi pemasaran yang dilakukan, produksi dan lainnya. Perusahaan gondola di Indonesia berjumlah lebih dari 20 perusahaan. Perusahaan – perusahaan gondola melayani beberapa bidang pekerjaan seperti pengadaan dan pemasangan gondola baru, penyewaan gondola, jasa cleaning service, jasa sparepart, modifikasi, maintenance dan lain - lainnya. Ada beberapa contohnya, yang pertama seperti PT Pola Gondola Adiperkasa, salah satu pesaing utama dari PT Fukuda Triguna, adalah perusahaan swasta yang berdiri pada tahun 1987 dan bergerak di bidang gondola, memulai usahanya dengan menyewakan unit gondola untuk pemasangan kulit luar gedung. Perusahaan ini terus berkembang dan bertahan 5 hingga saat ini. Pada dasarnya PT. Pola Gondola Adiperkasa hanya melakukan kegiatan utamanya sebagai designer, perakit dan pemasang gondola. Contoh yang kedua adalah Wida Konstruksi, adalah perusahaan yang dimiliki oleh PT. Widaguna Bersama. Perusahaan tersebut bergerak dibidang pembuatan (manufacturing), penjualan (sale), pemasangan (installation), perawatan (maintenance) serta menyewakan gondola, elevator / lift dan dumbwaiter, termasuk juga mekanikal supplier , electrical design serta panel maker equipment didukung oleh tenaga kerja yang handal dibidangnya dan mengenal dengan baik setiap fungsi dan proses pembuatan seluruh komponen gondola. Gondola yang dipasarkan adalah jenis temporer (mesin pada sangkar) dan jenis permanen (mesin pada truk yang berada dilantai atap gedung menggunakan rel atau roda). Kedua jenis ini masing masing bervariasi sesuai tingkat kerumitan gedung. Contoh ketiga adalah PT. Hirope Indonesia, adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang Building Service khususnya Rope Access Service dan Gondola Access. Sejak tahun 2005 PT. Hirope Indonesia bersama Disnakertrans DKI Jakarta secara aktif memberikan pelatihan Keselamatan Kerja bagi para pengelola gedung di Jakarta,khususnya kepada operator gondola. Rope Access menjadi alternatif dalam perawatan gedung bilamana lokasi atau bentuk gedung tidak bisa dicapai oleh gondola, teknik kerja ini menggunakan 2 buah tali pada setiap operator (Working line & Safety line) untuk mencapai area kerja. PT Fukuda Triguna (Gondola) sendiri bergerak di kegiatan jasa dan produk yaitu sales, maintenance dan spare part. Berdiri di tahun 2007, perusahaan ini juga 6 bergerak dalam bidang Building Management Unit (BMU) dan Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3). PT Fukuda Triguna (Gondola) adalah satu – satunya perusahaan yang sudah mencapai keharusan Hukum dan Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam hal penjualan, pemasok, maintenance dan servis perusahaan berdasarkan atas ruang lingkup dan jenis bisnisnya. Memiliki jumlah karyawan tetap sebanyak 35 orang terdiri dari supir, teknisi – teknisi dan karyawan yang bertugas di kantor, perusahaan juga mempekerjakan freelancer untuk membantu angkat barang – barang dan bersih – bersih di lapangan saat melakukan pekerjaan proyek gondola. Sistem proyek perusahaan gondola adalah tender yaitu sebuah tahapan yang harus dilalui oleh penyedia jasa konstruksi untuk dapat mengerjakan sebuah proyek, perusahaan melakukan tawaran dalam bentuk proposal yang berguna untuk mengajukan harga, memborong pekerjaan, atau menyediakan barang yang diberikan oleh perusahaan swasta besar atau pemerintah kepada perusahaan-perusahaan lain. Proyek di perusahaan ini adalah sebagai bagian dari organisasi fungsional, bukan organisasi proyek murni jadi setiap proyek yang ada dikerjakan oleh tim organisasi perusahaan. Dari puluhan perusahaan gondola yang ada di Indonesia, PT Fukuda Triguna (Gondola) masuk dalam peringkat top 3 besar sebagai perusahaan yang sering memenangkan tender. Bisa dikatakan bahwa perusahaan ini tidak memiliki masalah dalam hal eksternal, yaitu memenangkan persaingan dengan pesaing bisnisnya. Permasalahan yang ada di perusahaan ini adalah masalah internal, yaitu pelaksanaan proyek gondola yang sering tidak selesai tepat waktu. Meskipun sering 7 memenangkan tender dan tidak mengalami kesulitan maupun masalah dalam persaingan tetapi permasalahan internal yang dialami oleh PT Fukuda Triguna cukup krusial bagi kelangsungan hidup perusahaan dan juga nama baik perusahaan pun dipertaruhkan, selain itu memiliki beberapa dampak buruk jika permasalahan tidak diselesaikan. Dampak buruk pertama, permasalahan ini dapat menyebabkan kerugian seperti lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan proyek gondola, kredibiltas perusahaan dan kerugian biaya yang ditanggung oleh perusahaan karena semakin banyak waktu yang digunakan untuk pengerjaan proyek gondola maka perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak biaya untuk membayar teknisi – teknisinya. Selain itu juga dapat mengganggu pekerjaan lainnya. Perusahaan ini termasuk perusahaan besar dan memiliki banyak klien perusahaan besar di Indonesia, mulai dari PT Mulia Group, Bakrie Group, Agung Podomoro Group, Sinar Mas Group dan lain – lainnya. Kedua, jika permasalahan ini tidak diselesaikan maka tidak menutup kemungkinan bahwa klien – klien potensial dan ternama tersebut dapat meninggalkan perusahaan ini dan beralih menggunakan jasa dari perusahaan gondola lainnya. Karena perusahaan ini sangat membutuhkan klien, disini posisi klien adalah pelanggannya maka jika klien sedikit atau berkurang dan bahkan kemungkinan terburuknya tidak ada lagi klien, penghasilan perusahaan pun akan berkurang dan kejadian terburuk yang mungkin terjadi adalah perusahaan bisa gulung tikar akibat kehilangan klien. 8 Pendekatan ilmu yang digunakan adalah manajemen operasional yang berfokus pada manajemen proyek. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada di atas dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut: 1) Apa saja tahap – tahap yang dilakuakan dalam pembuatan gondola? 2) Apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan dalam mengatasi penyebab permasalahan yang mengakibatkan ketidaktepatan waktu dalam penyelesaian proyek gondola? 3) Apa manfaat yang didapatkan oleh perusahaan setelah adanya penggunaan metode PERT? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat disusun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui langkah – langkah dalam pembuatan gondola 2) Untuk menganalisis dan mengetahui tindakan untuk mengatasi permasalahan yang mengakibatkan ketidaktepatan waktu dalam penyelesaian proyek gondola 3) Untuk mengetahui manfaat yang didapatkan oleh perusahaan setelah menggunakan metode PERT 9 1.4 Manfaat Penelitian 1) Bagi Perusahaan PT Fukuda Triguna Manfaat penelitian ini bagi perusahaan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak perusahaan untuk mengetahui cara untuk mengatasi permasalahan tersebut , manfaat yang didapatkan setelah penggunaan metode PERT dan tindakan yang harus dilakukan oleh perusahaan agar pelaksanaan proyek gondola selalu selesai tepat waktu. 2) Bagi Peneliti Manfaat penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan dan dasar bagi penelitian selanjutnya 10