NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENGGUNAAN SILASE IKAN TERHADAP PERSENTASE KARKAS, BAGIAN-BAGIAN KARKAS DAN KUALITAS FISIK DAGING AYAM BROILER JANTAN PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA Jurusan / Program Studi Produksi Ternak Oleh : RAHMAWATI MEIASTUTI H0500014 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2005 PENGARUH PENGGUNAAN SILASE IKAN TERHADAP PERSENTASE KARKAS, BAGIAN-BAGIAN KARKAS DAN KUALITAS DAGING AYAM BROILER JANTAN PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA ABSTRAK RAHMAWATI MEIASTUTI H0500014 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan silase ikan terhadap persentase karkas, bagian-bagian karkas dan kualitas daging ayam broiler jantan pada umur potong yang berbeda. Sebanyak 40 ekor ayam diambil dari pemeliharaan 100 ekor ayam broiler jantan CP 707, yang mendapat perlakuan ransum. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial 5 x 2 terdiri dari faktor taraf penggunaan silase ikan (P) yaitu tanpa silase ikan (P0) sebagai kontrol, silase ikan dua persen (P1), empat persen (P2), enam persen (P3), delapan persen (P4) dan faktor umur potong (U) yaitu lima minggu (U1) dan tujuh minggu (U2). Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase bagian-bagian karkas (dada, paha, sayap, punggung), persentase lemak abdominal, daya ikat air dan susut masak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa taraf silase ikan sampai delapan persen di dalam ransum yang isoprotein tidak berpengaruh terhadap peubah yang diamati, tetapi sangat nyata menurunkan persentase lemak abdominal. Pada penelitian ini diperoleh bobot potong 1637,50 sampai 1707,50 gram/ekor, bobot karkas 987,00 sampai 1079,38 gram/ekor, persentase karkas 59,75 sampai 63,00 persen, daya ikat air 25,60 sampai 30,30 persen dan susut masak 26,95 sampai 31,38 persen. Taraf silase ikan enam persen menurunkan persentase lemak abdominal dari 0,85 persen menjadi 0,60 persen. Umur potong sangat berpengaruh meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak abdominal, daya ikat air dan nyata menurunkan persentase sayap, susut masak, tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase dada paha, punggung. Bobot potong umur lima minggu 1350,00 dan tujuh minggu 1960,00 gram/ekor, bobot karkas umur lima minggu 801,30 dan tujuh minggu 1230,10 gram/ekor, persentase karkas umur lima minggu 59,31 dan tujuh minggu 62,74 persen, persentase lemak abdominal umur lima minggu 0,56 dan tujuh minggu 0,96 persen, daya ikat air umur lima minggu 25,94 dan tujuh minggu 31,65 persen, susut masak umur lima minggu 33,82 dan tujuh minggu 23,16 persen. Interaksi antara taraf silase ikan dan umur potong meningkatkan daya ikat air dan persentase lemak abdominal, tetapi tidak berpengaruh terhadap peubah lainnya. Kata kunci : silase ikan, umur, karkas, kualitas fisik daging, ayam broiler THE EFFECT OF THE UTILIZATION OF FISH SILAGE ON CARCASS PERCENTAGE, CARCASS COMPONENTS AND PHYSICAL QUALITY OF MEAT MALE BROILER CHICKEN WITH DIFFERENT AGE SLAUGHTER ABSTRACT RAHMAWATI MEIASTUTI H0500014 The objective of this research were to observe the effect of the utilization of fish silage on carcass percentage, carcass components and physical quality of meat male broiler chicken with different age slaughter. Fourty male broiler chickens which taken from 100 chickens CP 707, which got diet treatments. The design was used Completely Randomized Design (CRD) Factorial Pattern 5 x 2 that is the utilization of fish silage level (P) these are without fish silage level (P0) as control, two level percent (P1), four level percent (P2), six level percent (P3), eight level percent (P4) and age slaughter in five weeks (U1) and seven weeks (U2). The observed parameters were slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, carcass components (breast, thighs, wings, back), abdominal fat percentage, water holding capasity and cooking loss. The result showed that fish silage up to eight level percent in isoprotein diet didn’t affect on the observed parameters, but most significanly decreased abdominal fat percentage. Slaughter weight in this research 1637.50 up to 1707.50 gram/head, carcass weight 987.00 up to 1079.38 gram/head, carcass percentage 59.75 up to 63.00 percent, water holding capasity 25.60 up to 30.30 percent and cooking loss 26.95 up to 31.38 percent. Fish silage at six level percent decreased abdominal fat percentage from 0.85 percent become 0.60 percent. The age slaughter gave most affected increase on slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, abdominal fat percentage, water holding capasity, and affected decrease wings percentage, cooking loss meat broiler chicken and didn’t affected breast, thighs and back percentage. Slaughter weight in five weeks 1350.00 and seven weeks 1960.00 gram/head, carcass weight in five weeks 801.30 and seven weeks 1230.10 gram/head, carcass percentage in five weeks 59.31 gram/head and seven weeks 62.74 percent, abdominal fat percentage in five weeks 0.56 and seven weeks 0.96 percent water holding capasity in five weeks 25.94 and in seven weeks 31.65 percent, cooking loss in five weeks 33.82 and in seven weeks 23.16 percent. Interaction between fish silage and age slaughter increased on water holding capasity and abdominal fat percentage but didn’t affected on another parameters. Key words : fish silage, age slaughter, carcass, physical quality of meat, broiler PERNYATAAN Dengan ini kami selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Studi Produksi Ternak : Nama : Rahmawati Meiastuti NIM : H0500014 Jurusan / Program Studi : Produksi Ternak Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah yang disusun oleh yang bersangkutan dipublikasikan dengan/ tanpa *) mencantumkan Pembimbing sebagai co author. Pembimbing Utama Ir. Isti Astuti, MS NIP. 130 794 468 ( ) ( ) Pembimbing Pendamping Ir. Sudiyono, MS NIP. 131 692 011 *) Coret yang tidak perlu Tim PENDAHULUAN Perkembangan peternakan di Indonesia dewasa ini sedang mendapat perhatian besar di samping bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi, juga ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat serta kesadaran gizi masyarakat yang terus membaik menyebabkan permintaan komoditi hasil ternak terutama daging semakin bertambah. Kebutuhan daging di Indonesia belum tercukupi, di lain pihak konsumen menuntut daging berkualitas baik. Sumber daging terbesar di Indonesia adalah daging unggas terutama berasal dari ayam broiler yang mencapai 57,5 persen (Direktorat Jenderal Peternakan, 1997). Usaha peternakan ayam broiler di Indonesia berkembang dengan pesat karena ayam broiler sangat efisien dalam mengubah ransum menjadi daging. Perkembangan tersebut menjadi terhambat dengan adanya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, sehingga populasi ayam broiler menurun dengan cepat hingga tinggal 30 persen. Hal ini diakibatkan oleh sebagian besar bahan pakan untuk ransum unggas masih impor dan harganya mahal, salah satu diantaranya adalah tepung ikan. Indonesia sebagai negara kelautan mempunyai potensi cukup bagus menghasilkan tangkapan ikan rucah yang melimpah pada saat-saat tertentu.. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) ikan rucah mempunyai nilai ekonomi rendah dan kandungan protein sebesar 18-20 persen. Daya simpan ikan rucah pada keadaan segar tidak tahan lama, oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan, diantaranya melalui proses fermentasi menjadi silase ikan. Pembuatan ikan rucah menjadi silase ikan dirasakan metode alternatif yang lebih efektif, karena dapat dilakukan dengan teknik pembuatan yang mudah, murah dan memiliki peluang untuk dijadikan “home industry“ pada perkampungan nelayan atau sekitar pusat pemasaran ikan. Menurut Jatmiko (2002) silase ikan merupakan bentuk hidrolisa protein beserta komponen lain dari ikan dalam suasana asam dengan pH sekitar empat, sehingga menyebabkan bakteri pembusuk tidak dapat hidup. Silase ikan ini dapat disimpan dalam waktu relatif lama. Penggunaan silase ikan sebagai bahan pakan alternatif pengganti tepung ikan dalam ransum ayam broiler diharapkan dapat menghemat biaya ransum. Kualitas suatu ransum perlu diuji untuk mengetahui apakah ransum tersebut dapat dimanfaatkan secara efektif oleh ternak. Salah satu uji yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui kuantitas dan kualitas dari daging ayam broiler. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh penggunaan silase ikan terhadap persentase karkas, bagianbagian karkas dan kualitas fisik daging ayam broiler jantan pada umur potong lima minggu dan tujuh minggu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh taraf penggunaan silase ikan, umur potong dan interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong terhadap persentase karkas, bagian-bagian karkas dan kualitas fisik daging ayam broiler jantan. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kandang unggas Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar dan Laboratorium Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta selama tujuh minggu yaitu mulai tanggal 7 Mei sampai dengan 24 Juni 2004. Ayam Penelitian menggunakan 40 ekor ayam yang diambil acak dari pemeliharaan 100 ekor ayam broiler jantan strain CP 707 yang mendapat perlakuan ransum. Ransum Ransum merupakan ransum iso protein dan iso energi. Kebutuhan nutrien ayam broiler diasjikan pada Tabel 1. Kandungan bahan pakan penyusun ransum disajikan pada Tabel 2. Susunan ransum perlakuan fase awal dan fase akhir disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Ayam Broiler No 1 2 3 4 5 6 7 Nutrien Energi Metabolisme/ EM (Kkal/kg) (1) Protein Kasar/ PK (%)(1) Imbangan EM dan PK(1) Lemak kasar/ LK (%)(2) Serat kasar/ SK (%)(1) Kalsium/ Ca (%)(1) Fosfor/ P (%)(1) Sumber : (1) Fase Awal 3200,00 23,00 139,00 2,50-10,00 3,00-5,00 1,00 0,45 Fase Akhir 3200,00 20,00 160,00 2,00-10,00 3,00-5,00 0,90 0,35 NRC (1994) Wahju (1992) (2) Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan untuk Ransum Ayam Broiler No 1 2 3 4 5 6 7 Bahan pakan EM (Kkal/kg) Jagung Kuning Bekatul Bungkil kedelai Tepung Ikan Silase Ikan Premix Minyak nabati Sumber : (1) (2) (3) (4) (5) 3521,17(2) PK (%) 7,45(1) SK (%) 2,27(1) LK (%) 2,76(1) Ca (%) 0,02(3) P (%) 0,07(3) 3101,69(2) 3146,21(2) 10,43(1) 45,96(1) 16,17(1) 4,34(1) 9,50(1) 1,05(1) 0,04(3) 0,24(3) 0,38(3) 0,17(3) 2794,13(2) 58,07(1) 3,59(1) 6,63(1) 5,68(3) 3,73(3) 3320,32(2) 20,80(1) 10,35(1) 10,12(1) 2,00(4) 0,60(4) - - - - 49,00(5) - 14,00(5) - 8800,00(3) Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian UNS (2004) Berdasarkan perhitungan rumus Sibbald : EM = 3951 + (54,4 x LK) – (88,7 x SK) – (40,8 x Abu) Hartadi, et al. (1990) Mudjiman (1991) Mineral BR ( Produksi Eka Poultry Semarang ) Tabel 3. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan Fase Awal No Bahan pakan 1 Jagung kuning 2 Bekatul 3 Bungkil kedelai 4 Tepung ikan 5 Silase ikan 6 Premix 7 Minyak nabati Jumlah 1 EM (Kkal/kg) 2 PK (%) 3 SK (%) 4 LK (%) 5 Ca (%) 6 P tersedia (%) P0 28,50 29,50 31,00 8,00 0,00 2,00 1,00 100,00 3205,40 24,09 7,05 4,45 1,53 0,29 P1 27,00 29,50 31,00 7,50 2,00 2,00 1,00 100,00 3205,02 24,10 7,20 4,57 1,54 0,29 Perlakuan P2 26,00 29,00 31,00 7,00 4,00 2,00 1,00 100,00 3206,73 24,11 7,29 4,67 1,55 0,29 P3 24,50 29,00 31,00 6,50 6,00 2,00 1,00 100,00 3206,35 24,12 7,45 4,79 1,56 0,29 P4 23,50 28,50 31,00 6,00 8,00 2,00 1,00 100,00 3208,07 24,12 7,53 4,89 1,57 0,29 Sumber : Hasil Perhitungan Tabel 1 dan Tabel 2 Tabel 4. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan Fase Akhir No Bahan pakan 1 Jagung kuning 2 Bekatul 3 Bungkil kedelai 4 Tepung ikan 5 Silase ikan 6 Premix 7 Minyak nabati Jumlah 1 EM (Kkal/kg) 2 PK (%) 3 SK (%) 4 LK (%) 5 Ca (%) 6 P tersedia (%) P0 36,75 29,75 22,00 8,00 0,00 2,00 1,50 100,00 3264,49 20,60 6,89 4,60 1,51 0,29 P1 35,00 30,00 22,00 7,50 2,00 2,00 1,50 100,00 3263,06 20,62 7,08 4,75 1,52 0,29 Sumber : Hasil Perhitungan Tabel 1 dan Tabel 2 Perlakuan P2 34,50 29,00 24,50 5,00 4,00 2,00 1,00 100,00 3245,64 20,59 7,13 4,70 1,42 0,29 P3 31,50 30,00 25,00 4,00 6,00 2,00 1,00 100,00 3269,22 20,54 7,42 4,85 1,41 0,29 P4 30,00 30,00 25,50 3,00 8,00 2,00 1,50 100,00 3270,60 20,49 7,57 4,95 1,39 0,29 Kandang dan Peralatannya Penelitian ini menggunakan 20 petak kandang litter dengan ukuran (1x1x 0,75) m3. Setiap petak berisi lima ekor ayam . Kandang dibersihkan dan didesinfeksi dengan formalin (1 liter/ 30 liter air). Peralatan kandang meliputi tempat ransum, tempat minum, thermometer, lampu pijar, timbangan. Tempat ransum dan tempat minum dicuci dan direndam dalam Rhodalon produksi PT. Pyridam Veteriner, Jakarta (15 ml/ 10 liter air) selama 10 menit dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Obat-obatan dan Vaksin Obat-obatan dan vitamin yang digunakan yaitu Trymezin dan Vitastress. Vaksin yang digunakan ND B1, ND La Sota, Gumboro B. Obatobatan dan vaksin produksi PT Medion, Bandung. Bahan dan Alat untuk Uji Kualitas Fisik Daging Uji kualitas fisik daging menggunakan bahan dan alat untuk uji daya ikat air dan susut masak daging. Pembuatan Silase Ikan Bahan dan alat untuk pembuatan silase ikan meliputi ember plastik, pengaduk kayu, penggiling ikan dan asam formiat teknis. Pembuatan silase ikan rucah yaitu dicincang kecil-kecil, direndam asam formiat teknis sebanyak tiga persen dari bobot ikan (v/w) dan diaduk tiga sampai empat kali setiap harinya selama empat hari berturut-turut, hari ke lima ikan tersebut hancur menjadi cairan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) pola faktorial 5 x 2 terdiri dari faktor taraf penggunaan silase ikan (P) yaitu tanpa penggunaan silase ikan (P0), penggunaan silase ikan dua persen (P1), penggunaan silase ikan empat persen (P2), penggunaan silase ikan enam persen (P3), penggunaan silase ikan delapan persen (P4) dan faktor umur potong (U) yaitu lima minggu (U1) dan tujuh minggu (U2) sehingga terdapat sepuluh kombinasi perlakuan, masingmasing diulang empat kali. Peubah Penelitian Peubah penelitian yang diamati dalam penelitian ini adalah : a. Bobot potong, dengan menimbang ayam sebelum dipotong setelah dipuasakan selama 12 jam (Sudiastra, 2001), dinyatakan dalam gram/ekor. b. Bobot karkas , diperoleh dari bobot potong dikurangi bobot darah, bulu, leher, kepala, kaki dan organ dalam kecuali paru-paru dan ginjal (Santosa, 2000), dinyatakan dalam gram/ekor. c. Persentase karkas, diperoleh dari perbandingan bobot karkas dengan bobot potong dikalikan 100 persen (Rizal, 2000) d. Persentase bagian-bagian karkas, diperoleh dari perbandingan bobot bagianbagian karkas (dada, paha, sayap dan punggung) dengan bobot karkas dikalikan 100 persen (Moran, 1995) e. Persentase lemak abdominal, diperoleh dari perbandingan bobot lemak abdominal dengan bobot potong dikalikan 100 persen (Abubakar, et al., 1997). f. Daya Ikat Air (DIA), menggunakan metode Hamm (1972) disitasi oleh Soeparno (1992) yaitu dengan mengepres 0,3 gram sampel daging pada kertas saring bebas lemak di antara dua plat kaca dengan beban seberat 35 kg selama lima menit. Perhitungan kandungan air : mg H2O = Area basah (cm2) - 8,0 0,0948 kemudian daya ikat air ( DIA ) dihitung dengan rumus : DIA = Kadar air total – mg H2O x 100 % Bobot sampel Kadar air total diketahui dari hasil analisis kadar air dengan menggunakan oven pada suhu 105C selama 24 jam, kemudian ditimbang sampai bobot konstan (Tilman, et al., 1986). g. Susut Masak. Sampel daging 10 gram dimasukkan plastik pp yang diklip, direbus di dalam waterbath pada suhu 80C selama 30 menit, kemudian didinginkan pada air mengalir (Soeparno, 1992). Plastik dibuka, cairan eksudatif dibuang dan daging dilap dengan kertas tissu lalu setelah kering ditimbang. Susut masak (cooking loss = CL) dihitung dengan rumus : % CL = bobot sebelum dimasak–bobot setelah dimasak x 100 % bobot sebelum dimasak Penyembelihan, Prosesing Karkas dan Preparasi Sampel Daging Penyembelihan dengan cara Kosher yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis, esofagus dan trakhea (Soeparno, 1992). Dilanjutkan pencabutan bulu secara basah (Parry 1989), pengeluaran organ dalam di rongga perut dan rongga dada (eviserasi), pemotongan kaki, kepala dan leher sehingga diperoleh karkas dan dilanjutkan prosessing bagian-bagian karkas (dada, paha, sayap, punggung) (Swatland, 1984). Daging yang digunakan untuk sampel pada uji kualitas fisik yaitu daging dada (otot pectoralis) (Soeparno, 1992). Analisis Data Semua data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan analisis variansi berdasar Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 5 x 2 dengan faktor P adalah taraf penggunaan silase ikan dan faktor U adalah umur potong. Apabila terdapat pengaruh dari perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test/ DMRT untuk mengetahui perbedaan nilai rerata antara perlakuan (Yitnosumarto, 1993 ). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 5. Rerata bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase bagian-bagian karkas, persentase lemak abdominal dan kualitas fisik daging pada umur lima minggu dan tujuh minggu Peubah Umur Bobot potong 5 minggu (gram/ekor) 7 minggu Rerata Bobot karkas 5 minggu (gram/ekor) 7 minggu Rerata Persentase 5 minggu karkas (%) 7 minggu Rerata Persentase 5 minggu dada (%) 7 minggu Rerata Persentase 5 minggu paha (%) 7 minggu Rerata Persentase 5 minggu Sayap (%) 7 minggu Rerata Persentase 5 minggu Punggung (%) 7 minggu Rerata Persentase 5 minggu Lemak 7 minggu Abdominal (%) Rerata Daya ikat air 5 minggu (%) 7 minggu Rerata Susut masak 5 minggu (%) 7 minggu Rerata A,B, C a,b 0% 1310,00 1965,00 1637,50 759,00 1240,25 999,63 57,89 62,92 60,40 30,51 31,77 31,14 34,32 34,69 34,50 12,79 11,60 12,20 22,31 21,90 22,11 0,46 1,24 0,85AB 30,15 30,45 30,30 33,61 22,68 28,14 Taraf Penggunaan Silase Ikan 2% 4% 6% 1365,00 1365,00 1350,00 1910,00 1930,00 1940,00 1637,50 1647,50 1645,00 812,50 798,25 791,50 1187,00 1175,75 1234,00 999,75 987,00 1012,75 59,52 58,51 58,61 62,13 61,00 63,67 60,83 59,75 61,14 30,84 30,22 31,30 29,75 31,88 30,88 30,30 31,05 31,09 34,31 34,90 33,57 33,52 32,98 34,13 33,91 33,94 33,85 12,61 12,73 12,42 12,66 12,04 12,19 12,63 12,39 12,30 22,18 22,10 22,71 23,87 23,06 22,72 23,02 22,58 22,72 0,56 0,68 0,54 1,32 0,82 0,67 0,94A 0,75ABC 0,60C 26,69 26,68 27,77 31,60 32,66 30,72 29,10 29,70 29,20 33,47 34,29 34,13 21,09 28,47 19,77 27,28 31,38 26,95 Rerata 8% 1360,00 2055,00 1707,50 845,25 1313,50 1079,38 62,03 63,97 63,00 30,66 32,06 31,36 33,50 33,04 33,27 12,69 11,62 12,16 23,08 23,23 23,15 0,57 0,77 0,67BC 18,39 32,81 25,60 33,58 23,82 28,70 1350,00A 1960,00B 801,30A 1230,10B 59,31A 62,74B 30,71 31,26 34,12 33,67 12,65a 12,02b 22,48 22,95 0,56A 0,96B 25,94A 31,65B 33,82A 23,16B = angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P0,01) pada uji DMRT dengan taraf 1% = angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P0,05) pada uji DMRT dengan taraf 5% Bobot Potong Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa taraf penggunaan silase ikan sampai delapan persen di dalam ransum berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot potong ayam broiler jantan, dikarenakan konsumsi ransum antar perlakuan juga berbeda tidak nyata (P>0,05) sehingga ayam mengkonsumsi energi dan protein dalam jumlah yang sama. Nutrien tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan pokok hidup dan pertumbuhan organ serta jaringan tubuh. Hal ini sesuai dengan Deaton dan Lott (1985) bahwa bobot potong ayam broiler dipengaruhi konsumsi ransum, kandungan energi dan protein. Dalam proses pembuatan silase ikan terjadi proses fermentasi. Menurut Kjos (2001), protein silase ikan telah terdegradasi menjadi peptida rantai pendek, asam amino bebas, beberapa amonia dan amida melalui proses autolisis sehingga menyebabkan daya cerna tinggi. Peningkatan kecernaan dan kualitas silase ikan ini akan mengakibatkan kualitas ransum yang di konsumsi ayam relatif sama dengan ransum kontrol, sehingga dapat mencukupi kebutuhan nutrien ayam untuk tumbuh seragam. Pertumbuhan ayam yang seragam ini akan menghasilkan bobot potong ayam juga seragam. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa rerata bobot potong umur lima minggu berbeda sangat nyata (P0,01) dengan umur tujuh minggu. Rerata bobot potong ayam broiler jantan pada umur tujuh minggu sangat nyata lebih tinggi daripada umur lima minggu. Hal ini dikarenakan pada umur lima dan tujuh minggu masih merupakan umur pertumbuhan (Jamhari, 1993). Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan di dalam ransum dengan umur potong berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot potong. Hal ini menunjukkan bahwa bobot potong tidak tergantung dari kombinasi kedua faktor tersebut. Bobot Karkas Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh taraf penggunaan silase ikan sampai delapan persen di dalam ransum berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas. Ini berarti baik ransum antar perlakuan memberikan pengaruh yang relatif sama terhadap bobot karkas, karena bobot potong ayam broiler jantan pada ransum antar perlakuan juga berbeda tidak nyata (P>0,05). Menurut Soeparno (1992) bobot potong sangat berpengaruh terhadap karkas dan bagian-bagian karkas. Bobot potong yang berbeda tidak nyata juga disebabkan jenis kelamin, kandungan nutrien dan konsumsi ransum tiap perlakuan sama (Abubakar dan Nataamijaya, 1999) Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa bobot karkas umur lima minggu berbeda sangat nyata (P0,01) dengan umur tujuh minggu. Bobot karkas pada umur tujuh minggu lebih tinggi dibandingkan pada umur lima minggu. Menurut Jamhari (1993), hal ini disebabkan oleh proses pertumbuhan masih terus berlangsung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1988) bahwa peningkatan bobot potong dan pertambahan bobot badan diikuti dengan peningkatan bobot karkas. Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas. Hal ini menunjukkan bahwa bobot karkas tidak tergantung dari kombinasi kedua faktor tersebut. Persentase Karkas Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa taraf penggunaan silase sampai delapan persen di dalam ransum memberikan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas. Hal ini dikarenakan oleh bobot potong dan bobot karkas pada ransum antar perlakuan juga berbeda tidak nyata (P>0,05). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh umur potong berbeda sangat nyata (P0,01) terhadap persentase karkas. Hal ini dikarenakan bobot potong dan bobot karkas pada umur tujuh minggu lebih tinggi daripada umur lima minggu. Menurut Soeparno (1992) persentase karkas meningkat seiring dengan peningkatan umur dan kenaikkan bobot badan selama pertumbuhan. Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas. Hal ini menunjukkan bahwa persentase karkas tidak tergantung dari kedua faktor tersebut. Persentase Bagian-bagian Karkas Persentase Dada Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa taraf penggunaan silase ikan memberikan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase dada. Hal ini dikarenakan bobot dada dan bobot karkas pada ransum antar perlakuan juga berbeda tidak nyata. Menurut Widhiarti (1987) bobot bagianbagian tubuh secara langsung ditentukan oleh bobot karkasnya. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa persentase dada umur lima minggu berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan umur tujuh minggu. Hal ini dikarenakan pada umur lima dan tujuh minggu ayam broiler jantan masih dalam masa pertumbuhan dan deposisi lemak tubuh belum begitu besar sehingga persentase dada tidak berbeda (Soeparno,1999). Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong tidak berpengaruh terhadap persentase dada. Hal ini menunjukkan bahwa persentase dada tidak tergantung dari kombinasi kedua faktor tersebut. Persentase Paha Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh taraf penggunaan silase ikan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase paha. Hal ini dikarenakan bobot paha dan bobot karkas pada ransum antar perlakuan berbeda tidak nyata. Menurut Achmanu et al. (1997), bobot karkas akan mempengaruhi persentase bagian-bagian karkas. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh umur potong berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase paha. Hal ini dikarenakan pada umur lima dan tujuh minggu ayam broiler masih dalam masa pertumbuhan dan deposisi lemak tubuh belum begitu besar sehingga persentase bagian-bagian karkas tidak berbeda (Soeparno,1999). Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase paha. Hal ini menunjukkan bahwa persentase paha tidak tergantung dari kombinasi kedua faktor tersebut. Persentase Sayap Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh taraf penggunaan silase ikan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase sayap. Hal ini karena bobot sayap dan bobot karkas pada ransum antar perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05). Menurut Achmanu et al. (1997), bobot karkas akan mempengaruhi persentase bagian-bagian karkas yaitu bagian sayap. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa persentase sayap umur lima minggu berbeda nyata (P0,05) dengan persentase sayap umur tujuh minggu . Persentase sayap umur tujuh minggu nyata lebih rendah dibandingkan umur lima minggu. Hal ini diduga karena pertumbuhan daging tidak mengarah ke bagian sayap, tetapi ke bagian dada atau paha. Menurut Abubakar dan Nataamijaya (1999) bagian dada dan paha berkembang lebih dominan selama pertumbuhan dibanding bagian sayap. Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong memberikan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase sayap. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sayap tidak tergantung dari kombinasi kedua faktor tersebut. Persentase Punggung Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh taraf penggunaan silase ikan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase punggung, dikarenakan bobot punggung dan bobot karkas pada ransum antar perlakuan juga berbeda tidak nyata. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa persentase punggung umur lima minggu berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan umur tujuh minggu. Hal ini dikarenakan ayam masih dalam masa periode pertumbuhan dan deposisi lemak belum optimal (Soeparno,1999). Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong memberikan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase punggung. Hal ini menunjukkan bahwa persentase punggung tidak tergantung dari kombinasi kedua faktor tersebut. Persentase Lemak Abdominal Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh taraf penggunaan silase ikan berbeda sangat nyata (P0,01) terhadap persentase lemak abdominal. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kandungan serat kasar di dalam ransum antar perlakuan. Menurut Sajidin (1998) persentase lemak abdominal semakin menurun seiring peningkatan serat kasar di dalam ransum. Menurut North dan Bell (1990) disitasi oleh Mahfudz (2000) dalam pencernaan serat kasar dibutuhkan energi berlebih sehingga ayam tidak memiliki energi berlebih untuk disimpan dalam bentuk lemak. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa persentase lemak abdominal umur lima minggu berbeda sangat nyata (P0,01) dengan umur tujuh minggu. Hal ini dikarenakan aktifitas deposisi lemak meningkat dengan adanya peningkatan umur (Soeparno, 1999). Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong berbeda sangat nyata (P0,01) terhadap persentase lemak abdominal. Hal ini menunjukkan bahwa persentase lemak abdominal tergantung pada kombinasi dari kedua faktor tersebut. Daya Ikat Air Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh taraf penggunaan silase ikan memberikan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air daging ayam broiler jantan. Hal ini diduga karena konsumsi energi dan protein juga berbeda tidak nyata, dengan konsumsi protein yang sama diduga kadar protein daging juga sama. Menurut Soeparno (1992), daya ikat air berhubungan dengan kandungan protein daging. Kadar protein daging yang sama ini yang menyebabkan daya ikat air pada semua perlakuan sama, sebab menurut Wismer-Pederson (1971) bahwa protein daging inilah yang bertanggung jawab terhadap pengikatan air pada daging Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa daya ikat air daging ayam broiler jantan umur lima minggu berbeda sangat nyata (P0,01) dengan umur tujuh minggu. Hasil ini sesuai dengan Soeparno (1992) bahwa daya ikat air ternak tua cenderung lebih besar dibanding ternak lebih muda, karena ototnya mempunyai kandungan lemak intramuskular lebih tinggi. Lemak intramuskular diduga melonggarkan mikrostruktur daging, sehingga memberi lebih banyak kesempatan kepada protein daging untuk mengikat air (Parakkasi,1995) Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dan umur potong berbeda nyata (P0,05) terhadap daya ikat air daging ayam broiler jantan. Hal ini menunjukkan bahwa daya ikat air tergantung dari kombinasi dari kedua faktor tersebut. Susut Masak Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh taraf penggunaan silase ikan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging ayam broiler jantan. Hal ini diduga karena ransum tanpa menggunakan silase ikan dan dengan menggunakan silase ikan mempunyai kualitas ransum sama (iso protein) sehingga diduga menyebabkan kualitas daging juga sama. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh umur potong memberikan hasil yang berbeda sangat nyata (P0,01) terhadap susut masak daging ayam broiler jantan. Nilai susut masak mengalami penurunan dengan bertambahnya umur, diduga dipengaruhi oleh deposisi lemak intramuskular umur tujuh minggu lebih banyak dibanding umur lima minggu. Menurut Forrest et al. (1975) nilai susut masak daging saat pemasakan akan dihambat oleh adanya lemak yang terdapat di dalam daging. Dijelaskan Soeparno (1992) bahwa lemak yang terdapat di dalam daging akan menutup jaringan mikrostruktur daging sehingga pengeluaran air pada saat pemasakan lebih kecil dan susut masak daging akan menjadi rendah. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa susut masak terjadi sebagai akibat dari menurunnya daya ikat air oleh protein daging. Semakin tinggi nilai daya ikat air daging maka nilai susut masak daging akan menurun. Menurut Soeparno (1992) daging dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak lebih besar, karena kehilangan nutrien selama pemasakan akan lebih sedikit. Ini berarti, daging ayam broiler jantan umur tujuh minggu mempunyai kualitas relatif lebih baik daripada daging ayam broiler jantan umur lima minggu. Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dengan umur potong berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging ayam broiler. Hal ini menunjukkan bahwa susut masak tidak tergantung dari kombinasi kedua faktor tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Taraf penggunaan silase ikan sampai delapan persen di dalam ransum yang isoprotein tidak mempengaruhi bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase bagian-bagian karkas, daya ikat air dan susut masak ayam broiler jantan. Pada penelitian ini diperoleh bobot potong antara 1637,50 sampai dengan 1707,50 gram/ekor, bobot karkas 987,00 sampai dengan 1079,38 gram/ekor, persentase karkas antara 59,75 sampai dengan 63,00 persen, daya ikat air antara 25,60 sampai dengan 30,30 persen dan susut masak antara 26,95 sampai 31,38 persen. Taraf silase ikan enam persen menurunkan persentase lemak abdominal dari 0,85 persen menjadi 0,60 persen. Umur potong sangat berpengaruh meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak abdominal, daya ikat air dan menurunkan persentase sayap, susut masak daging ayam broiler jantan serta tidak berpengaruh terhadap persentase dada, paha, punggung. Pada penelitian ini diperoleh bobot potong umur lima minggu 1350,00 dan tujuh minggu 1960,00 gram/ekor, bobot karkas umur lima minggu 801,30 dan tujuh minggu 1230,10 gram/ekor, persentase karkas umur lima minggu 59,31 dan tujuh minggu 62,74 persen, persentase lemak abdominal umur lima minggu 0,56 dan tujuh minggu 0,96 persen, daya ikat air umur lima minggu 25,94 dan tujuh minggu 31,65 persen dan susut masak umur lima minggu 33,82 dan tujuh minggu 23,16 persen. Interaksi antara taraf penggunaan silase ikan dengan umur potong berpengaruh meningkatkan persentase lemak abdominal dan daya ikat air daging ayam broiler jantan dan tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dada, paha, sayap, punggung, susut masak daging ayam broiler jantan. Saran Indonesia sebagai negara kelautan memiliki potensi menghasilkan tangkapan ikan melimpah yang dapat dimanfaatkan menjadi silase ikan sebagai pengganti tepung ikan yang masih impor di dalam penyusunan ransum ayam broiler, sehingga dapat menekan biaya ransum. Ditinjau dari persentase karkas dan kualitas daging yaitu daya ikat air dan susut masak, ayam broiler jantan sebaiknya dipotong pada umur tujuh minggu. DAFTAR PUSTAKA Abubakar dan Nataamijaya, 1999. Persentase Karkas dan Bagian-bagiannya Dua Galur Ayam Broiler dengan Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma Domestica Val) dalam Ransum. Bulletin Peternakan. Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. Hal : 173-180. Abubakar, R. Dharsana dan A. Ghozali N., 1997. Berat, Persentase Serta Potongan Karkas Ayam Hasil Persilangan (Pejantan buras dengan betina Aksas) pada Pemberian Jenis Pakan yang Berbeda. Bulletin Peternakan. Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. Hal : 74-79. Achmanu, Noferdiman, Soebarinoto, 1997. Pengaruh Tingkat Azolla dan Enzim Pertumbuhan dalam Ransum terhadap Performans Itik Jantan. Agrivita. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. 20 (2) : 103-109 Afrianto, E dan E. Liviawaty, 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Deaton, J.W dan B.D Lott, 1985. Age and Dietary Energy Effect on Broiler Chicken. J. Poultry Science 70: 1550-1558 Direktorat Jenderal Peternakan, 1997. Kumpulan Standar Nasional Indonesia (SNI) Ransum. Direktorat Bina Produksi. Departemen Pertanian. Jakarta. Forrest, J.C., Aberle, E.D, Hendrick, H.B., Judge, M.D dan Merkel, R.R,1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. Hartadi, H, S. Reksohadiprodjo, A.D. Tillman, 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Jamhari, 1993. Pengaruh Strain dan Umur Potong terhadap Kualitas karkas Ayam Broiler. Laporan Penelitian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Jatmiko, B., 2002. Teknologi dan Aplikasi Tepung Silase Ikan (TSI). Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 6 hal. http : // www.rudyct. Tripod.com/ sem 1_023/budhi_jatmiko.htm. Kjos, N.P, 2001. The Use of Fish By-products in Animal Feeding. ProceedingWorkshop on Improved Utilization of By-product for Animal Feeding in Vietnam-NUFU Project. Departement of Animal Science, Agricultural University of Norway. 7 page. www.vcn.vnn.vn/sp-pape/spec-5-4-200114 htm-10k.com. Mahfudz, L.D, 2000. Pengaruh Penggunaan Tepung Ampas Tahu terhadap Efisiensi Penggunaan Protein dan Kualitas Karkas Ayam Pedaging. Jurnal Ilmiah Sain Teks. Penerbit Universitas Semarang. 7 (2): 88-97 Moran, E.T, JR. 1995. Body Composition. Dalam World Animal Science : Poultry Production. Editor : P. Hunton. Elsevier. AmsterdamLausanne-New York-Oxford-Shannen-Tokyo. Page : 145-146. Mudjiman, A., 1991. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. National Research Council, 1994. Nutrient Requirment of Poultry. 9th ed. National Academic Press. Washington DC. Parakkasi, A., 1988. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Vol. 2B. Diktat Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Parakkasi, A., 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan dari : Lawrie (1979). Universitas Indonesia Press. Jakarta. Parry, R.T, 1989. Technological Development in Preslaughter Handling and Processing. Dalam : Processing of Poultry. G.C. Mead, Ed. Elsevier Science Publisher LTd. England. Page: 81-85. Romans, J.R dan P.T. Ziegler, 1974. The Meat We Eat. 10th ed. The Interstate Printers and Pub. Inc., Danville, Illionis. Sajidin, M., 1998. Persentase Karkas, Bobot Organ Dalam dan Lemak Abdominal Ayam Broiler yang Diberi Konsentrat Pakan Lisin dalam Ransumnya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian. Bogor. Santoso, U, 2000. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Keji Beling terhadap Performans dan Akumulasi Lemak pada Broiler. Jurnal Peternakan dan Lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. 6 (2): 10-14. Siregar, A.P, M. Sabrani dan P Suroprawiro, 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group. Jakarta. Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Soeparno, 1999. Faktor Nitrogen Bagian-bagian Karkas dan Non Karkas Ayam Kampung Jantan Umur Enam dan Sembilan Bulan. Bulletin Peternakan. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. 23 (4): 199-205. Sudiastra, I.W., 1999. Pengaruh Penambahan Effective Micoorganisme dalam Ransum Berprotein Rendah terhadap Komposisi Fisik Karkas Ayam Jantan Tipe Petelur. Majalah Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar. 4 (3) : 84-89. Tillman, A.D, Soedomo Reksohadiprojo, Soeharto Prawirokusumo dan Soekanto Lebdosoekojo, 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wahju, J., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Widhiarti, 1987. Pengaruh Level Energi dan Level Protein Pakan terhadap Performan, Karkas dan Lemak Abdominal pada Beberapa Tingkat Umur Ayam Broiler. Karya Ilmiah. Fakultas Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Wismer – Pedersen, J (1971), In : The Science of Meat and Meat Products 2 nd ed. Ed. JF Price and B.S Schweigent. W.H. Freeman and Co San Fransisco. Yitnosumarto, S, 1993. Percobaan Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. PT Gramedia Pustaka Utama. Yogyakarta.