penggunaan teknik sosiodrama untuk mengurangi konformitas

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Konformitas
2.1.1.Pengertian Konformitas
Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat
bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan sesuai dan
diterima secara sosial. Melakukan tindakan yang sesuai dengan norma sosial
dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).
Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain.
Apabila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena orang lain juga
menampilkan perilaku tersebut, disebut dengan konformitas (Sears, dkk., 1999).
Seseorang melakukan konformitas, disebabkan adanya ketakutan untuk tidak
diterima oleh kelompok,
menghindari celaan, dan ketakutan dianggap
menyimpang.
Ada dua akibat yang dapat ditimbulkan karena perilaku konformitas yaitu
baik dan buruk. Menurut Sears, dkk. (1999) konformitas cenderung berkonotasi
negatif. Konformitas bergantung pada adanya orang yang selalu memperingatkan
timbulnya keyakinan dan kebiasaan yang bertentangan di antara orang-orang
disekitar. Kepatuhan terhadap otoritas akan sangat berhasil apabila pihak otoritas
tersebut hampir hadir secara fisik. Ganjaran atau hukuman akan berfungsi dengan
sangat baik bila ada orang yang senantiasa hadir untuk memberikan ganjaran.
8
Dengan adanya ganjaran ataupun ancaman seseorang akan melakukan apa saja
demi diakui oleh orang lain sebagai orang yang tidak menyimpang.
Menurut Sears, dkk. (1999) didalam melakukan tindakan yang sama dengan
orang lain, seseorang akan dinilai bahwa perilakunya sesuai atau tidak sesuai
dengan lingkungan orang tersebut berada. Penilaian perilaku konformitas positif
dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga
menampilkan perilaku tersebut dan dinilai positif dilingkungan orang tersebut
berada. Sedangkan penilaian konformitas negatif dapat dilihat dari perilaku yang
ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut
dan dinilai negatif dilingkungan orang tersebut berada.
Menurut Wall, dkk. (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa konformitas
dengan tekanan teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif ataupun
negatif. Bentuk perilaku konformitas negatif yaitu menggunakan bahasa jorok,
mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang lain. Sedangkan bentuk konformitas
positif seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan
waktu bersama klik. Konformitas negatif dalam penelitian Leventhal, dkk. (dalam
Santrock, 2002) yaitu remaja cenderung pergi bersama-sama dengan seorang
teman sebaya untuk mencuri dop mobil, menggambar grafitti di dinding, atau
mencuri kosmetik ditoko.
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan konformitas
Pada dasarnya, orang menyesuaikan diri mempunyai alasan yang kuat.
Demikian juga dengan orang melakukan konformitas disebabkan oleh beberapa
alasan dan faktor-faktor. Seseorang yang melakukan konfomitas juga akan
berdampak negatif dan positif. Hal-hal yang mempengaruhi adanya konformitas
9
yang berdampak baik (positif) atupun buruk (negatif)menurut Sears, dkk. (1999)
adalah:
1. Kurangnya Informasi. Orang lain merupakan sumber informasi yang penting.
Seringkali orang lain mengetahui sesuatu yang tidak diketahui seseorang,
dengan melakukan apa yang orang lain lakukan, seseorang akan memperoleh
manfaat dari pengetahuan orang lain.
2. Kepercayaan terhadap kelompok. Dalam situasi konformitas, individu
mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya
menganut pandangan yang bertentangan. Semakin besar kepercayaan individu
terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula
kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Semakin tinggi
keahlian anggota dalam kelompok tersebut dalam hubungannya dengan
individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu
terhadap kelompok tersebut.
3. Kepercayaan diri yang lemah. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang
tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi.
Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin
tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika seseorang merasa yakin akan
kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun
tingkat konformitasnya
4. Rasa takut terhadap celaan sosial. Celaan sosial memberikan efek yang
signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia
10
cenderung mengusahakan persetujuan dan menghindari celaan kelompok
dalam setiap tindakannya.
2.1.3. Hal-Hal Yang Menyebabkan Konformitas Tinggi Dan Rendah
Konformitas yang dilakukan seseorang dapat meningkat atau justru
menurun. Sears, dkk. (1999) menjelaskan ada beberapa hal yang dapat
meningkatkan konformitas, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1. Kepercayaan terhadap kelompok. Bila individu memiliki kepercayaan terhadap
kelompok maka konformitas akan menjadi tinggi. Kepercayaan ini timbul
ketika individu menyakini bahwa informasi yang diberikan dari kelompok itu
benar, maka orang tersebut akan merasa memperoleh informasi yang
dibutuhkan. Dalam situasi ini, konformitas akan meningkat.
2. Keahlian kelompok. Tingkat keahlian individu dalam kelompok juga bisa
menyebabkan konformitas menjadi tinggi. Semakin tinggi keahlian kelompok
itu berhubungan dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan
penghargaan individu terhadap pendapat kelompok. Oleh karena itu,
kepercayaan individu terhadap pendapat orang lain yang lebih ahli dapat
menyebabkan konformitas yang tinggi.
3. Kepercayaan diri yang lemah dalam diri individu. Semakin sulit individu
memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri, berarti semakin besar individu
untuk mengikuti penilainan dari orang lain. Dengan demikian individu
mengikuti penilaian orang lain dan dapat mengakibatkan konformitas
meningkat.
11
4. Keterikatan individu terhadap kelompok. Konformitas dapat meningkat ketika
individu melakukan cara untuk memperoleh persetujuan atau menghindari
celaan kelompok. Untuk menghindari celaan, individu berusaha menyesuaikan
diri agar dapat diterima kelompok. Dalam usaha tersebut individu akan dapat
meningkatkan konformitas. Konformitas juga akan semakin meningkat ketika
individu enggan disebut menyimpang menurut kelompok. Ketika individu
memandang bahwa kegiatan yang dilakukan suatu kelompok dapat
memperoleh keuntungan bagi orang tersebut, maka konformitas akan tinggi.
5. Kekompakan. Kekompakan yang tinggi antara anggota kelompok dapat
meningkatkan konformitas.
6. Perhatian terhadap kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang terhadap
kelompok juga dapat meningkatkan konformitas.
7. Ukuran Kelompok. Konformitas akan meningkat apabila ukuran dalam
kelompok juga meningkat. Ukuran kelompok yang optimal adalah tiga atau
empat orang atau lebih.
Konformitas juga dapat menurun atau menjadi rendah. Sears, dkk.(1999)
menjelaskan terdapat hal-hal yang dapat menurunkan konformitas, seperti yang
dijelaskan dibawah ini:
1. Meningkatnya rasa percaya diri individu terhadap pendapat sendiri. Sesuatu
yang dapat meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilainannya sendiri
akan menurunkan konformitas. Individu yang percaya diri tentu akan
memberikan pendapat berdasarkan keinginannya bukan mengikuti pendapat
orang lain. Dengan demikian konformitas akan menurun.
12
2. Individu menguasi persoalan. Konformitas akan menjadi turun ketika individu
dapat menguasai persoalan tanpa mengantungkan dirinya kepada orang lain.
3. Perbedaan pendapat. Bila seseorang dalam situasi kelompok berbeda pendapat
dengan orang lain dalam kelompok maka konformitas akan menurun.
2.1.4. Aspek-Aspek Dalam Konformitas
Salah satu sebab seseorang melakukan konformitas adalah kurangnya rasa
kepercayaan diri terhadap pendapat sendiri dan rasa takut menjadi orang yang
menyimpang, akibatnya seseorang rela melakukan apa saja demi diakui oleh
kelompok. Kekuatan kedua motif tersebut mudah terlihat dengan ciri-ciri yang
khas. Sears, dkk. (1999)
mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas
remaja ditandai dengan adanya tiga hal yang dapat menyebabkan konformitas
menjadi berdampak baik (positif) ataupun buruk (negatif) adalah sebagai berikut :
a. Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan
ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan
kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta
harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka
anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan
untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar
kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut dan
konformitas akan menjadi tinggi. Kekompakan dipengaruhi oleh hal-hal
dibawah ini:
13
1) Penyesuaian Diri
Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin
tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota
kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi orang lain untuk mengakui
orang tersebut dalam kelompok, dan semakin menyakitkan bila orang lain
mencela. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila
seseorang mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah
kelompok tertentu.
2) Perhatian terhadap Kelompok
Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai
orang yang menyimpang. Penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang
yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak
menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi
perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya
terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui
kelompok.
b. Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga
remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.
Kesepakatan dipengaruhi hal-hal dibawah ini:
1) Kepercayaan
Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya
kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan
14
terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun
orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan
anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak
mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat
mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah
kesepakatan.
2) Persamaan Pendapat
Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat
dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran
orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang
dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi, dengan
persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin
tinggi.
3) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok
Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain, maka
akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam
pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. orang yang
menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan yang merupakan
aspek penting dalam melakukan konformitas.
c. Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela
melakukan
tindakan
walaupun
remaja
15
tidak
menginginkannya.
Bila
ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan
dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini:
1) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman
Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan
tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan
melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan
yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah
perilaku seseorang.
2) Harapan Orang Lain
Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang
lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan
diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan
ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk
memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi
yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga
ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul.
2.2. Teknik Sosiodrama
2.2.1. Pengertian Teknik Sosiodrama
Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan
peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam
hubungan antar manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu
peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat
16
dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial
yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu.
2.2.2. Tujuan Sosiodrama
Tujuan dari sosiodrama atau role play menurut Crosini (dalam Romlah,
2001) adalah :
a. Sebagai media pengajaran, melalui proses “permainan peran” anggota
kelompok dapat belajar dengan lebih efektif keterampilan-keterampilan
hubungan antar pribadi dengan mengamati berbagai macam cara dalam
memecahkan masalah sosial.
b. Sebagai metode latihan untuk bermain peran.Dengan keterlibatan aktif dalam
proses permainan peranan, anggota kelompok dapat mengembangkan
pengertian-pengertian baru dan mempraktekkan keterampilan-keterampilan
baru.
Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001) sosiodrama lebih merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk mendidik daripada penyembuhan.
2.2.3. Langkah-langkah Sosiodrama
Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001) pelaksanaan sosiodrama secara
umum meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema
yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya
jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan.
b. Menyiapkan skenario sosiodrama.
17
c. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan
skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu.
Pemilihan pemegang peran dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator
mengemukakan ciri-ciri atau rambu-rambu masing-masing peran, usulan dari
anggota lain, atau berdasarkan kedua-duanya.
d. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok
penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi
kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai.
e. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi
kesempatan untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri
bagaimana sosiodrama itu akan dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan.
Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi,
mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu
sesuai dengan peranan yang diperankannya. Dalam permainan ini diharapkan
terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton
dengan peran-peran yang dimainkannya.
f. Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan, diadakan diskusi yang
diarahkan untuk membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain
membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara
pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya.
g. Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan
ulangan permainaan atau tidak.
18
2.2.4. Kelebihan Teknik Sosiodrama
Menurut Muthoharoh (dalam http:wordpress.com) nilai lebih atau kelebihan
dari teknik sosiodrama adalah:
1. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
2. Merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.
3. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kegiatan menjadi dinamis
dan penuh antusias.
4. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta
menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
5. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat
memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan
siswa sendiri.
2.3. Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian Nurhayati (2011) yang berjudul “Teknik Sosiodrama Untuk
Mengurangi Konformitas Yang Berlebihan Pada Siswa: Pra-Eksperimen
terhadap Siswa kelas X-8 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cileunyi Tahun
Ajaran
2010/2011”.Dalam
perhitungan
post-test
menggunakan
uji-t
menunjukkan skor t-hitung 2,467 sedangkan t-tabel sebesar 1,980. Kesimpulan
dalam penelitian ini bahwa teknik sosiodrama dapat digunakan untuk
mengurangi konformitas yang berlebihan.
2. Penelitian Hendrayani (2010) yang berjudul “Penggunaan Teknik Assertive
Training Dalam Mereduksi Overconformity Terhadap Kelompok Teman
Sebaya Pada Siswa SMA (Penelitian Tindakan terhadap Siswa Kelas XI
19
SMAN 7 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011). Dalam penelitian ini intervensi
dirancang berdasarkan indikator-indikator aspek konformitas dari yang
tertinggi hingga terendah, dengan jumlah siklus sebanyak 3 siklus. Hasil
perhitungan diperoleh skor t-hitungsebesar 7,8 dan t-tabel sebesar 1,740. Ini
menunjukkan bahwa t-hitung sebesar 7,8 lebih besar dari t-tabel 1,740,
sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik assertive training
dapat digunakan untuk mereduksi overconformity terhadap kelompok teman
sebaya pada siswa SMA.
3. Penelitian Gozali (2012) yang berjudul “Efektivitas assertive training dalam
mereduksi perilaku konformitas teman sebaya yang berlebihan pada siswa
kelas XI SMA Paragabaya Bandung”. Hasil penelitian disimpulkan bahwa
assertive training dapat mengurangi konformitas teman sebaya yang
berlebihan.
4. Penelitian Umroh (2009) yang berjudul” Efektivitas teknik sosiodrama untuk
meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VII SMPN 1 Krembung Sioarjo”.
Hasil penelitian ini t-hitung sebesar 2,087 dan t-tabel sebesar 1,079. Dapat
disimpulkan bahwa teknik sosiodrama dapat meningkatkan kepercayaan diri
siswa.
2.4. Hipotesis
Teknik sosiodrama dapat mengurangi secara signifikan konformitas negatif
siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga.
20
Download