BAB 2 - Library Binus

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu ménagement yang memiliki arti seni
melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini, manajemen belum memiliki definisi yang diterima
secara universal.
Robbins
dan
Coulter
(2009:13)
mendefinisikan
manajemen
sebagai
proses
pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara
efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisiensi adalah memperoleh output terbesar
dengan input terkecil; digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu dengan benar”.
Efektivitas adalah menyelesaikan kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai;
digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu yang benar.”
Sedangkan menurut Hasibuan (2007:10), manajemen adalah ilmu dan seni mangatur proses
pemanfaatan, sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Pengertian manajemen lainnya dikemukakan Sihotang (2007:9), manajemen adalah
perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan
penggunaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan uraian pengertian manajemen menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan
bawah manajemen adalah proses yang dilakukan anggota dalam suatu organisasi untuk
mewujudkan tujuan dari organisasi tersebut.
2.1.1.1 Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Robbins dan Judge (2008:9), fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Fungsi ini meliputi pendefinisian tujuan suatu organisasi. Penentuan strategi keseluruhan
untuk mencapai tujuan tersebut, dan pengembangan serangkaian rencana komprehensif
untuk menggabung dan mengoordinasi berbagai aktivitas.
2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
Fungsi ini meliputi penentuan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan tugas
tersebut, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan
dimana keputusan-keputusan dibuat.
3. Fungsi Kepemimpinan (Leading)
Manajemen mengarahkan dan mengoordinasi individu-individu dalam perusahaan.
Manajer memotivasi karyawan, mengatur aktivitas individu lain, memilih saluran
komunikasi yang paling efektif, atau menyelesaikan konflik di antara anggotanya.
4. Fungsi Pengendalian (Controlling)
Fungsi yang bertujuan guna memastikan bahwa segalanya berjalan seperti yang aktual
tersebut dibandingkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila
terdapat penyimpangan yang signifikan, adalah tugas manajemen untuk mengembalikan
organisasi tersebut pada jalur yang benar. Fungsi ini meliputi pemantauan,
pembandingan, dan pembetulan potensial.
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jackson (2006:10), manajemen sumber daya manusia merupakan
perancangan sistem formal dari suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan keefektifan
dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi.
Rivai dan Sagala (2009:33) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunanaan
sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen
sumber daya manusia adalah kebijakan dan cara-cara yang dipraktikkan dan berpengaruh dengan
pemberdayaan manusia atau aspek-aspek sumber daya manusia dari posisi manajemen termasuk
perektrutan, seleksi, pelatihan, penghargaan dan penilaian.
2.1.2.1 Aktifitas Manajemen Sumber Daya Manusia
Ada tujuh aktifitas manajemen sumber daya manusia, menurut Robert L. Mathis dan
Jackson (2008:378) diantaranya:
1. Perencanaan dan analisis SDM
Lewat perencanaan SDM, manajer-manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang
akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan.
2. Kesetaraan kesempatan kerja
Pemenuhan
hukum
dan
peraturan
tentang
kesetaraan
kesempatan
kerja
(EEO)
mempengaruhi semua aktifitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM.
3. Pengangkatan pegawai
Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas
individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah
organisasi.
4. Pengembangan SDM
Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi ketrampilan
pekerjaan.
5. Kompensasi dan tunjangan
Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui
gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus memperbaiki dan mengembakan
sistem upah dan gaji dasar mereka.
6. Kesehatan, keselamatan, dan keamanan.
Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan dan kesehatan para karyawan
adalah hal yang sangat penting.
7. Hubungan karyawan dan buruh atau hubungan manajemen
Hubungan para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila para
karyawan dan organisasi ingin sukses bersaa.
2.1.3 Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya seharihari (Mardiana, 2005:29). Lingkungan kerja yang kondusif dapat memberikan rasa nyaman
kepada para karyawan untuk bekerja secara optimal dan meningkatkan kinerjanya.
Menurut Sedarmayanti (2007:121), lingkungan kerja adalah semua yang terdapat disekitar
tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selanjutnya, Sedarmayanti menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi
menjadi 2 yakni:
a. Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik diantaranya adalah penerangan/cahaya, temperatur/suhu udara,
kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, setaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna,
dekorasi, musik dan kemanan di tempat kerja.
b. Lingkungan kerja non fisik
Lingkungan kerja non fisik diantaranya adalah pengaruh sosial di tempat kerja baik antara
atasan dengan bawahan atau pengaruh antara bawahan.
Berdasarkan pengertian lingkungan kerja menurut para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa lingkungan kerja merupakan ruang lingkup dalam suatu pekerjaan di mana karyawan
melakukan aktivitas setiap harinya.
2.1.3.1 Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2011:26) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan
manusia/pegawai, diantaranya adalah :
1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapat
keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan
(cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup)
mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan berjalan
lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien
dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
2. Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda.
Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu
sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya,
yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar
jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35%
untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.
3. Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam
presentase. Kelembaban ini berpengaruh atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan
secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak, dan
radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat
menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara
sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh
secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya
denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan
oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas
tubuh dengan suhu di sekitarnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menjaga
kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor
apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan
gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara dapat
dirasakan dengan sesak napas, dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu lama,
karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan akan mempercepat proses kelelahan.
Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar
Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh
tempat kerja.
manusia. Dengan
cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis
akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan
kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu
mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.
5. Kebisingan di Tempat Kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk
mengatasinya adalah
kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena
terutama dalam jangka panjang bunyi
tersebut dapat mengganggu ketenangan
bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan
komunikasi,
bahkan
menurut penelitian, kebisingan
pekerjaan membutuhkan
pelaksanaan
yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena
konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar
pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja
meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa
menentukan
tingkat
gangguan
terhadap
manusia,
yaitu:
lamanya
kebisingan,
intensitas kebisingan, dan frekuensi kebisingan.
6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari
getaran ini sampai ke tubuh pegawai dan dapat menimbulkan akibat yang tidak
diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat mengganggu tubuh karena
ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekuensinya. Secara
umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal konsentrasi bekerja,
datangnya kelelahan, timbulnya beberapa penyakit diantaranya karena gangguan
terhadap: mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain.
7. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena
dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat
mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air condition yang tepat merupakan
salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menggangu
di sekitar tempat kerja.
8. Tata Warna di Tempat Kerja
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya.
Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini
dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan
pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena
dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia. Selain warna merangsang emosi
atau perasaan, warna dapat memantulkan sinar yang diterimanya. Banyak atau sedikitnya
pantulan dari cahaya tergantung dari macam warna itu sendiri.
9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada pengaruhnya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya
berkaitan dengan hiasan ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata
letak, tata warna, perlengkapan dan lainnya untuk bekerja.
10. Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan
tempat dapat membangkitkan dan merangsang pegawai untuk bekerja. Oleh karena itu
lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak
sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi
kerja.
2.1.3.2 Indikator Lingkungan Kerja
Indikator dari lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2007:233) terbagi atas 2 skala
pengukuran, yaitu:
1. Lingkungan kerja fisik yang terbagi atas penerangan/cahaya ditempat kerja,
temperatur/suhu diruang kerja, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, setaran mekanis,
bau tidak sedap, tata warna, dekorasi, musik dan keamanan.
2. Lingkungan kerja non fisik yang terbagi atas pengaruh kerja terhadap karyawan dengan
atasan, pengaruh kerja terhadap sesama karyawan dan pengaruh kerja terhadap atasan
dengan karyawan.
2.1.4 Kepuasan Kerja
2.1.4.1Definisi Kepuasan Kerja Karyawan
Wexley dan Yukl (dalam Bangun, 2012:232) mengatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya. Bermacam-macam sikap seseorang
terhadap
pekerjaannya
mencerminkan
pengalaman
yang
menyenangkan
dan
tidak
menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan.
Pekerjaan yang menyenangkan untuk dikerjakan dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu memberi
kepuasan bagi pemangkunya. Kejadian sebaliknya, ketidakpuasan akan diperoleh bila suatu
pekerjaan tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Sedangkan menurut Noe at. el. (dalam Bangun,
2012;232) mengatakan bahwa job satisfaction as a pleasurable feeling that result from the
perception that one’s job fulfillment of one’s important job values. Berdasarkan definisi tersebut
bahwa kepuasan kerja terdiri dari tiga aspek penting, kepuasan kerja merupakan suatu fungsi
nilai, persepsi dan perbedaan menurut tenaga kerja mengenai yang seharusnya mereka terima.
Kepuasan kerja menurut Robbins dan Coulter (2010:308) mengacu pada sikap yang lazim
ditunjukkan seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan kepuasan kerja yang tinggi
memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif.
Ketika orang-orang membicarakan sikap karyawan, biasanya merujuk pada kepuasan kerja.
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap
individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku
pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan
individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut dengan demikian, Rivai dan
Sagala (2009:856) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan
seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
Kepuasan kerja (job satisfaction) dapat didefiniskan sebagai suatu perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins dan
Judge, 2008:121). Menurut Mathis dan Jackson (2006:122) kepuasan kerja (job satisfaction)
adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja
seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Berdasarkan
definisi dari beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
merupakanhasil evaluasi yang menggambarkan individu atas sikap yang ditunjukkan puas atau
tidak puas terhadap pengalaman kerja yang dilakukannya.
2.1.4.2 Teori-Teori Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Wexley dan Yukl (dalam Bangun, 2012:222) mengatakan bahwa ada tiga teori
tentang kepuasan kerja, yaitu:
1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Porter (dalam Bangun, 2012:20) yang
mendefinisikan bahwa job satisfaction is the difference between how much of
something there should be and how much there is now. Setiap orang menginginkan
agar sejumlah pekerjaan yang telah disumbangkan kepada pemberi kerja akan dihargai
sebesar yang diterima secara kenyataan. Seseorang yang terpuaskan bila tidak ada
selisih antara situasi yang diinginkan dengan sebenarnya diterima. Dengan kata lain,
jumlah yang disumbangkan ke pekerjaannya bila dikurangi dengan apa yang diterima
secara kenyataan hasilnya adalah nol, dapat dikatakan pekerjaan tersebut memberikan
kepuasan kerja. Semakin besar kekurangan atau selisih dari pengurangan tersebut,
semakin besar ketidakpuasan. Keadaan sebaliknya, jika terdapat lebih banyak jumlah
faktor
pekerjaan
yang
dapat
diterima
yang
menimbulkan
kelebihan
atau
menguntungkan, maka orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat
selisih dari jumlah yang diinginkan.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan pertama kali dikemukakan oleh Zalenzik, kemudian dikembangkan oleh Adams (dalam
Bangun, 2012:33). Teori ini menunjukkan kepada seseorang merasa puas atau tidak puas atas suatu
situasi tergantung pada perasaan adil (equity) atau tidak adil (inequity). Perasaan adil atau tidak adil
atas suatu situasi didapat oleh setiap orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain
pada tingkat dan jenis pekerjaanya yang sama, pada tempat maupun di tempat yang berbeda. Wexley
dan yukl (dalam Bangun, 2012:104) mengatakan bahwa komponen utama dari teori ini adalah input,
outcomes, comparison person dan equity - inequity:
1) Input apa saja yang bernilai yang dipersepsikan oleh karyawan sebagai kontribusinya terhadap
pekerjaanya seperti: pendidikan, pengalaman, keterampilan, jumlah usaha yang telah dikerjakan,
jumlah jam kerja dan peralatan serta bahan-bahan milik pribadi yang telah digunakan dalam
bekerja.
2) Outcomes apa saja yang bernilai yang dipersepsikan karyawan sebagai hasil yang telah diperoleh
dari pekerjannya seperti: gaji, tunjangan, tanda kebesaran, pengakuan dan peluang untuk
berprestasi atau berekspresi diri.
3) Comparison person seseorang atau sejumlah orang yang bekerja di perusahaan yang sama dengan
dirinya atau bekerja di perusahaan lain atau dapat pula dirinya ketika berada pada posisi
sebelumnya yang dijadikan dasar perbandingan dengan dirinya.
4) Equity – Inequity menurut teori ini seorang karyawan menilai keadilan kerjanya dengan cara
membandingkan rasio outcome : input dirinya dengan rasio outcome : input dari satu atau lebih
comparison person. Jika perbandingan kedua rasio tersebut equal, maka karyawan akan
mempersepsikan suatu keadilan, jika perbandingannya unequal, maka karyawan akan
mempersepsikan adanya ketidakadilan.
3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (dalam Bangun, 2012:45). Menurut teori ini,
karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yang satu dinamakan “dissatisfier”
atau “hygiene factors” dan yang lain dinamakan “satisfier” atau “motivators” yaitu:
1) Faktor-faktor kepuasan disebut satisfier adalah kemajuan, pengakuan, tanggung jawab,
perkembangan karir dan pekerjaan itu sendiri. Apabila faktor-faktor tersebut ditingkatkan akan
membantu perbaikan prestasi, menurunkan perputaran dan absensi kerja dan menunjang sikap
yang lebih baik terhadap manajemen.
2) Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (dissatisfier) meliputi hal-hal seperti
kondisi dan kemudahan dalam pekerjaan, kebijakan-kebijakan administratif, hubungan dengan
manajemen, teknis para penyelia, sistem penggajian stabilitas pekerjaan dan hubungan dengan
rekan kerja. Herzeberg (dalam Bangun, 2012:56) menegaskan bahwa bila kualitas penunjang
kepuasan itu kurang dari memadai akan terjadi ketidakpuasan diantara karyawan.
2.1.4.3 Indikator Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Rivai dan Sagala (2009:102)secara teoritis, faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepuasan
kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control,
pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur
kepuasan kerja seorang karyawan adalah:
1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan
2. Supervisor
3. Organisasi dan manajemen
4. Kesempatan untuk maju
5. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
6. Rekan kerja
7. Kondisi pekerjaan
Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) (dalam Rivai dan Sagala,
kepuasan kerja ialah:
1. Bekerja pada tempat yang tepat
2. Pembayaran yang sesuai
3. Organisasi dan manajemen
4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat
5. Orang yang berbeda dalam pekerjaan yang tepat
2009) faktor penyebab
2.1.4.4 Konsekuensi Ketidakpuasan Kerja Karyawan
Robbins dan Judge (2008:55) mengatakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan
mereka dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis
(kerangka keluar, aspirasi, kesetiaan dan pengabaian) sangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari
ketidakpuasan. Respon-respon tersebut didefinisikan sebagai berikut:
1. Keluar (Exit)
Perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan
mengundurkan diri.
2. Aspirasi (Voice)
Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan,
mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
3. Kesetiaan (Loyalty)
Secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika
berhadapan dengan kecaman external dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan
hal yang benar.
4. Pengabaian (Neglect)
Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan
yang terus-menerus, kurangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan.
2.1.5 Retention Karyawan
Retensi karyawan didefinisikan oleh Mathis dan Jackson (2006:126) sebagai suatu bentuk
upaya untuk mempertahankan karyawan, di mana hal tersebut telah menjadi persoalan utama
dalam banyak organisasi karena beberapa alasan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:125),
istilah retensi terkait dengan istilah perputaran karyawan yang berarti proses karyawan
meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Setiap organisasi menginvestasikan waktu dan
uang untuk mengembangkan rekruitmen baru agar ia siap bekerja dan dapat menyamai karyawan
yang sudah ada (Gayathri, Sivaraman, & Kamalambal, 2012).
Selanjutnya, menurut Gayathri et al (2012:145) kehilangan karyawan selalu berarti
kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan pengalaman. Maka, menjadi kehilangan yang
sangat besar bagi organisasi apabila organisasi kehilangan orang yang sangat terlatih. Bila
organisasi kehilangan seseorang dengan banyak pengetahuan, pada dasarnya organisasi telah
kehilangan pendapatan yang seharusnya dihasilkan karyawan tersebut.
Jadi, sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat
mengakibatkan kerugian dalam pekerjaan organisasi. Sehingga perlu dikembangkan langkahlangkah yang diperlukan agar perusahaan dapat mempertahankan aset sumber daya manusianya
2.1.5.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan
Adapun faktor-faktor penentu retensi karyawan yang dikemukakan oleh Mathis dan
Jackson (2006:129) yang digambarkan dalam Gambar 2.2 sebagai berikut:
Peluang Karir :
 Kontinuitas pelatihan
 Pengembangan dan bimbingan
 Perencanaan karir
Penghargaan :




Komponen Organisasi :
 Nilai dan budaya
 Strategi dan peluang
 Dikelola dengan baik dan
terorientasi pada hasil
 Kontinuitas dan keamanan kerja
Gaji dan tunjangan yang kompetitif
Perbedaan penghargaan kinerja
Pengakuan
Tunjangan dan bonus spesial
Rancangan tugas dan pekerjaan :




Tanggung jawab dan otonomi kerja
Fleksibilitas kerja
Kondisi kerja
Kesinambungan kerja / kehidupan
Hubungan karyawan :
 Perlakuan adil / tidak diskriminatif
 Dukungan dari supervisor / manajemen
 Hubungan rekan kerja
Gambar 2.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan
Sumber: Mathis dan Jackson (2006:129)
1.
Komponen Organisasi
Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan
apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan. Perusahaan yang memiliki
budaya dan nilai yang positif dan berbeda memiliki tingkat retensi karyawan lebih
tinggi. Strategi, peluang dan manajemen organisasional di mana organisasi
memiliki perencanaan masa depan dan tujuan yang ditetapkan dengan jelas juga
berpengaruh terhadap tingginya angka retensi karyawan. Serta organisasi dengan
karyawan yang merasa dikelola dengan baik dan memiliki kontinuitas dan
keamanan kerja yang tinggi cenderung memiliki angka retensi karyawan yang
lebih tinggi.
2.
Peluang Karir Organisasi
Usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi
karyawan secara signifikan. Peluang untuk perkembangan pribadi memunculkan
alasan mengapa individu mengambil pekerjaannya saat ini dan mengapa mereka
bertahan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan karyawan secara
berlanjut yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan bimbingan karir
terhadap karyawan, serta perencanaan karir formal dalam suatu organisasi.
3.
Penghargaan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan berbentuk gaji, insentif dan
tunjangan. Ketiga hal tersebut memang merupakan alasan untuk bertahan atau
keluar dari organisasi, namun bukan merupakan satu-satunya alasan. Karyawan
cenderung
bertahan
apabila
memperoleh
penghargaan
yang
kompetitif.
Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan
tunjangan yang kompetitif, penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap
karyawan serta tunjangan dan bonus spesial.
4.
Rancangan Tugas dan Pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan
pekerjaan yang dilakukan. Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus
memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja
karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan non-fisik), dan keseimbangan
kerja atau kehidupan karyawan.
5.
Hubungan Karyawan
Faktor terakhir yang diketahui mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada
hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Hubungan karyawan
termasuk perlakuan adil atau tidak diskriminatif bagi setiap karyawan, dukungan
yang berasal dari supervisor atau manajemen, serta hubungan karyawan dengan
sesama rekan kerja.
2.1.5.2 Manajemen Retensi Karyawan
Agar dapat mengelola retensi karyawan dengan baik, penting bagi perusahaan untuk
mengatur retensi para karyawan. Apabila kurang diperhatikan, retensi karyawan kemungkinan
besar tidak berhasil. Menurut Mathis & Jackson (2006:136-143), proses manajemen retensi
karyawan terdiri atas:
1) Pengukuran dan Penilaian Retensi Karyawan
Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi
karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan
data dan analsis daripada kesan subjektif dari situasi individual yang dipilih, atau
reaksi terhadap hilangnya beberapa orang penting. Oleh karena itu penting untuk
mempunyai beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda. Data yang dapat diukur
dan dinilai, terdiri dari:
 Analisis pengukuran perputaran
 Biaya perputaran
 Survei karyawan
 Wawancara keluar kerja
2) Intervensi Retensi Karyawan
Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk
memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan
beberapa cara, yaitu:
 Proses perekrutan dan seleksi
 Orientasi dan pelatihan
 Kompensasi dan tunjangan
 Perencanaan dan pengembangan karier
 Hubungan karyawan
3) Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut dapat
dilakukan dengan cara:
 Menelaah data perputaran secara tetap
 Memeriksa hasil intervensi
 Menyesuaikan usaha intervensi
2.1.5.3
Strategi Retensi Karyawan
Torrington dalam Cahayani (2005:223) mengatakan, ada 5 macam strategi retensi
karyawan, yaitu kompensasi, pemenuhan harapan, induksi, praktik SDM yang memperhatikan
keluarga karyawan, serta pelatihan dan pengembangan. Kelima hal itu tidak serta-merta bisa
mempertahankan karyawan. Ada sejumlah hal lain yang perlu diperhatikan, terkait dengan
strategi retensi karyawan.
1) Strategi retensi kompensasi.
Kompensasi dimasukkan sebagai strategi retensi pertama, karena hal ini sering
kali dianggap sebagai pemicu utama ketidakpuasan karyawan yang pada akhirnya
menyebabkan ketiadaan loyalitas. Di dalam Teori Dua Faktor oleh Hertzberg,
kompensasi adalah salah satu faktor higiene (Gibson et al, 2003:132 dalam
Cahayani 2005). Bila organisasi tidak bisa memenuhi faktor higiene, karyawan
merasa tidak puas. Bila mereka merasa tidak puas, mereka mungkin tidak bekerja
seperti seharusnya, dan pada akhirnya, kita sulit mengharapkan loyalitas mereka.
Tetapi bila kompensasi yang diterima sudah sesuai dengan kebutuhan karyawan,
maka yang terjadi hanyalah pemeliharaan tingkat kepuasan, bukan kepuasan yang
meningkat pesat. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa upah yang baik
hanya bisa mempertahankan karyawan bila ada faktor lain yang juga membuat
mereka senang. Contoh, selain mendapat upah yang baik, karyawan akan setia
pada perusahaan bila mereka memiliki lingkungan kerja yang menyenangkan
serta diberi kesempatan untuk mewujudkan aktualitasi diri mereka. Berdasarkan
informasi sejumlah informan, alasan mereka atau bawahan atau rekan kerja
mereka keluar dari tempat kerja mereka sebagian besar lebih disebabkan oleh
faktor lingkungan kerja dan ketiadaan harapan untuk promosi (dead-end carrier).
Jadi, selain masalah kompensasi, perusahaan harus mampu untuk memenuhi
harapan karyawan.
2) Strategi Retentian pemenuhan harapan
Karyawan masuk ke dalam organisasi dengan sejumlah harapan, antara lain
harapan untuk mendapat promosi, harapan untuk bekerja dengan tenang, harapan
untuk mendapat imbalan yang sesuai dengan tenaga yang telah dicurahkan.
Pemenuhan harapan karyawan sebenarnya termasuk di dalam kontrak psikologis.
Menurut Armstrong dalam Cahayani (2005:245), dari sudut pandang karyawan,
kontrak psikologis mencakup:
1.
Kepercayaan terhadap manajemen organisasi untuk memenuhi janji mereka
dalam menyampaikan kesepakatan;
2.
Bagaimana mereka diperlakukan secara adil dan konsisten;
3.
Cakupan untuk menunjukkan kompetensi;
4.
Harapan karier dan peluang untuk mengembangkan keterampilan;
5.
Keterlibatan dan pengaruh
3) Strategi induksi
Induksi terkait dengan masa orientasi karyawan baru. Ada sejumlah tujuan
induksi, yaitu membantu karyawan baru untuk menyesuaikan emosinya dengan
tempat kerja baru, menjadi wadah untuk menyampaikan informasi dasar tentang
organisasi, dan menyampaikan aspek kultural yang dimiliki perusahaan, seperti
kebiasaan yang ada di perusahaan itu (Torrington et al., 2003:219 dalam
Cahayani, 2005).
4) Strategi retensi praktik SDM
Praktek SDM dengan memerhatikan keluarga karyawan. Contoh, bila seorang
karyawan yang sudah berkeluarga akan dipindah tugaskan, pihak perusahaan
harus mempertimbangkan nasib keluarga inti karyawan tersebut. Satu solusi yang
baik adalah, saat menugaskan karyawan yang sudah berkeluarga ke luar kota,
pihak perusahaan harus memikirkan akomodasi bagi keluarga karyawan tersebut,
setidaknya membantu mencarikan akomodasi bagi keluarga karyawan itu.
5) Strategi retensi bidang pelatihan dan pengembangan karyawan. Penugasan untuk
mengikuti pelatihan dan pengembangan yang tidak adil pun bisa mengurangi
loyalitas karyawan. Perusahaan harus menyampaikan alasan yang masuk akal dan
transparan saat akan mengirim karyawan mengikuti pelatihan dan pengembangan.
Tanpa transparansi, akan timbul kecurigaan. Rasa curiga bisa memicu konflik,
menghasilkan situasi kerja yang tidak sehat, dan pada akhirnya mengurangi
loyalitas karyawan.
2.2
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
Judul
Objek
Penelitian
Penelitian
Bidisha Lahkar
Employee
mengungkapk
Hasil penelitian retention karyawan
Das1, Dr.
Retention: A
an berbagai
dan kepuasan kerja mempertimbang
Mukulesh Baruah
Review of
karya
kan
(IOSR Journal of
Literature
penelitian
kompensasi,pengawasan,pengemba
Business and
yang
ngan dan perencanaan karir,kondisi
Management
dilakukan dan
kerja dan jam kerja yang dapat di
(IOSR-JBM) e-
kontribusi
sesuaikan
ISSN: 2278-487X,
diteruskan
p-ISSN: 2319-
oleh berbagai
7668. Volume 14,
peneliti di
Issue 2 (Nov. - Dec.
bidang retensi
2013), PP 08-16
karyawan dan
www.iosrjournals.o
kepuasan kerja
.
1.
Hasil Penelitian
factor-faktor
rg
2.
Osibanjo Adewale
Modeling the Banking
analisis Hasil menunjukkan bahwa
Omotayo1, Salau,
Relationship
gaji dan promosi memiliki implikasi
Odunayo Paul2 and
between
positif yang kuat untuk retensi
Falola & Hezekiah
Motivating
karyawan. Demikian pula, insentif
(Journal of
Factors;
dan tunjangan juga memiliki efek
Management
Employee’
positif pada kepuasan kerja.
Policies and
Retention;
Sementara tiba-tiba, penghargaan
Practices
and Job
dan hubungan memiliki efek negatif
June 2014, Vol. 2,
Satisfaction
terhadap kepuasan kerja.
Indusry
No. 2, pp. 63-83
ISSN: 2333-6048
(Print), 2333-6056
(Online)
Copyright © The
Author(s). 2014.
All Rights
Reserved.
Published by
American Research
Institute for Policy
Development)
3.
Farooq-E-Azam
Exploring
Institute of
Hasil
penelitian
Cheema
Factors
Cost and
bahwa
di
Nadeem A. Syed
Affecting
Management
lingkungan kerja memiliki besarnya
and (Journal of
Employees'
Accountants of tertinggi
Management and
Job
Pakistan
Social Sciences
Satisfaction
pekerjaan
Vol. 8, No. 1,
at Work
sebuah perusahaan multinasional
(Spring 2012) 31-
menunjukkan
antara
empat
yang
faktor
memberikan
kontribusi terhadap tingkat tertinggi
kepuasan
karyawan
dari Pakistan.
39)
4.
Sharon Ruvimbo
The Impact
Tertiary
Hasil
Terera and
of Training
Instution
menunjukkan
Hlanganipai
on Employee
antara kepuasan kerja dan karyawan
Ngirande (J Soc
Job
retensi (r = -0,182, p = 0,007) yang
Sci, 39(1): 43-50
Satisfaction
berarti
(2014)
and
puas administrator, semakin mereka
Retention
akan tetap dalam organisasi.
among
Administrati
dari
penelitian
hubungan
ini
positif
semakin
ve Staff
Members:
A Case of a
Selected
Tertiary
Institution
Sumber: Penulis 2015
2.3 Kerangka Pemikiran
Melalui penelitian ini dapat diketahui pengaruh lingkungan kerja, kepuasan kerja
terhadap rentention karyawan. Dimana lingkungan kerja merupakan variabel independen/bebas
dan retention karyawan merupakan variabel dependen/terikat, serta kepuasan kerja merupakan
variabel intervening dengan sumber data yang berasal dari PT. Astha Beribis Grafika Jakarta.
Kerangka pemikiran dari masalah digambarkan sebagai berikut:
Lingkungan Kerja (X)
1.Lingkungan Fisik
2.Likungan Non Fisik
Kepuasan Kerja (Y)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Isi pekerjaan
Supervisi
Organisasi dan
manajemen
Kesempatan untuk
maju
Gaji dan insentif
Rekan kerja
Kondisi pekerjaan
Kemungkinan untuk
berkembang
Retention Karyawan (Z)
1.
Komponen
organisasional
2.
Peluang
organisasional
3.
Penghargaan
4.
Rancangan tugas dan
pekerjaan
5.
Hubungan karyawan
.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis 2015
karier
2.4
Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas. Dapat diajukan empat
hipotesis penelitian sebagai berikut:

Hipotesis 1:
Apakah terdapat pengaruh secara positif lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja?
H0 = tidak terdapat pengaruh secara positif lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
Ha = terdapat pengaruh secara positif lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja

Hipotesis 2:
Apakah terdapat pengaruh secara negative lingkungan kerja terhadap retention karyawan
H0 = tidak terdapat pengaruh secara negatif terhadap retention karyawan
Ha = terdapat pengaruh secara negatif terhadap retention karyawan

Hipotesis 3:
Apakah terdapat pengaruh secara negatif kepuasan kerja terhadap retention karyawan?
H0 = tidak terdapat pengaruh secara negative terhadap retention karyawan
Ha = terdapat pengaruh secara negative terhadap retention karyawan

Hipotesis 4:
Apakah terdapat pengaruh secara simultan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja berdampak
pada retention karyawan?
H0 = tidak terdapat pengaruh secara simultan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
berdampak pada retention karyawan
Ha= tidak terdapat pengaruh secara simultan lingkungan kerja terhadap kepuasan
berdampak pada retention karyawan
kerja
Download