(Sampah). - Pemerintah Kabupaten Kuningan

advertisement
BUPATI KUNINGAN
PERATURAN BUPATI KUNINGAN
NOMOR 56 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN
NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
BUPATI KUNINGAN,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa sehubungan telah diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten
Kuningan Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah di
Kabupaten Kuningan perlu adanya pedoman pelaksanaan sebagai
acuan bagi aparat maupun pihak-pihak terkait lainnya;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
untuk menjamin kepastian hukum Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Kuningan Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah
perlu ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun
1950);Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah ( Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 2004 Nomor 125
Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indoensia Nomor 4844);
2.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
3.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
6.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
7.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Pedoman Pengelolaan Sampah;
Nomor 33
Tahun 2010 Tentang
8.
Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan (Lembaran Daerah
Kabupaten Kuningan Tahun 2008 Nomor 68 seri E, Tambahan Lembaran
Daerah Nomor 70);
9.
Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2010
Nomor 21);
10. Peraturan Bupati Kabupaten Kuningan Nomor 42 Tahun 2012 tentang
Ketentuan Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Kuningan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kuningan.
2.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kuningan.
3.
Bupati adalah Bupati Kuningan.
4.
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat
BPLHD adalah Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten
Kuningan.
5.
Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan
Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan,
Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi sejenis.
6.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam
yang berbentuk padat.
7.
Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
8.
Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
9.
Sampah B3 adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun.
10. Sumber Sampah adalah setiap orang dan atau Badan usaha dan
atau kegiatan yang menghasilkan timbulan sampah.
11. Sampah Terpilah adalah pewadahan sampah berdasarkan jenisnya untuk
dikelola lebih lanjut.
12. Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan
berkesinambungan yang meliputi Pengurangan Sampah dan Penanganan
Sampah.
13. Pengurangan adalah kegiatan untuk mengurangi jumlah dan berat sampah.
14. Pengolahan
Sampah
adalah
kegiatan
yang
terdiri
atas
pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan.
15. Pemilahan adalah kegiatan pemisahan sampah untuk dikelola lebih lanjut
sesuai dengan jenis dan kebutuhannya.
16. Pengumpulan Sampah adalah pengambilan sampah dari sumber sampah
dan ditampung di Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS).
17. Pengangkutan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah dari Tempat
Penampungan Sampah Sementara (TPSS) ke Tempat Pengolahan Akhir
(TPA).
18. 3R
(Reduce, Reuse dan Recycle) adalah kegiatan pengurangan
sampah dengan cara pembatasan, pendaur ulangan, dan pemanfaatan
kembali.
19. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS) adalah tempat
penampungan sampah yang berada dilokasi-lokasi tertentu, dibuat untuk
menampung sampah sebelum di angkut ke Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Sampah.
20. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST)
adalah
tempat
dilaksanakannya kegiatan mengguna ulang, mendaur ulang, pemilahan,
pengumpulan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
21. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah Lokasi yang memiliki sarana
pengolahan sampah.
22. Revitalisasi TPA adalah upaya untuk mengembalikan fungsi-fungsi yang
ada di TPA agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
23. Metoda Controlled Landfill (lahan urug terkendali) adalah metoda
pembuangan sampahdengan cara meratakan dan memadatkan sampah
yang dibuang serta menutupnya denganlapisan tanah selama periode
tertentu (satu minggu sekali, dua minggu sekali maksimal satubulan sekali).
24. Metoda Sanitary Landfill (lahan urug saniter) adalah metoda pembuangan
sampah dengan cara meratakan dan memadatkan sampah yang dibuang
serta menutupnya dengan lapisan tanah setiap akhir jam operasi.
25. Pengomposan (composting) adalah sistem pengolahan sampah organik
dengan bantuan mikro organisme sehingga terbentuk pupuk organik (Pupuk
Kompos).
26. Instansi
yang
berwenang
adalah
instansi
yang
tanggungjawabnya terkait denganpengelolaan sampah.
tugas
dan
27. Organisasi Persampahan adalah kelompok orang yang terbentuk atas
kehendak dan keinginansendiri di tangan masyarakat yang tujuan dan
kegiatannya di bidang pengelolaan sampah.
28. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena
dampak negatif yangditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah.
29. Wadah sampah adalah Tempat Penampungan Sampah secara terpilah dan
menentukan jenissampah.
30. Sistem tanggap Darurat sampah adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dalam rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
(1)
Pasal 2
Tata cara penggunaan hak mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah,
adalah sebagai berikut:
a. orang pribadi atau Badan dapat mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Bupati melalui BPLHD;
b. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, diteliti/ diperiksa
oleh petugas teknis di BPLHD;
c.
d.
e.
f.
terhadap permohonan yang memerlukan pemeriksaan lokasi, dilakukan
pemeriksaan lokasi oleh petugas teknis dari BPLHD atau Tim Teknis
yang dibentuk dengan Keputusan Bupati;
dari penelitian/ pemeriksaan/ pemeriksaan lokasi, petugas teknis atau
Tim Teknis merekomendasikan bahwa permohonan dapat dikabulkan
atau ditolak;
permohonan yang dikabulkan akan ditindaklanjuti berupa pelayanan
pengelolaan sampah kepada pemohon olehBPLHD;
permohonan yang ditolak, diberitahukan kepada pemohon dengan
disertai alasan penolakannya.
(2)
Tata cara penggunaan hak berpartisipasi dalam pengelolaan sampah,
adalah sebagai berikut:
a. masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyediaan sarana dan
prasarana pengelolaan sampah, antara lain berupa:
1. Penyediaan tempat sampah di tempat – tempat umum atau di jalan
umum yang dianggap perlu;
2. Pengadaan/ pembangunan TPS dan/ atau TPA sesuai kebutuhan;
3. Penyediaan dan/ atau pengadaan alat-alat kebersihan dan
pengelolaan sampah;
4. Penyediaan dan/ atau pengadaan alat angkutan sampah.
b. pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada
huruf a, harus dikoordinasikan dengan pengurus RT/RW di wilayah
Desa atau Kelurahan setempat dan/ atau Pemerintah Daerah, dan
dilaksanakan sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
(3)
Tata cara penggunaan hak memperoleh informasi adalah sebagai berikut:
a. orang
pribadi
atau
Badan
dapat
memperoleh
informasi
penyelenggaraan pengelolaan sampah dari Pemerintah Daerah dan/
atau sumber informasi lainnya;
b. informasi dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf
a, disediakan oleh Pemerintah Daerah dan dapat diakses melalui
media cetak, elektronik dan/ atau melalui informasi langsung di SKPD
terkait.
(4) Tata cara penggunaan hak memperoleh pembinaan, adalah sebagai berikut:
a. orang pribadi atau Badan dapat memperoleh pembinaan pengelolaan
sampah yang baik dan berwawasan lingkungan melalui sosialisasi,
pelatihan, pembinaan dan fasilitasi yang diselenggarakan oleh BPLHD;
b. sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan fasilitasi sebagaimana dimaksud
pada huruf a dilaksanakan sesuai program dan kegiatan secara lintas
sektoral/ dengan menempuh koordinasi.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 3
(1) Setiap orang pribadi atau Badan dalam pengelolaan sampah di Daerah
wajib mengelola sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
(2) Kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah di Daerah meliputi :
a. mengumpulkan sampah rumah tanggadari rumah tangga, lingkungan
permukiman, gang dan jalan lingkungan;
b. mengangkut sampah sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang telah
dikumpulkan dari rumah tangga, lingkungan permukiman, gang dan
jalan lingkungan ke TPS terdekat yang telah disediakan;
c. pengumpulan, pengelolaan dan pengangkutan Sampah sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, dilaksanakan oleh masyarakat, baik
secara individu atau kerja sama dengan LSM/KSM atau Kelompok Kerja
Lingkungan, baik di tingkat RT/RW maupun di tingkat Desa atau
Kelurahan.
Pasal 4
Setiap Pengguna Persil dalam pengelolaan sampah di Daerah berkewajiban:
a.
b.
c.
d.
e.
menjaga kebersihan bangunan, halaman, saluran air dan jalan lingkungan
serta lingkungan/tempat sekitarnya;
menyediakan tempat sampah di lingkungan persilnya dan membuang
sampah di tempat sampah yang telah tersedia;
pengguna Persil yang memanfaatkan persil untuk kegiatan/ usaha yang
menimbulkan sampah yang mengandungB3 atau limbah B3, wajib
mengelola sampah tersebut sesuai persyaratan dan tata cara sesuai
ketentuan yang berlaku;
pengguna Persil yang memanfatkan persil sebagai tempat/ fasilitas umum,
wajib memasang plakat, spanduk atau stiker yang berisikan slogan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan
keindahan lingkungan;
pengguna Persil yang berlokasi di tepi jalan raya, wajib membantu
memelihara kebersihan berm dan/ atau trotoar yang berada di sepanjang
persilnya.
Pasal 5
(1) Setiap
pengelola dan/ atau penanggung jawab kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, industri,fasilitas sosial, fasilitas umum,
dan/atau fasilitas lainnya wajib menyediakan tempat sampah dan pemilah
sampah sejenis sampah rumah tangga yang memadai.
(2) Pengelola dan/ atau penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib mengumpulkan dan memilah semua sampah yang dihasilkan di
lingkungannya dan membuangnya di TPS.
BAB III
PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Pertama
Kegiatan Pengelolaan Sampah
Pasal 6
(1) Kegiatan pengelolaan sampah yang dikembangkan di Daerah adalah :
a. wilayah perkotaan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis
pelayanan teknis oleh BPLHD dengan melibatkan peran serta
masyarakat;
b. wilayah pedesaan dan sistem pengolahan berbasis masyarakat.
(2) Kedua sistem ini akan menerapkan konsep penanganan dan
pengelolaan sampah yang meliputi upaya pengurangan sampah (Reduce),
pemanfaatan kembali (Reuse) dan daur ulang (Recyle) yang diterapkan
dalam setiap tahapan penanganan sampah dari hulu ke hilir
seluruhnya menjadi tanggung jawab BPLHD dalam pengembangan dan
pembinaannya.
(3) Jenis sampah yang dikelola oleh BPLHD adalah sampah Organik, Sampah
An Organik, dan sampah B3 Rumah Tangga tidak termasuk limbah industri
dan medis.
(4) Limbah industri, atau sampah hasil proses produksi, adalah tanggung jawab
setiap lembagaatau individu dan atau Badan yang menghasilkannya.
Bagian Kedua
Pengurangan Sampah
Pasal 7
(1) BPLHD melaksanakan upaya pengurangan sampah dengan cara
pembatasan
timbulan
sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau
pemanfaatan kembali sampah.
(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan:
a. pemantauan dan supervisi pelaksanaan rencana pemanfaatan
bahan produksi ramah lingkungan oleh pelaku usaha;
b. fasilitasi kepada masyarakat dan dunia usaha dalam mengembangkan
dan memanfaatkan hasil daur ulang, pemasaran hasil produk daur
ulang, dan guna ulang sampah.
Bagian Ketiga
Pengolahan Sampah
Paragraf 1
Kegiatan Pengolahan Sampah
Pasal 8
Kegiatan pengolahan sampah meliputi :
a. pengolahan di sumber sampah;
b. pengolahan di TPST skala Kelurahan/Desa;
c. pengolahan di TPST Skala Kecamatan;
d. pengolahan sampah pasar dan terminal;
e. pengolahan sampah Rumah Sakit;
f. pengolahan di TPA.
Paragraf 2
Pengolahan Sampah Di Sumber Sampah
Pasal 9
(1) Pengolahan sampah di sumber sampah meliputi kegiatan penyediaan
wadah sampah, pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan
dan pembuangan secara terpilah.
(2) Pengurangan sampah di sumber sampah dengan menerapkan prinsipprinsip 3R (Reduce, Reuse danRecycle).
(3) Pemilahan sampah di sumber sampah meliputi pengelompokan kedalam
wadah yang berbeda, antara lain:
a. wadah sampah warna hijau untuk jenis sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Rumah Tangga dan atau Sampah Organik;
b. wadah sampah warna kuning untuk jenis Sampah Rumah Tangga dan
atau sampah
Anorganik;
c. wadah sampah warna merah untuk jenis Sampah B3 Rumah Tangga.
(4) Operasional pengumpulan sampah dari rumah-rumah ke TPSTdilakukan
oleh masyarakat secara mandiri dengan membentuk organisasi pada
tingkat RT/RW dan atau menunjuk pihak pengelola swasta.
(5) Operasional pengumpulan sampah daerah, dilakukan dengan ketentuan:
a. pengumpulan dari setiap sumber aktifitas ditujukan ke TPS Kelurahan,
tidak ada sistem langsung pengumpulan ke TPA mengingat adanya
tujuan pengomposan di tingkat Kelurahan, pengumpulan adalah
tanggung jawab masyarakat dan atau penimbul sampah;
b. secara berkelompok, masyarakat dan atau penimbul sampah
membentuk organisasi RT/RW atau penunjukkan pihak swasta, dalam
pengumpulan sampah;
c. untuk wilayah pelayanan yang sudah melakukan pemilahan sampah,
disyaratkan ada pengaturan jadwal pengangkutan berdasarkan jenis
sampah;
d. frekuensi pengumpulan sampah organik, disyaratkan harus setiap hari;
e. frekuensi pengumpulan sampah anorganik disyarakatkan minimal 3
kali dalam seminggu;
f. sistem pengumpulan disesuaikan dengan mempertimbangkan jenis
alat pengumpul, fasilitas jalan dan kemampuan dana;
g. operasional pengangkutan sampah diisyaratkan ada pengaturan
jadwal
pengangkutan
berdasarkan
jenis
sampah
dengan
memperhitungkan jenis alat pengangkut, fasilitas jalan dan
kemampuan dana.
(6) Dilingkungan RT/RW dimungkinkan untuk dikembangkan pengelolaan
sampah skala komunal dan kawasan dengan tiga pola pengumpulan yaitu :
a. pola individual langsung (door to door);
b. pola operasional individual tidak langsung;
c. pola operasional komunal langsung.
Pasal 10
(1) Wadah sampah harus memenuhi persyaratan bahan sebagai berikut :
a. tidak mudah rusak,kedap air dan bertutup;
b. ekonomis, mudah diperoleh dan dibuat oleh masyarakat;
c. mudah dikosongkan.
(2) Penentuan ukuran wadah sampah ditentukan berdasarkan :
a. jumlah penghuni tiap rumah;
b. jumlah timbulan sampah;
c. frekwensi pengambilan sampah;
d. cara pemindahan sampah;
e. sistem pelayanan individu atau komunal.
(3) Penempatan lokasi wadah sampah skala individu adalah sebagai berikut:
a. wadah sampah individual ditempatkan di halaman muka;
b. wadah sampah untuk sumber sampah dari restoran dan hotel
ditempatkan di halaman belakang.
(4) Penempatan
lokasi
Wadah
sampah
skala
komunal
memperhatikan hal sebagai berikut:
a. sedekat mungkin dengan sumber sampah;
b. tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya;
c. diluar jalur lalulintas;
d. diujung gang kecil;
e. disekitar taman dan pusat keramaian.
harus
Paragraf 3
Pengolahan Sampah Di TPST Skala Kelurahan/Desa
Pasal 11
(1) TPST Skala Kelurahan/Desa adalah tempat penampungan dan
pengelolaan sampah Organik yang
ditempatkan
di
setiap
Kelurahan/Desa
dapat dikelola
oleh
Dinas
terkait
dengan
mengembangkan kemitraan dengan masyarakat atau pihak swasta.
(2) Penyediaan lahan untuk TPST Skala Kelurahan/Desa menjadi tanggung
jawab Kelurahan/Desa.
(3) Kegiatan pengomposan dilakukan di TPST Skala Kelurahan/Desa dengan
tujuan sebagai usaha meminimasi timbunan sampah, bukan untuk mencari
keuntungan ekonomis.
(4) Sistem pengomposan yang dikembangkan mengacu pada ketentuan teknis
dan standar sarana unit pengomposan, dengan periode perencanaan
ditetapkan sebagai berikut :
a. pengomposan dilakukan di TPST Kelurahan, TPA dan sumber sampah
lainnya dengan keberadaan lahan untuk proses pengomposan, dengan
metode yang digunakan adalah metode Pengomposan Komunal;
b. pengomposan di TPS Kelurahan diutamakan untuk sampah yang
bersumber dari permukiman;
c. satu unit TPS Kelurahan untuk pengomposan dipersiapkan untuk
melayani 5000 penduduk;
d. pengomposan sampah di TPS Kelurahan difasilitasi oleh Pemerintah
Daerah.
(5)
Pemerintah Daerah melalui BPLHD berkewajiban memfasilitasi kerjasama
dengan pihak atau instansi lainnya yang terkait dengan penggunaan
produk kompos akan dijalin dalam kerangka pengembangan tanaman
organik.
(6)
Residu sisa pengomposan diangkut ke TPST skala Kecamatan.
Paragraf 4
Pengolahan Sampah Di TPST Skala Kecamatan
(1)
Pasal 12
TPST Skala Kecamatan adalah tempat penampungan dan pengelolaan
sampah An organik ditempatkan
di
setiap
Kecamatan dengan
mengembangkan kemitraan dengan masyarakat atau pihak swasta.
(2)
Penyediaan lahan untuk TPST Skala Kecamatan menjadi tanggung jawab
Kecamatan.
(3)
Sistem pengolahan sampah anorganik yang dikembangkan mengacu pada
ketentuan teknis dan standar sarana unit pengolahan sampah
anorganik, dengan ketentuansebagai berikut :
a. pengolahan sampah anorganik di pusatkan di TPS Kecamatan;
b. sampah anorganik yang masuk ke TPS Kecamatan di pilah
berdasarkan jenis anorganik potensi daur ulang yaitu : plastik, kertas,
gelas dan logam;
c. sampah anorganik bukan plastik, seperti kertas, gelas dan logam,
akan dikelola, dengan mengembangkan kegiatan pengepulan atau
usaha penjualan ke para pelaku pengumpulan yang lebih besar.
(4) Residu sisa pengolahan sampah anorganik diangkut ke TPA.
Paragraf 5
Pengolahan Sampah Pasar dan Terminal
Pasal 13
(1) Para pedagang pasar dan terminal wajib melakukan pemilahan sampah
dan menyediakan wadah sampah terpilah.
(2) Pengelolaan sampah pasar dan terminal dalam bentuk pengumpulan dan
pemilahan dari para pemilik kios dan atau masyarakat sekitar pasar,
dengan Ketentuan sebagai berikut :
a. pengelolaan sampah pasar diserahkan pada pihak pengelola pasar
setempat
kerjasama
dengan
masyarakat
di
lingkungan
Desa/Kelurahan dimana pasar berada;
b. sistem pengumpulan sampah pasar diarahkan terpisah menurut dua
jenis sampah yaitu sampah organik dan anorganik;
c. sampah
organik
langsung
dikomposkan
di
TPST
PasarDesa/Kelurahan, sedangkan untuk sampah anorganik dibawa
ke TPST Kecamatan terdekat untuk dilakukan pengolahan;
d. ketika TPST PasarDesa/Kelurahan masih belum dibangun, maka
pengomposan sampah pasar akan dikomposkan di TPA;
e. pemilahan sampah organik dan anorganik, yang dimulai pada setiap
kios pasar, maka sarana pewadahan yang disediakan oleh setiap kios
adalah terpisah antara sampah organik dan anorganik;
f. wadah yang disediakan bisa berupa karung, kantong plastik atau
lainnya sesuai kemampuan pemilik kios tersebut.
(3) Para pedagang di pasar dan terminal baik permanen ataupun temporer
(lapak musiman) wajib menyetorkan retribusi sampah kepada pengelola
pasar/terminal dan dari pengelola pasar disetorkan kepada Kas Daerah
melalui petugas BPLHD.
(4) Pelayanan pengangkutan sampah pasar dilaksanakan oleh BPLHD
dengan mempertimbangkan analisis timbulan sampah.
(5) Pengelola sampah pasar atau terminal wajib menyediakan TPST sesuai
dengan potensi yang dimiliki.
(6) Residu sisa pengolahan sampah an organik diangkut ke TPA oleh BPLHD.
Paragraf 6
Pengolahan Sampah Rumah Sakit
Pasal 14
(1) Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan Praktek Pengobatan wajib
melakukan pemilahan sampahdan menyediakan wadah sampah terpilah.
(2) Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan Praktek Pengobatan yang
menghasilkan sampah B3 medis wajib melakukan pengelolaan sampah B3
medis yang dihasilkan.
(3) Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan Praktek Pengobatan dapat
bekerjasama
dalampengangkutan sampah dengan BPLHD dalam
pengangkutan sampah.
(4) Pengelolaan sampah B3 medis sebagaimana dimaksud ayat (2)
dilaksanakan secara khusus dengan berpedoman pada peraturan
perundangan pengelolaan sampah B3 medis.
Paragraf 7
Pengolahan Sampah di TPA
Pasal 15
(1) Dalam jangka panjang TPA dipersiapkan hanya untuk penanganan residu
olahan sampah dan sampah B3 Rumah Tangga, pengomposan di TPA
dioperasian untuk mengantisipasi ketika belum ada operasi pengomposan
di TPST skala Desa/Kelurahan dan TPST skala kecamatan.
(2) Penimbunan Sampah maupun residu di TPA dilarang menggunakan
metode open dumping.
BAB IV
PENGELOLAAN TPA
Bagian Pertama
Persyaratan Umum, Persyaratan Lokasi dan
Kesehatan Lingkungan
Pasal 16
(1) TPA milik Pemerintah Daerah diarahkan untuk memenuhi persyaratan
umum, persyaratan lokasi, dan persyaratan Kesehatan lingkungan.
(2) Persyaratan Umum TPA, adalah :
a. tercakup dalam tata ruang kota dan daerah;
b. jenis tanah harus kedap air dan tidak produktif untuk tanah pertanian;
c. penggunaan minimal 5 sampai 10 tahun;
d. tidak berpotensi mencemari sumber air;
e. jarak dengan daerah pusat pelayanan lebih dari 10 km;
f. daerah bebas banjir serta memiliki drainase yang baik dan lancar;
g. baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak diperbolehkan untuk
pemukiman.
(3) Persyaratan Lokasi TPA, adalah:
a. bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor,
rawan gempa, dll);
b. bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kedalaman
air tanah kurang 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat
dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan
masukkan teknologi);
c. bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20 %);
d. bukan daerah/kawasan yang dilindungi.
(4) Persyaratan Kesehatan Lingkungan TPA adalah :
a. tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat, binatang
pengerat bagi pemukiman terdekat;
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
tidak merupakan pencemar bagi sumber air baku untuk minum dan
jarak sedikitnya 200 meter dan perlu memperhatikan struktur geologi
setempat;
tidak terletak pada daerah banjir;
tidak terletak pada lokasi yang permukaan airnya tinggi;
tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memperhatikan
aspek estetika;
jarak dari bandara tidak kurang dari 5 km;
tidak menjadi tempat berkembangbiaknya lalat, nyamuk, tikus, kecoa;
memiliki drainase yang baik dan lancar;
pengamanan
dan
pengendalian
leachate
sehingga
tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan;
lokasi TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan
berbahaya, diberi tanda khusus.
Bagian Kedua
Revitalisasi TPA
(1)
Pasal 17
Untuk menjamin terlaksananya pengelolaan sampah di TPA, disusun
rencana Revitalisasi TPA berikut pembiayaannya.
(2)
Revitalisasi TPA diarahkan pada parameter TPA ideal yang mencakup
Proteksi terhadap Lingkungan, Pengoperasian Landfill, Prasarana-Sarana,
dan optimalisasi petugas TPA. Keseluruhan mengacu pada
pengoperasioan TPA Ideal dalam memenuhi peraturan perundangundangan.
(3)
Kegiatan Revitalisasi
berkelanjutan.
TPA
dilaksanakan
secara
bertahap
dan
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 18
Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi:
a. menjaga kebersihan lingkungan;
b. aktif
dalam
kegiatan
pengurangan,
pengumpulan, pemilahan,
pengomposan, pengangkutan, dan pengolahan sampah; dan
c. pemberian saran, usul, pengaduan, pertimbangan, dan pendapat dalam
upaya peningkatan pengelolaan sampah di wilayahnya.
(1)
Pasal 19
Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf a dilaksanakan dengan cara:
a. sosialisasi;
b. mobilisasi;
c. kegiatan gotong royong;
d. pemberian penghargaan.
(2)
Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf b dilaksanakan dengan cara:
a. mengembangkan informasi peluang usaha di bidang persampahan;
dan/atau
b. pemberian penghargaan.
(3)
Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf c dilaksanakan dengan cara:
a. penyediaan media komunikasi;
b. aktif dan secara cepat memberi tanggapan;
c. melakukan jaring pendapat aspirasi masyarakat.
(1)
(2)
Pasal 20
Partisipasi aktif individual, berupa keikutsertaan setiap individu untuk
membantu terciptanya mekanisme pengelolaan sampah yang kondusif,
dan mampu mengelola sampah secara mandiri.
Bentuk partisipasi aktif individu yaitu :
a. memilah sampah organik, an organik, dan B3 Rumah Tangga hingga
memudahkan dilakukannya perolehan kembali oleh pihak atau
lembaga lain yang akan melakukan proses pendayagunaan sampah;
b. mengurangi volume sampah sebelum dan sesudah pemakaian;
c. pemakaian kembali yaitu memakai kembali sampah secara langsung
tanpa mengolah terlebih dahulu;
d. pemanfaatan kembali (daur ulang) yaitu upaya memanfaatkan
kembali sampah setelah melalui proses pengolahan tertentu.
Pasal 21
(1) Partisipasi Aktif komunal, berupa kesertaan masyarakat secara
komunal
dalam
upaya mengatasi permasalahan sampah di
lingkungannya.
(2) Bentuk Partisipasi komunal yaitu :
a. menyelenggarakan aktifitas rutin dan berkala untuk kebersihan
tempat umum dan menjaga kebersihan lingkungannya;
b. menjalankan pengelolaan sampah dilingkungan sekitarnya mulai
dari pengumpulan, pemilahan, dan pengolahan baik atas inisiatif
mandiri warga sekitar maupun atas inisiatif pihak luar;
c. menjalankan usaha pengomposan komunal;
d. menjalankan usaha pencacahan sampah plastik;
e. usaha pendayagunaan sampah lainnya yang sesuai dengan
potensi yang ada di lingkungan setempat.
BAB VI
PERAN SWASTA/PELAKU USAHA
Pasal 22
(1) Peran swasta dan dunia usaha dalam pengelolaan sampah merupakan
kegiatan pengelolaansampah yang berbasis masyarakat.
(2) Bentuk kegiatan peran swasta dan dunia usaha dalam pengelolaan
sampah dapat ditempuh dalam dua cara yaitu :
a. pola pembinaan dimana peran swasta hanya memberikan kontribusi
dalam hal inovasi teknologi terapan;
b. pola bantuan langsung dimana peran swasta membantu sarana
prasarana, inovasi teknologi dan pembinaan kepada masyarakat
pengelola sampah.
(3) Bentuk kerjasama dengan
kesepakatan (MoU).
pihak
swasta
dituangkan
dalam
nota
BAB VII
PERIJINAN
Bagian Pertama
Jenis Usaha Pengelolaan Sampah
Pasal 23
Jenis usaha pengelolaan sampah yang wajib mendapat ijin adalah :
a. usaha pengomposan;
b. usaha pembuatan pupuk kascing;
c. usaha mengolah sampah jadi energi;
d. usaha mengolah sampah B3;
e. usaha lain dalam mengolah sampah yang bertujuan mencari keuntungan.
Bagian Kedua
Tata Cara Mendapatkan Ijin
Pasal 24
(1) Setiap orang atau Badan yang ingin mendapatkan ijin usaha pengelolaan
sampah dimaksud dalam pasal 23 harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Bupati melalui BPLHD.
(2) Permohonan ijin dimaksud ayat (1) dengan mencantumkan identitas
perusahaan/ pemohon dan melampirkan :
a. data lokasi perusahaanberikut cakupan luas areal;
b. ijin tetangga/masyarakat setempat sampai dengan radius 50 (lima
puluh) meter dari titik lokasi pemprosesan.
(3) Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pemohon diterima
secara lengkap, BPLHD harus sudah melakukan pemeriksaan dan
penelitian lapangan.
(4) Hasil pemeriksaan dan penelitian dimaksud pada ayat (3) dituangkan
dalam bentuk Berita Acara.
(5) Atas dasar Berita Acara dimaksud pada ayat (4) terhadap pemohon yang
memenuhi syarat paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja BPLHD
harus sudah menerbitkan keputusan pemberian ijin yang ditandatangani
oleh Kepala BPLHD untuk dan atas nama Bupati.
(6) Atas dasar Berita Acara dimaksud pada ayat(4) terhadap pemohon yang
tidak memenuhi syarat, paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja
BPLHD harus sudah mengirimkan surat penolakan.
(7) Badan Hukum ataupun perorangan yang memperoleh ijin pengelolaan
sampah diumumkan melalui papan pengumuman dan surat
pemberitahuan kepada masyarakat.
(8) Bagi pemohon yang ijinnya ditolak dapat mengajukan kembali setelah
ketentuan teknis dan administrasi dilengkapi dengan baik dan benar.
BAB VIII
KERJASAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Pertama
Kerjasama
Pasal 25
Lingkup kerjasama bidang pengelolaan sampah mencakup:
a. penyediaan/pembangunan TPA;
b. sarana dan prasarana TPA;
c. pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke TPA;
d. pengelolaan TPA; dan/atau
e. pengolahan sampah menjadi produk lainnya yang ramah lingkungan.
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 26
Lingkup kemitraan bidang pengelolaan sampah antara lain:
a. penarikan retribusi pelayanan persampahan;
b. penyediaan/pembangunan TPS atau TPST, TPA, serta sarana dan
prasarana pendukungnya;
c. pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke TPA;
d. pengelolaan TPA; dan/atau
e. pengelolaan produk olahan lainnya.
Pasal 27
(1) Untuk meningkatkan pelaksanaan pengelolaan sampah menerapkan
pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan pola pendekatan
kemitraan yaitu berupa Nota Kesepakatan (MoU) dan kerjasama
Pemerintah Daerah dengan swasta.
(2) Pola Kemitraan berupa kerjasama
peraturanperundangan yang berlaku.
dimaksud pada ayat (1)sesuai
BAB IX
SISTEM TANGGAP DARURAT PENGELOLAAN SAMPAH
(1)
(2)
Pasal 28
Sistem tanggap darurat sampah merupakan suatu sistem pengelolaan
sampah secara sistematis, serempak dan berkesinambungan dengan
melibatkan semua elemen masyarakat dan pemerintah mulai dari Sumber
sampah sampai dengan Tempat Pemrosesan Akhir.
Pelaksanaan sistem tanggap darurat dilaksanakan dalam bentuk
pencegahan
dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan
sampah yang tidak benar yang meliputi:
a. sosialisasi penanggulangan kecelakaan yang diakibatkan oleh
pengelolaan sampah yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku;
b. peningkatan dan penataan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)
melalui proses Revitalisasi hingga TPA memenuhi standar peraturan
dan perundang-undangan;
c. penanganan timbunan sampah liar sampah dalam bentuk
pengangkutan secara serentak dengan melibatkan seluruh elemen
masyarakat, potensi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah.
BAB X
INSENTIF DAN DISINSENTIF
Bagian Pertama
Insentif
(1)
Pasal 29
Insentif adalah upaya untuk memotivasi masyarakat secara positif agar
masyarakat tersebut mentaati ketentuan di bidang pengelolaan sampah
guna lebih meningkatkan pemeliharaan lingkungan dan menjadi tauladan
bagi masyarakat sekitarnya.
(2)
Imbalan/ jasa, insentif sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa
penghargaan ataubantuan modal secara bergulir dan dikelola secara
transparan.
(3)
Pengelolaan modal bergulir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola
oleh kelompok pengelola sampah.
(4)
Kriteria penilaian layak dan tidaknya masyarakat perorangan, badan
hukum atau lainnyadilakukan oleh Tim teknis yang dibentuk oleh Bupati.
(5)
Ketentuan atau mekanisme penyerahan insentif ditetapkan melalui Surat
Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Disinsentif
Pasal 30
(1) Disinsentif adalah upaya memberikan penghukuman bagi masyarakat
yang
melanggar ketentuan di bidang pengelolaan sampah untuk
mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan.
(2) Disinsentif sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain berupa teguran
lisan, teguran tertulis, pemanggilan pihak pelanggar dan bahkan sampai
pencabutan ijin usaha apabila diketahui yang bersangkutan melakukan
pelanggaran berat.
(3) Pelanggaran berat sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah tindakan yang
melawan hukum seperti mengabaikan peraturan perundangan yang
berlaku, mengelola sampah tanpa ijin, membuang sampah tidak pada
tempatnya, menimbulkan pencemaran lingkungan atau mengganggu
kesesuaian lingkungan melalui pengaduan masyarakat.
(4) Pelanggaran berat seperti dimaksud ayat (3) dikenakan sangsi sesuai
Peraturan Daerah.
BAB XI
PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
Bagian Pertama
Pembiayaan
Pasal 31
(1) Yang dimaksud dengan pembiayaan oleh Pemerintah dalam
Peraturan Daerah adalah
kegiatan pengelolaan sampah yang
dilaksanakan bersama masyarakat mulai dari hulu sampai hilir difasilitasi
oleh BPLHD.
(2) Kegiatan yang dibiayai oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa stimulan kepada masyarakat dalam bentuk fisik (peralatan
kebersihan) yang cukup penting dan kemungkinan kecil dilaksanakan oleh
masyarakat setingkat pengurus RT/RW berdasarkan kajian dan skala
prioritas.
(3) Kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi yang berwenang dalam
kegiatan
pengelolaan sampah meliputi kebutuhan investasi yang
didasarkan pada kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan sampah
meliputi Gerobaksampah, Motor sampah, Kontainer, Truk angkutan
sampah, TPSS, TPST skala Desa/Kelurahan, TPST skala Kecamatan, dan
Revitalisasi TPA.
Bagian Kedua
Kompensasi
Pasal 32
(1) Kompensasi merupakan hak perorangan yang akan diberikan
sebagaiakibat dari dampak negatif penanganan sampah di TPA yang
tidak memenuhi standarkesehatan lingkungan.
(2) Kompensasi diberikan kepada korban atau keluarga korban yang
merupakan ahli warisnya.
(3) Pemberian kompensasi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
dilaksanakan dandilaporkan oleh BPLHD secara tepat, cepat, dan layak.
(4) Bentuk pemberian kompensasi didasari atas kesepakatan dengan korban
atau keluarga korban dengan mempertimbangakan asas keadilan dan
kemampuan keuangan Daerah.
BAB XII
LARANGAN, PENGAWASAN, PEMBINAAN DAN
PENGENDALIAN
Bagian Pertama
Larangan
Pasal 33
(1) Setiap orang pribadi atau Badan, dalam pengelolaan sampah dilarang:
a. memasukan sampah dari luar Daerah ke dalam wilayah Daerah;
b. mengimpor sampah;
c. mencampur sampah dengan limbah B3;
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan;
membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan;
melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di
tempat pemrosesan akhir;
membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah;
membuang sampah di sungai-sungai, selokan-selokan atau got-got,
riol-riol, saluran-saluran, jalan-jalan umum, tempat-tempat umum,
berm atau Trotoar atau ditempat umum lainnya;
membuang pecahan kaca, zat-zat kimia atau zat lain yang
membahayakan, kotoran-kotoran hewan atau sampah yang berbau
busuk kecuali ditempat pembuangan sampah yang khusus disediakan
dan dilakukan menurut tata cara sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
mengubur sampah anorganik;
buang air besar (hajat besar) dan buang air kecil (hajat kecil) di jalan,
jalur hijau, taman dan tempat umum lainnya.
(2) Tempat sampah yang telah ditentukan dan disediakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. tempat sampah rumah tangga;
b. tempat sampah fasilitas umum;
c. tempat Penampungan Sampah Sementara; dan
d. tempat Pemrosesan Akhir.
(3)
Penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, dilarang dilakukan di Daerah sehingga
penanganan sampah di TPA harus dilakukan dengan sistem Controlled
landfill atau Sanitary landfill.
(4) Larangan membakar sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
g, antara lain:
a. membakar sampah yang menimbulkan asap tebal dan dapat
mengganggu jarak pandang bagi lalu lintas;
b. membakar sampah yang menimbulkan bau menyengat dan dapat
mengganggu kesehatan;
c. membakar sampah yang berupa bahan yang mudah meledak dan
dapat menimbulkan kerusakan atau kebakaran;
d. membakar sampah yang berupa bahan polimer (plastik, mika karet
dan sejenisnya);
e. membakar sampah di lokasi pemukiman padat penduduk;
f. membakar sampah di lokasi atau berdekatan dangan tempat/ fasilitas
umum; dan/ atau
g. membakar sampah di TPS dan TPA.
(5) Sampah hanya boleh dibakar di tempat pembakaran sampah yang telah
memenuhi persyaratan teknis dengan menggunakan alat pembakar
sampah(incenerator).
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 34
(1) Masyarakat bersama-sama dengan pemerintah daerah dapat berperan
aktif dalam mengawasi Pengelolaan Sampah di lingkungannya, dilakukan
pada :
a. kegiatan pemisahan sampah untuk menguji apakah pemisahan yang
dilakukan telah sesuai dengan klasifikasi sampah;
b. pelaksanaan sistem pendanaan baik pada kegiatan di sumber
sampah, pengangkutan sampai dengan pengolahan dan
pembuangan akhir;
c.
d.
kegiatan produksi suatu barang untuk menguji apakah sudah sesuai
dengan ketentuan 3R, teknologi air limbah, produk ramah lingkungan
atau kemasan ramah lingkungan;
kegiatan-kegiatan lain dalam lingkup pengelolaan sampah.
(2) Hasil pengawasan dilaporkan secara lisan ataupun tertulis kepada Bupati
melalui Dinas Teknis terkait.
Bagian Ketiga
Pembinaan dan Pengendalian
(1) Pelaksanaan pembinaan
dilakukan oleh BPLHD.
Pasal 35
dan pengendalian
pengelolaan
sampah
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan
fasilitasi.
(3) sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan fasilitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilaksanakan sesuai program dan kegiatan pada SKPD.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 36
(1) Setiap kegiatan/ usaha pengelolaan sampah yang tidak mempunyai izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 akan dikenakan sanksi
administrasi berupa penutupan kegiatan usaha.
(2) Kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan dan/ atau
persyaratan izin, akan dikenakan sanksi administratif berupa:
a. paksaan pemerintahan;
b. uang paksa; dan/atau
c. pencabutan izin.
(3) Paksaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
dapat berupa paksaan kepada Pengelola Sampah untuk:
a. menghentikan kegiatan usaha untuk jangka waktu tertentu;
b. menutup kegiatan/ usaha; dan/ atau
c. melakukan tindakan tertentu untuk memulihkan keadaan atau
memperbaiki kerusakan.
(4)
Uang Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat berupa
paksaan kepada Pengelola Sampah untuk membayar sejumlah uang
untuk:
a. mengganti kerugian atas kerugian pihak lain;
b. membiayai kegiatan untuk memulihkan keadaan atau memperbaiki
kerusakan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Kuningan
Ditetapkan di Kuningan
Pada tanggal 22 Nopember 2012
BUPATI KUNINGAN,
Cap Ttd
AANG HAMID SUGANDA
Diundangkan di Kuningan
Pada tanggal 26 Nopember 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KUNINGAN,
Cap Ttd
YOSEP SETIAWAN
BERITA DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2012 NOMOR 96
Salinan ini sesuai dengan Aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA
KABUPATEN KUNINGAN
ANDI JUHANDI, SH
Pembina
NIP. 196306011992031006
Download