BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa sehubungan telah diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan perlu adanya pedoman pelaksanaan sebagai acuan bagi aparat maupun pihak-pihak terkait lainnya; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk menjamin kepastian hukum Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah perlu ditetapkan dengan Peraturan Bupati; 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Pedoman Pengelolaan Sampah; Nomor 33 Tahun 2010 Tentang 8. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 3 Tahun 2008 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan (Lembaran Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2008 Nomor 68 seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 70); 9. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2010 Nomor 21); 10. Peraturan Bupati Kabupaten Kuningan Nomor 42 Tahun 2012 tentang Ketentuan Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Kuningan. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kuningan. 3. Bupati adalah Bupati Kuningan. 4. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat BPLHD adalah Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kuningan. 5. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi sejenis. 6. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. 7. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. 8. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah. 9. Sampah B3 adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. 10. Sumber Sampah adalah setiap orang dan atau Badan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan timbulan sampah. 11. Sampah Terpilah adalah pewadahan sampah berdasarkan jenisnya untuk dikelola lebih lanjut. 12. Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi Pengurangan Sampah dan Penanganan Sampah. 13. Pengurangan adalah kegiatan untuk mengurangi jumlah dan berat sampah. 14. Pengolahan Sampah adalah kegiatan yang terdiri atas pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan. 15. Pemilahan adalah kegiatan pemisahan sampah untuk dikelola lebih lanjut sesuai dengan jenis dan kebutuhannya. 16. Pengumpulan Sampah adalah pengambilan sampah dari sumber sampah dan ditampung di Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS). 17. Pengangkutan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah dari Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS) ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA). 18. 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) adalah kegiatan pengurangan sampah dengan cara pembatasan, pendaur ulangan, dan pemanfaatan kembali. 19. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS) adalah tempat penampungan sampah yang berada dilokasi-lokasi tertentu, dibuat untuk menampung sampah sebelum di angkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah. 20. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan mengguna ulang, mendaur ulang, pemilahan, pengumpulan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. 21. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah Lokasi yang memiliki sarana pengolahan sampah. 22. Revitalisasi TPA adalah upaya untuk mengembalikan fungsi-fungsi yang ada di TPA agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 23. Metoda Controlled Landfill (lahan urug terkendali) adalah metoda pembuangan sampahdengan cara meratakan dan memadatkan sampah yang dibuang serta menutupnya denganlapisan tanah selama periode tertentu (satu minggu sekali, dua minggu sekali maksimal satubulan sekali). 24. Metoda Sanitary Landfill (lahan urug saniter) adalah metoda pembuangan sampah dengan cara meratakan dan memadatkan sampah yang dibuang serta menutupnya dengan lapisan tanah setiap akhir jam operasi. 25. Pengomposan (composting) adalah sistem pengolahan sampah organik dengan bantuan mikro organisme sehingga terbentuk pupuk organik (Pupuk Kompos). 26. Instansi yang berwenang adalah instansi yang tanggungjawabnya terkait denganpengelolaan sampah. tugas dan 27. Organisasi Persampahan adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginansendiri di tangan masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang pengelolaan sampah. 28. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif yangditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah. 29. Wadah sampah adalah Tempat Penampungan Sampah secara terpilah dan menentukan jenissampah. 30. Sistem tanggap Darurat sampah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH (1) Pasal 2 Tata cara penggunaan hak mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah, adalah sebagai berikut: a. orang pribadi atau Badan dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati melalui BPLHD; b. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, diteliti/ diperiksa oleh petugas teknis di BPLHD; c. d. e. f. terhadap permohonan yang memerlukan pemeriksaan lokasi, dilakukan pemeriksaan lokasi oleh petugas teknis dari BPLHD atau Tim Teknis yang dibentuk dengan Keputusan Bupati; dari penelitian/ pemeriksaan/ pemeriksaan lokasi, petugas teknis atau Tim Teknis merekomendasikan bahwa permohonan dapat dikabulkan atau ditolak; permohonan yang dikabulkan akan ditindaklanjuti berupa pelayanan pengelolaan sampah kepada pemohon olehBPLHD; permohonan yang ditolak, diberitahukan kepada pemohon dengan disertai alasan penolakannya. (2) Tata cara penggunaan hak berpartisipasi dalam pengelolaan sampah, adalah sebagai berikut: a. masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, antara lain berupa: 1. Penyediaan tempat sampah di tempat – tempat umum atau di jalan umum yang dianggap perlu; 2. Pengadaan/ pembangunan TPS dan/ atau TPA sesuai kebutuhan; 3. Penyediaan dan/ atau pengadaan alat-alat kebersihan dan pengelolaan sampah; 4. Penyediaan dan/ atau pengadaan alat angkutan sampah. b. pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus dikoordinasikan dengan pengurus RT/RW di wilayah Desa atau Kelurahan setempat dan/ atau Pemerintah Daerah, dan dilaksanakan sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku. (3) Tata cara penggunaan hak memperoleh informasi adalah sebagai berikut: a. orang pribadi atau Badan dapat memperoleh informasi penyelenggaraan pengelolaan sampah dari Pemerintah Daerah dan/ atau sumber informasi lainnya; b. informasi dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a, disediakan oleh Pemerintah Daerah dan dapat diakses melalui media cetak, elektronik dan/ atau melalui informasi langsung di SKPD terkait. (4) Tata cara penggunaan hak memperoleh pembinaan, adalah sebagai berikut: a. orang pribadi atau Badan dapat memperoleh pembinaan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan melalui sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan fasilitasi yang diselenggarakan oleh BPLHD; b. sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dilaksanakan sesuai program dan kegiatan secara lintas sektoral/ dengan menempuh koordinasi. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 3 (1) Setiap orang pribadi atau Badan dalam pengelolaan sampah di Daerah wajib mengelola sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). (2) Kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah di Daerah meliputi : a. mengumpulkan sampah rumah tanggadari rumah tangga, lingkungan permukiman, gang dan jalan lingkungan; b. mengangkut sampah sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang telah dikumpulkan dari rumah tangga, lingkungan permukiman, gang dan jalan lingkungan ke TPS terdekat yang telah disediakan; c. pengumpulan, pengelolaan dan pengangkutan Sampah sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dilaksanakan oleh masyarakat, baik secara individu atau kerja sama dengan LSM/KSM atau Kelompok Kerja Lingkungan, baik di tingkat RT/RW maupun di tingkat Desa atau Kelurahan. Pasal 4 Setiap Pengguna Persil dalam pengelolaan sampah di Daerah berkewajiban: a. b. c. d. e. menjaga kebersihan bangunan, halaman, saluran air dan jalan lingkungan serta lingkungan/tempat sekitarnya; menyediakan tempat sampah di lingkungan persilnya dan membuang sampah di tempat sampah yang telah tersedia; pengguna Persil yang memanfaatkan persil untuk kegiatan/ usaha yang menimbulkan sampah yang mengandungB3 atau limbah B3, wajib mengelola sampah tersebut sesuai persyaratan dan tata cara sesuai ketentuan yang berlaku; pengguna Persil yang memanfatkan persil sebagai tempat/ fasilitas umum, wajib memasang plakat, spanduk atau stiker yang berisikan slogan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan keindahan lingkungan; pengguna Persil yang berlokasi di tepi jalan raya, wajib membantu memelihara kebersihan berm dan/ atau trotoar yang berada di sepanjang persilnya. Pasal 5 (1) Setiap pengelola dan/ atau penanggung jawab kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, industri,fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya wajib menyediakan tempat sampah dan pemilah sampah sejenis sampah rumah tangga yang memadai. (2) Pengelola dan/ atau penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengumpulkan dan memilah semua sampah yang dihasilkan di lingkungannya dan membuangnya di TPS. BAB III PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Pertama Kegiatan Pengelolaan Sampah Pasal 6 (1) Kegiatan pengelolaan sampah yang dikembangkan di Daerah adalah : a. wilayah perkotaan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis pelayanan teknis oleh BPLHD dengan melibatkan peran serta masyarakat; b. wilayah pedesaan dan sistem pengolahan berbasis masyarakat. (2) Kedua sistem ini akan menerapkan konsep penanganan dan pengelolaan sampah yang meliputi upaya pengurangan sampah (Reduce), pemanfaatan kembali (Reuse) dan daur ulang (Recyle) yang diterapkan dalam setiap tahapan penanganan sampah dari hulu ke hilir seluruhnya menjadi tanggung jawab BPLHD dalam pengembangan dan pembinaannya. (3) Jenis sampah yang dikelola oleh BPLHD adalah sampah Organik, Sampah An Organik, dan sampah B3 Rumah Tangga tidak termasuk limbah industri dan medis. (4) Limbah industri, atau sampah hasil proses produksi, adalah tanggung jawab setiap lembagaatau individu dan atau Badan yang menghasilkannya. Bagian Kedua Pengurangan Sampah Pasal 7 (1) BPLHD melaksanakan upaya pengurangan sampah dengan cara pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah. (2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan: a. pemantauan dan supervisi pelaksanaan rencana pemanfaatan bahan produksi ramah lingkungan oleh pelaku usaha; b. fasilitasi kepada masyarakat dan dunia usaha dalam mengembangkan dan memanfaatkan hasil daur ulang, pemasaran hasil produk daur ulang, dan guna ulang sampah. Bagian Ketiga Pengolahan Sampah Paragraf 1 Kegiatan Pengolahan Sampah Pasal 8 Kegiatan pengolahan sampah meliputi : a. pengolahan di sumber sampah; b. pengolahan di TPST skala Kelurahan/Desa; c. pengolahan di TPST Skala Kecamatan; d. pengolahan sampah pasar dan terminal; e. pengolahan sampah Rumah Sakit; f. pengolahan di TPA. Paragraf 2 Pengolahan Sampah Di Sumber Sampah Pasal 9 (1) Pengolahan sampah di sumber sampah meliputi kegiatan penyediaan wadah sampah, pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan secara terpilah. (2) Pengurangan sampah di sumber sampah dengan menerapkan prinsipprinsip 3R (Reduce, Reuse danRecycle). (3) Pemilahan sampah di sumber sampah meliputi pengelompokan kedalam wadah yang berbeda, antara lain: a. wadah sampah warna hijau untuk jenis sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga dan atau Sampah Organik; b. wadah sampah warna kuning untuk jenis Sampah Rumah Tangga dan atau sampah Anorganik; c. wadah sampah warna merah untuk jenis Sampah B3 Rumah Tangga. (4) Operasional pengumpulan sampah dari rumah-rumah ke TPSTdilakukan oleh masyarakat secara mandiri dengan membentuk organisasi pada tingkat RT/RW dan atau menunjuk pihak pengelola swasta. (5) Operasional pengumpulan sampah daerah, dilakukan dengan ketentuan: a. pengumpulan dari setiap sumber aktifitas ditujukan ke TPS Kelurahan, tidak ada sistem langsung pengumpulan ke TPA mengingat adanya tujuan pengomposan di tingkat Kelurahan, pengumpulan adalah tanggung jawab masyarakat dan atau penimbul sampah; b. secara berkelompok, masyarakat dan atau penimbul sampah membentuk organisasi RT/RW atau penunjukkan pihak swasta, dalam pengumpulan sampah; c. untuk wilayah pelayanan yang sudah melakukan pemilahan sampah, disyaratkan ada pengaturan jadwal pengangkutan berdasarkan jenis sampah; d. frekuensi pengumpulan sampah organik, disyaratkan harus setiap hari; e. frekuensi pengumpulan sampah anorganik disyarakatkan minimal 3 kali dalam seminggu; f. sistem pengumpulan disesuaikan dengan mempertimbangkan jenis alat pengumpul, fasilitas jalan dan kemampuan dana; g. operasional pengangkutan sampah diisyaratkan ada pengaturan jadwal pengangkutan berdasarkan jenis sampah dengan memperhitungkan jenis alat pengangkut, fasilitas jalan dan kemampuan dana. (6) Dilingkungan RT/RW dimungkinkan untuk dikembangkan pengelolaan sampah skala komunal dan kawasan dengan tiga pola pengumpulan yaitu : a. pola individual langsung (door to door); b. pola operasional individual tidak langsung; c. pola operasional komunal langsung. Pasal 10 (1) Wadah sampah harus memenuhi persyaratan bahan sebagai berikut : a. tidak mudah rusak,kedap air dan bertutup; b. ekonomis, mudah diperoleh dan dibuat oleh masyarakat; c. mudah dikosongkan. (2) Penentuan ukuran wadah sampah ditentukan berdasarkan : a. jumlah penghuni tiap rumah; b. jumlah timbulan sampah; c. frekwensi pengambilan sampah; d. cara pemindahan sampah; e. sistem pelayanan individu atau komunal. (3) Penempatan lokasi wadah sampah skala individu adalah sebagai berikut: a. wadah sampah individual ditempatkan di halaman muka; b. wadah sampah untuk sumber sampah dari restoran dan hotel ditempatkan di halaman belakang. (4) Penempatan lokasi Wadah sampah skala komunal memperhatikan hal sebagai berikut: a. sedekat mungkin dengan sumber sampah; b. tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya; c. diluar jalur lalulintas; d. diujung gang kecil; e. disekitar taman dan pusat keramaian. harus Paragraf 3 Pengolahan Sampah Di TPST Skala Kelurahan/Desa Pasal 11 (1) TPST Skala Kelurahan/Desa adalah tempat penampungan dan pengelolaan sampah Organik yang ditempatkan di setiap Kelurahan/Desa dapat dikelola oleh Dinas terkait dengan mengembangkan kemitraan dengan masyarakat atau pihak swasta. (2) Penyediaan lahan untuk TPST Skala Kelurahan/Desa menjadi tanggung jawab Kelurahan/Desa. (3) Kegiatan pengomposan dilakukan di TPST Skala Kelurahan/Desa dengan tujuan sebagai usaha meminimasi timbunan sampah, bukan untuk mencari keuntungan ekonomis. (4) Sistem pengomposan yang dikembangkan mengacu pada ketentuan teknis dan standar sarana unit pengomposan, dengan periode perencanaan ditetapkan sebagai berikut : a. pengomposan dilakukan di TPST Kelurahan, TPA dan sumber sampah lainnya dengan keberadaan lahan untuk proses pengomposan, dengan metode yang digunakan adalah metode Pengomposan Komunal; b. pengomposan di TPS Kelurahan diutamakan untuk sampah yang bersumber dari permukiman; c. satu unit TPS Kelurahan untuk pengomposan dipersiapkan untuk melayani 5000 penduduk; d. pengomposan sampah di TPS Kelurahan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. (5) Pemerintah Daerah melalui BPLHD berkewajiban memfasilitasi kerjasama dengan pihak atau instansi lainnya yang terkait dengan penggunaan produk kompos akan dijalin dalam kerangka pengembangan tanaman organik. (6) Residu sisa pengomposan diangkut ke TPST skala Kecamatan. Paragraf 4 Pengolahan Sampah Di TPST Skala Kecamatan (1) Pasal 12 TPST Skala Kecamatan adalah tempat penampungan dan pengelolaan sampah An organik ditempatkan di setiap Kecamatan dengan mengembangkan kemitraan dengan masyarakat atau pihak swasta. (2) Penyediaan lahan untuk TPST Skala Kecamatan menjadi tanggung jawab Kecamatan. (3) Sistem pengolahan sampah anorganik yang dikembangkan mengacu pada ketentuan teknis dan standar sarana unit pengolahan sampah anorganik, dengan ketentuansebagai berikut : a. pengolahan sampah anorganik di pusatkan di TPS Kecamatan; b. sampah anorganik yang masuk ke TPS Kecamatan di pilah berdasarkan jenis anorganik potensi daur ulang yaitu : plastik, kertas, gelas dan logam; c. sampah anorganik bukan plastik, seperti kertas, gelas dan logam, akan dikelola, dengan mengembangkan kegiatan pengepulan atau usaha penjualan ke para pelaku pengumpulan yang lebih besar. (4) Residu sisa pengolahan sampah anorganik diangkut ke TPA. Paragraf 5 Pengolahan Sampah Pasar dan Terminal Pasal 13 (1) Para pedagang pasar dan terminal wajib melakukan pemilahan sampah dan menyediakan wadah sampah terpilah. (2) Pengelolaan sampah pasar dan terminal dalam bentuk pengumpulan dan pemilahan dari para pemilik kios dan atau masyarakat sekitar pasar, dengan Ketentuan sebagai berikut : a. pengelolaan sampah pasar diserahkan pada pihak pengelola pasar setempat kerjasama dengan masyarakat di lingkungan Desa/Kelurahan dimana pasar berada; b. sistem pengumpulan sampah pasar diarahkan terpisah menurut dua jenis sampah yaitu sampah organik dan anorganik; c. sampah organik langsung dikomposkan di TPST PasarDesa/Kelurahan, sedangkan untuk sampah anorganik dibawa ke TPST Kecamatan terdekat untuk dilakukan pengolahan; d. ketika TPST PasarDesa/Kelurahan masih belum dibangun, maka pengomposan sampah pasar akan dikomposkan di TPA; e. pemilahan sampah organik dan anorganik, yang dimulai pada setiap kios pasar, maka sarana pewadahan yang disediakan oleh setiap kios adalah terpisah antara sampah organik dan anorganik; f. wadah yang disediakan bisa berupa karung, kantong plastik atau lainnya sesuai kemampuan pemilik kios tersebut. (3) Para pedagang di pasar dan terminal baik permanen ataupun temporer (lapak musiman) wajib menyetorkan retribusi sampah kepada pengelola pasar/terminal dan dari pengelola pasar disetorkan kepada Kas Daerah melalui petugas BPLHD. (4) Pelayanan pengangkutan sampah pasar dilaksanakan oleh BPLHD dengan mempertimbangkan analisis timbulan sampah. (5) Pengelola sampah pasar atau terminal wajib menyediakan TPST sesuai dengan potensi yang dimiliki. (6) Residu sisa pengolahan sampah an organik diangkut ke TPA oleh BPLHD. Paragraf 6 Pengolahan Sampah Rumah Sakit Pasal 14 (1) Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan Praktek Pengobatan wajib melakukan pemilahan sampahdan menyediakan wadah sampah terpilah. (2) Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan Praktek Pengobatan yang menghasilkan sampah B3 medis wajib melakukan pengelolaan sampah B3 medis yang dihasilkan. (3) Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan Praktek Pengobatan dapat bekerjasama dalampengangkutan sampah dengan BPLHD dalam pengangkutan sampah. (4) Pengelolaan sampah B3 medis sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan secara khusus dengan berpedoman pada peraturan perundangan pengelolaan sampah B3 medis. Paragraf 7 Pengolahan Sampah di TPA Pasal 15 (1) Dalam jangka panjang TPA dipersiapkan hanya untuk penanganan residu olahan sampah dan sampah B3 Rumah Tangga, pengomposan di TPA dioperasian untuk mengantisipasi ketika belum ada operasi pengomposan di TPST skala Desa/Kelurahan dan TPST skala kecamatan. (2) Penimbunan Sampah maupun residu di TPA dilarang menggunakan metode open dumping. BAB IV PENGELOLAAN TPA Bagian Pertama Persyaratan Umum, Persyaratan Lokasi dan Kesehatan Lingkungan Pasal 16 (1) TPA milik Pemerintah Daerah diarahkan untuk memenuhi persyaratan umum, persyaratan lokasi, dan persyaratan Kesehatan lingkungan. (2) Persyaratan Umum TPA, adalah : a. tercakup dalam tata ruang kota dan daerah; b. jenis tanah harus kedap air dan tidak produktif untuk tanah pertanian; c. penggunaan minimal 5 sampai 10 tahun; d. tidak berpotensi mencemari sumber air; e. jarak dengan daerah pusat pelayanan lebih dari 10 km; f. daerah bebas banjir serta memiliki drainase yang baik dan lancar; g. baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak diperbolehkan untuk pemukiman. (3) Persyaratan Lokasi TPA, adalah: a. bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll); b. bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kedalaman air tanah kurang 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukkan teknologi); c. bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20 %); d. bukan daerah/kawasan yang dilindungi. (4) Persyaratan Kesehatan Lingkungan TPA adalah : a. tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat, binatang pengerat bagi pemukiman terdekat; b. c. d. e. f. g. h. i. j. tidak merupakan pencemar bagi sumber air baku untuk minum dan jarak sedikitnya 200 meter dan perlu memperhatikan struktur geologi setempat; tidak terletak pada daerah banjir; tidak terletak pada lokasi yang permukaan airnya tinggi; tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memperhatikan aspek estetika; jarak dari bandara tidak kurang dari 5 km; tidak menjadi tempat berkembangbiaknya lalat, nyamuk, tikus, kecoa; memiliki drainase yang baik dan lancar; pengamanan dan pengendalian leachate sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan; lokasi TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya, diberi tanda khusus. Bagian Kedua Revitalisasi TPA (1) Pasal 17 Untuk menjamin terlaksananya pengelolaan sampah di TPA, disusun rencana Revitalisasi TPA berikut pembiayaannya. (2) Revitalisasi TPA diarahkan pada parameter TPA ideal yang mencakup Proteksi terhadap Lingkungan, Pengoperasian Landfill, Prasarana-Sarana, dan optimalisasi petugas TPA. Keseluruhan mengacu pada pengoperasioan TPA Ideal dalam memenuhi peraturan perundangundangan. (3) Kegiatan Revitalisasi berkelanjutan. TPA dilaksanakan secara bertahap dan BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 18 Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi: a. menjaga kebersihan lingkungan; b. aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengomposan, pengangkutan, dan pengolahan sampah; dan c. pemberian saran, usul, pengaduan, pertimbangan, dan pendapat dalam upaya peningkatan pengelolaan sampah di wilayahnya. (1) Pasal 19 Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a dilaksanakan dengan cara: a. sosialisasi; b. mobilisasi; c. kegiatan gotong royong; d. pemberian penghargaan. (2) Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dilaksanakan dengan cara: a. mengembangkan informasi peluang usaha di bidang persampahan; dan/atau b. pemberian penghargaan. (3) Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c dilaksanakan dengan cara: a. penyediaan media komunikasi; b. aktif dan secara cepat memberi tanggapan; c. melakukan jaring pendapat aspirasi masyarakat. (1) (2) Pasal 20 Partisipasi aktif individual, berupa keikutsertaan setiap individu untuk membantu terciptanya mekanisme pengelolaan sampah yang kondusif, dan mampu mengelola sampah secara mandiri. Bentuk partisipasi aktif individu yaitu : a. memilah sampah organik, an organik, dan B3 Rumah Tangga hingga memudahkan dilakukannya perolehan kembali oleh pihak atau lembaga lain yang akan melakukan proses pendayagunaan sampah; b. mengurangi volume sampah sebelum dan sesudah pemakaian; c. pemakaian kembali yaitu memakai kembali sampah secara langsung tanpa mengolah terlebih dahulu; d. pemanfaatan kembali (daur ulang) yaitu upaya memanfaatkan kembali sampah setelah melalui proses pengolahan tertentu. Pasal 21 (1) Partisipasi Aktif komunal, berupa kesertaan masyarakat secara komunal dalam upaya mengatasi permasalahan sampah di lingkungannya. (2) Bentuk Partisipasi komunal yaitu : a. menyelenggarakan aktifitas rutin dan berkala untuk kebersihan tempat umum dan menjaga kebersihan lingkungannya; b. menjalankan pengelolaan sampah dilingkungan sekitarnya mulai dari pengumpulan, pemilahan, dan pengolahan baik atas inisiatif mandiri warga sekitar maupun atas inisiatif pihak luar; c. menjalankan usaha pengomposan komunal; d. menjalankan usaha pencacahan sampah plastik; e. usaha pendayagunaan sampah lainnya yang sesuai dengan potensi yang ada di lingkungan setempat. BAB VI PERAN SWASTA/PELAKU USAHA Pasal 22 (1) Peran swasta dan dunia usaha dalam pengelolaan sampah merupakan kegiatan pengelolaansampah yang berbasis masyarakat. (2) Bentuk kegiatan peran swasta dan dunia usaha dalam pengelolaan sampah dapat ditempuh dalam dua cara yaitu : a. pola pembinaan dimana peran swasta hanya memberikan kontribusi dalam hal inovasi teknologi terapan; b. pola bantuan langsung dimana peran swasta membantu sarana prasarana, inovasi teknologi dan pembinaan kepada masyarakat pengelola sampah. (3) Bentuk kerjasama dengan kesepakatan (MoU). pihak swasta dituangkan dalam nota BAB VII PERIJINAN Bagian Pertama Jenis Usaha Pengelolaan Sampah Pasal 23 Jenis usaha pengelolaan sampah yang wajib mendapat ijin adalah : a. usaha pengomposan; b. usaha pembuatan pupuk kascing; c. usaha mengolah sampah jadi energi; d. usaha mengolah sampah B3; e. usaha lain dalam mengolah sampah yang bertujuan mencari keuntungan. Bagian Kedua Tata Cara Mendapatkan Ijin Pasal 24 (1) Setiap orang atau Badan yang ingin mendapatkan ijin usaha pengelolaan sampah dimaksud dalam pasal 23 harus mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati melalui BPLHD. (2) Permohonan ijin dimaksud ayat (1) dengan mencantumkan identitas perusahaan/ pemohon dan melampirkan : a. data lokasi perusahaanberikut cakupan luas areal; b. ijin tetangga/masyarakat setempat sampai dengan radius 50 (lima puluh) meter dari titik lokasi pemprosesan. (3) Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pemohon diterima secara lengkap, BPLHD harus sudah melakukan pemeriksaan dan penelitian lapangan. (4) Hasil pemeriksaan dan penelitian dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk Berita Acara. (5) Atas dasar Berita Acara dimaksud pada ayat (4) terhadap pemohon yang memenuhi syarat paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja BPLHD harus sudah menerbitkan keputusan pemberian ijin yang ditandatangani oleh Kepala BPLHD untuk dan atas nama Bupati. (6) Atas dasar Berita Acara dimaksud pada ayat(4) terhadap pemohon yang tidak memenuhi syarat, paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja BPLHD harus sudah mengirimkan surat penolakan. (7) Badan Hukum ataupun perorangan yang memperoleh ijin pengelolaan sampah diumumkan melalui papan pengumuman dan surat pemberitahuan kepada masyarakat. (8) Bagi pemohon yang ijinnya ditolak dapat mengajukan kembali setelah ketentuan teknis dan administrasi dilengkapi dengan baik dan benar. BAB VIII KERJASAMA DAN KEMITRAAN Bagian Pertama Kerjasama Pasal 25 Lingkup kerjasama bidang pengelolaan sampah mencakup: a. penyediaan/pembangunan TPA; b. sarana dan prasarana TPA; c. pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke TPA; d. pengelolaan TPA; dan/atau e. pengolahan sampah menjadi produk lainnya yang ramah lingkungan. Bagian Kedua Kemitraan Pasal 26 Lingkup kemitraan bidang pengelolaan sampah antara lain: a. penarikan retribusi pelayanan persampahan; b. penyediaan/pembangunan TPS atau TPST, TPA, serta sarana dan prasarana pendukungnya; c. pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke TPA; d. pengelolaan TPA; dan/atau e. pengelolaan produk olahan lainnya. Pasal 27 (1) Untuk meningkatkan pelaksanaan pengelolaan sampah menerapkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan pola pendekatan kemitraan yaitu berupa Nota Kesepakatan (MoU) dan kerjasama Pemerintah Daerah dengan swasta. (2) Pola Kemitraan berupa kerjasama peraturanperundangan yang berlaku. dimaksud pada ayat (1)sesuai BAB IX SISTEM TANGGAP DARURAT PENGELOLAAN SAMPAH (1) (2) Pasal 28 Sistem tanggap darurat sampah merupakan suatu sistem pengelolaan sampah secara sistematis, serempak dan berkesinambungan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan pemerintah mulai dari Sumber sampah sampai dengan Tempat Pemrosesan Akhir. Pelaksanaan sistem tanggap darurat dilaksanakan dalam bentuk pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar yang meliputi: a. sosialisasi penanggulangan kecelakaan yang diakibatkan oleh pengelolaan sampah yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku; b. peningkatan dan penataan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) melalui proses Revitalisasi hingga TPA memenuhi standar peraturan dan perundang-undangan; c. penanganan timbunan sampah liar sampah dalam bentuk pengangkutan secara serentak dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, potensi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. BAB X INSENTIF DAN DISINSENTIF Bagian Pertama Insentif (1) Pasal 29 Insentif adalah upaya untuk memotivasi masyarakat secara positif agar masyarakat tersebut mentaati ketentuan di bidang pengelolaan sampah guna lebih meningkatkan pemeliharaan lingkungan dan menjadi tauladan bagi masyarakat sekitarnya. (2) Imbalan/ jasa, insentif sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa penghargaan ataubantuan modal secara bergulir dan dikelola secara transparan. (3) Pengelolaan modal bergulir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh kelompok pengelola sampah. (4) Kriteria penilaian layak dan tidaknya masyarakat perorangan, badan hukum atau lainnyadilakukan oleh Tim teknis yang dibentuk oleh Bupati. (5) Ketentuan atau mekanisme penyerahan insentif ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati. Bagian Kedua Disinsentif Pasal 30 (1) Disinsentif adalah upaya memberikan penghukuman bagi masyarakat yang melanggar ketentuan di bidang pengelolaan sampah untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan. (2) Disinsentif sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemanggilan pihak pelanggar dan bahkan sampai pencabutan ijin usaha apabila diketahui yang bersangkutan melakukan pelanggaran berat. (3) Pelanggaran berat sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah tindakan yang melawan hukum seperti mengabaikan peraturan perundangan yang berlaku, mengelola sampah tanpa ijin, membuang sampah tidak pada tempatnya, menimbulkan pencemaran lingkungan atau mengganggu kesesuaian lingkungan melalui pengaduan masyarakat. (4) Pelanggaran berat seperti dimaksud ayat (3) dikenakan sangsi sesuai Peraturan Daerah. BAB XI PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI Bagian Pertama Pembiayaan Pasal 31 (1) Yang dimaksud dengan pembiayaan oleh Pemerintah dalam Peraturan Daerah adalah kegiatan pengelolaan sampah yang dilaksanakan bersama masyarakat mulai dari hulu sampai hilir difasilitasi oleh BPLHD. (2) Kegiatan yang dibiayai oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa stimulan kepada masyarakat dalam bentuk fisik (peralatan kebersihan) yang cukup penting dan kemungkinan kecil dilaksanakan oleh masyarakat setingkat pengurus RT/RW berdasarkan kajian dan skala prioritas. (3) Kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi yang berwenang dalam kegiatan pengelolaan sampah meliputi kebutuhan investasi yang didasarkan pada kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan sampah meliputi Gerobaksampah, Motor sampah, Kontainer, Truk angkutan sampah, TPSS, TPST skala Desa/Kelurahan, TPST skala Kecamatan, dan Revitalisasi TPA. Bagian Kedua Kompensasi Pasal 32 (1) Kompensasi merupakan hak perorangan yang akan diberikan sebagaiakibat dari dampak negatif penanganan sampah di TPA yang tidak memenuhi standarkesehatan lingkungan. (2) Kompensasi diberikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya. (3) Pemberian kompensasi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilaksanakan dandilaporkan oleh BPLHD secara tepat, cepat, dan layak. (4) Bentuk pemberian kompensasi didasari atas kesepakatan dengan korban atau keluarga korban dengan mempertimbangakan asas keadilan dan kemampuan keuangan Daerah. BAB XII LARANGAN, PENGAWASAN, PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Bagian Pertama Larangan Pasal 33 (1) Setiap orang pribadi atau Badan, dalam pengelolaan sampah dilarang: a. memasukan sampah dari luar Daerah ke dalam wilayah Daerah; b. mengimpor sampah; c. mencampur sampah dengan limbah B3; d. e. f. g. h. i. j. k. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan; membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan; melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir; membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah; membuang sampah di sungai-sungai, selokan-selokan atau got-got, riol-riol, saluran-saluran, jalan-jalan umum, tempat-tempat umum, berm atau Trotoar atau ditempat umum lainnya; membuang pecahan kaca, zat-zat kimia atau zat lain yang membahayakan, kotoran-kotoran hewan atau sampah yang berbau busuk kecuali ditempat pembuangan sampah yang khusus disediakan dan dilakukan menurut tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku; mengubur sampah anorganik; buang air besar (hajat besar) dan buang air kecil (hajat kecil) di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum lainnya. (2) Tempat sampah yang telah ditentukan dan disediakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi: a. tempat sampah rumah tangga; b. tempat sampah fasilitas umum; c. tempat Penampungan Sampah Sementara; dan d. tempat Pemrosesan Akhir. (3) Penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dilarang dilakukan di Daerah sehingga penanganan sampah di TPA harus dilakukan dengan sistem Controlled landfill atau Sanitary landfill. (4) Larangan membakar sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, antara lain: a. membakar sampah yang menimbulkan asap tebal dan dapat mengganggu jarak pandang bagi lalu lintas; b. membakar sampah yang menimbulkan bau menyengat dan dapat mengganggu kesehatan; c. membakar sampah yang berupa bahan yang mudah meledak dan dapat menimbulkan kerusakan atau kebakaran; d. membakar sampah yang berupa bahan polimer (plastik, mika karet dan sejenisnya); e. membakar sampah di lokasi pemukiman padat penduduk; f. membakar sampah di lokasi atau berdekatan dangan tempat/ fasilitas umum; dan/ atau g. membakar sampah di TPS dan TPA. (5) Sampah hanya boleh dibakar di tempat pembakaran sampah yang telah memenuhi persyaratan teknis dengan menggunakan alat pembakar sampah(incenerator). Bagian Kedua Pengawasan Pasal 34 (1) Masyarakat bersama-sama dengan pemerintah daerah dapat berperan aktif dalam mengawasi Pengelolaan Sampah di lingkungannya, dilakukan pada : a. kegiatan pemisahan sampah untuk menguji apakah pemisahan yang dilakukan telah sesuai dengan klasifikasi sampah; b. pelaksanaan sistem pendanaan baik pada kegiatan di sumber sampah, pengangkutan sampai dengan pengolahan dan pembuangan akhir; c. d. kegiatan produksi suatu barang untuk menguji apakah sudah sesuai dengan ketentuan 3R, teknologi air limbah, produk ramah lingkungan atau kemasan ramah lingkungan; kegiatan-kegiatan lain dalam lingkup pengelolaan sampah. (2) Hasil pengawasan dilaporkan secara lisan ataupun tertulis kepada Bupati melalui Dinas Teknis terkait. Bagian Ketiga Pembinaan dan Pengendalian (1) Pelaksanaan pembinaan dilakukan oleh BPLHD. Pasal 35 dan pengendalian pengelolaan sampah (2) Pelaksanaan pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan fasilitasi. (3) sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai program dan kegiatan pada SKPD. BAB XIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 36 (1) Setiap kegiatan/ usaha pengelolaan sampah yang tidak mempunyai izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 akan dikenakan sanksi administrasi berupa penutupan kegiatan usaha. (2) Kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan dan/ atau persyaratan izin, akan dikenakan sanksi administratif berupa: a. paksaan pemerintahan; b. uang paksa; dan/atau c. pencabutan izin. (3) Paksaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat berupa paksaan kepada Pengelola Sampah untuk: a. menghentikan kegiatan usaha untuk jangka waktu tertentu; b. menutup kegiatan/ usaha; dan/ atau c. melakukan tindakan tertentu untuk memulihkan keadaan atau memperbaiki kerusakan. (4) Uang Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat berupa paksaan kepada Pengelola Sampah untuk membayar sejumlah uang untuk: a. mengganti kerugian atas kerugian pihak lain; b. membiayai kegiatan untuk memulihkan keadaan atau memperbaiki kerusakan. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Kuningan Ditetapkan di Kuningan Pada tanggal 22 Nopember 2012 BUPATI KUNINGAN, Cap Ttd AANG HAMID SUGANDA Diundangkan di Kuningan Pada tanggal 26 Nopember 2012 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUNINGAN, Cap Ttd YOSEP SETIAWAN BERITA DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2012 NOMOR 96 Salinan ini sesuai dengan Aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN KUNINGAN ANDI JUHANDI, SH Pembina NIP. 196306011992031006